Riset dan Inovasi

BRIN Bekerja Sama dengan PT Tuban Steel Work dalam Mengembangkan Peralatan Proses untuk Industri Migas dan Kimia di Dalam Negeri

Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 24 April 2024


Tangerang Selatan. Tim Humas BRIN melaporkan bahwa kebutuhan akan bahan bakar di Indonesia kini mencapai level yang sangat tinggi, terutama dengan volume impor minyak bumi yang hampir mencapai 400 ribu barel per hari. Untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan mencapai ketahanan energi, diperlukan peningkatan dalam industri kilang minyak di dalam negeri.

Saat ini, kapasitas produksi kilang minyak di Indonesia masih rendah, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 48 hari pada tahun 2013 dan diproyeksikan akan turun menjadi 38 hari pada tahun 2025. Untuk meningkatkan kapasitas produksi, pemerintah telah meluncurkan proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) bersama dengan pembangunan kilang minyak baru (Grass Root Refinery). Dengan revitalisasi 5 kilang di Cilacap, Balikpapan, Plaju, Balongan, dan Dumai, produksi diperkirakan akan meningkat sebesar 150%.

Pembangunan kilang-kilang ini juga membutuhkan peralatan proses yang dapat meningkatkan ekonomi dalam negeri jika diproduksi di dalam negeri. Salah satu peralatan yang sering diperlukan adalah process column vessel dan peralatan internalnya, yang saat ini sebagian besar diimpor dari luar negeri.

BRIN, melalui Pusat Riset Teknologi Industri Proses dan Manufaktur Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM), telah menjalin kemitraan dengan PT Tuban Steel Work untuk mengembangkan peralatan proses untuk industri minyak, gas bumi, dan kimia. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) di Gedung B.J. Habibie, Thamrin, Jakarta Pusat, pada Jumat (17/11).

Hens Saputra, Direktur Pusat Penelitian Industri Proses dan Teknologi Manufaktur, mengungkapkan bahwa kerja sama riset ini sebenarnya menggabungkan potensi BRIN, pengalaman penelitian, fasilitas laboratorium, dan simulasi teknis dengan pengalaman manufaktur PT Tuban Steel Work (TWS). Kombinasi ini bertujuan untuk lebih mengembangkan penelitian BRIN agar dapat digunakan oleh produsen dalam negeri dalam mendukung proyek pembangunan pabrik kimia dan migas di Indonesia, serta potensial untuk diekspor ke negara lain. Kerja sama ini diharapkan juga dapat meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) peralatan proses, yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja terampil di industri proses migas dan kimia.

Selanjutnya, I Ketut Parwatha, Direktur PT Tuban Steel Work (TSW), menyatakan bahwa kerja sama ini akan memberikan dampak positif tidak hanya bagi BRIN dan PT TSW, tetapi juga bagi bangsa dan provinsi. Meningkatkan TKDN dan mengurangi ketergantungan terhadap impor adalah prioritas yang penting, serta meningkatkan kemampuan teknologi dalam negeri untuk bersaing secara global.

Komisioner Surat Indrijalso menegaskan pentingnya kerjasama penelitian ini, yang tidak hanya penting dalam penandatanganan PKS, tetapi juga dalam memperhatikan faktor TKDN dan infrastruktur pendukung lainnya. Fokus pada rantai pasokan dalam negeri sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan industri lokal. Dalam hal ini, produk yang dihasilkan dari kerja sama ini harus dapat dimanfaatkan secara luas oleh pasar domestik, sehingga mendukung upaya penguatan ekonomi dalam negeri.

Langkah-langkah selanjutnya termasuk perbaikan atau penyempurnaan desain peralatan kolom internal yang sudah ada, penelitian dan inovasi untuk mendapatkan desain baru, pengujian kinerja prototipe, dan pengajuan kekayaan intelektual terkait. Kerja sama ini diharapkan juga dapat meningkatkan TKDN pabrik pengolahan Indonesia yang saat ini masih rendah, serta menciptakan lapangan kerja berkualitas di bidang peralatan proses.
 

