Teknologi Informasi

Mengintegrasikan Quality by Design (QbD) dalam Formulasi Topikal Tretinoin: Refleksi Inovatif terhadap Pengembangan Farmasi Modern

Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025


Pendahuluan: Saat Desain Menentukan Kualitas

Di era farmasi berbasis presisi, pendekatan Quality by Design (QbD) telah berkembang menjadi tulang punggung pengembangan produk obat yang berorientasi mutu. Studi karya Emanuele Tomba mengangkat bagaimana QbD dapat diimplementasikan dalam merancang sediaan hidrogel topikal tretinoin, dengan mengedepankan kualitas, kestabilan, dan efektivitas sebagai hasil desain sistematis, bukan hanya uji akhir.

Tretinoin, turunan vitamin A yang banyak digunakan dalam terapi jerawat dan penuaan kulit, dikenal memiliki stabilitas rendah terhadap cahaya dan oksidasi. Oleh karena itu, pendekatan QbD dalam mengembangkan bentuk sediaan hidrogel bukan hanya relevan, tetapi krusial.

Kerangka Teori: QbD sebagai Prinsip Ilmiah dan Strategi Desain

QTPP, CQA, CPP, CMA: Pilar Fondasional

Penulis menyusun pendekatan pengembangan hidrogel tretinoin berbasis empat komponen utama QbD:

  • Quality Target Product Profile (QTPP): Deskripsi ideal produk, termasuk aplikasi topikal, stabilitas kimia, dan tolerabilitas kulit.

  • Critical Quality Attributes (CQAs): Parameter yang mencakup kekentalan, ukuran partikel (jika relevan), stabilitas tretinoin, pH, serta profil pelepasan obat.

  • Critical Material Attributes (CMAs): Termasuk jenis dan konsentrasi polimer pembentuk gel (karbomer), surfaktan, pengawet, dan antioksidan.

  • Critical Process Parameters (CPPs): Meliputi suhu pencampuran, kecepatan agitasi, dan urutan penambahan bahan.

Pendekatan ini memastikan bahwa kualitas tidak dihasilkan melalui kontrol produk akhir semata, melainkan melalui pemahaman ilmiah terhadap seluruh siklus formulasi.

Desain Formulasi: Sintesis Ilmu Kimia dan Strategi Terapeutik

Mengapa Hidrogel?

Hidrogel dipilih karena menawarkan:

  • Sensasi non-lengket dan mudah diratakan pada kulit.

  • Permeabilitas dan hidrasi kulit yang baik untuk penetrasi tretinoin.

  • Kemampuan membawa bahan aktif dalam lingkungan semi-akuatik, yang dapat mendukung stabilitas kimia.

Pemilihan Polimer dan Eksipien

Penulis mengevaluasi berbagai jenis karbomer (termasuk Carbopol 934 dan 980) sebagai agen pengental. Pemilihan ini mempertimbangkan:

  • Stabilitas tretinoin dalam pH rendah-menengah.

  • Interaksi antara karbomer dengan tretinoin dan bahan tambahan.

  • Kekentalan akhir dan kemudahan aplikasi.

Penambahan Antioksidan dan Pengawet

  • Butylated hydroxytoluene (BHT) dan EDTA digunakan sebagai antioksidan untuk menghambat degradasi tretinoin akibat oksidasi.

  • Parabens digunakan sebagai pengawet dengan tujuan mempertahankan kualitas mikrobiologis, mengingat hidrogel bersifat semi-akuatik.

Strategi Eksperimental: Optimalisasi Melalui DoE

Desain Eksperimen sebagai Jantung QbD

Untuk mengidentifikasi kombinasi ideal bahan, penulis menggunakan Design of Experiment (DoE), terutama pendekatan faktorial dan response surface methodology (RSM). Parameter utama yang dimanipulasi meliputi:

  • Konsentrasi karbomer

  • Jenis antioksidan

  • pH akhir sistem

  • Konsentrasi tretinoin

Hasil dan Refleksi Teoretis

Beberapa temuan utama:

  • pH optimal berkisar antara 4.0–5.5 — cukup rendah untuk menjaga stabilitas tretinoin tetapi cukup tinggi agar karbomer tetap aktif dan dapat membentuk gel.

  • Konsentrasi tretinoin optimal di bawah 0.05% menunjukkan bahwa peningkatan dosis tidak secara proporsional meningkatkan efektivitas topikal, melainkan meningkatkan risiko iritasi kulit.

  • BHT + EDTA sebagai kombinasi antioksidan menunjukkan perlindungan oksidatif paling kuat selama penyimpanan 3 bulan.

Interpretasi ini mendemonstrasikan pemahaman menyeluruh penulis terhadap dinamika kimia-fisika sediaan topikal serta respons biologis kulit.

Pengujian Produk dan Analisis Kritis

Studi Stabilitas

Produk diuji dalam kondisi:

  • Suhu 25 °C dan 40 °C, disertai pencahayaan (untuk simulasi kondisi penyimpanan dan penggunaan).

  • Hasil menunjukkan penurunan kadar tretinoin lebih lambat pada sistem dengan antioksidan ganda, dengan degradasi <10% selama 3 bulan.

Uji Organoleptik dan Fisikokimia

  • Viskositas tetap stabil dengan nilai ideal untuk penggunaan dermal.

