Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 22 April 2024
Pertumbuhan populasi perkotaan yang cepat di Asia dan Pasifik meningkatkan pentingnya sistem dan fasilitas air dan sanitasi yang layak. Dengan populasi yang tumbuh hampir lima kali lipat lebih cepat selama lima dekade terakhir, hingga 3,4 miliar orang dapat tinggal di wilayah Asia yang mengalami kesulitan air pada tahun 2050 (Development Asia, 2023). Wilayah yang sangat dinamis dan berkembang pesat ini membutuhkan pengelolaan sumber daya yang tepat dan komitmen pembangunan infrastruktur untuk mengatasi defisit air dan sanitasi.
Sanitasi sering kali kurang mendapat perhatian meskipun bukti menunjukkan bahwa keberadaan infrastruktur yang memadai sangat penting bagi kesehatan manusia dan kesejahteraan ekonomi suatu negara. Contoh dari negara-negara Asia seperti Kamboja, Indonesia, Filipina, dan Vietnam menunjukkan potensi manfaat ekonomi yang lebih besar dari peningkatan sanitasi: satu dolar yang diinvestasikan untuk sanitasi akan menghasilkan setidaknya lima kali lipat dari peningkatan produktivitas (Kelkar & KE Seetha Ram, 2019).
Dalam lanskap dinamis negara-negara berkembang di Asia, kawasan ASEAN menonjol dengan konteksnya yang unik, di mana warisan budaya dan praktik-praktik tradisional memainkan peran penting dalam pengelolaan air dan sanitasi. Mengintegrasikan praktik-praktik ini ke dalam kerangka kerja modern dapat menghasilkan solusi yang lebih berkelanjutan dan inklusif, seperti yang ditunjukkan oleh negara-negara di kawasan ini yang telah mengadopsi praktik-praktik ini. Sangat penting untuk mengatasi tantangan dalam mengelola sumber daya air secara efektif dan menyediakan akses terhadap layanan air bersih dan sanitasi untuk semua.
Menelaah narasi budaya yang beragam seputar air dan sanitasi di negara-negara ASEAN memberikan wawasan yang kaya untuk menyusun kebijakan yang menghormati praktik-praktik tradisional sekaligus mengatasi tantangan air dan sanitasi kontemporer. Kami akan membahas contoh-contoh nyata dari Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Selain itu, kami juga akan menunjukkan bagaimana India telah mempengaruhi praktik pengelolaan air di negara-negara Asia Tenggara.
Indonesia: Sistem Subak di Bali
Di Indonesia, masyarakat Bali mempraktekkan "Subak," sebuah sistem alokasi air lokal yang kolaboratif dan partisipatif untuk irigasi (Kitaoka, 2005). Subak merupakan sistem unik yang tidak ada di tempat lain di dunia. Air dari mata air dan kanal mengalir melalui pura-pura dan ke sawah. Sistem ini melibatkan 1.200 kelompok petani yang terdiri dari 50-400 petani yang bekerja sama untuk mengelola pasokan air dari satu sumber. Para petani ini dapat melakukan pertanian padi bertingkat tanpa menggunakan pestisida atau pupuk. UNESCO mengakui sistem berkelanjutan ini dengan memasukkan Subak ke dalam daftar Warisan Budaya Dunia pada tahun 2012.
Vietnam: Budaya Air
"Budaya Air" di Vietnam menjelaskan ikatan budaya dan sosial yang mendalam antara masyarakat dan badan air. Pemukiman secara historis telah didirikan di dekat sumber air untuk perdagangan dan perumahan, sehingga menimbulkan rasa keakraban dari generasi ke generasi. Negara ini terutama mengandalkan aliran permukaan sungai dan akuifer, terutama Sungai Merah dan Sungai Mekong, yang secara lokal dikenal sebagai Sungai Hong dan Sungai Cuu Long. Namun, hingga saat ini, penggunaan sumber daya air di negara ini berada di bawah tekanan karena meningkatnya permintaan untuk irigasi dan penggunaan perkotaan dan industri dengan meningkatnya populasi (ODV, 2018).