Sumber: www.brin.go.id

Selengkapnya
BRIN Bekerja Sama dengan PT Tuban Steel Work dalam Mengembangkan Peralatan Proses untuk Industri Migas dan Kimia di Dalam Negeri

Riset dan Inovasi

Penemuan Spesies Katak Microhyla Sriwijaya oleh Akademisi UGM di Belitung dan Lampung

Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 24 April 2024


Satu lagi penambahan katak jenis baru dari Indonesia yang ditemukan di Pulau Belitung dan Lampung telah diterbitkan di Jurnal Zootaxa pada 2 September 2021 yang lalu. Pubikasi tersebut merupakan bagian dari penelitian disertasi dosen Fakultas Biologi UGM yaitu Rury Eprilurahman dari Laboratorium Sistematika Hewan. Di bawah bimbingan Prof. Rosichon Ubaidillah, M.Phill., Ph.D. (LIPI), Dr. Amir Hamidy, M.Sc. (LIPI) dan Dra. Tuty Arisuryanti, M.Sc., Ph.D (UGM), Rury melaksanakan penelitian disertasi tentang sistematika katak yang berukuran kecil dari Genus Microhyla menggunakan karakter morfologi, molekuler dan akustik (suara).

Penelitian dan publikasi tersebut merupakan kerjasama yang terjalin baik antara LIPI (saat ini menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional – BRIN) dan Fakultas Biologi UGM dengan melibatkan peneliti dari beberapa institusi lain antara lain Universitas Bengkulu, University of DelhiKyoto UniversityBelitung Biodiversity Observer Foundation, dan University of Texas at Arlington Amerika Serikat. Menurut Amir, “Publikasi ini merupakan kolaborasi yang baik pada level nasional dan internasional untuk mendeskripsikan jenis baru tersebut karena konsep keahlian suatu jenis tidak dapat hanya sendiri, kita harus menjalin kerjasama dengan para pakar”.

Katak yang ditemukan dan dideskripsikan sebagai jenis baru merupakan anggota dari kelompok jenis Microhyla achatina yang berkerabat dekat dengan Microhyla orientalis. Individu jantan Microhyla sriwijaya memiliki ukuran 12,3 hingga 15,8 mm, moncong tumpul membulat dan memiliki tanda corak di punggung berwarna coklat kemerahan atau oranye dengan tuberkel kulit yang menonjol. Spesimen katak tersebut merupakan koleksi Museum Zoologi Bogor yang ditemukan pada tahun 2018 dan 2019 di perkebunan kelapa sawit Pulau Belitung dan Lampung oleh tim peneliti herpetologi gabungan antar beberapa institusi yang dikoordinir oleh LIPI.  Nama jenis “sriwijaya” diambil mengacu pada nama Kerajaan Sriwijaya yang merupakan kerajaan terbesar di wilayah Melayu pada jamannya.

“Indonesia sebagai wilayah tropis masih menyimpan misteri keanekaragaman hayati yang selalu menunggu untuk diungkap. Dengan ditemukannya Microhyla sriwijaya, Pulau Sumatra dan sekitarnya layak disebut sebagai salah satu hotspot biodiversitas katak Microhyla,” kata Rury.

“Jenis tersebut merupakan jenis ke-47 dari genus Microhyla yang dikenal di dunia sampai saat ini. Survei lebih lanjut di wilayah Sumatra masih sangat diperlukan untuk menambahkan informasi luasan sebaran dan menentukan rekomendasi status konservasinya,” tambahnya.
 

