Riset dan Inovasi

Penemuan Terbaru: Identifikasi Spesies Cecak Jarilengkung Hamidyi di Kalimantan

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025


Para peneliti kembali berhasil menemukan dan mengindetifikasikan spesies cecak baru yakni cecak jarilengkung hamidy dari pulau terbesar ketiga di dunia yakni Pulau Kalimantan (Borneo), Indonesia. Cecak jarilengkung hamidy ini memiliki nama ilmiah Cyrtodactylus hamidyi (C. hamidyi). Peneliti Zoologi dari Museum Zoologicum Bogoriense, Awal Riyanto, mengatakan, setelah serangkaian panjang penelitiannya, akhirnya hasil penemuan terbaru ini telah dipublikasikan dalam jurnal Zootaxa pada 25 Agustus 2021. Riyanto dalam keterangan tertulisnya di laman Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelaskan, penemuan cecak jenis baru ini bermula dari pemeriksaan detail spesimen Cyrtodactylus dari Kalimantan yang tersimpan di Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), Cibinong, Jawa Barat.

Semula, Riyanto fokus untuk mengungkap diversitas marga cecak jarilengkung Indonesia dan bagaimana biogeografi serta evolusinya. Namun, Riyanto bersama dengan beberapa peneliti lainnya dari Kyoto University dan University of Hyogo, Jepang, La Sierra University USA serta Universitas Brawijaya kemudian mengidentifikasi beberapa spesies baru. Saat pemeriksaan spesimen koleksi marga cecak jarilengkung dari Kalimantan, mereka menemukan spesies baru, salah satunya C. hamidy ini.  "C. hamidyi semula adalah empat spesimen berlabel C.baluensis dan dikoleksi tahun 2011 dari Kalimantan Timur," ujar Riyanto. Sementara itu, tiga spesies baru lainnya sedang dalam tahap finalisasi penulisan manuskripnya.

Untuk diketahui, ketiga spesimen tersebut berasal dari Tawau, Sabah, Malaysia. Riyanto menjelaskan bahwa sebagai peneliti, dia tentu tidak bisa bersikap tertutup dalam dunia ilmu pengetahuan. Seorang peneliti harus mempunyai koneksi yang luas untuk menembus batas administrasi antar negara untuk berdiskusi dalam bidang yang sama. Hal ini dibuktikannya dalam mempelajari spesimen dari Tawau ini. Tanpa berangkat ke Institute for Tropical Biology and Conservation, University Malaysia Sabah, yang merupakan tempat di mana spesimen dari Tawau dideposit atau pun Osaka Museum of Natural History Jepang, data yang dibutuhkan tetap dapat diperoleh Riyanto.

Alasan Penamaan C. Hamidyi

Menurut Riyanto, nama hamidy disematkan dalam penemuan tersebut sebagai penghormatan dan penghargaan kepada Dr Amir Hamidy, salah satu herpetologis Indonesia. Sebagai informasi, herpetologis adalah pakar atau ahli yang berfokus dalam bidang keilmuan reptilia dan amfibia.

Dr Amir Hanidy sendiri pada saat ini masih bertugas sebagai peneliti Zoologi di BRIN. Ia juga aktif mengajarkan dan memasyarakatkan herpetologi kepada generasi muda Indonesia, serta berkontribusi terhadap pengungkapan keanekaragaman dankonservasi herpetofauna Indonesia.

Ciri Khas Morfologi Cecak Jarilengkung

Riyanto menjelaskan bahwa secara morfologi, C. hamidy memiliki kemiripan dengan C. matsuii. Kedua populasi ini tidak menunjukkan adanya perbedaan karakter diagnostik.  "Meskipun didokumentasikan dari dua tempat yang berbeda, yaitu Nunukan dan Tawau dengan jarak sekitar 80 km di antara keduanya. Kedua populasi tidak menunjukkan adanya perbedaan karakter diagnostik," jelasnya.

