Pendahuluan: Ketika Inovasi Tertahan oleh Realita Industri
Di era digital, adopsi Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) seharusnya menjadi hal yang niscaya di berbagai sektor, termasuk konstruksi. Namun, realitanya, sektor ini justru menjadi salah satu yang paling lambat dalam menerima inovasi. Penelitian yang dilakukan oleh Thejasvi Andipakula di sebuah perusahaan konstruksi di Nevada, AS, mengupas tuntas apa saja penghambat utama adopsi ICT dan bagaimana strategi mengatasinya.
Latar Belakang Penelitian: Manfaat ICT vs Realita Lapangan
ICT dalam industri konstruksi mampu meningkatkan efisiensi biaya, mempercepat proses pembangunan, dan memperkuat koordinasi antar pemangku kepentingan. Namun, proses implementasinya tidak sesederhana itu. Beragam studi telah mencatat adanya tantangan, mulai dari keterbatasan anggaran, budaya organisasi yang konvensional, hingga resistensi individu terhadap teknologi.
Studi ini memfokuskan pada:
-
Alat ICT yang umum digunakan
-
Hambatan utama dalam adopsi ICT
-
Strategi yang digunakan perusahaan untuk mengatasinya
Metodologi: Studi Kasus dan Pendekatan Kualitatif
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berbasis studi kasus. Data dikumpulkan melalui 9 wawancara mendalam dengan karyawan dari tiga divisi (perumahan, komersial, industri) dan dianalisis menggunakan pendekatan tematik melalui perangkat lunak NVivo.
Model Innovation Diffusion Theory (Rogers, 1983) digunakan untuk mengkategorikan sikap individu terhadap adopsi teknologi (innovator, early adopter, late majority, dll.).
Hasil dan Temuan Utama: Penerimaan Tinggi, Implementasi Tertahan
1. Karyawan sadar pentingnya ICT, namun belum semua siap menggunakannya secara aktif.
Contoh: Seorang manajer proyek menyatakan “Saya tahu BIM sangat membantu, tapi saya belum punya waktu cukup untuk mempelajarinya.”
2. Hambatan utama adopsi ICT dikategorikan menjadi tiga level:
A. Organisasi
-
Kurangnya waktu untuk pelatihan
-
Ketidakcocokan antara proses bisnis lama dan teknologi baru
-
Rendahnya dukungan kebijakan jangka panjang
B. Individu
-
Minimnya keahlian komputer dasar
-
Ketidaknyamanan menghadapi teknologi baru
-
Waktu kerja yang padat membuat belajar ICT terasa “tidak realistis”
C. Kelompok
-
Jarak geografis antartim menyulitkan proses learning by observation
-
Minimnya diskusi antar anggota tim seputar teknologi
3. Faktor Finansial ternyata bukan hambatan utama
Menariknya, perusahaan studi kasus memiliki dana cukup dan bahkan dukungan dari top manajemen. Namun, kendala muncul di level implementasi dan budaya kerja.
Strategi Mengatasi Hambatan: Belajar dari Lapangan
1. Pelatihan Terstruktur
Perusahaan menyediakan pelatihan in-house rutin. Namun pelatihan teknis saja tidak cukup—harus dikaitkan langsung dengan tugas harian.
2. Pemberdayaan “Champion” Teknologi
Seorang anggota tim dijadikan pionir yang menjadi jembatan antara teknologi dan pengguna awam.
3. Budaya Observasional
Tim didorong untuk saling memperlihatkan manfaat ICT dalam pekerjaan mereka—strategi ini terbukti efektif pada karyawan yang enggan belajar formal.
4. Dukungan Manajemen
Pimpinan proyek mendorong penggunaan ICT meskipun produktivitas sempat menurun di awal. Ini menunjukkan adanya toleransi adaptasi sebagai bagian dari transisi.
Analisis dan Perbandingan
Dibandingkan Studi Serupa
Penelitian ini selaras dengan temuan Peansupap & Walker (2005) bahwa faktor manusia dan budaya organisasi lebih dominan menghambat ICT daripada teknologi itu sendiri. Studi juga menegaskan temuan Wong & Lam (2010) bahwa resistensi kultural adalah batu sandungan utama.
Kelebihan Penelitian
-
Menggunakan pendekatan tematik dan teori adopsi inovasi Rogers
-
Data primer dari wawancara nyata
-
Fokus pada persepsi dan pengalaman nyata karyawan
Kritik
-
Hanya menggunakan satu perusahaan sebagai sampel
-
Tidak membandingkan efektivitas ICT secara kuantitatif
-
Belum menyentuh isu keberlanjutan atau pengaruh eksternal seperti kebijakan pemerintah
Implikasi Praktis
Untuk Perusahaan Konstruksi:
-
Jangan hanya beli software—bangun budaya dan pelatihan internal
-
Evaluasi kesiapan organisasi, bukan sekadar kesiapan teknologi
-
Identifikasi siapa champion teknologi Anda di setiap proyek
Untuk Dunia Pendidikan:
-
Perlu integrasi kurikulum ICT dalam pendidikan teknik sipil dan manajemen konstruksi
Untuk Regulator:
-
Perlunya standardisasi digital readiness bagi perusahaan konstruksi
Kesimpulan
Studi ini membuktikan bahwa adopsi ICT dalam konstruksi bukan soal teknologi, tapi soal manusia, budaya, dan waktu. Bahkan ketika dana dan teknologi tersedia, tantangan sejati ada pada resistensi budaya, kurangnya waktu belajar, serta miskomunikasi antar tim. Untuk mengatasi hal ini, pendekatan multidimensi yang mencakup pelatihan, champion teknologi, dukungan manajerial, dan pembelajaran antar rekan kerja menjadi solusi yang paling efektif.
Sumber Artikel
Andipakula, T. (2017). A Case Study of Barriers Inhibiting the Growth of Information and Communication Technology (ICT) in a Construction Firm. Colorado State University.
Tersedia di: https://mountainscholar.org/handle/10217/185805