  • pH bertahan di kisaran 4.5–5.2, tanpa fluktuasi drastis.

  • Aspek sensorial (tekstur, warna, bau) juga dijaga konsisten.

Profil Pelepasan Obat

Dengan menggunakan uji difusi membran sintetis, hidrogel menunjukkan profil pelepasan yang stabil dan terkendali dalam 8 jam. Ini menunjukkan sistem mampu mengantarkan tretinoin secara kontinyu ke permukaan kulit.

Refleksi terhadap Narasi dan Logika Penulis

Kekuatan Argumentasi

  • Keterkaitan teori dan praktik sangat kuat — setiap keputusan desain didukung dengan data eksperimental.

  • Logika konseptual berjalan linear, dari QTPP → CQA → DoE → hasil.

  • Dokumentasi risiko dan kontrol melalui diagram fishbone dan matriks risiko menambah kekokohan pendekatan QbD.

Kritik Metodologis

  • Uji kompatibilitas bahan aktif dan eksipien secara termal atau spektroskopi tidak dijelaskan mendalam. Ini bisa menguatkan justifikasi stabilitas.

  • Skala eksperimental terbatas pada laboratorium — belum ada validasi produksi skala pilot/GMP.

  • Tidak ada uji eks vivo atau in vivo, yang padahal krusial untuk validasi biofarmasetika sediaan topikal.

Signifikansi Angka dan Makna Teoretis

pH 4.5–5.2: Keseimbangan Kimia-Biologis

Stabilitas tretinoin sangat sensitif terhadap pH. Terlalu rendah mengurangi efektivitas topikal, terlalu tinggi mempercepat degradasi. Penulis menemukan bahwa pH sekitar 4.5–5.2 mampu menjaga integritas tretinoin sambil tetap berada dalam rentang toleransi kulit.

Degradasi <10% dalam 3 Bulan: Penanda Stabilitas Nyata

Dalam konteks sediaan tretinoin, degradasi di bawah 10% selama penyimpanan adalah indikator stabilitas formulasi yang layak. Ini menunjukkan bahwa sistem antioksidan bekerja efektif, bahkan tanpa kontrol suhu ekstrem.

Pelepasan Stabil hingga 8 Jam: Menjamin Efikasi Klinis

Studi in vitro menunjukkan bahwa hidrogel dapat melepaskan tretinoin secara perlahan dan konsisten, yang mendukung terapi dengan paparan minimal namun hasil maksimal.

Implikasi Ilmiah dan Masa Depan Formulasi Tretinoin

Formulasi ini membuka jalan untuk:

  • Produk tretinoin dengan profil stabilitas yang lebih baik, mengurangi pembatasan penyimpanan.

  • Pengembangan formulasi topikal lain berbasis QbD, seperti asam azelat, adapalen, atau niacinamide.

  • Integrasi QbD dalam proses akademik dan industri, mempercepat transisi dari laboratorium ke regulasi.

Dengan membuktikan bahwa QbD dapat diterapkan bahkan dalam skala laboratorium, studi ini mendorong pendekatan desain berbasis ilmu sebagai norma baru, bukan pengecualian.

Kesimpulan: Kualitas Tidak Lagi Dipertaruhkan, Tapi Dirancang

Melalui penerapan menyeluruh prinsip QbD, Emanuele Tomba berhasil merancang formulasi hidrogel tretinoin yang stabil, fungsional, dan sesuai dengan kebutuhan terapeutik serta industri. Kekuatan studi ini terletak pada integrasi antara teori farmasi, teknik formulasi, dan evaluasi risiko. Ia membuktikan bahwa kualitas tidak harus diuji di akhir, tapi harus dibangun sejak awal. Ini adalah paradigma baru dalam pengembangan obat topikal — di mana ilmu, desain, dan hasil klinis berjalan seiring.

Selengkapnya
Mengintegrasikan Quality by Design (QbD) dalam Formulasi Topikal Tretinoin: Refleksi Inovatif terhadap Pengembangan Farmasi Modern

Teknologi Informasi

Optimalisasi Las GMAW Berbasis Desain Taguchi: Perspektif Konseptual terhadap Kendali Proses dan Mutu Sambungan

Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025


Pendahuluan: Las GMAW sebagai Ruang Inovasi Kendali Proses

Gas Metal Arc Welding (GMAW) merupakan salah satu metode pengelasan yang paling banyak digunakan dalam industri manufaktur modern karena keefisienan dan fleksibilitasnya. Namun, performa sambungan las tetap sangat bergantung pada kendali terhadap parameter proses. Dalam paper ini, penulis mengeksplorasi pengaruh parameter las seperti arus, tegangan, dan kecepatan kawat terhadap karakteristik sambungan, menggunakan pendekatan statistik yang sistematis: metodologi desain Taguchi.

Melalui pengujian dan analisis statistik, studi ini bertujuan memformulasikan pengaturan optimal parameter agar diperoleh hasil las dengan kekuatan maksimum. Pendekatan ini tidak hanya bersifat eksperimental, tetapi juga konseptual karena menyelaraskan prinsip kendali mutu dengan efisiensi proses.

