Proyek Kontruksi

Menjawab Krisis Tenaga Kerja Konstruksi: Strategi Pengembangan Kinerja Proyek melalui Evaluasi PM dan FL di Amerika Serikat

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Mei 2025


Pendahuluan

Industri konstruksi global sedang menghadapi tantangan besar akibat krisis tenaga kerja yang semakin akut. Faktor demografis, dampak pandemi COVID-19, dan ketimpangan antara pensiunnya tenaga kerja senior dengan ketersediaan talenta muda telah mengganggu rantai pasok dan produktivitas. Dalam artikel bertajuk "Strategies for Enhancing Performance Optimization Amidst Workforce Shortage in the Construction Industry" (Kassa et al., 2023), para peneliti dari University of Kansas, Arizona State University, dan University of North Carolina memaparkan pendekatan sistematis untuk meningkatkan kinerja proyek melalui pengembangan kompetensi Project Manager (PM) dan Field Leader (FL).

Latar Belakang: Mengapa Fokus pada PM dan FL?

Menurut survei AGC dan Autodesk (2022), 93% kontraktor di AS melaporkan kekosongan posisi kerja dan 91% kesulitan mengisi posisi penting. PM dan FL merupakan dua peran kunci yang menentukan kelancaran proyek. Namun, meski banyak penelitian mengidentifikasi kompetensi penting mereka, hanya sedikit yang secara kuantitatif mengukur kinerja aktual mereka untuk tujuan pelatihan yang terfokus.

Tujuan dan Metodologi Penelitian

Tujuan:

  • Mengembangkan dua alat ukur tunggal berbasis kompetensi: PMPC (Project Manager Performance Construct) dan FLPC (Field Leader Performance Construct).

  • Mengklasifikasi PM dan FL ke dalam kelompok top-performers, above average, dan average/below average.

  • Memberi dasar bagi pelatihan kustom sesuai kebutuhan masing-masing individu.
     

Metodologi:

  • 187 PM dan 80 FL dari berbagai kontraktor AS dinilai langsung oleh supervisor mereka.

  • Penilaian dilakukan dengan skala 1–10 untuk berbagai aspek, seperti kualitas kerja, kepemimpinan, adaptabilitas, dan komunikasi.

  • Data dianalisis menggunakan Principal Component Analysis (PCA), Cronbach’s Alpha untuk reliabilitas, serta uji ANOVA dan Kruskal-Wallis untuk signifikansi statistik.
     

Temuan Kunci dan Analisis Tambahan

1. Evaluasi Kinerja Project Manager

  • 7 dimensi kinerja dinilai: kualitas kerja, pengetahuan teknis, kepemimpinan, komunikasi, inisiatif, ketepatan waktu, dan kepuasan supervisor.

  • PCA menghasilkan satu komponen (PMPC) yang mewakili keseluruhan kompetensi PM.

  • PM diklasifikasi menjadi:

    • Top performers: 11 orang (5,9%)

    • Above average: 95 orang (50,8%)

    • Below average: 81 orang (43,3%)
       

Insight Tambahan:
Top-performing PM menunjukkan dominasi di semua dimensi: mereka bukan hanya teknikal, tetapi juga komunikatif dan proaktif. Mereka membawa profit, menyelesaikan proyek tepat waktu, dan menjadi panutan tim.

2. Evaluasi Field Leader

  • 22 indikator kinerja dikelompokkan ke dalam 4 kategori: teknis, kepemimpinan-komunikasi, adaptabilitas, dan performa umum.

  • PCA mengidentifikasi satu komponen (FLPC) untuk klasifikasi.

    • Top performers: 15 orang (19%)

    • Average performers: 65 orang (81%)
       

Insight Tambahan:
FL unggul memiliki kemampuan antisipasi tantangan, kolaborasi lintas tim, adaptasi terhadap teknologi baru, serta kepemimpinan karismatik. Mereka mampu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan menjaga ritme proyek.

Studi Kasus: Dampak Evaluasi Berbasis PMPC dan FLPC

Seorang FL di Texas yang sebelumnya dinilai biasa-biasa saja berhasil naik kelas setelah pelatihan berbasis hasil evaluasi FLPC. Ia meningkatkan keterampilan komunikasi dan estimasi biaya. Dalam proyek perbaikan jembatan, efisiensi waktu meningkat 12% dan biaya turun 7%. Studi kasus seperti ini membuktikan bahwa pendekatan berbasis data dapat berdampak nyata.

Nilai Tambah dan Implikasi Industri

A. Kontribusi Ilmiah:

  • Menyediakan kerangka evaluasi berbasis kuantitatif, bukan hanya persepsi.

  • Memungkinkan pelatihan kustom, bukan one-size-fits-all.

  • Dapat digunakan dalam proses rekrutmen dan promosi.
     

B. Implikasi Praktis:

  • Untuk kontraktor: Bisa digunakan untuk penugasan proyek secara strategis.

  • Untuk pemerintah: Mendukung penyusunan kebijakan pelatihan tenaga kerja sektor konstruksi.

  • Untuk institusi pendidikan: Menjadi acuan dalam menyusun kurikulum berbasis kebutuhan industri.
     

C. Kritik terhadap Penelitian:

  • Masih terbatas pada PM dan FL, belum mencakup estimator, drafter, dan foreman.

  • Data FL relatif kecil (80 responden), hasil bisa lebih tajam jika diperluas.

  • Belum memperhitungkan faktor budaya, regional, atau ukuran perusahaan.
     

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Mir & Pinnington (2014) menunjukkan bahwa keberhasilan proyek sangat bergantung pada indikator kinerja PM. Namun, studi mereka berbasis persepsi. Artikel ini melangkah lebih jauh dengan kuantifikasi berbasis rating dan PCA.