Sumber: biologi.ugm.ac.id

Selengkapnya
Penemuan Spesies Katak Microhyla Sriwijaya oleh Akademisi UGM di Belitung dan Lampung

Riset dan Inovasi

Limbah Farmasetika di Teluk Jakarta: Masalah Lingkungan yang Mendesak

Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 24 April 2024


Sebuah tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta University of Brighton UK telah merilis hasil studi pendahuluan mengenai kualitas air laut di beberapa lokasi yang terkena dampak limbah buangan. Hasil studi tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal Marine Pollution Bulletin dengan judul "Konsentrasi Tinggi Parasetamol di Perairan Terdominasi Limbah Teluk Jakarta, Indonesia". Studi ini, yang dilakukan oleh Dr. Wulan Koagouw (BRIN, UoB), Prof. Zainal Arifin (BRIN), Dr. George Olivier (UoB), dan Dr. Corina Ciocan (UoB), menginvestigasi kontaminan air di empat lokasi di Teluk Jakarta: Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing, serta satu lokasi di Pantai Eretan, Jawa Tengah.

Temuan studi menunjukkan bahwa beberapa parameter nutrisi seperti Amonia, Nitrat, dan total Fosfat telah melampaui standar kualitas air laut Indonesia. Selain itu, Parasetamol terdeteksi di dua lokasi, yaitu muara sungai Angke (610 ng/L) dan muara sungai Ciliwung Ancol (420 ng/L), keduanya di Teluk Jakarta. Temuan ini meningkatkan kekhawatiran akan risiko lingkungan yang terkait dengan paparan jangka panjang terhadap organisme laut di Teluk Jakarta.

Parasetamol merupakan salah satu zat yang berasal dari produk farmasi yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia tanpa resep dokter. Menurut Zainal Arifin, anggota tim peneliti dari BRIN, sumber Parasetamol di perairan Teluk Jakarta dapat berasal dari tiga sumber utama: konsumsi berlebihan oleh masyarakat, limbah rumah sakit, dan industri farmasi. Namun, dampak Parasetamol terhadap lingkungan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi Parasetamol di Teluk Jakarta relatif tinggi dibandingkan dengan pantai-pantai di negara lain, seperti Brazil dan Portugal. Meskipun demikian, perlu penelitian lebih lanjut untuk memahami dampaknya terhadap biota laut. Zainal menekankan perlunya tindakan untuk mengurangi limbah obat-obatan atau farmasi yang masuk ke dalam air sungai dan laut. Dia mengatakan bahwa penguatan regulasi tatakelola pengelolaan air limbah dan tanggung jawab publik dalam pembuangan sisa obat-obatan sangatlah penting untuk menjaga kesehatan manusia dan lingkungan.
 

Sumber: www.brin.go.id

Selengkapnya
Limbah Farmasetika di Teluk Jakarta: Masalah Lingkungan yang Mendesak

Riset dan Inovasi

BRIN Merancang Rencana Strategis untuk Pengembangan Antariksa Hingga Tahun 2045

Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 24 April 2024


Direktur Jenderal Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Toli Handko, menekankan pentingnya pembuatan peta jalan untuk pengembangan antariksa Indonesia hingga tahun 2045. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan yang memandatkan hal tersebut. Menurut Handko, BRIN memiliki tanggung jawab utama dalam melaksanakan berbagai kewajiban yang tercantum dalam undang-undang tersebut, sehingga diperlukan percepatan dalam pengembangan kebijakan antariksa menuju tahun 2045.

Dalam acara konferensi pembuatan peta jalan luar angkasa di Indonesia yang diselenggarakan di Kantor Kawasan Sains BRIN Sarwono Prawirohardjo, Jakarta pada Kamis, 7 Maret, Handko juga menyampaikan bahwa kegiatan keantariksaan mendukung berbagai sektor di Indonesia seperti pertanian, kelautan, perikanan, pengawasan darat, dan kebencanaan. Namun, arah kebijakan saat ini masih melihat ruang angkasa hanya sebagai sistem pendukung dan bukan sebagai bidang tersendiri, sehingga diperlukan upaya untuk memfasilitasi pembuatan peta jalan antariksa yang relevan.