Kerangka Teori: Metodologi Taguchi dan Kendali Variasi Proses

Metodologi Taguchi Design of Experiment (DoE) adalah pendekatan statistik yang dirancang untuk meminimalkan variasi proses dan mengoptimalkan performa dengan jumlah eksperimen minimal. Prinsip dasarnya:

  • Orthogonal Arrays (OA): Rancangan eksperimen yang seimbang untuk menguji kombinasi variabel.

  • Signal-to-Noise Ratio (S/N): Ukuran kestabilan proses terhadap gangguan.

  • Faktor dan Level: Penentuan variabel proses dan nilai-nilai yang diuji.

Penulis menerapkan OA L9 (3³), artinya tiga parameter diuji pada tiga level, menghasilkan sembilan kombinasi eksperimen.

Desain Eksperimen dan Parameter Uji

Parameter Proses yang Dipilih

  1. Arus Pengelasan (Welding Current): Level – 80 A, 100 A, 120 A

  2. Tegangan (Voltage): Level – 18 V, 20 V, 22 V

  3. Kecepatan Kawat (Wire Feed Rate): Level – 80 mm/min, 100 mm/min, 120 mm/min

📌 Refleksi teoritis: Pemilihan parameter ini merepresentasikan variabel kontrol utama dalam sistem GMAW dan berkorelasi langsung terhadap kualitas struktur sambungan.

Hasil Eksperimen dan Sorotan Angka

Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength / UTS)

Dari sembilan eksperimen, kekuatan tarik maksimum bervariasi antara 405 MPa hingga 487 MPa.

🔍 Refleksi: Variasi ini menunjukkan sejauh mana parameter memengaruhi integritas mekanik sambungan. Kombinasi optimal menghasilkan peningkatan hingga 20% dibanding kondisi sub-optimal.

Analisis Rasio Sinyal terhadap Noise (S/N Ratio)

S/N Ratio diinterpretasikan berdasarkan prinsip "lebih besar lebih baik" (higher-the-better). Nilai S/N tertinggi dicapai saat:

  • Arus = 100 A

  • Tegangan = 20 V

  • Kecepatan kawat = 100 mm/min

📌 Makna teoritis: Ini menunjukkan bahwa bukan level maksimum, melainkan kombinasi parameter menengah justru menghasilkan performa terbaik — mendukung prinsip kendali variasi proses ala Taguchi.

Pengaruh Faktor Individu (Main Effects Plot)

Analisis menunjukkan:

  • Arus pengelasan berpengaruh paling signifikan terhadap UTS

  • Tegangan dan kecepatan kawat memiliki kontribusi sedang dan rendah secara berturut-turut

🔍 Interpretasi: Ini menandakan bahwa energi input utama (arus) memainkan peran krusial dalam membentuk zona fusi dan mikrostruktur hasil pengelasan.

Narasi Argumentatif: Rancangan Statistik sebagai Jalan Efisiensi Proses

Penulis menyusun argumen bahwa pendekatan tradisional dalam pengelasan seringkali mengandalkan pengalaman dan trial-error. Di sinilah desain Taguchi menjadi solusinya — memungkinkan eksplorasi sistematis terhadap banyak kombinasi dengan eksperimen minimal.

Narasi yang dibangun menunjukkan bahwa metodologi statistik bukan sekadar alat bantu teknis, melainkan strategi desain proses itu sendiri. Dengan desain orthogonal dan analisis rasio sinyal terhadap noise, penulis mengarahkan pembaca pada paradigma bahwa kualitas sambungan bukan hanya hasil akhir, tapi juga cerminan pengendalian proses yang dirancang secara presisi.

Kontribusi Ilmiah Artikel

  • Menyediakan pendekatan kuantitatif dalam optimasi pengelasan GMAW

  • Menggunakan desain eksperimen Taguchi yang efisien

  • Menyediakan peta pengaruh parameter proses terhadap performa mekanik

  • Menunjukkan hubungan antara konfigurasi parameter dan variabilitas kualitas

  • Mengilustrasikan bagaimana kombinasi parameter menengah bisa lebih optimal dari level ekstrim

Daftar Poin: Parameter Optimum dan Efeknya

Kombinasi Parameter Optimum:

  • Arus = 100 A

  • Tegangan = 20 V

  • Wire Feed = 100 mm/min

Efek yang Dihasilkan:

  • UTS Maksimum: ~487 MPa

  • S/N Ratio: Tertinggi dari seluruh eksperimen

  • Stabilitas: Terbukti dari variansi antar ulangan yang rendah

Kritik terhadap Pendekatan Penulis

Kekuatan:

  • Pemanfaatan metode Taguchi secara tepat dan proporsional

  • Penjelasan sistematis tiap langkah eksperimen

  • Penyajian data numerik yang ringkas dan mudah dipahami

Kelemahan:

  1. Tidak dibahas aspek mikrostruktur atau metalurgi hasil pengelasan.

  2. Tidak ada validasi eksperimen lanjutan di luar 9 kombinasi awal.

  3. Tidak dibahas biaya atau efisiensi energi dari konfigurasi optimal.

📌 Saran: Penelitian lanjutan bisa mengeksplorasi hubungan antara parameter optimum dan karakteristik mikrostruktur, serta menilai keberlanjutan proses dari sisi konsumsi energi.