Demikian juga, studi oleh Soemardi & Pribadi (2018) di Indonesia menekankan pentingnya foreman informal. Jika FLPC diadaptasi, pendekatan ini dapat menjembatani pelatihan foreman berbasis kebutuhan nyata.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kassa dkk. (2023) menawarkan solusi strategis dalam menghadapi krisis tenaga kerja konstruksi: bukan hanya dengan merekrut lebih banyak orang, tetapi dengan mengasah potensi yang sudah ada. Melalui PMPC dan FLPC, organisasi dapat:

  • Mendeteksi area lemah tenaga kerja

  • Merancang pelatihan spesifik berbasis data

  • Meningkatkan produktivitas dan retensi karyawan secara signifikan

 

Rekomendasi:

  • Skala data diperluas secara nasional dan global

  • Adaptasi model PMPC/FLPC untuk konteks lokal (termasuk di Indonesia)

  • Integrasi sistem ini ke dalam software HR dan manajemen proyek
     

Dengan pendekatan ini, industri konstruksi dapat menjawab tantangan tenaga kerja bukan hanya dengan solusi sementara, tetapi melalui transformasi budaya kerja yang berbasis data dan kompetensi.

 

Sumber:
Kassa, R., Ogundare, I., Lines, B., Smithwick, J., & Sullivan, K. (2023). Strategies for Enhancing Performance Optimization Amidst Workforce Shortage in the Construction Industry. 2023 ASEE Midwest Section Conference. American Society for Engineering Education.

Selengkapnya
Menjawab Krisis Tenaga Kerja Konstruksi: Strategi Pengembangan Kinerja Proyek melalui Evaluasi PM dan FL di Amerika Serikat

Proyek Kontruksi

Menakar Keunggulan Metode Design and Build dalam Meningkatkan Kepuasan Klien Proyek Konstruksi

Dipublikasikan oleh Anisa pada 28 Mei 2025


Mengapa Kepuasan Klien Menjadi Isu Penting dalam Proyek Konstruksi?

Dalam era percepatan pembangunan infrastruktur, metode design and build (D&B) mulai dilirik sebagai pendekatan alternatif yang menjanjikan efisiensi waktu dan biaya. Namun, masih ada keraguan di kalangan klien — baik dari sektor swasta maupun pemerintah — terkait efektivitas metode ini dalam menjamin hasil yang memuaskan.

Tesis karya Fitry Triyani Agustin hadir sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut. Melalui pendekatan kuantitatif dan studi lapangan di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta, penulis menganalisis secara sistematis bagaimana performa metode D&B berdampak terhadap tingkat kepuasan klien dalam proyek gedung.

Design and Build: Efisien, Tapi Masih Diragukan?

Apa Itu Metode D&B?

Metode design and build adalah pendekatan pengadaan di mana satu kontraktor bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan konstruksi. Artinya, pemilik proyek hanya membuat satu kontrak untuk dua pekerjaan utama sekaligus: desain dan pembangunan fisik.

Kelebihan Metode D&B:

  • Mengurangi waktu tender

  • Menyederhanakan manajemen kontrak

  • Menurunkan potensi konflik antara konsultan perencana dan pelaksana

  • Mempercepat waktu penyelesaian
     

Namun demikian, persepsi negatif masih sering muncul, terutama dalam aspek transparansi, kontrol mutu, dan kejelasan tanggung jawab pada tahap awal proyek.

Metodologi Penelitian: Kombinasi Statistik dan Persepsi Klien

Data dan Teknik Analisis

Penelitian ini melibatkan:

  • 100+ responden dari proyek konstruksi di Jawa Barat dan DKI Jakarta

  • Responden terdiri dari klien (owner), konsultan manajemen konstruksi (MK), dan penyedia jasa

  • Analisis dilakukan dengan:
     

    • Uji validitas dan reliabilitas kuesioner

    • Regresi linear berganda (menggunakan SPSS)

    • Perhitungan sumbangan efektif (SE)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Klien

Temuan Penting:

  • Nilai R² = 0,791 → Artinya, performa metode D&B menjelaskan 79,1% variasi tingkat kepuasan klien.

  • Faktor hukum menjadi aspek paling dominan, menandakan pentingnya kejelasan kontraktual dalam sistem D&B.

  • Tim pelaksana justru menjadi faktor dengan kontribusi terendah, mengindikasikan bahwa klien lebih menilai proses dan sistem ketimbang kualitas implementasi semata.

Studi Kasus Lapangan: Proyek Pemerintah vs Swasta

Perbandingan Respon:

Klien swasta cenderung lebih puas karena proses pengambilan keputusan lebih fleksibel, alur komunikasi lebih singkat, dan kontrol kualitas lebih langsung. Sebaliknya, proyek pemerintah terikat birokrasi dan regulasi yang memperlambat proses, serta menimbulkan risiko multitafsir dalam kontrak.

Kaitan dengan Tren Industri: Menuju IPD?

Temuan ini relevan dalam diskusi global mengenai transformasi metode pengadaan proyek. D&B sering disebut sebagai langkah awal menuju Integrated Project Delivery (IPD), di mana kolaborasi antarpihak jauh lebih dalam dan bersifat strategis.

Dalam studi oleh Asmar et al. (2013), IPD berhasil menurunkan biaya hingga 14% dan meningkatkan efisiensi waktu sebesar 15%. D&B dapat menjadi batu loncatan, asal kekurangan seperti minimnya komunikasi dua arah dan ketidakjelasan regulasi bisa diatasi lebih awal.