Akan tetapi, hal yang paling membedakan kedua jenis cecak ini adalah jumlah tuberkular punggung, pori-pori percloacal dan jumlah baris sisi vetral. Perbedaan tersebut sesuai dengan variasi populasi karena jarak geografis. "Namun demikian, bila di kemudian hari analisis molekuler menunjukkan sebaliknya (karakter diagnostik keduanya), itu bisa saja terjadi. Inilah namanya ilmu pengetahuan nothing absolute truths," tegasnya.

Berikut adalah ciri khas dari C. hamidy: 

  1. Panjang tubuh 63 mm,
  2. Warna dasar tubuh coklat,
  3. Corak semilunar pada bagian belakang kepala,
  4. Garis melintang coklat gelap pada punggung yang dibatasi oleh pola jaringan putih,
  5. Garis melintang tersebut terkadang membentuk garis vertebral,
  6. Ekor dengan pola melintang coklat gelap bergantian dengan putih.
     

Sumber: www.kompas.com

Selengkapnya
Penemuan Terbaru: Identifikasi Spesies Cecak Jarilengkung Hamidyi di Kalimantan

Riset dan Inovasi

Teknologi Inovatif Mendorong Percepatan Digitalisasi

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025


Perguruan tinggi menjadi awal terciptanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu mendorong percepatan transformasi digital. Kampus dengan latar belakang teknologi informasi dan komputer, menjadi salah satu motivator utama dalam pelaksanaan tranformasi digital tersebut. Universitas Nusa Mandiri (UNM) merupakan perguruan tinggi berbasis inovasi teknologi infomasi didukung dengan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri, yang sedang berkembang saat ini. Dalam perannya menjadi penyelenggara utama kegiatan Rakornas Aptikom (Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer) 2021, tentunya berharap dapat terus berkolaborasi dengan seluruh perguruan tinggi lainnya, yang ada di Indonesia untuk mendukung akselerasi tranformasi digital.

Dr Dwiza Riana, rektor Universitas Nusa Mandiri (UNM) mengatakan, Aptikom merupakan wadah bagi seluruh perguruan tinggi yang aktif di bidang teknologi informasi dan komputer. Bersama bersinergi memberi peran demi mewujudkan automatisasi dan digitalisasi di segala aspek kehidupan masyarakat. “Inovasi di bidang teknologi, saat ini telah berkembang cukup pesat, seiring dengan kebutuhan masyarakat yang kian berkembang. Tentunya, perguruan tinggi yang senantiasa mengunggulkan inovasi di bidang teknologi, akan mengambil peran cukup penting pada seluruh peluang yang ada,” katanya pada media, Rabu (3/11).

Oleh karena itu, lanjutnya, Universitas Nusa Mandiri (UNM) siap mengambil peran tersebut guna menyiapkan SDM-SDM unggul di bidang teknologi informasi. Agar percepatan tranformasi digital ini dapat dicapai dengan cukup baik. “Berbagai upaya UNM telah mulai berjalan, seperti berkolaborasi dengan dunia industri guna menyiapkan lulusan yang berkualitas dan berkompeten, melalui kerja sama magang bersertifikat, menjalin kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi luar negeri, guna melaksanakan program pertukaran pelajar. Dengan kegiatan ini, akan memberi pengalaman dan pengetahuan yang sangat berharga bagi mahasiswa,” tandasnya.

UNM pun, imbuhnya, telah memiliki beberapa wadah pembinaan secara internal di Universitas Nusa Mandiri (UNM) guna memotivasi dan membimbing mahasiswa agar lebih siap lagi menghadapi tantangan perkembangan teknologi. Seperti wadah Nusamandiri Entrepreneur Center (NEC), Nusamandiri Career Center (NCC), Nusamandiri Inovation Center (NIC), dan Nusamandiri Startup Center (NSC). “Wadah-wadah untuk membina dan mendorong mahasiswa dalam upaya menumbuhkan semangat berinovasi dan meningkatkan kreativitas, agar mahasiswa terbiasa dengan perkembangan teknologi digital yang tumbuh begitu cepat. Sehingga, diharapkan mahasiswa mampu dan siap menjawab segala tantangan yang ada,” ujarnya.