Thailand: Keharmonisan antara manusia dan sungai
Di Thailand, hubungan antara manusia dan sungai menunjukkan bagaimana air telah menjadi sumber penopang kehidupan, menyediakan makanan pokok seperti beras dan ikan dan memelihara masyarakat selama berabad-abad. Pengelolaan sumber daya alam dan konservasi ekologi sungai oleh masyarakat adat di lahan basah Nhongchaiwan menyoroti bagaimana masyarakat adat mengelola sumber daya alam mereka, yang dapat menjadi dasar perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam.
Sumber: theaseanmagazine.asean.org
Malaysia: Masyarakat adat
Pendekatan Malaysia terhadap pelestarian air mencerminkan perpaduan antara budaya dan pengelolaan lingkungan. Di Malaysia, air dianggap sebagai teka-teki, yang muncul dalam keadaan ekstrim, seperti banjir dan kekeringan, yang berarti bahwa pengelolaan air harus mempertimbangkan kelebihan air dan kekurangan air (Weng, 2004). Pada saat kekurangan air, misalnya, beberapa wilayah di Malaysia menghadapi masalah banjir yang signifikan. Meskipun kondisi alamiah yang menyebabkan banjir sudah ada, kegiatan pembangunan yang tidak terkendali di daerah aliran sungai dan juga di sekitar koridor sungai menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadinya banjir (FAO, n.d.).
Disadur dari: theaseanmagazine.asean.org
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 22 April 2024
Pencemaran air telah muncul sebagai masalah lingkungan yang serius dan mendesak di Indonesia, yang mengancam sumber daya air dan ekosistem yang berharga di negara ini. Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai: "Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat digunakan lagi sesuai dengan peruntukannya.
Indonesia memanfaatkan teknologi dan upaya kolaboratif untuk mengatasi masalah pencemaran air secara langsung. Salah satu pendekatan inovatif tersebut adalah dengan memanfaatkan teknologi pengolahan air yang canggih. Selain itu, Indonesia telah menyadari pentingnya partisipasi masyarakat dalam mengatasi masalah pencemaran air saat ini. Keterlibatan masyarakat lokal dalam memantau kualitas air dan menjaganya dapat meningkatkan kualitas air di lingkungan mereka sendiri.
Melalui pendekatan inovatif ini, Indonesia berupaya menciptakan masa depan yang berkelanjutan dan tangguh untuk sumber daya airnya. Dengan menggabungkan kemajuan teknologi dan keterlibatan masyarakat, negara ini membuka jalan bagi lingkungan air yang lebih bersih dan sehat.
Keberadaan pembangkit listrik tenaga air sebagai hasil dari pendekatan inovatif dalam menangani polusi air di Indonesia sangat bermanfaat bagi semua makhluk hidup, seperti
Pencemaran air dapat menimbulkan berbagai masalah yang berdampak negatif bagi lingkungan, kehidupan manusia, dan ekosistem perairan. Beberapa masalah yang disebabkan oleh pencemaran air antara lain:
Bagaimana Kami Memecahkan Masalah
Tentu saja, dengan meningkatnya masalah kerentanan pencemaran sungai di Indonesia, kami memilih metode berikut ini untuk mengurangi pencemaran air. Melalui pendekatan yang inovatif, kami berpikir bahwa metode ini akan menjadi yang terbaik untuk memberikan solusi yang efektif, berikut ini adalah metode pelaksanaannya:
Dengan mengembangkan dan menerapkan teknologi pengolahan air yang modern, dapat menghilangkan pencemaran pada air karena pengolahan secara fisik dilakukan dengan memanfaatkan sifat-sifat mekanis air, misalnya dengan melakukan pengendapan, filtrasi (penyaringan), adsorpsi (penyerapan) tanpa penambahan bahan kimia, contohnya dengan menggunakan sistem penyaringan air
Maksudnya adalah dengan menggalakkan secara masif desain kawasan perkotaan, hal ini memiliki tujuan untuk mengurangi limpasan air hujan yang membawa polutan ke sungai, selain berguna untuk mengurangi pencemaran air, hal ini juga membuat hunian memiliki kesan yang nyaman untuk dihuni.