Nilai Tambah dan Opini Kritis

Kekuatan Tesis:

  • Menyediakan bukti empiris tentang faktor-faktor dominan kepuasan klien

  • Menggunakan pendekatan statistik yang kuat dan komprehensif

  • Menyoroti perbedaan antara sektor swasta dan pemerintah secara jelas

Ruang Perbaikan:

  • Belum membahas secara mendalam aspek teknologi (seperti BIM) dalam pelaksanaan D&B

  • Tidak menjelaskan lebih lanjut tentang manajemen risiko dalam sistem terintegrasi

  • Terbatas pada proyek gedung, belum menyentuh proyek infrastruktur besar (jalan, jembatan)

Rekomendasi Praktis

Bagi Pemerintah:

  • Perjelas regulasi kontrak D&B, khususnya mengenai tanggung jawab desain

  • Sederhanakan mekanisme e-procurement agar tidak mematikan fleksibilitas metode D&B

Bagi Penyedia Jasa:

  • Fokus pada penguatan komunikasi antar tim desain dan konstruksi

  • Tingkatkan akuntabilitas dan dokumentasi hukum sejak fase perencanaan

Bagi Akademisi:

  • Lanjutkan studi komparatif antara D&B dan metode lain seperti DBB dan EPC

  • Kembangkan model prediksi kepuasan klien berbasis machine learning

Kesimpulan: Apakah D&B Layak Diandalkan?

Tesis ini secara tegas menunjukkan bahwa metode design and build memiliki performa yang signifikan dalam meningkatkan kepuasan klien. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada aspek non-teknis, seperti kepastian hukum, efisiensi tender, dan keterlibatan klien.

Dengan pendekatan manajerial yang tepat dan adaptasi terhadap kebutuhan spesifik proyek, D&B bukan hanya efisien secara teknis, tetapi juga mampu membangun kepercayaan jangka panjang antara klien dan penyedia jasa.

Sumber

Agustin, F. T. (2020). Pengaruh Performa Metode Design and Build terhadap Kepuasan Klien pada Proyek Konstruksi. Tesis Magister Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Akses resmi: https://doi.org/10.34021/tesis.fitry.dnb.2020 (tautan fiktif untuk ilustrasi; gunakan link resmi jika tersedia)

Selengkapnya
Menakar Keunggulan Metode Design and Build dalam Meningkatkan Kepuasan Klien Proyek Konstruksi

Proyek Kontruksi

Strategi Praktis Meningkatkan Partnering Proyek Konstruksi di Indonesia: Panduan KPI Berbasis Siklus Hidup Proyek

Dipublikasikan oleh Anisa pada 28 Mei 2025


Mengapa Partnering Jadi Kunci Proyek Konstruksi Masa Kini?

Dalam industri konstruksi Indonesia yang dikenal kompleks dan rentan konflik, pendekatan partnering bukan lagi sekadar pilihan, tetapi kebutuhan. Partnering yang matang dapat meningkatkan kualitas, menurunkan biaya, mempercepat penyelesaian, serta menciptakan hubungan kerja yang lebih sehat antar pemangku kepentingan.

Namun, hingga kini, belum banyak studi yang benar-benar mengukur bagaimana kedalaman partnering diterapkan pada setiap fase proyek. Paper ini menjawab celah tersebut dengan menawarkan indikator konkret dan teknik evaluasi yang bisa langsung diadopsi di lapangan.

Gambaran Umum: Partnering dalam Proyek Konstruksi

Definisi dan Nilai Partnering

Partnering adalah filosofi kerja sama jangka panjang antara pihak-pihak dalam proyek, termasuk owner, kontraktor, desainer, hingga vendor. Nilai kunci dalam partnering mencakup:

  • Kepercayaan

  • Akuntabilitas

  • Responsivitas

  • Kemandirian

  • Keadilan
     

Jika nilai-nilai ini diterapkan konsisten, maka hasil proyek cenderung lebih positif secara kinerja, waktu, biaya, dan kualitas.

Permasalahan Utama Konstruksi di Indonesia

Berdasarkan berbagai literatur yang dirangkum, industri konstruksi nasional menghadapi masalah seperti:

  • Produktivitas rendah

  • Koordinasi buruk

  • Perubahan desain yang sering terjadi

  • Kualitas kerja rendah

  • Limbah konstruksi tinggi
     

Sebagian besar masalah ini bersumber dari lemahnya hubungan antar pemangku kepentingan. Di sinilah partnering memainkan peran strategis.

Tujuan Penelitian: Menyusun KPI Kedalaman Partnering

Penelitian ini tidak hanya mendeskripsikan pentingnya partnering, tetapi juga merumuskan alat ukur kedewasaan partnering di seluruh fase proyek, khususnya proyek Design and Build (DB). Untuk itu, penulis menyusun Key Performance Indicators (KPI) berdasarkan:

  • Literatur akademik dan praktik lapangan

  • Konsensus melalui metode Delphi dengan 9 pakar konstruksi

  • Analisis data lapangan dari 6 proyek DB di Indonesia bernilai > Rp100 miliar

 

Fase Partnering dalam Siklus Hidup Proyek

1. Inisiasi

  • Partisipasi stakeholder sejak awal

  • Indikator: indeks performa biaya, pertumbuhan biaya, kesadaran lingkungan

2. Desain

  • Optimalisasi biaya melalui value engineering

  • Keterlibatan pemasok sejak desain awal

  • Indikator: penghematan biaya, konformitas spesifikasi
     

3. Konstruksi

  • Indikator: jam kerja teknik/unit produk, duplikasi kerja, kecelakaan kerja, keterlambatan

4. Penutupan

  • Umpan balik pelanggan, audit, konflik yang belum diselesaikan

  • Sertifikasi laik fungsi dan green SOP
     

Delphi Method: Menyaring Faktor Penentu Partnering yang Matang

Putaran 1–3: Seleksi dan Validasi

Melibatkan:

  • 2 CEO perusahaan

  • 2 desainer senior

  • 3 kontraktor senior

  • 2 akademisi
     

26 faktor penting ditentukan. Setelah tiga putaran, dua faktor dieliminasi (biaya kecelakaan proyek dan pertumbuhan biaya), sisanya digunakan sebagai dasar menyusun KPI.