Peran serta Universitas Nusa Mandiri (UNM), ungkapnya dalam kegiatan Rakornas Aptikom 2021 ini memantapkan visi misi Universitas Nusa Mandiri (UNM) dalam upaya menciptakan lulusan yang berkualitas dan unggul di bidang teknologi digital. “Sinergi dengan tujuan dari Aptikom dalam upaya melaksanakan percepatan tranformasi digital, Universitas Nusa Mandiri (UNM) telah merancang semua kurikulum yang dibutuhkan guna mendukung tujuan tersebut,” tutupnya.


Sumber: www.republika.co.id

Selengkapnya
Teknologi Inovatif Mendorong Percepatan Digitalisasi

Riset dan Inovasi

Mengatasi Deforestasi Illegal dengan Peran Teknologi Digital

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025


Mulai dari 1 Desember 2021, Indonesia telah mengambil alih Presidensi G20, sebuah forum global yang terdiri dari negara-negara yang menyumbang 80 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Selama masa kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo bertekad untuk memimpin upaya kerja sama dalam menghadapi perubahan iklim dan menjaga lingkungan secara berkelanjutan melalui tindakan konkret.

Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat deforestasi ke level terendah dalam dua dekade terakhir, sambil mempromosikan rehabilitasi lahan kritis sebanyak 3 juta hektar antara tahun 2010 dan 2019. Upaya tersebut juga telah menghasilkan penurunan sebesar 81 persen dalam kasus kebakaran hutan, dari 1,6 juta hektar pada tahun 2019 menjadi 300 ribu hektar selama tahun 2020. Tentunya, pencapaian ini tidak terlepas dari peran aktif masyarakat dalam mendeteksi dini aktivitas yang berpotensi menyebabkan deforestasi, seperti illegal logging.

Partisipasi masyarakat melibatkan kegiatan patroli terpadu dan independen di hutan adat, hutan nagari, dan hutan kemasyarakatan, di mana mereka memiliki kewenangan hukum untuk mengelola lahan tersebut. Meskipun demikian, sedikit yang menyadari bahwa pengawasan ini didukung oleh sejumlah teknologi modern untuk meningkatkan efektivitas pengawasan. Berikut adalah beberapa teknologi yang telah digunakan dalam upaya pelestarian lingkungan.

Penggunaan Teknologi dalam Pelestarian Hutan Indonesia

Indonesia, sebagai Presiden G20 sejak 1 Desember 2021, telah menegaskan komitmennya untuk memimpin upaya global dalam mengatasi perubahan iklim dan menjaga lingkungan secara berkelanjutan. Salah satu inisiatif penting yang ditekankan adalah penggunaan teknologi untuk memantau dan mencegah kerusakan hutan, seperti penebangan liar dan ekspansi perkebunan sawit.

Teknologi AI untuk Deteksi Dini Penebangan Liar

Teknologi kecerdasan buatan (AI) telah terbukti efektif dalam membantu mengidentifikasi aktivitas penebangan liar. Sebuah inisiatif yang dikenal sebagai 'Guardian', yang dikembangkan oleh Komunitas Konservasi Indonesia Warung Informasi Konservasi (KKI Warsi) bekerja sama dengan Rainforest Connection, menggunakan mikrofon yang dipasang di hutan untuk menangkap suara-suara terkait aktivitas ilegal. Aplikasi ini memilah dan menganalisis berbagai jenis suara, termasuk suara kendaraan, penebangan pohon, dan tembakan, untuk memberikan notifikasi kepada aparat keamanan. Dengan bantuan teknologi ini, deteksi dan respons terhadap aktivitas ilegal menjadi lebih efisien, memungkinkan patroli untuk ditujukan ke lokasi yang tepat dengan cepat.