Tentunya jika kita ingin mengurangi pencemaran pada air kita pasti akan membutuhkan bantuan, disini peran Kemitraan Swasta adalah mengembangkan teknologi dengan tujuan mengurangi terjadinya pencemaran air yang berkelanjutan. Kemudian peran warga adalah menjadi partisipan aktif dengan memanfaatkan teknologi dari Kemitraan Swasta untuk melakukan edukasi dan pelatihan kepada sesama warga dengan tujuan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan tempat tinggalnya.
Disadur: student-activity.binus.ac.id
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 22 April 2024
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan. Berbagai macam fungsinya sangat membantu kehidupan manusia. Pemanfaatan terbesar danau, sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya berpotensi sebagai objek wisata.
Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dll juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran. Pencemaran air merupakan masalah global utama yang membutuhkan evaluasi dan revisi kebijakan sumber daya air pada semua tingkat (dari tingkat internasional hingga sumber air pribadi dan sumur). Telah dikatakan bahwa pousi air adalah penyebab terkemuka di dunia untuk kematian dan penyakit,dan tercatat atas kematian lebih dari 14.000 orang setiap harinya. Diperkirakan 700 juta orang India tidak memiliki akses ke toilet, dan 1.000 anak-anak India meninggal karena penyakit diare setiap hari. Sekitar 90% dari kota-kota Cina menderita polusi air hingga tingkatan tertentu, dan hampir 500 juta orang tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman. Ditambah lagi selain polusi air merupakan masalah akut di negara berkembang, negara-negara industri/maju masih berjuang dengan masalah polusi juga. Dalam laporan nasional yang paling baru pada kualitas air di Amerika Serikat, 45 persen dari mil sungai dinilai, 47 persen dari danau hektar dinilai, dan 32 persen dari teluk dinilai dan muara mil persegi diklasifikasikan sebagai tercemar.
Air biasanya disebut tercemar ketika terganggu oleh kontaminan antropogenik dan ketika tidak bisa mendukung kehidupan manusia, seperti air minum, dan/atau mengalami pergeseran ditandai dalam kemampuannya untuk mendukung komunitas penyusun biotik, seperti ikan. Fenomena alam seperti gunung berapi, algae blooms, badai, dan gempa bumi juga menyebabkan perubahan besar dalam kualitas air dan status ekologi air.
Penyebab
Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Pengendalian Pencemaran Air
Banyak hal yang bias kita lakukan sebagai cara penanggulangan pencemaran air antara lain:
Cara penanggulangan pencemaran air lainnya adalah melakukan penanaman pohon.Pohon selain bias mencegah longsor, diakui mampu menyerap air dalam jumlah banyak. Itu sebabnya banyak bencana banjir akibat penebangan pohon secara massal. Padahal, pohon merupakan penyerap air paling efektif dan handal.
Bahkan, daerah resapan air pun dijadikan pemukiman dan pusat wisata. Pohon sesungguhnya bias menjadi sumber air sebab dengan banyaknya pohon, semakin banyak pula sumber-sumber air potensial di bawahnya.
Sumber: sanitariankit.id
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 22 April 2024
Saat ini, banyak masyarakat yang sulit mendapatkan air karena kemarau berkepanjangan. Baca selengkapnya di sini. Oleh sebab itu, pemenuhan kebutuhan air perlu diupayakan dengan menggunakan sumber air baku yang bervariasi, salah satunya dengan memanfaatkan air laut. Dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia memiliki paparan yang begitu tinggi terhadap air laut (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2019). Karenanya, pemanfaatan air laut untuk memenuhi kebutuhan air harian sangat mungkin dilakukan.
Air laut dapat diubah menjadi air minum melalui proses desalinasi. Desalinasi adalah suatu proses menghilangkan kandungan garam dari air laut atau air payau untuk menghasilkan air minum (Smart Water Magazine, 2023). Kadar garam dalam suatu sumber air dapat terukur melalui parameter Total Dissolved Solid (TDS) (Lianda dkk., 2015). Di Indonesia, nilai TDS air laut berkisar antara 18.000 – 35.000 ppm (Mapurna, 2022). Namun, nilai TDS dari air minum yang dapat dikonsumsi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 harus lebih kecil dari 300 ppm. Oleh sebab itu, desalinasi dilakukan agar air laut memiliki kualitas yang baik untuk diminum.