Refleksi Teoritis: Signifikansi Studi dalam Konteks Industri

Studi ini menegaskan bahwa optimasi proses industri bisa dilakukan dengan cara yang ekonomis dan ilmiah sekaligus. Dengan sembilan eksperimen saja, penulis mampu:

  • Memetakan sensitivitas parameter

  • Menemukan kombinasi optimum

  • Mengurangi ketidakpastian dalam produksi

🔍 Makna strategis: Di dunia industri, waktu dan sumber daya sangat terbatas. Desain Taguchi menjadi solusi optimal untuk pengambilan keputusan berbasis data dalam proses-proses kompleks seperti pengelasan.

Implikasi Ilmiah dan Praktis

Penelitian ini memberikan kontribusi pada dua bidang utama:

1. Ilmiah:

  • Memperluas aplikasi desain Taguchi dalam proses manufaktur logam

  • Menyediakan referensi kuat untuk korelasi antara variabel proses dan performa mekanik

2. Industri:

  • Membantu insinyur menetapkan standar pengelasan berbasis data

  • Mengurangi kegagalan sambungan akibat trial-error

  • Menyediakan dasar untuk otomatisasi dan digitalisasi kontrol proses

Kesimpulan: Las yang Kuat Dimulai dari Desain yang Cermat

Paper ini menunjukkan bahwa penguatan kualitas sambungan tidak harus menunggu hasil akhir, tetapi bisa dibangun sejak proses dirancang. Dengan menggunakan desain Taguchi, penulis berhasil:

  • Menetapkan konfigurasi parameter optimal

  • Mengungkap faktor dominan dalam mutu sambungan

  • Menyediakan model pendekatan efisien bagi proses manufaktur lain

Lebih dari sekadar eksperimen laboratorium, studi ini mencerminkan evolusi cara berpikir dalam kendali mutu industri — dari empiris ke sistematis, dari spekulatif ke prediktif.

Selengkapnya
Optimalisasi Las GMAW Berbasis Desain Taguchi: Perspektif Konseptual terhadap Kendali Proses dan Mutu Sambungan

Teknologi Informasi

Mengurai Hambatan Penerapan Teknologi Informasi di Industri Konstruksi: Studi Kasus Perusahaan di Nevada

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 30 April 2025


Pendahuluan: Ketika Inovasi Tertahan oleh Realita Industri

Di era digital, adopsi Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) seharusnya menjadi hal yang niscaya di berbagai sektor, termasuk konstruksi. Namun, realitanya, sektor ini justru menjadi salah satu yang paling lambat dalam menerima inovasi. Penelitian yang dilakukan oleh Thejasvi Andipakula di sebuah perusahaan konstruksi di Nevada, AS, mengupas tuntas apa saja penghambat utama adopsi ICT dan bagaimana strategi mengatasinya.

 

Latar Belakang Penelitian: Manfaat ICT vs Realita Lapangan

ICT dalam industri konstruksi mampu meningkatkan efisiensi biaya, mempercepat proses pembangunan, dan memperkuat koordinasi antar pemangku kepentingan. Namun, proses implementasinya tidak sesederhana itu. Beragam studi telah mencatat adanya tantangan, mulai dari keterbatasan anggaran, budaya organisasi yang konvensional, hingga resistensi individu terhadap teknologi.

Studi ini memfokuskan pada:

  • Alat ICT yang umum digunakan

  • Hambatan utama dalam adopsi ICT

  • Strategi yang digunakan perusahaan untuk mengatasinya
     

 

Metodologi: Studi Kasus dan Pendekatan Kualitatif

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berbasis studi kasus. Data dikumpulkan melalui 9 wawancara mendalam dengan karyawan dari tiga divisi (perumahan, komersial, industri) dan dianalisis menggunakan pendekatan tematik melalui perangkat lunak NVivo.

Model Innovation Diffusion Theory (Rogers, 1983) digunakan untuk mengkategorikan sikap individu terhadap adopsi teknologi (innovator, early adopter, late majority, dll.).

 

Hasil dan Temuan Utama: Penerimaan Tinggi, Implementasi Tertahan

1. Karyawan sadar pentingnya ICT, namun belum semua siap menggunakannya secara aktif.

Contoh: Seorang manajer proyek menyatakan “Saya tahu BIM sangat membantu, tapi saya belum punya waktu cukup untuk mempelajarinya.”

2. Hambatan utama adopsi ICT dikategorikan menjadi tiga level:

A. Organisasi

  • Kurangnya waktu untuk pelatihan

  • Ketidakcocokan antara proses bisnis lama dan teknologi baru

  • Rendahnya dukungan kebijakan jangka panjang
     

B. Individu

  • Minimnya keahlian komputer dasar

  • Ketidaknyamanan menghadapi teknologi baru

  • Waktu kerja yang padat membuat belajar ICT terasa “tidak realistis”
     

C. Kelompok

  • Jarak geografis antartim menyulitkan proses learning by observation

  • Minimnya diskusi antar anggota tim seputar teknologi
     

3. Faktor Finansial ternyata bukan hambatan utama

 

Menariknya, perusahaan studi kasus memiliki dana cukup dan bahkan dukungan dari top manajemen. Namun, kendala muncul di level implementasi dan budaya kerja.

 

Strategi Mengatasi Hambatan: Belajar dari Lapangan

1. Pelatihan Terstruktur

Perusahaan menyediakan pelatihan in-house rutin. Namun pelatihan teknis saja tidak cukup—harus dikaitkan langsung dengan tugas harian.