Analisis Citra Satelit dan Drone untuk Pemantauan Tutupan Lahan

Selain AI, analisis citra satelit dan penggunaan drone juga menjadi alat yang sangat berguna dalam pemantauan hutan. Yayasan Auriga Nusantara telah berhasil menggunakan berbagai jenis citra satelit, seperti Landsat dan Sentinel, untuk mendeteksi dan memetakan tutupan lahan, termasuk area perkebunan sawit. Melalui kerja sama dengan lembaga lain, seperti LAPAN dan BIG, mereka telah menghasilkan data yang penting untuk menginformasikan kebijakan dan tindakan konservasi. Selain itu, penggunaan drone juga membantu dalam pemetaan yang lebih cepat dan detail di lapangan.

Dampak Positif dan Harapan ke Depan

Penggunaan teknologi dalam pelestarian hutan Indonesia telah membawa dampak positif yang signifikan. Misalnya, penggunaan Guardian telah membantu menurunkan aktivitas penebangan liar secara drastis di beberapa daerah. Sementara itu, analisis citra satelit dan drone telah memberikan informasi yang berharga untuk pengambilan keputusan yang lebih baik dalam manajemen lahan.

Ke depan, pengembangan dan penerapan teknologi ini diharapkan akan terus memperkuat upaya pelestarian hutan dan lingkungan secara luas. Dengan sinergi antara pemerintah, lembaga non-profit, dan sektor swasta, Indonesia dapat melangkah maju dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan mengatasi tantangan perubahan iklim.


Sumber: www.viva.co.id

Selengkapnya
Mengatasi Deforestasi Illegal dengan Peran Teknologi Digital

Riset dan Inovasi

Pengembangan Inovatif Produksi Garam dengan Teknologi Membran pada Mini Pabrik Garam dari Rejected Brine

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025


Pengembangan garam industri terpadu merupakan salah satu proyek penting tingkat nasional sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2020. Proyek ini mencakup tiga komponen utama: Pabrik Pengolahan Garam Rakyat, Produksi Pahit Terpadu, dan Pabrik Garam PLTU. Ketiga bagian ini memiliki peranan strategis dalam menangani masalah tingginya impor garam serta produksi garam dalam negeri yang masih belum memadai, dengan kualitas yang masih di bawah standar industri.

Bapak Wahyu Utomo, Deputi Direktur Jenderal Koordinasi Pembangunan Daerah dan Tata Ruang, menghadiri peresmian mini proyek ini sebagai ketua tim pelaksana Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas, mewakili Deputi Direktur Jenderal Bencana Pencegahan dan Pemanfaatan Teknologi Mukshin. Pada Rabu (15/12/2021), pabrik brine salt PLTU Suralaya di Provinsi Cilegon-Banten menghadapi penolakan. Mini plant ini merupakan hasil riset dan inovasi dari Badan Penelitian dan Pengembangan Nasional (BRIN) yang menggunakan limbah brine PLTU yang berasal dari pengolahan air laut pada boiler pembangkit listrik.

Teknologi membran digunakan untuk memproses air garam yang ditolak, melalui serangkaian tahap termasuk ultrafiltrasi, nanofiltrasi, reverse osmosis, dan konsentrasi air garam. Air tawar yang dihasilkan dapat digunakan sebagai air baku untuk kebutuhan konsumsi. Kapasitas produksi proyek mini plant ini mencapai 750 ton garam per tahun. Kolaborasi antara BRIN dan PT Indonesia Power dilakukan untuk pembuatan mini pabrik garam industri.

