Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 10 Mei 2024
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Penelitian Limnologi dan Sumber Daya Air (PRLSDA) bekerja sama dengan Komite Nasional Indonesia Program Hidrologi Internasional (IHP) UNESCO menyelenggarakan workshop “Managing Aquifer Recharge and Sustaining Groundwater Use through Village-level Intervention (MARVI), Kamis (14/3). Hal ini sebagai salah satu upaya untuk lebih memahami permasalahan dan tantangan air tanah di Indonesia.
“Hingga saat ini, permasalahan air tanah di Indonesia menjadi tantangan besar untuk diselesaikan. Selain permukaan air tanah yang terus menurun, polusi, dan eksploitasi air tanah untuk konsumsi masyarakat menjadi permasalahan yang semakin serius, sehingga perlu segera ditangani,” ungkap Budi Heru Santoso selaku Ketua IHP UNESCO.
Budi yang saat ini aktif menjadi Peneliti PRLSDA menjelaskan bahwa MARVI merupakan program IHP UNESCO terkait pemantauan air tanah di India yang melibatkan partisipatif aktif di tingkat desa. Sedangkan workshop MARVI adalah salah satu bentuk program IHP yang khusus di selenggarakan di Indonesia untuk peningkatan pengetahuan dan kapasitas sumber daya manusia terkait pemantauan air.
Rachmat Fajar Lubis Peneliti PRLSDA yang didapuk menjadi moderator acara tersebut menambahkan, forum ini tentunya menjadi peluang bagi BRIN untuk mengidentifikasi mitra kolaborasi dan mengidentifikasi lokasi percontohan utama pemantauan air tanah serta adanya partisipatif dan proposal awal untuk pendanaan program.
Basant Maheswari, Professor ahli di bidang air dan keberlanjutan lingkungan yang menjadi narasumber tunggal workshop menginformasikan, proyek MARVI menggunakan pendekatan ‘transdisipliner’ (berbeda dengan pendekatan multidisiplin dan interdisipliner). Ia menambahkan, MARVI adalah program pengumpulan data partisipatif, saling berbagi informasi untuk membangun pemahaman; dan kegiatan yang melibatkan pengambil kebijakan, instansi pemerintah, pengguna dan pemangku kepentingan lainnya.
Profesor dari Western Sidney University Australia ini menjelaskan, prinsipnya pendekatan untuk memahami dan mengembangkan ilmu pengelolaan air tanah melalui pendekatan tim. Pendekatan ini memungkinkan para peneliti untuk saling saling memberi informasi, menangkap kompleksitas pengelolaan air tanah dan membantu mereka menciptakan pemahaman baru di luar disiplin ilmu mereka mengenai air tanah di Tingkat desa.
“Dalam proyek ini, kami memiliki peneliti dari berbagai disiplin. Mereka menyumbangkan keahlian di bidang pengelolaan air tanah, namun pada tingkat yang sama mereka bekerja di luar disiplin ilmu mereka sendiri. Kami berupaya memahami kompleksitas keseluruhan proyek, bukan hanya satu bagian saja,” katanya.
Tujuan program MARVI adalah untuk meningkatkan keamanan pasokan air irigasi dan meningkatkan peluang mata pencaharian bagi masyarakat pedesaan di India. Proyek ini telah berjalan sejak 2011 yang didanai oleh Australian Water Partnership (AWP) dan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR). Mitra utama proyek ini adalah Western Sydney University, CSIRO Land & Water, International Water Management Institute, Development Support Centre, Arid Communities and Technologies, Maharana Pratap University of Agriculture and Technology dan Vidya Bhawan Krishi Vigyan Kendra.
Sumber: https://brin.go.id/
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 10 Mei 2024
Dalam memperkuat ekosistem riset dan inovasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membutuhkan SDM unggul dengan bobot 70%, infrastruktur 20%, dan anggaran 10%. Jadi agar sistem inovasi bisa berjalan baik maka diperlukan SDM yang unggul. Infrastruktur, SDM, dan anggaran yang ada di BRIN terbuka bagi dosen, mahasiswa (pasca), startup, swasta atau industry, dalam dan luar negeri.