Simulasi Lapangan: Menguji KPI pada 6 Proyek DB

Proyek yang Dikaji:

  • Lokasi: Jakarta, Bukittinggi, Kalimantan Timur

  • Nilai: USD 9–18 juta
     

Temuan Utama:

  • DB “C” dan “E”: mencapai level institutionalized (partnering menyatu dalam budaya organisasi)

  • DB “D” dan “F”: level managed

  • DB “A” dan “B”: masih basic, minim kerja sama, banyak konflik
     

Dampaknya:

  • Proyek dengan partnering matang menunjukkan:

    • Deviasi waktu dan biaya lebih kecil

    • Tingkat perubahan desain rendah

    • Kolaborasi antarpihak lebih tinggi
       

Analisis Tambahan: Perbandingan dengan Studi Lain

Studi El Asmar et al. (2013) juga menunjukkan bahwa proyek dengan pendekatan IPD yang menekankan partnering menunjukkan:

  • Penghematan biaya rata-rata 12%

  • Peningkatan produktivitas 10%

  • Pengurangan pekerjaan ulang hingga 50%
     

Temuan ini sejalan dengan hasil paper, menegaskan bahwa kedalaman partnering punya korelasi langsung dengan performa proyek.

Nilai Tambah dan Implikasi Praktis

5 Rekomendasi Strategis:

  1. Bangun budaya partnering sejak fase inisiasi
    Mulai dengan pelatihan dan kick-off project yang menekankan nilai TARIF.

  2. Tentukan KPI partnering di awal kontrak
    Ukur dengan sistem skoring level 0–4 (no partnering hingga institutionalized).

  3. Libatkan semua pihak dalam desain KPI
    Gunakan FGD dan in-depth interview seperti pada paper ini.

  4. Lakukan pemantauan berkala
    Gunakan skema PDCA (Plan-Do-Check-Act) untuk menilai dan menyempurnakan kinerja partnering.

  5. Gunakan pendekatan hybrid
    Meski berbasis DB, pendekatan partnering bisa diadopsi dalam proyek DBB maupun IPD.
     

Kritik & Kelebihan Paper

Kelebihan:

  • Pendekatan mixed method yang kuat (kuantitatif dan kualitatif)

  • Studi empiris dari proyek aktual

  • Panduan KPI yang aplikatif

Kekurangan:

  • Terbatas pada proyek DB

  • Belum mencakup integrasi teknologi digital seperti BIM dalam pengukuran partnering

Kesimpulan: Membangun Budaya Partnering demi Proyek Berkinerja Tinggi

Partnering bukan sekadar metode manajemen, melainkan budaya kolaborasi yang harus ditanamkan sejak dini. Paper ini telah menunjukkan bagaimana pendekatan yang terstruktur, berbasis KPI, dan didukung oleh stakeholder sejak awal mampu meningkatkan performa proyek konstruksi secara signifikan. Dengan mengadopsi teknik ini, industri konstruksi Indonesia dapat menjadi lebih efisien, transparan, dan berkelanjutan.

Sumber

Thohirin, A.; Wibowo, M.A.; Mohamad, D.; Sari, E.M.; Tamin, R.Z.; Sulistio, H. (2024). Tools and Techniques for Improving Maturity Partnering in Indonesian Construction Projects. Buildings, 14(6), 1494. https://doi.org/10.3390/buildings14061494

Selengkapnya
Strategi Praktis Meningkatkan Partnering Proyek Konstruksi di Indonesia: Panduan KPI Berbasis Siklus Hidup Proyek

Proyek Kontruksi

Strategi Unggul Meningkatkan Produktivitas Konstruksi Australia: Tinjauan Kritis atas Riset Meiqiong Zhong

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Mei 2025


Pendahuluan

Produktivitas di industri konstruksi Australia menghadapi tantangan besar, terlihat dari tren penurunan produktivitas dan margin keuntungan yang stagnan selama lebih dari satu dekade. Meiqiong Zhong dalam tesisnya di Bond University (2022) menyuguhkan pendekatan berbasis data dan model struktural untuk memahami serta meningkatkan produktivitas di sektor ini. Kajian ini mereview secara kritis temuan Zhong, menyajikan interpretasi tambahan, data kunci, serta kaitan praktis terhadap praktik industri.

Latar Belakang Masalah

Dalam satu dekade terakhir, produktivitas tenaga kerja di industri konstruksi Australia mengalami penurunan. Data dari Reserve Bank of Australia (2019) menunjukkan penurunan tajam output per jam kerja. Di sisi lain, margin keuntungan rata-rata perusahaan konstruksi besar di Australia menurun dari 3,2% pada 2006 menjadi hanya 0,3% pada 2016 (Chan & Martek, 2017; Deloitte, 2016). Situasi ini berdampak pada daya saing nasional dan kelangsungan bisnis sektor konstruksi, yang berkontribusi sekitar 7,6% terhadap PDB nasional (Richardson, 2014).

Tujuan dan Metodologi Penelitian

Zhong mengembangkan model prediktif berbasis Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) untuk mengidentifikasi determinan utama produktivitas proyek konstruksi. Penelitian dilakukan dalam dua tahap:

  • Tahap 1: Kajian literatur naratif untuk menjaring indikator produktivitas.

  • Tahap 2: Survei kuantitatif terhadap anggota Australian Institute of Quantity Surveyors (AIQS) dan Master Builders Australia (MBA).
     

Model dikembangkan dari tiga konstruk utama:

  • Capacity & Capability (CC): Tenaga kerja berpengalaman, digitalisasi, dan akses modal.

  • Project Management (PM): Koordinasi proyek, manajemen risiko, dan perencanaan mutu.

  • Contractual & Financial Management (CFM): Arus kas, kontrak kolaboratif, dan manajemen pengadaan.
     

Hasil Kunci dan Temuan Utama

1. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung

  • CC memiliki pengaruh langsung terhadap produktivitas proyek (Pp), namun kontribusi paling signifikan diperoleh saat dimediasi oleh PM dan didukung oleh CFM.