2. Pemberdayaan “Champion” Teknologi

Seorang anggota tim dijadikan pionir yang menjadi jembatan antara teknologi dan pengguna awam.

3. Budaya Observasional

Tim didorong untuk saling memperlihatkan manfaat ICT dalam pekerjaan mereka—strategi ini terbukti efektif pada karyawan yang enggan belajar formal.

4. Dukungan Manajemen

Pimpinan proyek mendorong penggunaan ICT meskipun produktivitas sempat menurun di awal. Ini menunjukkan adanya toleransi adaptasi sebagai bagian dari transisi.

 

Analisis dan Perbandingan

Dibandingkan Studi Serupa

Penelitian ini selaras dengan temuan Peansupap & Walker (2005) bahwa faktor manusia dan budaya organisasi lebih dominan menghambat ICT daripada teknologi itu sendiri. Studi juga menegaskan temuan Wong & Lam (2010) bahwa resistensi kultural adalah batu sandungan utama.

Kelebihan Penelitian

  • Menggunakan pendekatan tematik dan teori adopsi inovasi Rogers

  • Data primer dari wawancara nyata

  • Fokus pada persepsi dan pengalaman nyata karyawan
     

Kritik

  • Hanya menggunakan satu perusahaan sebagai sampel

  • Tidak membandingkan efektivitas ICT secara kuantitatif

  • Belum menyentuh isu keberlanjutan atau pengaruh eksternal seperti kebijakan pemerintah
     

 

Implikasi Praktis

Untuk Perusahaan Konstruksi:

  • Jangan hanya beli software—bangun budaya dan pelatihan internal

  • Evaluasi kesiapan organisasi, bukan sekadar kesiapan teknologi

  • Identifikasi siapa champion teknologi Anda di setiap proyek
     

Untuk Dunia Pendidikan:

  • Perlu integrasi kurikulum ICT dalam pendidikan teknik sipil dan manajemen konstruksi
     

Untuk Regulator:

  • Perlunya standardisasi digital readiness bagi perusahaan konstruksi
     

 

Kesimpulan

Studi ini membuktikan bahwa adopsi ICT dalam konstruksi bukan soal teknologi, tapi soal manusia, budaya, dan waktu. Bahkan ketika dana dan teknologi tersedia, tantangan sejati ada pada resistensi budaya, kurangnya waktu belajar, serta miskomunikasi antar tim. Untuk mengatasi hal ini, pendekatan multidimensi yang mencakup pelatihan, champion teknologi, dukungan manajerial, dan pembelajaran antar rekan kerja menjadi solusi yang paling efektif.

 

Sumber Artikel

Andipakula, T. (2017). A Case Study of Barriers Inhibiting the Growth of Information and Communication Technology (ICT) in a Construction Firm. Colorado State University.
Tersedia di: https://mountainscholar.org/handle/10217/185805

Selengkapnya
Mengurai Hambatan Penerapan Teknologi Informasi di Industri Konstruksi: Studi Kasus Perusahaan di Nevada

Teknologi Informasi

Teknologi: Apa yang dimaksud Sampling (pemrosesan sinyal)

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 29 April 2025


Dalam pemrosesan sinyal, pengambilan sampel adalah reduksi sinyal waktu kontinu menjadi sinyal waktu diskrit. Contoh umum adalah mengubah gelombang suara menjadi rangkaian "sampel". Sampel adalah nilai suatu sinyal dalam waktu dan/atau ruang; definisi ini berbeda dari penggunaan istilah dalam statistik untuk merujuk pada sekumpulan nilai tersebut. [A] Sampler adalah subsistem atau fungsi yang mengekstraksi sampel dari sinyal kontinu. Sampler ideal teoritis menghasilkan sampel yang sesuai dengan nilai sesaat dari sinyal kontinu pada titik yang diinginkan. Sinyal asli dapat direkonstruksi dari rangkaian sampel hingga batas Nyquist dengan melewatkan urutan sampel melalui filter rekonstruksi.

Signal sampling representation. The continuous signal S(t) is represented with a green colored line while the discrete samples are indicated by the blue vertical lines.

Teori

Laju sampel atau laju sampel fs adalah jumlah rata-rata sampel yang diterima per detik, yaitu fs = 1/T, satuan sampel per detik, kadang disebut hertz, mis. 48kHz adalah 48.000 sampel per detik.

Rekonstruksi fungsi kontinu dari sampel dilakukan dengan menggunakan algoritma interpolasi. Rumus interpolasi Whittaker – Shannon secara matematis setara dengan filter low-pass ideal yang masukannya berupa rangkaian fungsi delta Dirac yang dimodulasi (dikalikan) dengan nilai sampel. Jika selang waktu antara sampel yang berdekatan adalah konstan (T), rangkaian fungsi delta disebut sisir Dirac. Secara matematis, sisir Dirac yang termodulasi sesuai dengan produk fungsi sisir dengan s(t). Abstraksi matematis ini kadang-kadang disebut pengambilan sampel impuls.