Meski bisa menjadi alternatif dalam penyediaan air minum, pemanfaatan desalinasi masih terbilang kecil. Voutchkov (2016) mengemukakan bahwa desalinasi baru menyediakan 1% dari seluruh air minum di dunia. Namun, penggunaan desalinasi senantiasa meningkat seperti terlihat pada gambar 2. Pada tahun 2022, terdapat lebih dari 21.000 instalasi desalinasi di seluruh dunia (Eyl-Mazzega dan Cassignol, 2022). Secara global, produksi air desalinasi dipimpin oleh Arab Saudi dengan kapasitas produksi harian sebesar 35,7 juta m3. Negara ini memiliki 27 instalasi desalinasi yang tersebar di sepanjang garis pantainya (Sawe, 2017).
Pertumbuhan desalinasi secara global
Sumber: nuwsp.web.id
Desalinasi di Indonesia
Tak hanya Arab Saudi, Indonesia pun telah menerapkan desalinasi dalam penyediaan air minum, salah satunya di Kepulauan Seribu. Pada tahun 2022, sebanyak 8 instalasi desalinasi telah tersedia di Kepulauan Seribu (Putri, 2023). Instalasi desalinasi ini dioperasikan dengan konsep Sea Water Reverse Osmosis sehingga sering disebut dengan nama SWRO. Skema pengolahan air laut menjadi air minum menggunakan SWRO
Skema pengolahan air laut menggunakan SWRO di Kepulauan Seribu
Sumber: nuwsp.web.id
Secara keseluruhan, SWRO di Kepulauan Seribu dapat menghasilkan air minum dengan kapasitas 17 liter/detik (PAM Jaya, 2022). Sebaran serta kapasitasnya dapat dilihat pada gambar 4. Air minum yang diproduksi diestimasikan dapat melayani 13.770 sambungan rumah (Berita Jakarta, 2021; Media Indonesia, 2017). Angka ini dapat bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah SWRO. Pada tahun 2023, Pemerintah DKI Jakarta membangun 1 SWRO tambahan di Pulau Sebira, Kepulauan Seribu
Sebaran instalasi desalinasi (SWRO) di Kepualauan Seribu dan kapasitasnya
Sumber: nuwsp.web.id
Instalasi desalinasi di Kepulauan Seribu
Sumber: nuwsp.web.id
Itulah sekilas pembahasan mengenai desalinasi. Semoga ke depannya, pemanfaatan desalinasi dapat meningkat untuk mendukung variasi penggunaan sumber air baku, baik secara global maupun secara lokal di Indonesia
Sumber: nuwsp.web.id
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 22 April 2024
Sebuah proyek dari Charles Sturt University dan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) membantu Pemerintah Indonesia untuk menjembatani kesenjangan informasi mengenai dampak hambatan sungai terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati.
Sebuah proyek dari Charles Sturt University dan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) membantu Pemerintah Indonesia untuk menjembatani kesenjangan informasi mengenai dampak hambatan sungai terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati.
Proyek ini didanai oleh Australian Water Partnership (AWP) melalui Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Pemerintah Australia (DFAT).
Koordinator proyek dan Dosen Senior Ilmu Geospasial Dr Ana Horta (foto, inset) di Charles Sturt School of Agricultural, Environmental and Veterinary Sciences dan peneliti di Charles Sturt Gulbali Research Institute of Agriculture, Water and Environment mengatakan bahwa kesenjangan informasi ini membatasi kemampuan pihak berwenang dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalah konektivitas sungai secara tepat.
"Infrastruktur daerah aliran sungai di Indonesia telah meningkat pesat selama 20 tahun terakhir," kata Dr Horta.
"Hal ini dilakukan untuk memenuhi perluasan pertanian, peningkatan permintaan energi, dan perlindungan banjir dengan pembangunan bendungan, pembangkit listrik tenaga air, tanggul, sistem kanal, tidal barrages, pintu air, struktur pengendali banjir, dan jembatan.
Sumber: news.csu.edu.au
Dr Horta mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur yang memecah daerah aliran sungai memiliki konsekuensi besar bagi ekosistem, keanekaragaman hayati, sumber daya air dan masyarakat lokal.
"Salah satu akibat utamanya adalah hilangnya habitat dan keanekaragaman hayati, karena habitat alami dihancurkan atau terdegradasi oleh infrastruktur seperti bendungan, penyeberangan jalan, dan struktur irigasi," katanya.