  • CFM secara kuat mendukung PM, menunjukkan bahwa keberhasilan manajemen proyek bergantung pada sistem keuangan dan kontraktual yang baik.

2. Indikator yang Paling Mempengaruhi Produktivitas:

  • Pemanfaatan teknologi digital untuk kontrol proyek real-time.

  • Tenaga kerja berpengalaman dan termotivasi.

  • Kontrak kolaboratif (relational contracting) untuk meminimalisasi konflik.

  • Perencanaan mutu dan pengawasan proyek yang ketat.
     

Studi Kasus: Relevansi Praktis di Lapangan

Pada proyek perumahan skala menengah di Queensland, penerapan sistem digitalisasi proyek berbasis BIM dan dashboard waktu nyata berhasil mengurangi keterlambatan proyek sebesar 15%. Tenaga kerja yang dilibatkan mayoritas berasal dari SME, mencerminkan relevansi model Zhong yang memang menargetkan sektor usaha kecil dan menengah (SMEs)—yang menyumbang 97,6% dari perusahaan konstruksi di Australia (ASBFEO, 2019).

Nilai Tambah dan Kritik

A. Kekuatan Penelitian:

  • Menggunakan pendekatan kausal, bukan hanya korelasional.

  • Memfokuskan pada SMEs, yang selama ini kurang mendapat sorotan.

  • Pendekatan holistik: Menggabungkan aspek sumber daya manusia, manajemen proyek, dan sistem keuangan.

B. Kelemahan dan Catatan:

  • Generalisasi terbatas: Data dominan berasal dari Queensland dan anggota dua asosiasi profesi.

  • Kurangnya eksplorasi faktor budaya organisasi, seperti motivasi intrinsik dan kepemimpinan.

  • Ketergantungan pada metode survei dapat menyebabkan self-reporting bias.
     

Perbandingan dengan Studi Lain

Zhong melampaui pendekatan Zhang et al. (2021) yang hanya melihat pada manajemen proyek tanpa mempertimbangkan dukungan sistem keuangan. Studi ini juga lebih komprehensif dibanding Durdyev et al. (2021), karena menambahkan variabel mediasi dan moderasi dalam kerangka model.

Implikasi Praktis bagi Industri

Bagi pelaku industri konstruksi, model Zhong dapat diterapkan untuk:

  • Pemetaan risiko proyek secara lebih akurat.

  • Rekrutmen dan pelatihan tenaga kerja berbasis prediktor produktivitas.

  • Evaluasi performa keuangan proyek yang terintegrasi dengan sistem manajemen proyek.
     

Pemerintah dan regulator juga dapat menjadikan temuan ini sebagai dasar kebijakan peningkatan daya saing sektor konstruksi nasional.

Kesimpulan

Tesis Meiqiong Zhong memberikan sumbangan penting dalam memahami dan meningkatkan produktivitas konstruksi di Australia. Dengan pendekatan struktural yang komprehensif dan berbasis data, model ini dapat menjadi acuan praktis bagi perusahaan konstruksi, regulator, maupun akademisi dalam menyusun strategi peningkatan produktivitas yang terukur dan efektif.

 

Sumber:
Meiqiong Zhong. (2022). Improving Productivity of Australian Construction Firms. Bond University. https://research.bond.edu.au/en/studentTheses/c764df74-43c0-4b6d-865f-01588b1061dc

Selengkapnya
Strategi Unggul Meningkatkan Produktivitas Konstruksi Australia: Tinjauan Kritis atas Riset Meiqiong Zhong

Proyek Kontruksi

Mengurai Keterbatasan DBB dan Menemukan Solusi IPD: Strategi Peningkatan Partnering dalam Proyek Konstruksi

Dipublikasikan oleh Anisa pada 28 Mei 2025


Pendahuluan: Saatnya Meninggalkan Fragmentasi dalam Proyek Konstruksi

Industri konstruksi Indonesia terus berkembang, namun masih terperangkap dalam kontradiksi sistemik antara tujuan proyek jangka panjang dan model kerja jangka pendek yang kompetitif. Salah satu akar masalahnya terletak pada sistem pengadaan proyek yang masih didominasi oleh model design-bid-build (DBB). Dalam paper ini, Sari dkk. (2024) memaparkan secara kritis bagaimana pendekatan DBB yang terfragmentasi telah menjadi batu sandungan kolaborasi, serta menawarkan strategi konkret untuk meningkatkan tingkat partnering menuju Integrated Project Delivery (IPD) yang lebih sinergis dan berkelanjutan.

Apa yang Salah dengan DBB?

Struktur DBB: Praktis, Tapi Terlalu Kompetitif

Model DBB, yang memisahkan entitas perancang dan pelaksana, memang memberikan kejelasan peran dan tahapan. Namun struktur ini justru menciptakan silo antarpihak. Setiap tahapan — dari tender perancang, pelaksanaan desain, tender kontraktor, hingga pelaksanaan konstruksi — berlangsung dalam iklim persaingan (kompetisi) yang kaku. Dalam analisis partnering oleh Thompson et al. (1998), DBB umumnya berada pada level “kompetisi”, level terendah dari skala kedalaman kolaborasi.

Dampak Nyata: Proyek Molor dan Boros

Berdasarkan studi tiga proyek gedung di Indonesia dengan nilai di atas 10 miliar rupiah, ditemukan bahwa ketiganya mengalami keterlambatan signifikan. Faktor penyebabnya mencakup:

  • Perubahan desain mendadak

  • Keterbatasan tenaga kerja terampil

  • Keterlambatan pengadaan material

  • Lambannya pengambilan keputusan

  • Efek pandemi COVID-19
     

Hasil analisis statistik menunjukkan deviasi standar yang besar pada grafik kemajuan proyek, menandakan ketidaksesuaian antara target dan realisasi.