Untuk fasilitas riset dan inovasi yang dimiliki BRIN semua skema terbuka bagi umum tanpa memandang afiliasinya secara kompetitif. Hanya untuk kegiatan penelitian yang ditunjuk. Sumber pendanaan berasal dari APBN dan dana abadi, dan administrasi cukup sederhana serta tidak birokratis.
Demikian disampaikan Ajeng Arum Sari Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi BRIN pada The 2024 K-Innovation Partnership Program with Indonesia: Kick-off Seminar on R&D Support Policy in Indonesia” di Gedung B.J. Habibie Jakarta, pada Rabu (13/03).
“Untuk skema pendanaan BRIN memiliki pendanaan Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju (RIIM) meliputi kompetisi, startup, invitasi, ekspedisi, Pusat Kolaborasi Riset (PKR), Pengujian Produk Inovasi Kesehatan (PPIK), Pengujian Produk Inovasi Pertanian (PPIP), dan dana bersama dengan lembaga luar negeri,” tegasnya.
Menurutnya, BRIN diberi mandat untuk mengatasi rendahnya jumlah sumber daya penelitian di Indonesia untuk mendukung keterlibatan dan kolaborasi global. Mempercepat transfer pengetahuan dan keterampilan melalui kolaborasi penelitian, baik bilateral maupun multilateral joint call.
Lebih jauh Ajeng memaparkan berbagai skema pendanaan BRIN antara lain, PKR adalah pendanaan yang diberikan kepada lembaga untuk pendirian PKR dan inovasi pada bidang tertentu.
“Bersifat multi dan interdisipliner sesuai standar nasional, dan bereputasi internasional sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. PKR melibatkan industri dalam kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan penekanan pada pengembangan produk dan layanan berbasis teknologi,” jelasnya.
Untuk program start-up, lanjutnya, BRIN memberikan pendanaan kepada calon start-up berdasarkan riset BRIN atau riset komunitas agar siap menjadi bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan. Start-up terpilih akan melalui masa pra inkubasi untuk mendapatkan pendampingan, dan pembinaan komersialisasi produk penelitian sebelum menerima pendanaan.
“Skema selanjutnya adalah RIIM PPIK, yaitu program pendanaan untuk melakukan pengujian praklinik atau uji klinik atas kandidat produk inovasi kesehatan yang akan diedarkan. Sasaran dari skema ini adalah industri yang bekerjasama dengan Inventor pemilik kekayaan intelektual dari BRIN, perguruan tinggi, dan/atau lembaga riset lainnya,” rincinya.
Dia menguraikan, untuk produk RIIM PPIK ini yang difasilitasi BRIN mencakup obat, OHT, fitofarmaka, vaksin, kosmetika, alat kesehatan, dan pangan berklaim.
“Skema berikutnya yaitu skema PPIP ditujukan untuk mendukung riset di bidang pertanian dan yang berhubungan. PPIP sendiri secara garis besar adalah program untuk pengujian produk inovasi pertanian, peternakan, dan perikanan. Terbuka bagi industri yang bekerjasama dengan Inventor pemilik kekayaan intelektual dari BRIN, perguruan tinggi, atau Lembaga riset,” bebernya.
Dia menambahkan, dalam skema ini terdapat 7 produk yang diberi fasilitas untuk dilakukan pengujian, yaitu varietas unggul, pupuk, pestisida, pakan ternak dan ikan, benih ikan, rumpun atau galur ternak, dan obat maupun vaksin untuk hewan.
“BRIN juga memiliki platform kolaborasi, adalah kegiatan penelitian bersama yang dikelola dan didanai oleh BRIN dan didanai bersama oleh negara mitra/lembaga pendanaan dalam tema tertentu. Termasuk kolaborasi penelitian, beasiswa pascasarjana degree by research (DbR) yang terdaftar di universitas mitra negara dengan melakukan penelitian di bawah pengawasan bersama antara BRIN dan negara mitra. Kemudian pertukaran peneliti seperti postdoctoral dan visiting researcher,” paparnya.
Platform yang tersedia terdiri dari Ekspedisi keanekaragaman hayati terrestrial, Keanekaragaman hayati maritim dan ekspedisi geologi; Biologi structural, Observasi ruang angkasa selatan di Gunung Timau, Ekspedisi geologi terestrial untuk mitigasi bencana di Pulau Jawa.
