Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025
Satu lagi penambahan katak jenis baru dari Indonesia yang ditemukan di Pulau Belitung dan Lampung telah diterbitkan di Jurnal Zootaxa pada 2 September 2021 yang lalu. Pubikasi tersebut merupakan bagian dari penelitian disertasi dosen Fakultas Biologi UGM yaitu Rury Eprilurahman dari Laboratorium Sistematika Hewan. Di bawah bimbingan Prof. Rosichon Ubaidillah, M.Phill., Ph.D. (LIPI), Dr. Amir Hamidy, M.Sc. (LIPI) dan Dra. Tuty Arisuryanti, M.Sc., Ph.D (UGM), Rury melaksanakan penelitian disertasi tentang sistematika katak yang berukuran kecil dari Genus Microhyla menggunakan karakter morfologi, molekuler dan akustik (suara).
Penelitian dan publikasi tersebut merupakan kerjasama yang terjalin baik antara LIPI (saat ini menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional – BRIN) dan Fakultas Biologi UGM dengan melibatkan peneliti dari beberapa institusi lain antara lain Universitas Bengkulu, University of Delhi, Kyoto University, Belitung Biodiversity Observer Foundation, dan University of Texas at Arlington Amerika Serikat. Menurut Amir, “Publikasi ini merupakan kolaborasi yang baik pada level nasional dan internasional untuk mendeskripsikan jenis baru tersebut karena konsep keahlian suatu jenis tidak dapat hanya sendiri, kita harus menjalin kerjasama dengan para pakar”.
Katak yang ditemukan dan dideskripsikan sebagai jenis baru merupakan anggota dari kelompok jenis Microhyla achatina yang berkerabat dekat dengan Microhyla orientalis. Individu jantan Microhyla sriwijaya memiliki ukuran 12,3 hingga 15,8 mm, moncong tumpul membulat dan memiliki tanda corak di punggung berwarna coklat kemerahan atau oranye dengan tuberkel kulit yang menonjol. Spesimen katak tersebut merupakan koleksi Museum Zoologi Bogor yang ditemukan pada tahun 2018 dan 2019 di perkebunan kelapa sawit Pulau Belitung dan Lampung oleh tim peneliti herpetologi gabungan antar beberapa institusi yang dikoordinir oleh LIPI. Nama jenis “sriwijaya” diambil mengacu pada nama Kerajaan Sriwijaya yang merupakan kerajaan terbesar di wilayah Melayu pada jamannya.
“Indonesia sebagai wilayah tropis masih menyimpan misteri keanekaragaman hayati yang selalu menunggu untuk diungkap. Dengan ditemukannya Microhyla sriwijaya, Pulau Sumatra dan sekitarnya layak disebut sebagai salah satu hotspot biodiversitas katak Microhyla,” kata Rury.
“Jenis tersebut merupakan jenis ke-47 dari genus Microhyla yang dikenal di dunia sampai saat ini. Survei lebih lanjut di wilayah Sumatra masih sangat diperlukan untuk menambahkan informasi luasan sebaran dan menentukan rekomendasi status konservasinya,” tambahnya.
Sumber: biologi.ugm.ac.id
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025
Tangerang Selatan. Tim Humas BRIN melaporkan bahwa kebutuhan akan bahan bakar di Indonesia kini mencapai level yang sangat tinggi, terutama dengan volume impor minyak bumi yang hampir mencapai 400 ribu barel per hari. Untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan mencapai ketahanan energi, diperlukan peningkatan dalam industri kilang minyak di dalam negeri.
Saat ini, kapasitas produksi kilang minyak di Indonesia masih rendah, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 48 hari pada tahun 2013 dan diproyeksikan akan turun menjadi 38 hari pada tahun 2025. Untuk meningkatkan kapasitas produksi, pemerintah telah meluncurkan proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) bersama dengan pembangunan kilang minyak baru (Grass Root Refinery). Dengan revitalisasi 5 kilang di Cilacap, Balikpapan, Plaju, Balongan, dan Dumai, produksi diperkirakan akan meningkat sebesar 150%.
Pembangunan kilang-kilang ini juga membutuhkan peralatan proses yang dapat meningkatkan ekonomi dalam negeri jika diproduksi di dalam negeri. Salah satu peralatan yang sering diperlukan adalah process column vessel dan peralatan internalnya, yang saat ini sebagian besar diimpor dari luar negeri.
BRIN, melalui Pusat Riset Teknologi Industri Proses dan Manufaktur Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM), telah menjalin kemitraan dengan PT Tuban Steel Work untuk mengembangkan peralatan proses untuk industri minyak, gas bumi, dan kimia. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) di Gedung B.J. Habibie, Thamrin, Jakarta Pusat, pada Jumat (17/11).