Deputi Pembangunan BRIN, Mego Pinandito, menambahkan bahwa dalam konferensi tersebut dibahas beberapa topik seperti program penginderaan jauh, satelit, penerbangan, komersialisasi ruang angkasa, roket dan peluncuran, ilmu antariksa, dan isu-isu strategis lainnya. Melalui acara ini, diharapkan dapat terhimpun pandangan dan kebutuhan dari berbagai sektor untuk merancang peta jalan antariksa hingga tahun 2045 yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Erna Sri Adinsi, Direktur Utama INASA, juga menyampaikan beberapa poin penting terkait pemetaan kebutuhan program antariksa, penanggulangan lingkungan ruang strategis, dan rekomendasi lainnya. Salah satu tindak lanjut yang direkomendasikan adalah perlunya mempercepat pembuatan peta jalan antariksa, pencapaian tujuan penginderaan jauh dalam lima tahun, akses terhadap ruang angkasa sebagai tujuan jangka panjang, serta partisipasi swasta/industri dalam kegiatan keantariksaan.

Diharapkan bahwa dengan adanya acara ini, dapat terus terjalin komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk menyusun Roadmap Antariksa 2045 yang memenuhi kebutuhan dan mendukung perkembangan antariksa Indonesia ke depannya.
 

Sumber: www.brin.go.id

Selengkapnya
BRIN Merancang Rencana Strategis untuk Pengembangan Antariksa Hingga Tahun 2045

Riset dan Inovasi

Indonesia dan Korea Bekerjasama dalam Studi Ekonomi Lingkungan untuk Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim

Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 24 April 2024


Indonesia bertekad mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030 sebagai bagian dari upaya global menghadapi pemanasan global. Untuk itu, kerjasama lintas negara, termasuk antara lembaga riset di Indonesia dan Korea, menjadi sangat penting. Dalam rangka memperingati 50 tahun hubungan diplomatik antara kedua negara, Indonesia dan Korea telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dalam Global Korea Forum (GKF) di Seoul pada tanggal 22 November. Fokus kerjasama ini adalah penelitian bersama dalam bidang Ekonomi Sirkular di sektor Energi dan Manufaktur.

Kerjasama ini diprakarsai oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia, Korea Institute of Industrial Technology (KIET), dan Cheil Jedang Korea. Ketiga lembaga ini akan bekerja sama dalam penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi ekonomi sirkular. Presiden Korea Institute for Industrial Economics and Trade (KIET), Ju Hyeon, menekankan pentingnya kerjasama ini dalam konteks kemitraan internasional, khususnya dalam hal ekonomi sirkular, terutama dalam bidang Polimer Biodegradable.

Ju Hyeon menyoroti pencapaian signifikan yang telah dicapai melalui kerjasama erat antara Indonesia dan Korea, dengan perdagangan bilateral yang mencapai rekor tertinggi tahun lalu. Ia menegaskan peran penting ekonomi sirkular dalam mencapai netralitas karbon sebagai respons terhadap pemanasan global. Haznan Abimanyu, Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) BRIN, menekankan urgensi kolaborasi dalam mengatasi tantangan global. Ia menyatakan optimisme terhadap komitmen ketiga organisasi terkemuka ini untuk bekerja bersama demi kebaikan yang lebih besar, terutama dalam menangani isu energi, manufaktur, dan keberlanjutan.

Haznan menyoroti pentingnya MOU sebagai tanda komitmen untuk bertindak, bukan hanya sebagai dokumen formal belaka. Ia menekankan pentingnya semangat kemitraan, dialog terbuka, dan tanggung jawab bersama untuk mencapai terobosan dalam membangun masa depan ekonomi sirkular. Kerjasama dengan sektor swasta, Cheil Jedang Korea, juga diapresiasi karena kontribusinya dalam pengembangan Polimer Biodegradable, yang merupakan salah satu aspek kunci dalam mewujudkan ekonomi sirkular. Diharapkan kerjasama ini akan memberikan dampak positif jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan di kedua negara.
 