“Kemudian ada platform untuk pengumpulan data sumber daya hayati dan non hayati Indonesia, Penggalian arkeologi prasejarah di Bumiayu, Jawa Tengah, Teknologi akselerator untuk aplikasi industri dan medis, Dekomisioning dan revitalisasi fasilitas nuklir dan Budidaya/pemuliaan yang presisi untuk mendapatkan bibit unggul,” unggahnya.
Sementara itu Boediastoeti Ontowirjo Deputi Kebijakan Riset dan Inovasi BRIN dalam sambutannya menjelaskan, untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi peneliti Indonesia dalam bidang sains dan teknologi, BRIN ingin terus melaju dengan belajar kepada berbagai negara, salah satunya Korea.
“Perjanjian antara BRIN dan Korea melibatkan fasilitasi, pendanaan, dan sumber daya manusia. Periset dari Korea diizinkan untuk melakukan penelitian menggunakan fasilitas yang dimiliki oleh BRIN dengan pendaan penuh dari BRIN,” tegasnya.
Dia melanjutkan, rincian pendanaannya berupa pendanaan penelitian yang disediakan oleh lembaga tuan rumah, biaya perjalanan dan akomodasi disediakan oleh institusi asal. Menggabungkan semua skema yang tersedia untuk mendukung keterlibatan dan kolaborasi global.
“Dana disediakan bagi akademisi dan mahasiswa, terdiri dari mahasiswa melalui Asisten Penelitian. Peningkatan kapasitas dengan supervisi bersama pada Program Degree By Research (Master dan PhD). Mobilitas Peneliti dalam Postdoctoral dan Visiting Fellowship pada kemitraan kolaboratif,” ungkapnya.
Kerja Sama BRIN-STEPI
Kegiatan The 2024 K-Innovation Partnership Program with Indonesia: Kick-off Seminar on R&D Support Policy in Indonesia ini merupakan salah satu kegiatan dari rangkaian kegiatan kerja sama Science and Technology Policy Institute (STEPI) Korea Selatan dengan Indonesia pada 2024. Mulai 2019 BRIN dengan STEPI sudah melakukan kerja sama. Pada 2024 kerja sama ini mengusung satu tema yaitu R&D Support Policy in Indonesia.
Kolaborasi kajian kebijakan pada 2024 akan difokuskan pada analisis penguatan terhadap pengembangan sistem IT yang dimiliki BRIN. E-Layanan Sains/ ELSA-BRIN merupakan layanan riset dan inovasi infrastruktur riset. Penguatan yang dilakukan dengan mengidentifikasi praktik baik yang sudah dilakukan oleh Korea Selatan yang saat ini menggunakan ZEUS sebagai sistem informasi infrastrukturnya.
Sedangkan pada aspek pendanaan, tahun 2024 ini kerja sama difokuskan untuk mengkaji kebijakan pendanaan di Indonesia khususnya dalam hubungannya dengan pihak eksternal seperti keterlibatan pihak industri. Praktik baik oleh Korea Selatan dalam meningkatkan kolaborasi riset dan inovasi dengan industri diharapkan mampu untuk diadaptasi oleh Indonesia, atau dalam hal ini BRIN khususnya, dalam menguatkan ekosistem riset dan inovasi nasional.
Rangkaian kegiatan kerja sama dengan STEPI Korea Selatan The 2024 K-Innovation Partnership Program with Indonesia yang akan dilaksanakan pada tahun 2024 antara lain Kick-Off Seminar and Workshop untuk menentukan lingkup permasalahan, analisis terhadap kebijakan serta situasi saat ini.
Kegiatan lainnya yaitu Visiting Professor dan Visiting Researcher antara praktisi atau peneliti dan analis kebijakan di BRIN dengan tim pakar Korea Selatan. Selanjutnya, Dissemination Forum untuk mendiseminasikan hasil kerja sama riset dan hasil proyek kolaborasi antara STEPI dan BRIN pada 2024.