Kebanyakan sinyal sampel tidak direkam atau direkonstruksi. Akurasi rekonstruksi teoretis adalah ukuran umum efisiensi pengambilan sampel. Akurasi ini berkurang jika s(t) berisi komponen frekuensi dengan panjang siklus (periode) lebih kecil dari 2 interval pengambilan sampel (lihat Alias). Batas frekuensi ekuivalen dalam siklus per detik (hertz) adalah 0,5 siklus per sampel × fs sampel/detik = fs/2, yang dikenal sebagai laju pengambilan sampel Nyquist. Oleh karena itu, s(t) biasanya merupakan keluaran dari filter low-pass yang dikenal sebagai filter anti-aliasing. Tanpa filter antialiasing, frekuensi di atas frekuensi Nyquist mempengaruhi sampel dengan cara yang disalahartikan oleh proses interpolasi.

Pertimbangan praktis

Dalam praktiknya, sinyal kontinu diambil sampelnya menggunakan konverter analog-ke-digital (ADC), yang memiliki berbagai keterbatasan fisik. Hal ini menyebabkan penyimpangan dari rekonstruksi yang secara teoritis sempurna, yang secara kolektif dikenal sebagai distorsi.

Berbagai jenis distorsi dapat terjadi, termasuk:

  • Aliasing. Sejumlah aliasing tidak dapat dihindari karena hanya fungsi teoretis yang panjangnya tak terhingga yang tidak dapat memiliki konten frekuensi di atas frekuensi Nyquist. Aliasing dapat dibuat sekecil apa pun dengan menggunakan filter anti-aliasing dalam jumlah yang cukup besar.
  • Aperture dihasilkan dari fakta bahwa sampel diperoleh sebagai rata-rata waktu dalam wilayah pengambilan sampel, dan bukan hanya sama dengan nilai sinyal pada saat pengambilan sampel. Dalam rangkaian sampel dan penahan berbasis kapasitor, kesalahan bukaan disebabkan oleh berbagai mekanisme. Misalnya, kapasitor tidak dapat langsung melacak sinyal masukan dan kapasitor tidak dapat langsung diisolasi dari sinyal masukan.
  • Jitter atau penyimpangan dari interval waktu sampel yang tepat.
  • Noise, termasuk kebisingan sensor termal, kebisingan sirkuit analog, dll.
  • Kesalahan batas laju perubahan tegangan, disebabkan oleh ketidakmampuan nilai masukan ADC berubah cukup cepat.
  • Kuantisasi sebagai konsekuensi dari ketepatan terbatas kata-kata yang mewakili nilai yang dikonversi.
  • Kesalahan karena efek non-linier lainnya dari pemetaan tegangan masukan ke nilai keluaran yang dikonversi (selain efek kuantisasi).

Meskipun penggunaan oversampling dapat sepenuhnya menghilangkan kesalahan apertur dan aliasing dengan memindahkannya keluar dari bandwidth, teknik ini tidak dapat digunakan dalam praktiknya di atas beberapa GHz dan bisa sangat mahal pada frekuensi yang jauh lebih rendah. Selain itu, meskipun pengambilan sampel berlebihan dapat mengurangi kesalahan kuantisasi dan nonlinier, hal ini tidak dapat sepenuhnya menghilangkannya. Oleh karena itu, ADC praktis pada frekuensi audio biasanya tidak menunjukkan aliasing, kesalahan aperture, dan tidak dibatasi oleh kesalahan kuantisasi. Sebaliknya, noise analog mendominasi. Pada frekuensi RF dan gelombang mikro, ketika oversampling tidak praktis dan filter mahal, kesalahan aperture, kesalahan kuantisasi, dan anti-aliasing dapat menjadi batasan yang signifikan.

Aplikasi

Audio digital menggunakan modulasi kode pulsa (PCM) dan sinyal digital untuk mereproduksi suara. Ini termasuk konversi analog-ke-digital (ADC), konversi digital-ke-analog (DAC), penyimpanan dan transmisi. Faktanya, sistem yang sering disebut sebagai digital sebenarnya adalah analog tingkat diskrit dan waktu diskrit dari analog listrik sebelumnya. Meskipun sistem modern bisa sangat rumit dalam metodenya, keuntungan utama sistem digital adalah kemampuannya untuk menyimpan, memperoleh, dan mengirimkan sinyal tanpa kehilangan kualitas.

Jika diperlukan untuk menangkap suara yang mencakup seluruh rentang pendengaran manusia 20-20.000 Hz, seperti saat merekam musik atau berbagai peristiwa akustik, bentuk gelombang audio biasanya ditangkap pada 44,1 kHz (CD), 48 kHz. , 88,2 kHz atau 96 kHz. Persyaratan kecepatan kira-kira dua kali lipat adalah konsekuensi dari teorema Nyquist. Kecepatan pengambilan sampel di atas 50kHz hingga 60kHz tidak dapat memberikan informasi yang lebih berguna bagi pendengar manusia. Produsen audio profesional awal memilih laju pengambilan sampel antara 40 dan 50 kHz karena alasan ini.

Disadur dari: https://en.wikipedia.org/wiki/Sampling_(signal_processing)

Selengkapnya
Teknologi: Apa yang dimaksud Sampling (pemrosesan sinyal)

Teknologi Informasi

Sejarah sistem Antarmuka Pengguna (UI)

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 29 April 2025


Sejarah antarmuka pengguna dapat dibagi menjadi beberapa fase berikut sesuai dengan jenis antarmuka pengguna yang dominan:

1945–1968: Antarmuka Pertama.