Hens Saputra, Direktur Pusat Penelitian Industri Proses dan Teknologi Manufaktur, mengungkapkan bahwa kerja sama riset ini sebenarnya menggabungkan potensi BRIN, pengalaman penelitian, fasilitas laboratorium, dan simulasi teknis dengan pengalaman manufaktur PT Tuban Steel Work (TWS). Kombinasi ini bertujuan untuk lebih mengembangkan penelitian BRIN agar dapat digunakan oleh produsen dalam negeri dalam mendukung proyek pembangunan pabrik kimia dan migas di Indonesia, serta potensial untuk diekspor ke negara lain. Kerja sama ini diharapkan juga dapat meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) peralatan proses, yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja terampil di industri proses migas dan kimia.
Selanjutnya, I Ketut Parwatha, Direktur PT Tuban Steel Work (TSW), menyatakan bahwa kerja sama ini akan memberikan dampak positif tidak hanya bagi BRIN dan PT TSW, tetapi juga bagi bangsa dan provinsi. Meningkatkan TKDN dan mengurangi ketergantungan terhadap impor adalah prioritas yang penting, serta meningkatkan kemampuan teknologi dalam negeri untuk bersaing secara global.
Komisioner Surat Indrijalso menegaskan pentingnya kerjasama penelitian ini, yang tidak hanya penting dalam penandatanganan PKS, tetapi juga dalam memperhatikan faktor TKDN dan infrastruktur pendukung lainnya. Fokus pada rantai pasokan dalam negeri sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan industri lokal. Dalam hal ini, produk yang dihasilkan dari kerja sama ini harus dapat dimanfaatkan secara luas oleh pasar domestik, sehingga mendukung upaya penguatan ekonomi dalam negeri.
Langkah-langkah selanjutnya termasuk perbaikan atau penyempurnaan desain peralatan kolom internal yang sudah ada, penelitian dan inovasi untuk mendapatkan desain baru, pengujian kinerja prototipe, dan pengajuan kekayaan intelektual terkait. Kerja sama ini diharapkan juga dapat meningkatkan TKDN pabrik pengolahan Indonesia yang saat ini masih rendah, serta menciptakan lapangan kerja berkualitas di bidang peralatan proses.
Sumber: www.brin.go.id
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025
Direktur Jenderal Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lakhsana Toli Handko, menyoroti pengembangan kebun raya dengan perhatian khusus. Dia mengapresiasi minat masyarakat terhadap kebun raya yang memiliki lima fungsi utama: konservasi, penelitian, pendidikan, pariwisata, dan jasa lingkungan. Handko menekankan pentingnya inovasi untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi tersebut.
Handko mengungkapkan bahwa kegiatan komersial telah lama ada di kebun raya, termasuk kafe, wisma, dan hotel, namun saat ini dikelola oleh mitra dengan transparansi dan akuntabilitas. Pengelolaan kebun raya dibagi antara tiga pengelola, yakni Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Deputi Bidang Prasarana, dan Direktorat Pengelolaan Koleksi, untuk memastikan efisiensi dan fokus pada penelitian.
Perbaikan infrastruktur di kebun raya termasuk rencana penghancuran lapangan tenis beton dan rumah-rumah lama untuk meningkatkan asupan air. Selain itu, jalan-jalan yang rusak sedang diperbaiki untuk meningkatkan keselamatan pengunjung.
BRIN juga mengembangkan inisiatif inovatif seperti program Glow untuk meningkatkan pendidikan dan pariwisata di kebun raya. Program ini terinspirasi dari kebun raya di luar negeri yang menawarkan wisata malam dan saat ini diadakan pada hari Sabtu dan Minggu, dengan rencana untuk diadakan maksimal empat kali dalam seminggu di masa mendatang.
Sebagai informasi, sejumlah kebun raya yang memiliki program sejenis Glow antara lain terdapat di Desert Botanical Garden (Phoenix, Arizona), Singapore Botanic Gardens (Singapura), Fairchild Tropical Botanic Garden (Miami, USA), Atlanta Botanical Garden (Atlanta), dan Botanical Garden Berlin (Jerman).
Sumber: brin.go.id
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brojonegoro mengharapkan bahwa pembuatan atau pengembangan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan domestik akan mengikuti kemajuan dalam era Revolusi Industri 4.0. Dalam pengumuman dana riset kepada PTNBH, Menristek Bambang menyatakan bahwa tantangan bagi perusahaan dan perguruan tinggi negeri adalah bagaimana memanfaatkan teknologi yang sesuai dengan arus Revolusi Industri 4.0. Acara ini diselenggarakan secara virtual di Jakarta pada hari Selasa.
Bambang menggarisbawahi bahwa banyak masyarakat Indonesia yang tinggal di pedesaan dan bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber utama penghidupan. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian, diperlukan teknologi yang tepat guna. Namun, pengadopsian teknologi ini dalam era Revolusi Industri 4.0 tidaklah mudah. Oleh karena itu, penggunaan teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi di sektor pertanian.