Sumber: https://brin.go.id/
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 10 Mei 2024
Rendahnya kadar mineral dalam pakan hijauan sapi potong di Indonesia, menjadikan suplementasi mineral pada sapi bagi peternak menjadi penting. Untuk mencukupi kebutuhan suplementasi mineral ternak dan meningkatkan kesehatan dan daya tahan tubuh ternak, Pusat Riset (PR) Peternakan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah melakukan kegiatan riset yang dimulai dari tahun 2022 dan sudah menghasilkan formula mineral blok yang dapat diperkaya (fortifikasi) dengan makroalgae (rumput laut) maupun herbal.
Penjelasan mengenai formula blok dibahas dalam Webinar Risnov Ternak#1 secara daring yang diadakan oleh Pusat Riset Peternakan BRIN dengan tema “Formulasi, Fortifikasi dan Rancang Bangun Mesin Mineral Blok Guna Mendukung Peningkatan Produktivitas Sapi Potong” pada Kamis (07/03).
Dalam sambutannya, Kepala ORPP BRIN, Puji Lestari mengatakan bahwa permintaan sapi potong sangatlah besar, mayoritas ada di peternak. Lebih dari 80% peternak memberi pakan sapi potong berupa pakan hijauan dalam jumlah terbatas, sehingga sapi mengalami defisiensi mineral yang sangat tinggi dan mengakibatkan pertumbuhan sapi kurang optimal. “Defisiensi mineral merupakan salah satu penyebab masih rendahnya produktivitas sapi dalam negeri sehingga pada tahun 2022 masih harus impor daging sapi sebesar 273.532 ton,” kata Puji.
“Diharapkan kolaborasi-kolaborasi dari PR Peternakan ada feedback dan masukan terhadap kegiatan riset dan inovasi mineral blok yang telah dikembangkan selama ini, guna mendukung peningkatan produksi daging sapi potong di Indonesia,” tambah Puji.
Sementara Kepala PR Peternakan ORPP BRIN, Tri Puji Priyatno menjelaskan bahwa dilihat dari aspek teknologi, penggunaan mineral blok merupakan teknologi delivery system yang sangat efektif untuk suplementasi mineral pada ternak ruminansia. Teknologi ini sesuai dengan behaviour ternak ruminan yang suka menjilat sehingga mudah diaplikasikan untuk mengatasi kekurangan mineral pada ternak.
“Mineral blok dapat menjadi sumber nutrisi ternak, seperti gula, protein, mineral dan vitamin, untuk menyeimbangkan asupan makanan dan dapat meningkatkan fermentasi rumen serta memperlancar pencernaan dan penyerapan nutrisi. Suplemen dalam mineral blok juga dapat meningkatkan produksi ternak, kesehatan dan imunitas, fungsi sistem pencernaan, homeostasis mikrobiota, metabolisme, dan kinerja reproduksi pada hewan ruminansia,” sambungnya.
Mineral blok dapat diperkaya dengan berbagai senyawa bioaktif untuk meningkatkan kesehatan dan performa ternak. Dengan perkembangan teknologi nano, ke depannya formula mineral blok dapat terus diperbaiki dan ditingkatkan efikasinya untuk meningkatkan produktivitas ternak.
“Dari aspek produktivitas riset, kegiatan riset mineral blok ini sangat produktif dalam menghasilkan output. Riset ini telah menghasilkan 6 KTI internasional, 2 Kekayaan Intelektual, 1 lisensi, 1 Perusahaan Pemula Berbasis Riset, 1 Ph.D., dan 1 calon Ph.D. Kami sangat mengapresiasi kinerja yang telah dicapai oleh Prof. Gunawan bersama timnya. Ini bisa menjadi model riset yang produktif untuk kita semua,” tambah Tri.
Sebagai pemateri pertama, Gunawan, Peneliti Ahli Utama PR Peternakan BRIN memaparkan materi berjudul “Formulasi dan Fortifikasi Mineral Blok Mendukung Peningkatan Produktivitas Ternak Sapi Potong”, menjelaskan bahwa mineral blok merupakan pakan tambahan mineral untuk hewan ruminansia, terutama bila hewan memerlukan tambahan mineral dalam makanannya, seperti pada masa pertumbuhan, bunting, laktasi dan menyusui. Kekurangan mineral dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, diare, penurunan reproduksi dan produksi.