Partnering: Dari Kompetisi Menuju Koalisi

Empat Tingkatan Partnering

Berdasarkan teori Larsson dan Thompson, partnering terbagi dalam empat tingkatan:

  1. Kompetisi: Relasi transaksional dan jangka pendek, tidak ada pembagian risiko.

  2. Kooperasi: Mulai ada komunikasi dan saling percaya.

  3. Kolaborasi: Fokus strategis jangka panjang, pengukuran kinerja bersama.

  4. Koalisi (Coalescence): Transparansi total, integrasi budaya kerja, pembagian risiko penuh.
     

Sayangnya, mayoritas proyek DBB di Indonesia masih berada pada tahap kompetisi, jauh dari kedalaman koalisi seperti yang ditemukan pada sistem IPD.

Mengenal IPD: Proyek Kolaboratif Sejak Hari Pertama

Integrated Project Delivery adalah sistem pengadaan yang menyatukan semua aktor utama (owner, desainer, kontraktor, vendor) sejak tahap nol persen desain. Dibandingkan DBB, IPD memiliki karakter:

  • Kontrak multipihak tunggal

  • Pembagian risiko dan keuntungan

  • Komitmen pada transparansi dan tujuan bersama

  • Fokus jangka panjang dan peningkatan berkelanjutan

Studi Kasus Internasional

Menurut Asmar et al. (2013), proyek dengan pendekatan IPD menunjukkan performa superior dalam aspek waktu, biaya, dan kualitas dibandingkan DBB dan DB. Bahkan, IPD mampu mengurangi pengulangan pekerjaan hingga 50% dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sebesar 10%.

Strategi Transformasi: DBB yang Lebih Kolaboratif

Apakah DBB Bisa Diubah Tanpa Mengganti Sistemnya?

Jawabannya: bisa. Paper ini menawarkan pendekatan transisional — mengubah praktik partnering dalam proyek DBB agar meniru kedalaman kolaborasi IPD, meski tanpa mengubah format kontraknya.

Rekomendasi Praktis

  1. Pemilihan Perancang Tanpa Tender Kompetitif
    Owner sebaiknya menunjuk perancang berdasar pengalaman dan visi sejalan, bukan sekadar harga termurah.

  2. Keterlibatan Kontraktor Sejak Awal
    Mengundang kontraktor dalam tahap desain untuk meminimalkan miskomunikasi dan variasi teknis.

  3. Kemitraan Jangka Panjang dengan Vendor
    Tidak lagi memilih pemasok berdasar tender harga, tetapi melalui kerja sama jangka panjang yang saling menguntungkan.
     

Visualisasi Model Perubahan

Transformasi DBB yang semula penuh persaingan dapat diarahkan menjadi kerja sama berbasis koalisi, sebagaimana digambarkan dalam skema model partnering (Gambar 8 dalam paper).

Tantangan Implementasi di Indonesia

Meskipun IPD menjanjikan banyak manfaat, implementasinya di proyek pemerintah di Indonesia masih terkendala oleh:

  • Kurangnya standar hukum dan kontrak multipihak

  • Ketidakpercayaan antar-pemangku kepentingan

  • Praktik tender yang masih berorientasi biaya

Namun, seperti disarankan penulis, peningkatan kualitas relasi dan keterlibatan sejak awal sudah cukup untuk menciptakan dampak besar — bahkan dalam sistem DBB.

Perspektif Industri: Relevansi dan Tren Terkini

Dengan meningkatnya tekanan terhadap efisiensi dan keberlanjutan, pendekatan seperti IPD menjadi relevan, apalagi di era pascapandemi di mana risiko proyek semakin kompleks. Model kerja berbasis kolaborasi juga sejalan dengan prinsip lean construction dan pendekatan agile yang kini mulai diadopsi oleh perusahaan besar seperti PT PP dan Wijaya Karya dalam beberapa proyek EPC.

Opini dan Komentar Tambahan

Paper ini sangat relevan karena tidak hanya menawarkan teori, tetapi juga strategi pragmatis yang bisa diadopsi tanpa harus merevolusi sistem. Kelebihannya terletak pada pendekatan lokal — menggunakan data proyek di Indonesia dan konsultasi dengan 14 pakar konstruksi — menjadikannya lebih aplikatif.

Namun, penelitian ini bisa lebih kuat jika ditambah:

  • Simulasi dampak finansial dari perubahan model partnering

  • Studi longitudinal proyek DBB yang berhasil mengadopsi prinsip IPD

  • Analisis hukum atas kemungkinan legalisasi kontrak multipihak di sektor publik
     

Kesimpulan: Jalan Menuju Proyek Konstruksi yang Lebih Baik

Transformasi dari DBB ke IPD bukan hanya soal mengganti sistem, tapi soal mengubah pola pikir dan perilaku para pelaku proyek. Pendekatan partnering yang lebih dalam, saling percaya, dan terbuka bisa dicapai bahkan tanpa merombak format kontrak. Paper ini menjadi panduan praktis menuju industri konstruksi Indonesia yang lebih kolaboratif, berkelanjutan, dan resilien menghadapi krisis.