"Jika potensi reject brine dari PLTU Jawa dimanfaatkan secara maksimal, maka akan dihasilkan sekitar 1,8 juta ton garam yang memenuhi syarat mutu Proses Klor-Alkali (CAP)," kata BRIN Chemical, Direktur Teknologi Sumber Daya Energi Industri Pusat (PTSEIK) Ayam Saputra. Jumlah ini hampir mencukupi kebutuhan garam CAP sebesar 2,4 juta ton. PLTU Suralaya sendiri memiliki potensi produksi garam tahunan sebesar 368.730 ton. Perluasan pabrik garam PLTU mini ini merupakan langkah pertama dalam mengubah limbah brine menjadi garam. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai investasi, baik untuk tahap air garam pekat maupun tahap kristalisasi.

Kementerian Koordinator Perekonomian bersama Kementerian Koordinator Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, dan BRIN akan terus berupaya mengembangkan industri garam di Indonesia. Garam diharapkan dapat menjadi salah satu bahan ekspor yang penting di masa depan. Deputi Muksin berharap BRIN dapat terus mengembangkan teknologi pengolahan garam ini untuk diaplikasikan di berbagai sentra produksi garam di Indonesia.


Sumber: www.ekon.go.id

Selengkapnya
Pengembangan Inovatif Produksi Garam dengan Teknologi Membran pada Mini Pabrik Garam dari Rejected Brine

Riset dan Inovasi

Benarkah Harimau Jawa Telah Punah? Peneliti BRIN Lakukan Analisis DNA Sampel Rambut Harimau Terbaru dari Sukabumi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 25 Februari 2025


Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengategorikan harimau Jawa Panthera tigris sondaica sejak 1980an, dan Harimau Bali P. tigris balica telah punah berdasarkan assesment pada 2008 dari IUCN. Penampakan terakhir Harimau Jawa terkonfirmasi di Meru Betiri Taman Nasional, Jawa Timur pada 1976. Sementara saat ini, hanya Harimau Sumatera P. tigris sumatrae yang masih tersisa di Indonesia.

Kini, setelah 43 tahun harapan baru muncul.  Wirdateti Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan adanya temuan sehelai rambut Harimau Jawa di pagar pembatas antara kebun rakyat dengan jalan desa Cipeundeuy, Sukabumi Selatan, Jawa Barat. 

“Rambut tersebut ditemukan oleh Kalih Reksasewu atas laporan Ripi Yanuar Fajar yang berpapasan dengan hewan mirip Harimau Jawa yang dikabarkan telah punah, pada malam hari 19 Agustus 2019. Ripi adalah seorang penduduk lokal yang berdomisili di desa Cipeundeuy, Sukabumi Selatan, Jawa Barat,” tutur Peneliti yang akrab disapa Teti tersebut kepada Humas BRIN pada Minggu (24/03).

Dari serangkaian analisis DNA komprehensif yang telah dilakukan, Teti dan tim menyimpulkan sampel rambut harimau yang ditemukan di Sukabumi Selatan adalah species Panthera tigris sondaica atau Harimau Jawa. Termasuk dalam kelompok yang sama dengan spesimen Harimau Jawa koleksi Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) pada 1930. 

Menurut Teti, keyakinan tersebut diperkuat oleh prosedur ilmiah lainnya yang telah dilakukan. Selain menemukan rambut, dari lokasi tersebut juga ditemukan bekas cakaran mirip harimau yang semakin menguatkan Teti untuk melakukan observasi lanjutan.

Identifikasi awal Teti bersama tim adalah melakukan studi perbandingan sampel rambut harimau yang ditemukan di Sukabumi Selatan  dengan spesimen  Harimau Jawa koleksi MZB. Kemudian beberapa subspesies sampel harimau lain, yaitu Harimau Bengal, Amur dan Sumatra, serta Macan Tutul Jawa yang digunakan sebagai kontrol.