Dijelaskan pula bahwa mineral blok ini berbentuk silinder, memiliki diameter 8,5 cm dan tinggi 12 cm, berat 1 kg. 1 buah mineral blok dapat untuk 1 ekor sapi dewasa selama 3-4 bulan. Saat ini terdapat 3 produk mineral blok yaitu mineral blok non fortifikasi (kemasan kuning), fortifikasi makro alga (kemasan hijau) dan fortifikasi herbal (kemasan merah). Mineral blok yang telah diproduksi dan dipasarkan adalah mineral blok non fortifikasi. Produksi dilakukan oleh kelompok tani secara manual, sedangkan produksi oleh mitra industri menggunakan mesin.
“Keunggulan mineral blok yaitu praktis, efektif, efisien dan murah karena mudah disajikan (cukup digantung di kandang sapi), dapat dikonsumsi oleh sapi setiap saat dan sesuai kebutuhan. Satu buah mineral blok (berat 1 kg) seharga Rp.10.000 dapat digunakan untuk 1 ekor sapi dewasa selama 3-4 bulan. Mineral blok disukai oleh sapi karena rasanya asin (menggunakan garam), tidak mudah pecah karena memiliki kuat tekan yang tinggi dan tahan disimpan karena bahan kering lebih dari 86%,” ungkap Gunawan.
“Adapun manfaat dari penggunaan mineral blok pada sapi yaitu dapat mengatasi kebutuhan mineral dan meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu pembuatan mineral blok juga dapat membangkitkan kreativitas penyediaan mineral untuk ternak sapi dan menciptakan peluang usaha bagi petani, kelompok tani maupun mitra industri,” imbuhnya.
Tim Periset Pusat Riset Teknologi Tepat Guna (PRTTG) dan PR Peternakan yang diketuai oleh Astu Unadi, melakukan riset dan rancang bangun mesin pencetak mineral block untuk suplemen pakan sapi.
Dalam paparannya yang berjudul “Rancang Bangun Mesin Mineral Blok Mendukung Peningkatan Produktivitas Ternak Sapi Potong”, Astu menjelaskan bahwa pencetak mineral blok konvensional yang menggunakan pipa paralon menyebabkan kapasitas produksi rendah sehingga diperlukan mesin pencetak mineral blok untuk UMKM. Hal ini menjadikan adanya kebaruan dengan diciptakannya mesin pencetak mineral blok berlobang tengah dengan sistem hydroulik multi cetakan dengan produk mineral blok berbentuk silinder dengan diameter 8,5 cm dan tinggi 12 cm serta dengan kekuatan tekan lebih dari 40 kg/cm2. Mesin ini memiliki kapasitas UMKN (250-400 bata/jam).
“Alat uji mineral blok dibuat dengan karakteristik diameter hidroulik silinder 40 mm, panjang langkah 300 mm, tekanan maksimum 200 kg/cm2, dan gaya tekan maksimum 10 000 kg. Sedangkan untuk konsep rancangan mesin dibuat untuk peternak maupun UMKM dengan menggunakan 4 pencetak, lobang ditengah, sistem hydraulic. Cetakan bergerak naik dan turun dengan menggunakan 1 silinder hidroulik penekan, 2 silinder hidroulik pengangkat cetakan serta menggunakan pompa hidroulik 2 hp dan hand valve dengan tekanan hidroulik maksimum 250 kg/cm2,” rinci Astu.
Selain itu dijelaskan pula cara kerja dari alat tersebut yaitu dasar cetakan merapat ke nampan cetakan yang berada diatas meja dasar cetakan, kemudian campuran bahan mineral blok di isikan ke dalam cetakan. Selanjutnya silinder hidroulik utama akan menekan cetakan sehingga mineral blok tercetak dan as silinder hidroulik dengan ukuran yang lebih kecil mengangkat.
Sumber: https://brin.go.id/
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 10 Mei 2024
Peneliti Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aan Johan Wahyudi memaparkan topik keragaman hayati laut Indonesia, pada The 7th International Symposium JAAI, bertajuk “Peran JAAI Menuju Indonesia Emas 2045”, di Bogor, Kamis (7/3) lalu.
Menurutnya, menghadapi tantangan permasalahan laut akibat perubahan iklim memerlukan studi dampak perubahan iklim terhadap siklus biogeokimia.