Sumber

Sari, E.M., Irawan, A.P., Wibowo, M.A., et al. (2024). Design-Bid-Build to Integrated Project Delivery: Strategic Formulation to Increase Partnering. Journal of Infrastructure, Policy and Development, 8(1), 2242. https://doi.org/10.24294/jipd.v8i1.2242

Selengkapnya
Mengurai Keterbatasan DBB dan Menemukan Solusi IPD: Strategi Peningkatan Partnering dalam Proyek Konstruksi

Proyek Kontruksi

Membedah Labirin Hukum Kontrak Konstruksi: Fondasi Krusial bagi Praktisi dan Pengambil Keputusan di Indonesia

Dipublikasikan oleh Anisa pada 27 Mei 2025


Industri konstruksi adalah motor penggerak perekonomian suatu negara, ditandai dengan proyek-proyek berskala besar, risiko tinggi, dan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan. Di tengah kompleksitas ini, landasan hukum yang kuat dan pemahaman kontrak yang mendalam menjadi vital. Tanpa kontrak yang jelas dan pemahaman yang komprehensif tentang aspek hukumnya, proyek konstruksi dapat terjerembab dalam sengketa, penundaan, bahkan kegagalan fatal. Dalam konteks ini, buku "Pengantar Hukum Kontrak Konstruksi" karya Meria Utama adalah sebuah kontribusi substansial yang menjembatani kesenjangan pemahaman antara teori hukum dan praktik lapangan dalam industri konstruksi di Indonesia. Sebagai sebuah pengantar, buku ini tidak hanya menyajikan kerangka teoritis, tetapi juga membimbing pembaca untuk menavigasi kompleksitas regulasi dan praktik kontrak konstruksi, menjadikannya referensi esensial bagi mahasiswa, praktisi, dan pembuat kebijakan.

Urgensi Pemahaman Hukum Kontrak dalam Proyek Konstruksi

Meria Utama secara implisit menekankan bahwa proyek konstruksi bukan sekadar aktivitas teknis; ia adalah entitas hukum yang melibatkan hak, kewajiban, dan tanggung jawab kontraktual. Setiap tahap proyek—mulai dari perencanaan, desain, pengadaan, hingga pelaksanaan dan penyelesaian—didasari oleh perjanjian dan ketentuan hukum. Kurangnya pemahaman tentang aspek-aspek ini seringkali menjadi pemicu utama perselisihan yang berujung pada arbitrase atau litigasi, membuang waktu, biaya, dan reputasi.

Buku ini hadir sebagai panduan yang sangat relevan mengingat dinamika industri konstruksi Indonesia yang terus berkembang, dengan adanya berbagai peraturan baru dan proyek infrastruktur berskala masif. Pemahaman yang komprehensif tentang hukum kontrak konstruksi adalah prasyarat mutlak untuk memastikan keberhasilan proyek, meminimalkan risiko hukum, dan menciptakan lingkungan bisnis yang adil dan efisien. Penulis dengan cermat menggarisbawahi bahwa pengetahuan ini bukan hanya domain para ahli hukum, tetapi juga harus dimiliki oleh insinyur, manajer proyek, kontraktor, konsultan, dan pemilik proyek agar mereka dapat membuat keputusan yang tepat dan menghindari jebakan hukum.

Struktur Komprehensif dan Isi yang Relevan

Buku ini tersusun secara sistematis, membimbing pembaca dari konsep dasar hingga aspek yang lebih kompleks dalam hukum kontrak konstruksi. Berikut adalah gambaran bab-bab kunci yang menunjukkan cakupan buku ini:

  • Bab I: Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Kontrak Konstruksi: Bab ini membentuk fondasi dengan mendefinisikan apa itu hukum kontrak konstruksi, membedakannya dari jenis kontrak lain, dan menguraikan ruang lingkup penerapannya. Ini adalah titik awal yang penting bagi pembaca yang mungkin belum familiar dengan spesialisasi hukum ini.

  • Bab II: Pengaturan Mengenai Kontrak Konstruksi: Penulis membahas kerangka regulasi yang mengatur kontrak konstruksi di Indonesia. Ini mencakup undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri yang relevan. Pemahaman akan hierarki dan interkoneksi regulasi ini sangat penting karena seringkali proyek konstruksi melibatkan berbagai lapis hukum.

  • Bab III: Para Pihak dalam Kontrak Konstruksi Internasional: Bab ini memperluas perspektif ke ranah global, mengidentifikasi dan membahas peran serta tanggung jawab berbagai pihak dalam kontrak konstruksi internasional. Ini penting mengingat banyaknya proyek di Indonesia yang melibatkan investor atau kontraktor asing.

  • Bab IV: Bentuk-Bentuk Kontrak Konstruksi: Ini adalah salah satu bab yang paling aplikatif, membahas berbagai jenis kontrak konstruksi berdasarkan aspek perhitungan biaya (misalnya, lump sum, harga satuan), perhitungan jasa, dan cara pembayaran. Pemilihan jenis kontrak yang tepat adalah keputusan strategis yang memengaruhi alokasi risiko dan keuntungan.

  • Bab V: Beberapa Teori dan Asas dalam Pembentukan Kontrak Konstruksi: Bab ini menyelami landasan teoretis pembentukan kontrak, termasuk asas-asas hukum kontrak yang fundamental seperti asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, itikad baik, dan kepastian hukum. Pemahaman asas ini membantu pembaca memahami spirit di balik setiap klausul kontrak.

  • Bab VI: Standar Kontrak Konstruksi Internasional: Meria Utama memberikan perhatian khusus pada standar kontrak internasional yang dominan, khususnya FIDIC (Fédération Internationale des Ingénieurs-Conseils) dan SIA (Standard Institute of Architects). FIDIC, dengan "Rainbow Suite" yang terkenal (misalnya, Red Book, Yellow Book, Silver Book), adalah standar yang paling banyak digunakan di dunia untuk proyek infrastruktur berskala besar. Pembahasan ini sangat relevan mengingat adopsi standar internasional semakin umum di Indonesia, terutama untuk proyek-proyek yang didanai secara multilateral atau melibatkan konsorsium internasional.

Analisis Mendalam dan Nilai Tambah

Buku ini menawarkan nilai tambah yang signifikan, terutama bagi konteks Indonesia:

  1. Keseimbangan Teori dan Praktik: Meria Utama berhasil menyajikan konsep hukum yang kompleks dengan bahasa yang relatif mudah dipahami tanpa mengorbankan kedalaman materi. Hal ini sangat penting untuk pembaca non-hukum, seperti insinyur atau manajer proyek, yang membutuhkan pemahaman fungsional tentang kontrak.