“Hasil perbandingan antara sampel rambut Harimau Sukabumi menunjukkan kemiripan sebesar 97,06 % dengan Harimau Sumatera, dan 96,87 dengan Harimau Benggala. Sedangkan  spesimen Harimau Jawa  koleksi MZB memiliki 98,23 kemiripan dengan Harimau Sumatera,” jelas Teti.

Sementara itu, hasil studi pohon filogenetik menunjukkan sampel rambut Harimau Sukabumi dan spesimen harimau koleksi MZB berada dalam kelompok yang sama, namun terpisah dari kelompok subspesies harimau lain. Selanjutnya, Macan Tutul Jawa berdasarkan sampel yang diperoleh dari spesimen MZB.

Untuk memperkuat observasinya, Teti bersama tim juga melakukan wawancara mendalam dengan Ripi Yanuar Fajar yang melihat harimau tersebut. Wawancara dilakukan saat survei pada 15-19 Juni 2022 pada lokasi ditemukannya sampel rambut.

Teti menjelaskan, analisis genetik DNA memiliki tingkat sensitifitas yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan konservasi dan mengklarifikasi ketidakpastian taksonomi. Berikutnya, merekonstruksi filogeografi dan demografi untuk menyelidiki nenek moyang genetik subspesies.

Teti juga menambahkan, ekstraksi DNA total yang dilakukan menggunakan Dneasy Blood & Tissue Kit sesuai protokol. Protokol tersebut telah dimodifikasi dengan menambahkan proteinase, karena tingginya kandungan protein pada rambut.

“Amplifikasi PCR seluruh sitokrom b mtDNA dilakukan dengan primer khusus untuk harimau. Selanjutnya, seluruh hasil sekuens nukleotida disimpan menggunakan BioEdit dan diserahkan ke GenBank. Urutan komplemen antara primer forward dan reverse diedit menggunakan Chromas Pro. Semua urutan nukelotida dugaan Harimau Jawa dibandingkan dengan data sekuen Genbank National Center for Biotechnology Information (NCBI). Penyelarasan DNA dilakukan menggunakan Clustal X dan data dianalisis menggunakan MEGA,” jelas Teti.

Harimau Jawa merupakan hewan endemik Pulau Jawa dan tersebar luas di hutan dataran rendah, semak belukar, dan perkebunan. Sayangnya, sejak hewan ini diburu karena dianggap hewan penganggu dan habitatnya diubah menjadi lahan pertanian dan infrastruktur, keberadaanya semakin hilang.

Lalu apakah harimau jawa masih ada di alam liar?  Teti menjawab kondisi tersebut masih perlu dikonfirmasi dengan studi genetik dan lapangan lebih lanjut.

Sumber: https://brin.go.id/

Selengkapnya
Benarkah Harimau Jawa Telah Punah? Peneliti BRIN Lakukan Analisis DNA Sampel Rambut Harimau Terbaru dari Sukabumi

Riset dan Inovasi

BRIN Kembangkan Radar FMCW untuk Pantau Sistem Pernafasan Manusia Real Time

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 25 Februari 2025


Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus mengembangkan beberapa modul Internet of Things (IoT) umtuk diterapkan dalam teknologi bilmedis, seperti modul WiFi server ESP32 atau ESP 8266 yang digunakan untuk komunikasi server. Dengan modul ini diharapkan mendapatkan performa terbaik dari penelitian sebelumnya yang menggunakan radar Frequency Modulated Continuous Wave (FMCW).

Peneliti BRIN, Puput Dani Prasetyo Adi menjelaskan bahwa radar FMCW merupakan jenis sensor radar aktif yang memancarkan daya transmisi secara kontinyu seperti gelombang kontinyu (CW Radar). Radar FMCW diukur berdasarkan perbedaan fasa atau frekuensi antara sinyal yang dipancarkan dan sinyal yang diterima. Radar tersebut dapat memantau sistem pernafasan manusia secara real time.