Studi holistik ini menggarisbawahi adanya interaksi yang rumit antara perubahan iklim dan dinamika biogeokimia di perairan Indonesia.
“Pemahaman yang berbeda mengenai dampak-dampak ini sangat penting untuk menyusun strategi mitigasi dan adaptasi yang efektif dalam menghadapi krisis global yang sedang berlangsung,” ungkapnya.
Dia menekankan, hasil penelitian menggarisbawahi tren penurunan konsentrasi, yang dipengaruhi oleh makronutrien dan produktivitas primer, dengan potensi tidak langsung dampak dari kegiatan antropogenik dan pemanasan global.
Simposium ini merupakan kerja sama antara BRIN dengan Ikatan Alumni Japan Society for the Promotion of Science (JSPS) melalui organisasi JSPS Alumni Association of Indonesia (JAAI).
Acting President of JAAI Puspita Lisdiyanti mengungkapkan, kontribusi riset dan inovasi untuk terobosan baru sangat diperlukan untuk mewujudkan impian Indonesia Emas 2045.
“Pengalaman riset dan pengetahuan para narasumber serta adanya diskusi terkait pembangunan sumber daya manusia dan industri berbasis teknologi, seperti bioenergi dan bioteknologi tentunya akan sangat bermanfaat untuk menambah ide, gagasan, dan pengetahuan para peserta,” tuturnya.
Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN yang akrab disapa Lilis tersebut menambahkan, kegiatan yang dihadiri 112 peneliti dan pengajar dari Indonesia, Jepang, Malaysia, India, Thailand, Mesir, Filipina, dan Bangladesh tentunya akan menjadi media berbagi ilmu dan mendorong munculnya peluang kolaborasi yang sangat dibutuhkan para peneliti di Indonesia.
Skema Pendanaan Riset Kolaborasi dengan Jepang
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi BRIN Ajeng Arum Sari menginformasikan, para peserta simposium dapat memanfaatkan beberapa program pendanaan riset dan inovasi BRIN, melalui skema Kolaborasi Riset dan Inovasi Indonesia Maju (RIIM). Tahun anggaran 2024, BRIN telah merekomendasikan 12 proyek yang kini sedang diseleksi pihak Jepang.
“Ada tiga jenis kerja sama dengan lembaga pendanaan luar negeri. Pertama, joint call, misalnya e-ASIA, SEA-EU JFS, dan KONEKSI. Kedua pendanaan bersama, contohnya BMGF dan JST. Dan ketiga, program kolaboratif, contohnya SATREPS,” tuturnya.
Ajeng menjelaskan, SATREPS adalah contoh program kolaboratif Jepang dan Indonesia. Proyek SATREPS terbuka untuk semua peneliti Indonesia, dan pembiayaannya mencakup infrastruktur dan kegiatan penelitian yang memerlukan kolaborasi dengan universitas-universitas Jepang.
Simposium ini juga menghadirkan Peneliti Pusat Riset Eijkman dan Biologi Molekuler BRIN. Dirinya menjelaskan tentang penemuan obat antiparasit dan upaya identifikasi malaria dengan tes diagnotik cepat.
Sementara itu dari lembaga lain, hadir pula Kosuke Mizuno dari Kyoto University, Satria Gentur Pinandita dari PT Ajinomoto Indonesia, Evy Hariyadi dari PT. PLN, dan Ika Dewi Ana dari Universitas Gadjah Mada.
Sebagai informasi, selain menyelenggarakan simposium, Rapat Umum Majelis menjadi agenda terakhir dalam pertemuan internasional ini untuk memilih Presiden JAAI periode April 2024-Maret 2026. Berdasarkan rapat tersebut, Puspita Lisdiyanti terpilih menjadi Presiden JAAI periode selanjutnya.