Contohnya, para peneliti tidak hanya mengubah traktor menjadi traktor digital, tetapi juga mengembangkan teknologi untuk mendeteksi kematangan buah mangga menggunakan kecerdasan buatan atau sensor. Tujuan utamanya adalah menciptakan daya saing dan efisiensi dalam kegiatan perekonomian sehari-hari yang berbasis pertanian.
Menurut Direktur BRIN, Indonesia perlu memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan penelitian secara maksimal untuk meningkatkan nilai tambah produk. Kegiatan penelitian dan inovasi di Indonesia bertujuan untuk menghasilkan teknologi tepat guna, menggantikan impor, meningkatkan produk lokal, komersialisasi, peningkatan nilai, dan pengembangan teknologi terkini.
Sumber: www.antaranews.com
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025
Studi Generale Program Studi Teknik Biosistem di Institut Teknologi Sumatera (ITERA) mengadakan acara yang membahas Penerapan Teknologi untuk Pertanian Presisi secara daring pada Rabu (9/9/2020). Pertanian 4.0 atau pertanian presisi merupakan sistem pertanian yang menggunakan teknologi dan teknik yang tepat untuk menghindari pemborosan sumber daya. Bidang ini menjadi salah satu fokus utama dalam Program Studi Teknik Biosistem di ITERA.
Dalam acara tersebut, dua topik utama dibahas, yaitu Praktik Pertanian Presisi dengan Rasa Lingkungan yang dipelajari melalui studi kasus di Brasil, dan Teknologi Telemonitoring berbasis IoT untuk alat dan mesin pertanian.
Acara Studium Generale dihadiri oleh lebih dari 350 peserta, termasuk dosen, praktisi, akademisi dari berbagai universitas di Indonesia, serta mahasiswa ITERA. Acara ini disiarkan secara daring melalui Zoom dan YouTube. Narasumber yang hadir berasal dari latar belakang yang berbeda, yaitu Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agustami Sitorus, S.TP, M.Si, dan akademisi dari Fakultas Teknologi IPB University Dr. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si. Acara tersebut dimoderatori oleh Dosen Teknik Biosistem ITERA, Budi Priyonggo, S.T., M.Si.
Dr. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si, memberikan solusi terkait penerapan pertanian presisi di Indonesia berdasarkan pengalaman sistem pertanian presisi di Brasil. Salah satunya adalah mengusulkan penyatuan luas lahan melalui organisasi kelompok tani atau gabungan kelompok tani sebagai alternatif atas lahan individual yang terbatas.
Tidak hanya itu, pemilihan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan lahan juga perlu disesuaikan dengan skala luas lahan dan ketersediaan sumber daya, serta penerapan metode budidaya yang lebih efisien.
Dr. Mohamad Solahudin menambahkan bahwa pemanfaatan teknologi monitoring dan control berbasis IoT harus melibatkan tenaga mekanis secara selektif. Oleh karena itu, pelatihan penggunaan alat dan mesin yang menggunakan teknologi Pertanian Presisi dan penyuluhan mengenai manfaatnya dalam meningkatkan hasil produksi, mengurangi penggunaan input, dan menjaga keberlanjutan lingkungan sangat diperlukan.
Dukungan dari kebijakan pemerintah setempat terkait dengan penyediaan infrastruktur pertanian, termasuk kebijakan finansial terkait dengan paket kredit untuk memiliki peralatan, baik secara individu maupun dalam kelompok, juga memengaruhi kesuksesan pertanian presisi.
"Penerapan praktik pertanian dengan alat yang efisien dan ekonomis, didukung oleh teknologi informasi dan metode konservasi tanah dan air yang baik, akan meningkatkan produksi dan kualitas berbagai hasil pertanian, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing di pasar global," kata Dr. Solahudin.
Teknologi Telemonitoring
Sementara itu, Agustami Sitorus, S.TP, M.Si dari LIPI, membahas tentang pemanfaatan teknologi telemonitoring berbasis IoT untuk alat dan mesin pertanian, yang menekankan perbedaan antara telemonitoring dan telekontroling. Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa dalam telemonitoring, outputnya berupa informasi data yang terus-menerus, sementara dalam telekontroling, selain informasi data, juga dapat menghasilkan informasi tertentu dan melakukan tindakan tertentu.
Menurut Agustomi M.Si., dengan memanfaatkan IoT, dapat diketahui bagaimana cara mengolah data sesuai dengan kebutuhan agar menjadi informasi yang lebih cepat dan akurat untuk melakukan pemantauan di berbagai lingkungan, baik itu rumah tanaman maupun lahan pertanian terbuka.
