Dampak dari perubahan iklim terhadap sumber daya air saat ini sangat luar biasa. Adanya berbagai fenomena perubahan iklim menyebabkan tekanan pada sumber daya air meningkat sehingga mengakibatkan krisis lahan dan air. Hal inipun menjadi perhatian seluruh dunia. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam hal ini terus memperkuat riset dan inovasi guna memberikan solusi terhadap krisis air.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN, Mego Pinandito menyebutkan perubahan iklim berdampak pada proses hidrologi dan sumber daya air di antaranya terhadap perubahan siklus air, kenaikan suhu bumi, kenaikan muka air dan terjadinya iklim ekstrim. Perubahan iklim di Indonesia sendiri ditandai dengan adanya peningkatan suhu 0,3 derajat celcius dan menurunnya curah hujan tahunan sebesar 2-3%.
Terkait hal tersebut, Indonesia sendiri memiliki rencana aksi nasional pengendalian perubahan iklim terkait sumber daya air. Terdapat pula lokasi prioritas ketahanan iklim dalam arah pembangunan nasional.
“Semua lembaga terkait melakukan pendekatan bersinergi dan berkolaborasi. Di antaranya dapat meningkatkan manajemen prasarana sumber daya air, mengembangkan disaster risk management banjir, tanah longsor dan kekeringan, meningkatkan manajemen dan mengembangkan prasarana sumber daya air untuk pengendalian daya rusak air, meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat tentang penyelamatan air dan meningkatkan penyediaan dan akses terhadap data dan informasi terkait dampak perubahan iklim,” urai Mego dalam Konferensi Pers Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) “Road to 10th World Water Forum”, Rabu (14/03), di Jakarta.
Lebih lanjut ia menyebutkan, peran BRIN dalam konteks riset dan inovasi dilakukan dalam beragam bentuk mulai dari hulu sampai hilir dengan berbagai pengembangan teknologi. Peran riset dan inovasi untuk ketahanan air nasional dapat dilihat dari sumber air (water resource), kemudian apa yang harus dilakukan (misal untuk air hujan), dan kemudian bagaimana mengelola hasil tampungan air tersebut dalam skala kecil maupun besar.
Dalam hal ini, BRIN juga telah melakukan kolaborasi dalam pemanenan air hujan (PAH) di Tarakan bersama kementerian/lembaga terkait. Kemudian periset BRIN juga telah menghasilkan inovasi Arsinum Mobile, yakni teknologi 3 penyaringan + UV berkapasitas 5.000 liter air siap minum dari bahan baku air sumur/banjir/sungai, dll menjadi air bersih yang digunakan untuk melayani daerah bencana. Serta Airsinum Statis yang melayani air siap minum kantor, asrama, pesantren, dan lain-lain.
BRIN juga mendorong upaya pengembangan inovasi penangkap embun kabut, proyek pemompaan air bawah tanah di Gunung Kidul, dan teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang merupakan intervensi proses pertumbuhan awan untuk menambah atau mempercepat curah hujan dengan penyemaian garam di udara. Kemudian ada pula efisiensi pemanfaatan air dengan integrated smart agriculture, pemetaan sumber air tanah dengan geolistrik, monitoring air tanah spatio temporal menggunakan data satelit dan ANN, dan riset metal organic framework (MOF) untuk menangkap uap air yang tengah dikembangkan.
Dukungan BRIN juga diberikan secara penuh pada kegiatan World Water Forum ke-10 yang akan diselenggarakan pada 18 - 24 Mei 2024 mendatang di Bali.
“BRIN menginginkan semua ini tidak hanya dilakukan kita sendiri, tapi bagaimana pada saat nanti di World Water Forum (WWF) kita mengundang periset-periset kemudian masyarakat internasional untuk bisa bergabung bersama melakukan riset, pengamatan dan pengembangan terkait teknologi air bersih. Kemudian juga bagaimana social engineering yang bisa dilakukan Indonesia. Kami juga sudah menyiapkan berbagai skema kerja sama dan skema untuk mengundang mitra-mitra. Bahkan sampai menyiapkan program degree master maupun doktoral yang nantinya akan menjadi bagian penting dalam science diplomacy Indonesia,” tutup Mego.
Sumber: https://brin.go.id/