Sumber: https://brin.go.id/
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 10 Mei 2024
Dampak dari perubahan iklim terhadap sumber daya air saat ini sangat luar biasa. Adanya berbagai fenomena perubahan iklim menyebabkan tekanan pada sumber daya air meningkat sehingga mengakibatkan krisis lahan dan air. Hal inipun menjadi perhatian seluruh dunia. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam hal ini terus memperkuat riset dan inovasi guna memberikan solusi terhadap krisis air.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN, Mego Pinandito menyebutkan perubahan iklim berdampak pada proses hidrologi dan sumber daya air di antaranya terhadap perubahan siklus air, kenaikan suhu bumi, kenaikan muka air dan terjadinya iklim ekstrim. Perubahan iklim di Indonesia sendiri ditandai dengan adanya peningkatan suhu 0,3 derajat celcius dan menurunnya curah hujan tahunan sebesar 2-3%.
Terkait hal tersebut, Indonesia sendiri memiliki rencana aksi nasional pengendalian perubahan iklim terkait sumber daya air. Terdapat pula lokasi prioritas ketahanan iklim dalam arah pembangunan nasional.
“Semua lembaga terkait melakukan pendekatan bersinergi dan berkolaborasi. Di antaranya dapat meningkatkan manajemen prasarana sumber daya air, mengembangkan disaster risk management banjir, tanah longsor dan kekeringan, meningkatkan manajemen dan mengembangkan prasarana sumber daya air untuk pengendalian daya rusak air, meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat tentang penyelamatan air dan meningkatkan penyediaan dan akses terhadap data dan informasi terkait dampak perubahan iklim,” urai Mego dalam Konferensi Pers Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) “Road to 10th World Water Forum”, Rabu (14/03), di Jakarta.
Lebih lanjut ia menyebutkan, peran BRIN dalam konteks riset dan inovasi dilakukan dalam beragam bentuk mulai dari hulu sampai hilir dengan berbagai pengembangan teknologi. Peran riset dan inovasi untuk ketahanan air nasional dapat dilihat dari sumber air (water resource), kemudian apa yang harus dilakukan (misal untuk air hujan), dan kemudian bagaimana mengelola hasil tampungan air tersebut dalam skala kecil maupun besar.
Dalam hal ini, BRIN juga telah melakukan kolaborasi dalam pemanenan air hujan (PAH) di Tarakan bersama kementerian/lembaga terkait. Kemudian periset BRIN juga telah menghasilkan inovasi Arsinum Mobile, yakni teknologi 3 penyaringan + UV berkapasitas 5.000 liter air siap minum dari bahan baku air sumur/banjir/sungai, dll menjadi air bersih yang digunakan untuk melayani daerah bencana. Serta Airsinum Statis yang melayani air siap minum kantor, asrama, pesantren, dan lain-lain.
BRIN juga mendorong upaya pengembangan inovasi penangkap embun kabut, proyek pemompaan air bawah tanah di Gunung Kidul, dan teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang merupakan intervensi proses pertumbuhan awan untuk menambah atau mempercepat curah hujan dengan penyemaian garam di udara. Kemudian ada pula efisiensi pemanfaatan air dengan integrated smart agriculture, pemetaan sumber air tanah dengan geolistrik, monitoring air tanah spatio temporal menggunakan data satelit dan ANN, dan riset metal organic framework (MOF) untuk menangkap uap air yang tengah dikembangkan.
Dukungan BRIN juga diberikan secara penuh pada kegiatan World Water Forum ke-10 yang akan diselenggarakan pada 18 - 24 Mei 2024 mendatang di Bali.
“BRIN menginginkan semua ini tidak hanya dilakukan kita sendiri, tapi bagaimana pada saat nanti di World Water Forum (WWF) kita mengundang periset-periset kemudian masyarakat internasional untuk bisa bergabung bersama melakukan riset, pengamatan dan pengembangan terkait teknologi air bersih. Kemudian juga bagaimana social engineering yang bisa dilakukan Indonesia. Kami juga sudah menyiapkan berbagai skema kerja sama dan skema untuk mengundang mitra-mitra. Bahkan sampai menyiapkan program degree master maupun doktoral yang nantinya akan menjadi bagian penting dalam science diplomacy Indonesia,” tutup Mego.