IBM 029 card punch

IBM 029

Di era kuno, daya komputasi sangat langka dan mahal. Antarmuka pengguna masih belum sempurna. Pengguna harus beradaptasi dengan komputer dan bukan sebaliknya; antarmuka pengguna dianggap mubazir dan perangkat lunak dirancang untuk memaksimalkan pemanfaatan prosesor dengan overhead sesedikit mungkin.

Sisi masukan antarmuka mesin pengemas sebagian besar berupa kartu berlubang atau bahan serupa seperti pita kertas. Sisi pencetakan menambahkan printer linier ke materi ini. Selain operator sistem dan konsol, tidak ada interaksi manusia secara real-time dengan mesin pemukul.

Mengirimkan sejumlah pekerjaan ke mesin terlebih dahulu melibatkan pembuatan setumpuk kartu yang menjelaskan program dan kumpulan data. Kartu program tidak dilubangi oleh komputer itu sendiri, namun dengan penekanan tombol pada mesin khusus seperti mesin tik yang terkenal besar, tak kenal ampun, dan rentan terhadap kegagalan mekanis. Antarmuka perangkat lunak juga tidak kenal ampun, dengan sintaksis yang sangat ketat yang dirancang untuk mengurai sesedikit mungkin kompiler dan juru bahasa.

1969–sekarang: Antarmuka pengguna baris perintah.

Teletype Model 33

Teletype Model 33 ASR

Antarmuka baris perintah (CLI) berevolusi dari layar grup yang terhubung ke konsol sistem. Model interaksi mereka adalah rangkaian peristiwa permintaan-respons, di mana permintaan dinyatakan sebagai perintah teks dalam kosakata khusus. Waktu latensi jauh lebih rendah dibandingkan sistem batch, menurun dari hari atau jam menjadi detik. Dengan demikian, sistem baris perintah memungkinkan pengguna untuk mengubah pikirannya tentang tahapan selanjutnya dari suatu peristiwa sebagai respons terhadap umpan balik real-time atau hampir real-time tentang hasil sebelumnya. Perangkat lunak dapat bersifat eksploratif dan interaktif dengan cara yang tidak mungkin dilakukan sebelumnya. Namun, antarmuka tersebut terus memberikan beban memori yang relatif besar pada pengguna, sehingga memerlukan upaya serius dan waktu belajar untuk mengelolanya.

Sistem baris perintah paling awal menghubungkan teleprinter ke komputer, mengadaptasi teknologi matang yang telah terbukti efektif dalam mengirimkan informasi melalui kabel antar manusia. Teleprinter awalnya ditemukan sebagai perangkat transmisi dan penerimaan telegraf otomatis; sejarahnya dimulai pada tahun 1902, dan sejak tahun 1920-an mereka telah dibuat di kantor editorial dan di tempat lain. Daur ulang barang-barang tersebut tentu saja mempertimbangkan aspek ekonomi, namun psikologi dan peraturan yang paling tidak mengejutkan juga berperan; teleprinter menyediakan titik koneksi ke sistem yang familiar bagi banyak insinyur dan pengguna.

1985: Antarmuka pengguna SAA atau antarmuka pengguna berbasis teks.

The VT100, introduced in 197″8, was the most popular VDT of all time. Most terminal emulators still default to VT100 mode.

DEC VT100 terminal

Pada tahun 1985, dengan diperkenalkannya Windows dan antarmuka pengguna grafis lainnya, IBM menciptakan apa yang disebut standar Arsitektur Aplikasi Sistem (SAA), yang mencakup turunan dari Common User Access (CUA). CUA berhasil menciptakan apa yang kita kenal dan gunakan saat ini di Windows, dan merupakan standar yang digunakan oleh sebagian besar aplikasi konsol DOS atau Windows terbaru.

Hal ini menetapkan bahwa sistem dropdown harus berada di bagian atas layar, bilah status di bagian bawah, tombol harus tetap sama untuk semua fungsi umum (misalnya F2 - Terbuka akan berfungsi di semua aplikasi yang kompatibel dengan SAA). Hal ini berkontribusi besar terhadap kecepatan pengguna dalam mempelajari aplikasi, sehingga aplikasi ini dengan cepat menjadi populer dan menjadi standar industri.

Disadur dari: https://en.wikipedia.org/wiki/User_interface

Selengkapnya
Sejarah sistem Antarmuka Pengguna (UI)

Teknologi Informasi

Macam - Macam Node Jaringan Di Computer Network

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 29 April 2025


Terlepas dari media transmisi fisik apa pun, jaringan dibangun dari blok bangunan sistem dasar tambahan, seperti pengontrol antarmuka jaringan, repeater, hub, jembatan, sakelar, router, modem, dan firewall. Peralatan tertentu sering kali berisi banyak blok penyusun sehingga dapat menjalankan banyak fungsi.

Network interfaces

Pengontrol antarmuka jaringan (NIC) adalah perangkat keras komputer yang menghubungkan komputer ke lingkungan jaringan dan memiliki kemampuan untuk memproses data jaringan tingkat rendah. Misalnya, NIC mungkin memiliki konektor untuk menghubungkan kabel atau antena untuk transmisi dan penerimaan nirkabel, dan sirkuit terkait.