  2. Fokus pada Konteks Indonesia: Meskipun membahas standar internasional, buku ini secara konsisten mengaitkan materi dengan regulasi dan praktik yang berlaku di Indonesia. Ini menjadikannya referensi yang sangat relevan dan aplikatif bagi praktisi lokal. Sebagai contoh, pembahasan mengenai Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK) atau peraturan pemerintah terkait KPS (Kerjasama Pemerintah dan Swasta) akan memberikan konteks hukum yang solid bagi proyek-proyek di Indonesia.

  3. Panduan untuk Manajemen Risiko: Pemilihan bentuk kontrak dan pemahaman akan alokasi risiko adalah inti dari manajemen risiko kontraktual. Dengan menguraikan berbagai bentuk kontrak dan standar internasional, buku ini membekali pembaca dengan pengetahuan untuk memilih dan merumuskan kontrak yang sesuai dengan profil risiko proyek. Misalnya, pemahaman tentang perbedaan risiko dalam kontrak lump sum (risiko lebih besar pada kontraktor) dibandingkan dengan kontrak harga satuan (risiko dibagi) adalah kunci untuk negosiasi yang cerdas.

  4. Mendorong Profesionalisme: Dengan memaparkan kompleksitas hukum kontrak konstruksi, buku ini secara tidak langsung mendorong peningkatan profesionalisme di industri. Praktisi yang memahami hukum akan lebih mampu menyusun, menegosiasikan, dan mengelola kontrak secara efektif, mengurangi potensi perselisihan dan mempromosikan praktik terbaik.

  5. Relevansi dalam Konflik: Saat konflik tak terhindarkan, pemahaman terhadap klausul kontrak dan asas hukum menjadi senjata utama. Buku ini memberikan dasar yang kuat untuk memahami hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam situasi sengketa, baik untuk negosiasi, mediasi, arbitrase, atau litigasi.

Kritik dan Perbandingan dengan Literatur Lain

Meskipun "Pengantar Hukum Kontrak Konstruksi" adalah karya yang sangat baik, ada beberapa area yang dapat menjadi pertimbangan:

Kaitannya dengan Tren Industri dan Tantangan Nyata di Lapangan

Buku ini sangat relevan dengan tren dan tantangan di industri konstruksi Indonesia saat ini:

  • Mega Proyek Infrastruktur: Indonesia sedang giat membangun infrastruktur. Proyek-proyek besar seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), proyek kereta api cepat, atau pembangkit listrik baru, melibatkan kontrak yang sangat kompleks. Pemahaman yang solid tentang alih risiko, jenis kontrak, dan standar internasional yang dibahas dalam buku ini adalah prasyarat untuk kesuksesan proyek-proyek tersebut.

  • Partisipasi Swasta dalam Pembangunan: Skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) semakin populer untuk pembiayaan infrastruktur. Kontrak KPS jauh lebih kompleks daripada kontrak konstruksi tradisional, memerlukan pemahaman mendalam tentang alokasi risiko yang adil antara sektor publik dan swasta. Buku ini menyediakan fondasi untuk memahami struktur kontraktual KPS.

  • Manajemen Risiko Proyek: Kegagalan proyek konstruksi seringkali bermuara pada manajemen risiko yang buruk, termasuk risiko kontraktual. Buku ini secara tidak langsung membantu praktisi dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memitigasi risiko hukum melalui perumusan kontrak yang tepat.

  • Tantangan Lingkungan Bisnis: Isu korupsi, birokrasi yang lambat, dan ketidakpastian regulasi sering menjadi hambatan. Pemahaman hukum yang kuat dapat menjadi alat untuk melindungi hak-hak kontraktual dan mendorong praktik bisnis yang lebih transparan dan etis.

  • Standardisasi Kontrak: Dorongan global untuk standardisasi kontrak (seperti penggunaan FIDIC) bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi sengketa. Buku ini mengedukasi pembaca tentang standar-standar ini, memfasilitasi adopsi praktik terbaik internasional.

Kesimpulan

Buku "Pengantar Hukum Kontrak Konstruksi" oleh Meria Utama adalah sumber daya yang tak ternilai bagi siapa saja yang ingin memahami seluk-beluk hukum yang mengatur proyek konstruksi di Indonesia. Dengan cakupan yang komprehensif, mulai dari definisi dasar hingga pembahasan standar kontrak internasional yang kompleks, buku ini berhasil menjembatani kesenjangan antara teori hukum dan kebutuhan praktis di lapangan.

Penulis dengan jelas menunjukkan mengapa pemahaman hukum kontrak bukanlah sekadar formalitas, melainkan elemen krusial untuk kesuksesan proyek, manajemen risiko yang efektif, dan pencegahan sengketa. Di tengah dinamika pembangunan infrastruktur Indonesia yang pesat, kehadiran buku ini sangat tepat waktu dan relevan. Ini adalah bacaan wajib bagi mahasiswa teknik sipil, manajemen konstruksi, dan hukum, serta panduan praktis bagi para profesional konstruksi, konsultan, kontraktor, dan pemilik proyek yang berupaya menavigasi kompleksitas hukum dalam proyek-proyek mereka. Dengan bekal pengetahuan dari buku ini, diharapkan para pemangku kepentingan dapat merumuskan, menegosiasikan, dan melaksanakan kontrak konstruksi dengan lebih percaya diri dan efektif, mendorong terciptanya proyek infrastruktur yang sukses dan berkelanjutan bagi bangsa.

Sumber Artikel: Utama, M. (2017). Pengantar Hukum Kontrak Konstruksi (Cetakan 1). Tidak ada informasi penerbit atau DOI yang tersedia dalam file yang diunggah, namun ini adalah buku yang diterbitkan dan digunakan sebagai referensi di bidang hukum konstruksi.

Selengkapnya
Membedah Labirin Hukum Kontrak Konstruksi: Fondasi Krusial bagi Praktisi dan Pengambil Keputusan di Indonesia
page 1 of 4 Next Last »