Sumber: https://brin.go.id/
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi pada 10 Mei 2024
Badam Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus melakukan kajian perubahan iklim (2021-2050) di wilayah Benua Maritim Indonesia (BMI). Kajian yang menggunakan teknik dynamic downscaling resolusi tinggi dari tim periset BRIN tersebut, menunjukkan kekeringan dan hujan ekstrem mengalami peningkatan signifikan.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PR IA) - BRIN Erma Yulihastin mengungkapkan, BRIN telah mengembangkan sistem untuk prediksi Vorteks Borneo seperti Kajian Awal Musim Jangka Madya Wilayah Indonesia (DSS KAMAJAYA), Satellite-based Disaster Early Warning System (DSS SADEWA), Sistem Informasi Komposisi Atmosfer Indonesia (DSS SRIKANDI) dan Sistem Informasi Perubahan Iklim Indonesia (DSS SRIRAMA) yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebijakan Pemerintah Daerah khususnya di Kalimantan Barat.
Menurut Erma, Vorteks Borneo merupakan pusaran angin dengan radius putaran puluhan hingga ratusan kilometer atau disebut dengan skala meso. Hal tersebut ia sampaikan dalam Seminar Nasional bertajuk Let's Exploring The Atmosphere To Be An Astrophile, di Universitas Tanjungpura, Pontianak, Minggu, (10/3).
"Fenomena ini berasal dari vortisitas atau putaran fluida yang disebabkan oleh geser angin atau wind shear dan konvergensi yang dihasilkan dari interaksi daratan Kalimantan dengan angin monsun timur laut," tuturnya.
Lebih lanjut Erma menyebutkan dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa fakta-fakta Vorteks Borneo telah terlihat. Seperti pada Azzahra dkk., 2024-under review, gangguan cuaca siklonik yang ditandai dengan pusaran angin berlawanan arah jarum jam (antisiklon) di area Laut Tiongkok Selatan dan Borneo (10LU–15LS; 90–120BT) dengan radius 1.000 km.
Ia menilai Vorteks Borneo juga terjadi saat monsun Asia yang menyebabkan gangguan cuaca berupa hujan deras hingga ekstrem disertai angin kencang di Borneo utara dan Semenanjung Malaysia.
Fakta lainnya, tambah Erma adalah sebelum terjadi Vorteks Borneo, peningkatan hujan signifikan disertai angin kencang terjadi di Kalimantan Barat, Semenanjung Malaysia dan Jawa bagian barat. Kemudian pada saat Vorteks Borneo terjadi, peningkatan hujan signifikan disertai angin kencang pun terjadi di Borneo.
"Setelah kejadian Vorteks Borneo, fakta lainnya adalah peningkatan hujan signifikan disertai angin kencang kembali terjadi secara meluas di Kalimantan dan Sumatra bagian utara," jelas Erma.
Dirinya menjelaskan dari informasi SRIRAMA juga telah menunjukkan proyeksi iklim yang menggunakan data model iklim regional CCAM dengan 2 cara. Pertama dengan skenario perubahan iklim sedang atau moderat (RCP 4.5). Kedua dengan peningkatan resolusi spasial dari model global 2,5 derajat menjadi 0,14 derajat untuk wilayah Indonesia.
Erma menegaskan, wilayah yang diproyeksikan mengalami kekeringan ekstrim hingga 2033 di Kalimantan adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat. "Hal ini berpotensi memperburuk dampak polusi udara di Kalimantan Barat," ucapnya.
Selain itu masih menurut Erma,Kalimantan Barat juga terdampak paling luas dan signifikan dalam hal hujan deras hingga ekstrem yang disertai angin kencang pada sebelum, pada saat, dan sesudah Vorteks Borneo.
Oleh karena itu, Erma menyampaikan perlunya inisiasi untuk membangun bangsa yang siaga terhadap cuaca, membangun kesadaran masyarakat agar siap dan tanggap pada cuaca. Ia pun memberi saran agar wilayah Kalimantan membuat skenario kebijakan atau regulasi untuk menjaga agar laju emisi gas karbon dioksida di atmosfer dapat dikendalikan.
"Ada beberapa cara pengendalian yang bisa dilakukan seperti ; membatasi pembukaan lahan pertanian atau perkebunan dan permukiman secara meluas. Lalu membatasi alih fungsi lahan seperti kehutanan menjadi sektor lain. Serta membatasi perizinan operasional pertambangan batubara yang dapat memicu peningkatan titik api atau hotspot,” pungkas Erma.