Studi Perubahan Iklim dan Siklus Biogeokimia Penting untuk Susun Strategi Mitigasi dan Adaptasi

Dipublikasikan oleh Nadia Pratiwi

10 Mei 2024, 06.08

Sumber: brin.go.id

Peneliti Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aan Johan Wahyudi memaparkan topik keragaman hayati laut Indonesia, pada The 7th International Symposium JAAI, bertajuk “Peran JAAI Menuju Indonesia Emas 2045”, di Bogor, Kamis (7/3) lalu.

Menurutnya, menghadapi tantangan permasalahan laut akibat perubahan iklim memerlukan studi dampak perubahan iklim terhadap siklus biogeokimia.

Studi holistik ini menggarisbawahi adanya interaksi yang rumit antara perubahan iklim dan dinamika biogeokimia di perairan Indonesia.

“Pemahaman yang berbeda mengenai dampak-dampak ini sangat penting untuk menyusun strategi mitigasi dan adaptasi yang efektif dalam menghadapi krisis global yang sedang berlangsung,” ungkapnya.

Dia menekankan, hasil penelitian menggarisbawahi tren penurunan konsentrasi, yang dipengaruhi oleh makronutrien dan produktivitas primer, dengan potensi tidak langsung dampak dari kegiatan antropogenik dan pemanasan global.

Simposium ini merupakan kerja sama antara BRIN dengan Ikatan Alumni Japan Society for the Promotion of Science (JSPS) melalui organisasi JSPS Alumni Association of Indonesia (JAAI).

Acting President of JAAI Puspita Lisdiyanti mengungkapkan, kontribusi riset dan inovasi untuk terobosan baru sangat diperlukan untuk mewujudkan impian Indonesia Emas 2045.

“Pengalaman riset dan pengetahuan para narasumber serta adanya diskusi terkait pembangunan sumber daya manusia dan industri berbasis teknologi, seperti bioenergi dan bioteknologi tentunya akan sangat bermanfaat untuk menambah ide, gagasan, dan pengetahuan para peserta,” tuturnya.

Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN yang akrab disapa Lilis tersebut menambahkan, kegiatan yang dihadiri 112 peneliti dan pengajar dari Indonesia, Jepang, Malaysia, India, Thailand, Mesir, Filipina, dan Bangladesh tentunya akan menjadi media berbagi ilmu dan mendorong munculnya peluang kolaborasi yang sangat dibutuhkan para peneliti di Indonesia.

Skema Pendanaan Riset Kolaborasi dengan Jepang

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi BRIN Ajeng Arum Sari menginformasikan, para peserta simposium dapat memanfaatkan beberapa program pendanaan riset dan inovasi BRIN, melalui skema Kolaborasi Riset dan Inovasi Indonesia Maju (RIIM). Tahun anggaran 2024, BRIN telah merekomendasikan 12 proyek yang kini sedang diseleksi pihak Jepang.

“Ada tiga jenis kerja sama dengan lembaga pendanaan luar negeri. Pertama, joint call, misalnya e-ASIA, SEA-EU JFS, dan KONEKSI. Kedua pendanaan bersama, contohnya BMGF dan JST. Dan ketiga, program kolaboratif, contohnya SATREPS,” tuturnya.

Ajeng menjelaskan, SATREPS adalah contoh program kolaboratif Jepang dan Indonesia. Proyek SATREPS terbuka untuk semua peneliti Indonesia, dan pembiayaannya mencakup infrastruktur dan kegiatan penelitian yang memerlukan kolaborasi dengan universitas-universitas Jepang.

Simposium ini juga menghadirkan Peneliti Pusat Riset Eijkman dan Biologi Molekuler BRIN. Dirinya menjelaskan tentang penemuan obat antiparasit dan upaya identifikasi malaria dengan tes diagnotik cepat.

Sementara itu dari lembaga lain, hadir pula Kosuke Mizuno dari Kyoto University, Satria Gentur Pinandita dari PT Ajinomoto Indonesia, Evy Hariyadi dari PT. PLN, dan Ika Dewi Ana dari Universitas Gadjah Mada.

Sebagai informasi, selain menyelenggarakan simposium, Rapat Umum Majelis menjadi agenda terakhir dalam pertemuan internasional ini untuk memilih Presiden JAAI periode April 2024-Maret 2026. Berdasarkan rapat tersebut, Puspita Lisdiyanti terpilih menjadi Presiden JAAI periode selanjutnya. 

Sumber: https://brin.go.id/