Sumber: www.itera.ac.id
Riset dan Inovasi
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Februari 2025
Tiga peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terpilih menjadi Science Diplomats of Asia 2021. Ketiganya adalah dr Eddy Kurniawan. Masteria Yunovirsa Putra dan Dr. Indri Badria Adilina. Hal tersebut diumumkan pada acara ``Pengumuman Pemenang 2021'' yang diadakan secara online pada Jumat sore, 1 Oktober. ASIAN Science Diplomats (ASD) merupakan jaringan ilmuwan muda Asia, khususnya di ASEAN, yang mempunyai misi untuk mendorong perkembangan ilmu pengetahuan di kawasan Asia Tenggara.
“Saya bersyukur telah terpilih menjadi salah satu dari 28 penerima Asia Science Diplomat Award 2021 dari negara-negara ASEAN. Masteria Putra dan Indri Badria Adilina turut membenarkan penghargaan tersebut, sedangkan Eddy Kurniawan mengatakan, “Para pemenang penghargaan diharapkan dapat berperan sebagai duta perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan di negaranya masing-masing.”
Edi Kurniawan, seorang peneliti di Pusat Penelitian Fisika, Badan Riset dan Inovasi (BRIN), lahir di Pemalang pada tanggal 15 Agustus 1982. Ia menyelesaikan studi doktoralnya di Swinburne University of Technology, Australia. Sepanjang karirnya, Edi telah menulis berbagai publikasi internasional dan menjadi pembicara di berbagai seminar ilmiah. Dia memegang tidak kurang dari sepuluh paten selama satu dekade terakhir, salah satunya berkaitan dengan sistem pemantauan drone untuk menjaga jarak di keramaian.
Sementara itu, Dr. Masteria Yunovilsa Putra, peneliti bidang Bioteknologi Kesehatan di Pusat Penelitian Bioteknologi, BRIN, lahir di Padang pada tanggal 16 November 1984. Beliau telah mempelajari senyawa aktif dari keanekaragaman hayati laut yang berpotensi sebagai antikanker, antibakteri, dan antivirus. Upaya yang sedang dilakukannya berfokus pada pengungkapan potensi senyawa aktif dalam bahan alam untuk tujuan pengobatan. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Koordinator Penelitian Penemuan dan Pengembangan Obat dan Koordinator Kegiatan Uji Klinis Imunomodulator Herbal untuk Penanganan COVID-19 di LIPI. Sepanjang karir penelitiannya, Masteria telah mempublikasikan tidak kurang dari 43 artikel di jurnal internasional, 8 makalah konferensi, dan memperoleh 2 paten.
Indri Badria Adilina, peneliti di Pusat Penelitian Kimia, BRIN, menguasai bahasa Inggris, Jepang, Jerman, dan Prancis. Beliau memiliki spesialisasi dalam penelitian di bidang kimia, khususnya kimia hijau, katalisis, dan biomassa. Indri menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Chiba, Jepang, pada tahun 2013. Sebagai seorang peneliti, Indri telah menerima berbagai penghargaan nasional dan internasional, termasuk AONSA Young Research Fellowship (2020), ISIS Impact Awards (2019), L'Oreal-UNESCO for Women in Science National Fellowship (2013), dan Chiba University Environmental Award (2012).
Menurut Masteria, setiap negara membutuhkan ilmuwan yang dapat menjadi panutan bagi generasi muda. "Oleh karena itu, pemilihan ASD yang berusia di bawah 45 tahun merupakan salah satu langkah untuk mencari ilmuwan-ilmuwan potensial di tingkat ASEAN," ujarnya.
Lebih lanjut Indri Badria Adilina menjelaskan bahwa jaringan ASD juga berfungsi sebagai platform untuk menumbuhkan pemahaman yang erat di antara para ilmuwan di negara-negara ASEAN. "Di Asia Tenggara banyak sekali ilmuwan-ilmuwan yang handal, terutama ilmuwan muda. Oleh karena itu, diperlukan sebuah wadah untuk memfasilitasi diskusi yang lebih produktif di antara mereka, untuk bersama-sama mencari solusi dari berbagai isu global yang sedang kita hadapi," ujar Indri.
ASD juga memberikan kesempatan bagi para peneliti untuk belajar bagaimana mengkomunikasikan hasil penelitian mereka secara efektif kepada para pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan. Menurut Indri, tujuan akhirnya adalah agar para peneliti dapat berkontribusi dalam membuat kebijakan berbasis sains untuk mengatasi isu-isu global.
"ASD Award memberikan wadah untuk memilih peneliti-peneliti handal di bidang keilmuan masing-masing yang juga berpotensi menjadi diplomat sains. Kami akan dilatih lebih lanjut mengenai diplomasi sains dan bagaimana berkontribusi dalam pembuatan kebijakan berbasis sains dengan para pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan," pungkas Indri.
Sumber: brin.go.id