Sumber: www.brin.go.id

Selengkapnya
Indonesia dan Korea Bekerjasama dalam Studi Ekonomi Lingkungan untuk Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim

Riset dan Inovasi

Pertanian Berkelanjutan dan Penerapan Ekonomi Sirkular di Kabupaten Kobar

Dipublikasikan oleh Muhammad Ilham Maulana pada 24 April 2024


Humas BRIN. Industri perkebunan kelapa sawit merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) Kalimantan Tengah. Saat ini banyak tanaman sawit milik petani yang umurnya lebih dari 25 tahun, artinya produktivitas tanaman akan turun karena umur tanaman tersebut sudah diatas umur produktivitas maksimal rata-rata kelapa sawit dan saatnya untuk dilakukan peremajaan melalui replanting. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Tengah menggalakkan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Program ini merupakan salah satu program Strategis Nasional sebagai upaya Pemerintah dalam meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan kelapa sawit nasional. Pemerintah menargetkan peremajaan (replanting) kebun sawit milik petani seluas 540.000 hektar hingga tahun 2024. Tak terkecuali Kab. Kobar juga menerima alokasi anggaran untuk kegiatan replanting dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Dampak proses peremajaan sendiri tidak bisa langsung dirasakan, mengingat tanaman sawit mulai berproduksi aktif sekitar umur 4-5 tahun. Untuk itu diperlukan pertumbuhan sumber-sumber ekonomi baru. Kepala Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup (PR SPBPDH) BRIN, Nugroho Adi Sasongko menyebut bahwa BRIN saat initTengah melakukan penelitian terkait ekonomi sirkular sebagai alternatif waktu tunggu masa peremajaan sawit. “Riset ini terkait optimalisasi pemanfaatan area replanting sawit untuk pengembangan jagung dan ternak unggas guna mewujudkan ekonomi sirkular masyarakat di Kab. Kobar,” ujar Nugroho saat membuka kegiatan sosialisasi pemaparan hasil riset tersebut pada Minggu, (26/11). Menurut Nugroho, kegiatan ekonomi sirkular adalah kegiatan ekonomi yang berwawasan lingkungan, yaitu melalui pengembangan industri hijau. Model yang digunakan adalah dengan berupaya memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku, dan sumber daya yang ada agar dapat dipakai selama mungkin. Implementasi ekonomi sirkular di lapangan adalah pengurangan timbunan limbah dan polusi, ungkapnya.

Kegiatan penelitian yang dilaksanakan terkait dengan kegiatan pertanian terpadu (integrated farming) yang berorientasi lingkungan. Saat ini permasalahan lingkungan menjadi isu yang strategis tak terkecuali pada sektor pertanian. Karena lingkungan merupakan suatu ekosistem yang memang harus dijaga kelestasiannya. Selain itu perubahan iklim global juga selalu menjadi isu sentral di bidang pertanian. “Menyikapi dinamika tersebut konsep pertanian berkelanjutan dipandang sebagai solusi dan salah satu contohnya adalah kegiatan integrated farming yang sedang kami lakukan di Kab. Kobar ini dengan memunculkan kegiatan ekonomi sirkular pedesaan,” pungkas Nugroho.

Dalam kesempatan yang sama, periset PR SPBPDH, Ermin Widjaja menyampaikan, bahwa riset ini baru berjalan satu tahun, tapi idealnya untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, setidaknya riset berjalan selama dua tahun, namun demikian hasil sementara yang diperoleh sudah dapat memberikan gambaran prospek dari kegiatan tersebut. Tersedianya lahan sela sangat luas di area replanting bisa dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas lain baik berupa tanaman pangan maupun tanaman hortikultura selagi tanaman sawit belum berbuah (umur 3-4 tahun). Sehingga dapat memunculkan kegiatan ekonomi baru selama tanaman sawit belum menghasilkan. “Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan rintisan kegiatan ekonomi sirkular kelompok tani sawit peserta PSR yang mampu meningkatkan pendapatan lebih dari 50%. Di sini kami tidak sendiri, tetapi berkolaborasi dengan pusat riset lainnya di BRIN, yaitu Pusat Riset Veteriner, Pusat Riset Mikrobiologi Terapan, Pusat Riset Tanaman Pangan, dan Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan,” papar Ermin.