"Fragmentasi ini mengganggu konektivitas antara berbagai bagian sungai, mencegah pergerakan spesies dan secara genetik dan berdampak negatif pada populasi ikan, pertukaran spesies yang bermigrasi, dan organisme air lainnya.
Dr Horta mengatakan bahwa gangguan ini memiliki efek berjenjang pada seluruh jaringan makanan dan ekosistem, dan implikasi sosial ekonomi juga sama pentingnya.
Masyarakat yang bergantung pada sungai dan bergantung pada perikanan untuk ketahanan pangan menghadapi berkurangnya populasi ikan dan terbatasnya akses ke sumber daya. Perubahan aliran dan ketersediaan air menjadi tantangan bagi sektor-sektor seperti pertanian, irigasi, dan pembangkit listrik tenaga air, yang menyebabkan tekanan ekonomi dan potensi konflik sumber daya.
"Saat ini, data mengenai fragmentasi daerah aliran sungai di Indonesia masih sangat terbatas, dan sebagian besar basis data hanya mendata penghalang-penghalang yang lebih besar seperti bendungan," ujar Dr Horta. "Meskipun hal ini umum terjadi di sebagian besar negara Asia Tenggara, pendekatan ini mengabaikan pentingnya memahami dampak kumulatif dari hambatan-hambatan yang lebih kecil terhadap konektivitas sungai.
Sumber: news.csu.edu.au
Dr Horta mengatakan bahwa untuk menjembatani kesenjangan informasi ini, otoritas air nasional memerlukan data yang komprehensif tentang semua jenis penghalang, karena hal ini dapat meningkatkan pemahaman tentang konektivitas daerah aliran sungai dan memberikan para pembuat kebijakan pemahaman yang komprehensif tentang dampak dari proyek-proyek infrastruktur di masa depan.
Untuk membantu Pemerintah Indonesia menjembatani kesenjangan informasi ini, Charles Sturt University (Gulbali Institute) telah bekerja sama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) untuk mengimplementasikan proyek 'Pengembangan kapasitas untuk perencanaan tata ruang sebagai komponen utama pengelolaan sumber daya air di Indonesia'.
Tim proyek yang dipimpin oleh Charles Sturt University dan manajer program FAO, Caroline Turner, terdiri dari para ahli dari organisasi Australia dan Indonesia (Australasian Fish Passage Services dan BRIN, Badan Riset dan Inovasi Nasional), yang berkolaborasi erat dengan Kementerian PPN/BAPPENAS (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Sumber Daya Air dan Pengairan).
Proyek ini bertujuan untuk memanfaatkan perencanaan tata ruang untuk membantu otoritas pengairan dalam menemukan hambatan yang ada di daerah aliran sungai, dan untuk mengevaluasi dampak dari setiap hambatan terhadap konektivitas sungai.
Sebagai studi kasus, proyek ini sedang melakukan pemetaan di Daerah Aliran Sungai Citarum. Menurut database publik, terdapat 15 hambatan di Daerah Aliran Sungai Citarum, namun kegiatan pemetaan proyek ini telah mengidentifikasi hampir 300 hambatan. Peta ini merupakan peta infrastruktur sungai komprehensif pertama di Daerah Aliran Sungai Citarum yang mencakup bendungan besar dan infrastruktur yang lebih kecil.
Sumber: news.csu.edu.au
Proyek ini telah bekerja sama dengan para pemangku kepentingan regional dan lokal dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia untuk memvalidasi temuan-temuannya. Validasi lapangan dilakukan pada bulan Juli 2023 yang berfungsi sebagai tempat pelatihan bagi para pemangku kepentingan pengelolaan air di tingkat regional dan lokal, untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memanfaatkan perangkat spasial untuk menganalisis konektivitas sungai.
Salah satu peserta dalam validasi lapangan, Indah Lestari, dari lembaga swadaya masyarakat Yayasan Diversitas Lestari Nusantara, mengatakan bahwa kegiatan ini bermanfaat bagi pertumbuhan keahlian organisasi lokal yang peduli dengan semua aspek keanekaragaman hayati.
