Sumber Daya

Belajar dari Kenya: Kekuatan dan Kelemahan WRUA dalam Mengelola Sumber Daya Air Komunitas

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 20 Mei 2025


Mengapa Manajemen Air Komunitas Penting?

Air adalah urat nadi kehidupan. Namun dalam banyak kasus, pengelolaannya masih sentralistik dan jauh dari komunitas yang terdampak langsung. Di sinilah muncul konsep Community-Based Natural Resources Management (CBNRM), termasuk di Kenya dengan inisiatif Water Resources Users Associations (WRUAs). Dalam studi mendalam oleh Richards dan Syallow (2018), WRUA diteliti secara kritis di Mara Basin, Kenya—sebuah kawasan yang secara ekologis penting dan sosial-ekonomi kompleks.

WRUA: Solusi Desentralisasi yang Diuji di Lapangan

WRUA merupakan bentuk kelembagaan lokal yang dimandatkan untuk mengelola sub-catchment sungai secara kolaboratif. Di Kenya, ini didorong oleh regulasi seperti Water Act 2002 dan Water Act 2016, yang menekankan partisipasi masyarakat dan perlindungan environmental flows.

Namun, apakah pelibatan komunitas ini benar-benar berhasil? Richards dan Syallow membedah empat WRUA di Mara Basin (Amala, Leshuta, Isei, dan Naikarra) menggunakan kerangka keadilan dari Schreckenberg et al. (2016), yaitu: recognition, procedure, dan distribution.

Studi Kasus Mara Basin: Apa yang Bisa Dipelajari?

1. Amala WRUA: Partisipasi yang Digerakkan Donor

Didirikan dengan dukungan WWF, Amala WRUA berupaya menanam pohon bernilai ekonomi (alpukat, mangga) di wilayah riparian. Sayangnya, banyak aktivitasnya lebih ditentukan oleh agenda donor dibanding kebutuhan lokal.

2. Leshuta WRUA: Partisipasi Tinggi, Implemetasi Lemah

Berada di wilayah semi-kering, WRUA ini mengandalkan CBO dan diskusi komunitas. Namun, kegiatan nyata seperti rehabilitasi sumber mata air atau perlindungan sempadan sungai seringkali belum terwujud karena ketergantungan pada pihak luar.

3. Isei WRUA: Kepemimpinan Lokal yang Transformatif

Dipimpin oleh seorang mantan pelaku pariwisata, WRUA ini sukses menghubungkan konservasi dengan kesejahteraan ekonomi. Anggotanya menanam 500 bibit teh, melakukan konservasi sumber air, dan bahkan berhasil meningkatkan pendapatan melalui penjualan madu dan susu.

4. Naikarra WRUA: Infrastruktur Jalan Tengah

Dibentuk oleh donor, WRUA ini membangun infrastruktur konservasi seperti gabion dan saluran air untuk memisahkan akses ternak dan manusia. Fokus utamanya adalah perlindungan environmental flows dibanding pendekatan berbasis penghasilan.

Tiga Pilar Evaluasi WRUA: Analisis Kritis

A. Recognition (Pengakuan)

Sebagian besar WRUA masih menghadapi masalah elite capture. Agenda sering datang dari luar, bukan dari bawah. Namun, contoh Isei menunjukkan bahwa jika masyarakat diberi ruang dan kepercayaan, hasilnya bisa jauh lebih kuat.

B. Procedure (Prosedur dan Partisipasi)

Meskipun ada upaya inklusif, partisipasi sering bersifat formalitas. WRUA idealnya menjadi jembatan antara komunitas dan otoritas air seperti WRA, tetapi koordinasi dan kejelasan peran masih minim.

C. Distribution (Distribusi Manfaat dan Beban)

Manfaat konservasi tidak selalu adil. Misalnya, donor memberikan sapi perah atau pelatihan lebah kepada kelompok aktif, tapi kelompok marjinal atau petani miskin bisa tertinggal. Ini menciptakan ketimpangan baru dalam nama konservasi.

Tantangan Umum WRUA: Apa yang Harus Diwaspadai?

  • Ketergantungan pada donor
  • Kurangnya kapasitas administratif dan teknis
  • Ketiadaan indikator yang jelas soal keberhasilan konservasi
  • Minimnya inklusi dalam pengambilan keputusan
  • Overlapping kelembagaan antara WRUA dan pemerintah desa

Refleksi Global: Pelajaran bagi Dunia

Model WRUA sangat relevan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, Nepal, dan Tanzania. Namun, seperti yang ditunjukkan studi ini, keberhasilannya sangat bergantung pada:

  1. Kepemimpinan lokal yang kuat dan kredibel
  2. Desain kelembagaan yang adaptif dan berbasis kebutuhan nyata
  3. Pendampingan teknis yang berkelanjutan, bukan jangka pendek
  4. Keseimbangan antara konservasi dan kesejahteraan ekonomi

WRUA harus bisa menjawab pertanyaan: Apakah komunitas benar-benar merasa memiliki dan mendapatkan manfaat dari konservasi ini?

Opini Penulis: WRUA Masih Perlu Disempurnakan

Studi ini sangat bermanfaat untuk menunjukkan kompleksitas tata kelola air berbasis komunitas. Namun, masih ada ruang untuk menyempurnakan:

  • Perlu integrasi teknologi (misal: aplikasi pemantauan air berbasis warga)
  • WRUA harus diberi otoritas legal dan fiskal yang lebih kuat
  • Harus ada evaluasi tahunan berbasis indikator sosial dan ekologis

Jika tidak, WRUA hanya akan menjadi formalitas administratif belaka.

Kesimpulan: WRUA adalah Harapan yang Butuh Dukungan

WRUA bukan solusi sempurna, tapi bisa menjadi jalan keluar dari kegagalan pendekatan top-down. Ketika komunitas diberdayakan secara inklusif, adil, dan berkelanjutan, pengelolaan sumber daya air bisa jadi lebih efektif dan manusiawi.

Sumber:
Richards, N., & Syallow, D. (2018). Water Resources Users Associations in the Mara Basin, Kenya: Pitfalls and Opportunities for Community Based Natural Resources Management. Frontiers in Environmental Science, 6:138.

 

Selengkapnya
Belajar dari Kenya: Kekuatan dan Kelemahan WRUA dalam Mengelola Sumber Daya Air Komunitas
page 1 of 1