Ermin lalu melanjutkan bahwa dampak ekonomi sirkular ini kemudian diukur melalui riset yang telah berjalan satu tahun. Namun, Ia menyebut bahwa idealnya untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, setidaknya riset berjalan selama dua tahun. “Namun demikian hasil sementara yang diperoleh sudah dapat memberikan gambaran prospek dari kegiatan ekonomi sirkular tersebut. Tersedianya lahan sela sangat luas di area replanting bisa dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas lain baik berupa tanaman pangan maupun tanaman hortikultura selagi tanaman sawit belum berbuah (umur 3-4 tahun). Sehingga dapat memunculkan kegiatan ekonomi baru selama tanaman sawit belum menghasilkan,” lanjut Ermin.

Rintisan kegiatan ekonomi sirkular yang juga dijadikan sebagai percontohan dilakukan dengan melibatkan 20 anggota kelompok tani yang berada di Kab. Kobar. “Kegiatan yang dilakukan meliputi budidaya jagung di area replanting sawit berumur 1 tahun seluas 20 ha. Lalu juga ada pembuatan pupuk organik yang diperkaya dengan mikroba, dengan bahan dasar limbah pabrik kelapa sawit seperti abu boiler, solid sawit, serat perasan buah/fiber, kotoran ayam dan decomposer. Selain itu ada budidaya ayam petelur sebanyak 1000 ekor dengan menggunakan campuran pakan lokal untuk menekan harga pakan pabrik yang mahal,” ungkap Ermin

Ermin menyebut bahwa dari kegiatan tersebut memberikan sumber penghasilan baru untuk petani sawit yang terintegrasi dengan usaha lainnya, sehingga menghasilkan ekonomi sirkular yang menambah pendapatan petani, dengan sumber pendapatan berupa produksi jagung, produksi telur dan produksi pupuk organik yang memiliki pangsa pasar bagus. Kegiatan ini dapat dilakukan pada masyarakat sawit yang sudah berkelompok dan tergabung pada kelembagaan yang memiliki modal seperti KUD. Hal ini dikarenakan modal yang diperlukan cukup besar untuk kegiatan replanting yang terintegrasi dengan komoditas jagung dan ternak unggas secara terpadu dan berkelanjutan, sehingga memerlukan dukungan dari pemerintah.

Ermin berharap, kegiatan ini bisa menjadi model dan bisa direplikasi lokasi lain yang memiliki potensi yang serupa dan komoditasnya (tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan lain-lain) disesuaikan dengan peluang kegiatan bisnis di lokasi tersebut. Mengingat hasil kegiatan pertanian terpadu yaitu produksi tanaman sela jagung, produksi pupuk organik dan produksi telur dari budidaya ayam petelur dengan pakan introduksi dapat meningkatkan pendapatan lebih dari 100%. “Untuk mengetahui keberlanjutan kegiatan integrasi ini secara terukur dilakukan analisis dengan menggunakan metode Multidimension Scale (MDS) dengan hasil indek keberlanjutannya masuk dalam kategori baik (good sustainability). Analisis dampak lingkungannya dilakukan dengan Life Cycle Assessment (LCA) dan emisi gas rumah kaca sedang dalam pelaksanaan,” terang Ermin. Dengan demikian, kegiatan pertanian yang berkelenjutan dengan kegiatan ekonomi sirkular yang menjadi tujuannya bisa menjadi penggerak ekonomi wilayah dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, pungkasnya.
 

Sumber: www.brin.go.id

Selengkapnya
Pertanian Berkelanjutan dan Penerapan Ekonomi Sirkular di Kabupaten Kobar
« First Previous page 10 of 14 Next Last »