Dalam jaringan Ethernet, setiap kartu jaringan memiliki alamat MAC (Media Access Control) unik, yang biasanya disimpan di pengontrol dan memori non-volatilnya. Untuk menghindari konflik alamat antar perangkat jaringan, keunikan alamat MAC dijaga dan dikelola oleh Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE). Alamat MAC Ethernet panjangnya enam oktet. Tiga oktet paling signifikan dicadangkan untuk mengidentifikasi produsen kartu jaringan. Pabrikan tersebut, hanya menggunakan awalan yang ditetapkan, secara unik menetapkan tiga oktet paling tidak signifikan dari setiap antarmuka Ethernet yang mereka produksi.

Repeaters and hubs

Repeater adalah perangkat elektronik yang menerima sinyal jaringan, membersihkannya dari kebisingan yang tidak perlu, dan memulihkannya. Sinyal tersebut disiarkan ulang dengan daya yang lebih tinggi atau melewati rintangan sehingga sinyal dapat menempuh jarak yang lebih jauh tanpa degradasi. Sebagian besar konfigurasi twisted pair Ethernet memerlukan repeater untuk kabel yang panjangnya lebih dari 100 meter. Dalam kasus serat optik, repeater dapat ditempatkan pada jarak puluhan atau bahkan ratusan kilometer. Repeater bekerja pada lapisan fisik model OSI, namun masih memerlukan waktu untuk memulihkan sinyal. Hal ini dapat menyebabkan penundaan propagasi, yang mempengaruhi kinerja jaringan dan mempengaruhi pengoperasian yang benar. Akibatnya, banyak arsitektur jaringan membatasi jumlah repeater yang dapat digunakan pada jaringan, seperti aturan Ethernet 5-4-3. Repeater Ethernet multiport dikenal sebagai hub Ethernet. Selain memulihkan dan mendistribusikan sinyal jaringan, hub pengulang membantu mendeteksi tabrakan dan mengisolasi kegagalan jaringan. Hub dan repeater LAN sebagian besar sudah ketinggalan zaman karena adanya switch jaringan saat ini.

Bridges and switches

Jembatan jaringan dan switch jaringan berbeda dari hub karena mereka meneruskan frame hanya ke port yang terlibat dalam komunikasi, sementara hub terus meneruskan ke semua port. Bridge hanya memiliki dua port, namun switch dapat dianggap sebagai jembatan multi-port. Switch biasanya memiliki banyak port, memungkinkan topologi perangkat bintang dan switch tambahan secara seri.

Bridge dan switch beroperasi pada lapisan data (Layer 2) model OSI dan menjembatani lalu lintas antara dua atau lebih segmen jaringan untuk membentuk satu jaringan area lokal. Keduanya merupakan perangkat yang meneruskan frame data antar port berdasarkan alamat MAC setiap frame. Mereka belajar memetakan port fisik ke alamat MAC dengan memeriksa alamat sumber frame yang diterima dan meneruskan frame hanya jika diperlukan. Jika tujuannya adalah MAC tujuan yang tidak diketahui, perangkat mengirimkan kueri ke semua port kecuali sumber dan menemukan lokasinya dalam respons.

Bridge dan switch berbagi jaringan dan domain tabrakan, namun tetap mempertahankan satu domain siaran. Segmentasi jaringan menggunakan bridging dan switching membantu membagi jaringan besar yang padat menjadi sekelompok jaringan yang lebih kecil dan lebih efisien.

Routers

Router adalah perangkat jaringan yang meneruskan paket antar jaringan dengan memproses informasi alamat atau perutean yang terdapat dalam paket tersebut. Informasi perutean sering kali diproses bersama dengan tabel perutean. Sebuah router menggunakan tabel peruteannya sendiri untuk menentukan ke mana harus meneruskan paket dan tidak memerlukan penerusan paket, yang tidak efisien dalam jaringan yang sangat besar.

Modems

Modem (modulator-demodulator) digunakan untuk menghubungkan node jaringan dengan kabel yang awalnya tidak ditujukan untuk lalu lintas jaringan digital, atau secara nirkabel. Untuk melakukan hal ini, sinyal digital memodulasi satu atau lebih sinyal pembawa untuk menghasilkan sinyal analog yang dapat disesuaikan untuk memberikan karakteristik yang diperlukan untuk transmisi. Modem awal memodulasi sinyal audio yang dikirim melalui saluran telepon biasa. Modem masih umum digunakan pada saluran telepon yang menggunakan teknologi saluran pelanggan digital dan sistem televisi kabel yang menggunakan teknologi DOCSIS.

Firewalls

Firewall adalah perangkat jaringan atau perangkat lunak yang mengontrol keamanan jaringan dan aturan akses. Firewall ditempatkan pada koneksi antara jaringan internal yang aman dan jaringan eksternal yang berpotensi tidak aman seperti Internet. Firewall biasanya dikonfigurasi untuk menolak permintaan akses dari sumber yang tidak dikenal sambil mengizinkan operasi dari sumber yang teridentifikasi. Peran penting firewall dalam keamanan jaringan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya serangan cyber.

Disadur dari: https://en.wikipedia.org/wiki/Computer_network

Selengkapnya
Macam - Macam Node Jaringan Di Computer Network
page 1 of 2 Next Last »