“Radar ini bahkan dapat menghitung jangkauan, kecepatan, atau fase secara bersamaan untuk beberapa target menggunakan proses yang dikenal sebagai demodulasi IQ dan beberapa kicauan,” jelas Peneliti Ahli Muda dari Pusat Riset Telekomunikasi BRIN itu saat diwawancari, Kamis (21/3)

Dijelaskan Puput, saat ini pihaknya fokus melakukan penelitian bersama tim, adalah pada kondisi pernafasan pasien yang dipantau dari Radar FMCW menjadi fokus dalam penelitian ini. Kemampuan unik radar FMCW untuk membedakan antara rentang dilakukan dengan memodulasi frekuensi transmisi yang sedang berlangsung. 

Radar FMCW untuk pernafasan manusia atau pasien yang kemudian akan menentukan jenis penyakit atau kelainan pada pasien hanya dengan melihat jenis pernafasannya. Data dari Radar FMCW kemudian dikonversikan menjadi data yang dapat dibaca secara waktu nyata atau langsung oleh masyarakat, dokter, atau tim medis melalui web server iotmedis.brin.go.id.

Berbagai jenis data pernapasan diambil dari berbagai titik sehingga akan menimbulkan analisis baru yaitu proses pengiriman data pada trafik server atau proses uplink dan downlink. Kebaruan data dan penelitian secara spesifik adalah bagaimana data pernapasan multi pasien dari OmnipreSense atau FMCW Radar dapat diproses oleh mikroprosesor menggunakan MQTT (Message Queuing Telemetry Transport), dan data multi pasien tersebut dapat ditampilkan di server secara waktu nyata. 

Tidak hanya dari segi FMCW Radar untuk medis tetapi juga dari segi fleksibilitas dalam menampilkan data yang dapat diintegrasikan dengan gawai yang digunakan saat ini. “Salah satu server yang digunakan adalah MQTT, yang telah telah dipasang dan berhasil menampilkan data pernapasan pasien secara waktu nyata. 

Kedepannya, pada penelitian ini akan dilakukan pemasangan menggunakan casing permanen yang lebih tetap dan stabil dalam proses konektivitas antar perangkat, yang melibatkan Raspberry Pi 4 B dan OmniPreSense Radar. Data tersebut diintegrasikan ke dalam MQTT server dengan data pernapasan pasien dan menghasilkan data realtime dalam bentuk grafik data pernapasan,” ungkap Puput Dani.

Diharapkan FMCW Radar ini mampu membaca atau mendeteksi sistem pernafasan manusia dan menentukan ketidaknormalan pasien, membangun sistem realtime yang mampu membaca pernafasan manusia atau pasien berbasis Internet of Things dan pemanfaatan gelombang micro menggunakan radar FMCW 77 GHz untuk diaplikasikan untuk pendeteksian penyakit pasien terutama pada sisi pernafasan.

“Diakhir tahun 2023 ini kami berhasil menghasilkan prototype yang mampu membaca sistem pernafasan manusia dengan cara pembacaan menggunakan gelombang mikro dengan FMCW Radar tipe OmniPresense 77 GHz serta Jurnal Internasional dan prosiding sebagai output dari proses desiminasi riset dan tentunya paten berupa arsitektur yang kami rancang guna mampu melayani banyak pasien dengan realtime dan cepat,” papar Puput Dani.

Puput Dani berharap agar proses penyelesaian prototype atau casing untuk dibuat sedinamis mungkin sehingga dapat lebih mudah dibawa dan flexible serta dapat dikembangkan menjadi suatu produk yang dapat diterapkan di rumah sakit, tim medis maupun tim medis lapangan atau tim SAR (Search And Resque) yang bekerja di daerah bencana atau di dunia kesehatan secara umum. 

Sumber: https://brin.go.id/

Selengkapnya
BRIN Kembangkan Radar FMCW untuk Pantau Sistem Pernafasan Manusia Real Time
« First Previous page 5 of 14 Next Last »