"Saya sangat senang dapat menyumbangkan pengetahuan baru kepada masyarakat tentang topik pemetaan spasial untuk jalur ikan dan memberikan informasi baru tentang metode yang mudah dan tepat untuk memvalidasi hambatan yang ada di lapangan," kata Indah.
Setelah kegiatan validasi lapangan selesai dan temuan pemetaan divalidasi, proyek ini akan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan nasional untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan berisiko tinggi yang memiliki dampak paling besar terhadap konektivitas sungai.
Hal ini akan dilakukan melalui sistem pendukung prioritas penghalang ikan (FBPSS) yang dikembangkan oleh Mr Tim Marsden melalui kolaborasi antara Charles Sturt University dan Australasian Fish Passage Services.
"FBPSS adalah alat pendukung keputusan berbiaya rendah yang dirancang untuk mengidentifikasi, menilai, dan memprioritaskan penghalang lintasan ikan untuk perbaikan," kata Dr Horta.
"Untuk memastikan keberlanjutan hasil proyek, proyek ini akan memberikan dua pelatihan peningkatan kapasitas tentang pemetaan dan pendekatan FBPSS untuk memungkinkan para pemangku kepentingan pengelolaan air melakukan penilaian serupa di cekungan lain di Indonesia di masa depan."
Proyek ini akan selesai pada bulan Maret 2024 dan akan menghasilkan alat penilaian konektivitas sungai untuk memprioritaskan infrastruktur sungai untuk direhabilitasi sesuai dengan penggunaan air. Sumber daya ini akan dapat diakses oleh pengelola sumber daya air dan kelompok konservasi lokal di Indonesia.
Disadur dari: news.csu.edu.au
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri pada 21 April 2024
Mengingat krisis air tawar yang akan segera terjadi di calon Ibu Kota Nusantara (IKN), PDAM Danum Taka, perusahaan air minum daerah yang berkantor pusat di Kabupaten Penajam Paser Utara, telah meluncurkan sebuah cetak biru yang bertujuan untuk mengatasi masalah ini.
Sistem Penyediaan Air Minum Regional (SPAM) Mahakam muncul sebagai ujung tombak dari inisiatif strategis ini, yang diharapkan dapat menjadi jalur penyelamat bagi masyarakat yang kekurangan air di sekitar wilayah ibu kota.
Proyek SPAM, yang dirancang untuk menjangkau berbagai wilayah administratif dan memanfaatkan air Sungai Mahakam yang melimpah, merupakan momen penting dalam upaya mengurangi kelangkaan air yang melanda daerah-daerah seperti Kota Balikpapan dan Kutai Kartanegara. Abdul Rasyid, Direktur PDAM Danum Taka, menjelaskan pentingnya membangun sinergi daerah dalam mengelola sumber daya air yang berharga secara efisien.
Inti dari konstelasi infrastruktur SPAM adalah pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang canggih di Samarinda, yang akan menjadi mercusuar bagi kecanggihan teknik modern. Selain itu, jaringan pipa yang menghubungkan Kutai Kartanegara, Balikpapan, dan Penajam Paser Utara akan berfungsi sebagai saluran arteri untuk mengalirkan air minum tanpa hambatan ke pelosok-pelosok kota yang luas.
Ruang lingkup yang diproyeksikan dari upaya transformatif ini mencakup perkiraan biaya investasi yang berkisar di angka Rp 1,5 triliun (US$94,9 juta), menggarisbawahi besarnya sumber daya keuangan yang diperlukan untuk mewujudkannya. Dengan kapasitas produksi WTP yang diperkirakan akan mencapai 1.000 liter per detik, keampuhan SPAM dalam meredakan krisis air yang sedang terjadi menjadi sangat penting.
Dalam upaya bersama untuk mendapatkan dukungan pemerintah dan menggalang kerja sama antarlembaga, PDAM Danum Taka dijadwalkan untuk mempresentasikan proposal SPAM yang komprehensif kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tanggal 25 Maret 2024. Musyawarah yang akan datang akan menandai babak baru dalam lanskap infrastruktur Indonesia, yang melambangkan komitmen kuat negara untuk mendorong pembangunan perkotaan yang berkelanjutan dan memastikan akses yang adil terhadap sumber daya air minum untuk semua.
Disadur dari: Indonesiabusinesspost.com