Limbah Berbahaya dan Beracun

Analisis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Laboratorium Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025


Dalam lingkungan akademik, laboratorium memiliki peran penting dalam penelitian dan pembelajaran. Namun, aktivitas laboratorium sering kali menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang berpotensi merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Penelitian ini mengidentifikasi berbagai jenis limbah B3 yang dihasilkan oleh laboratorium Fakultas MIPA UNS, termasuk:

  • Limbah Korosif: H2SO4, H3PO4, HCl, HNO3, dan NaOH.
  • Limbah Toksik: AgNO3, CuSO4, BaCl2, dan CaCl2.
  • Limbah Mudah Terbakar: Alkohol dan tembaga.
  • Limbah Mudah Teroksidasi: H2O2 dan H2SO4.

Limbah-limbah ini memiliki potensi bahaya yang tinggi, seperti menyebabkan iritasi, kerusakan organ, hingga reaksi eksplosif jika tidak ditangani dengan baik.

Laboratorium telah menerapkan strategi pengurangan limbah dengan membatasi penggunaan bahan kimia serta meminimalkan konsentrasi dan volume zat yang digunakan. Namun, efektivitas strategi ini masih perlu dievaluasi lebih lanjut. Limbah B3 disimpan dalam wadah khusus yang telah diberi label sesuai karakteristik bahannya. Beberapa permasalahan yang diidentifikasi adalah:

  • Label pada wadah penyimpanan mulai pudar, menyulitkan identifikasi limbah.
  • Penyimpanan masih dilakukan dalam satu ruangan dengan laboratorium, meningkatkan risiko kontaminasi.

Limbah yang telah dikumpulkan diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu PT. Arah Environmental Indonesia, untuk dikelola lebih lanjut. Namun, dalam proses ini ditemukan bahwa:

  • Petugas yang menangani limbah tidak selalu menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap.
  • Ruang penyimpanan limbah masih terbuka dan tidak memiliki perlindungan yang memadai.

Tantangan dalam Pengelolaan Limbah B3

  1. Kurangnya Infrastruktur Penyimpanan
    • Belum ada ruang khusus untuk menyimpan limbah B3 yang terpisah dari area laboratorium.
  2. Minimnya Kesadaran dan Pelatihan
    • Staf laboratorium dan mahasiswa masih kurang mendapatkan edukasi tentang manajemen limbah B3.
  3. Ketergantungan pada Pihak Ketiga
    • Fakultas belum memiliki fasilitas pengolahan limbah sendiri sehingga sepenuhnya bergantung pada jasa eksternal.

Rekomendasi untuk Perbaikan

  1. Pembangunan Ruang Penyimpanan Limbah Terpisah
    • Laboratorium sebaiknya memiliki fasilitas penyimpanan limbah yang memenuhi standar keamanan.
  2. Peningkatan Sistem Labeling dan Inventarisasi
    • Setiap wadah limbah harus diberi label yang tahan lama dan dilakukan pencatatan secara berkala.
  3. Pelatihan dan Edukasi Rutin
    • Program pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi staf dan mahasiswa harus diperkuat.
  4. Pengurangan Ketergantungan pada Pihak Ketiga
    • UNS perlu mempertimbangkan pembangunan fasilitas pengolahan limbah sendiri untuk meningkatkan efisiensi dan kontrol.

Pengelolaan limbah B3 di Fakultas MIPA UNS telah memiliki sistem yang cukup baik, tetapi masih ada beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki, terutama dalam aspek penyimpanan, edukasi, dan infrastruktur. Dengan perbaikan yang tepat, UNS dapat menjadi model dalam pengelolaan limbah laboratorium yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Sumber Artikel:

Wirodimurti, I., Yulia, I.T., Astikasari, L., Aprianto, M.K., Afifah, R. N., & Hermawan, W.G. "An Analysis of Hazardous and Toxic Waste Management (Case Study: Faculty of Mathematics and Natural Sciences Laboratory, Sebelas Maret University)." Journal of Global Environmental Dynamics, 3(1), 2022, 26-33.

Selengkapnya
Analisis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Laboratorium Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret

Limbah Berbahaya dan Beracun

Manajemen Limbah B3 di Rumah Sakit: Studi Kasus Kesiapan Rumah Sakit X dalam Akreditasi SNARS

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 06 Maret 2025


Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dalam industri kesehatan menjadi salah satu isu utama dalam pengelolaan rumah sakit. Pengelolaan limbah ini tidak hanya berpengaruh terhadap lingkungan, tetapi juga terhadap kesehatan tenaga medis, pasien, pengunjung, dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, rumah sakit harus memenuhi standar kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sesuai dengan regulasi yang berlaku. Paper ini mengkaji kesiapan Rumah Sakit X di Banyuwangi dalam menghadapi akreditasi SNARS 1.1 dari aspek manajemen limbah B3. Akreditasi ini mensyaratkan rumah sakit memiliki regulasi yang ketat terhadap pengelolaan limbah berbahaya untuk mendapatkan nilai minimal 80% dalam aspek manajemen fasilitas dan keselamatan (Facility Management and Safety – FMS).

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pendekatan studi kasus. Data dikumpulkan melalui:

  • Dokumentasi
  • Wawancara dengan 7 responden, termasuk direktur rumah sakit dan kepala instalasi farmasi
  • Observasi langsung
  • Simulasi prosedur penanganan limbah B3

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesiapan rumah sakit X dalam pengelolaan limbah B3 hanya mencapai 79,4%, di bawah standar minimal akreditasi SNARS yang mensyaratkan ≥80%. Beberapa aspek utama yang menyebabkan rendahnya kesiapan Rumah Sakit X meliputi:

  • Kurangnya regulasi internal mengenai jenis dan lokasi penyimpanan limbah B3.
  • Tidak adanya daftar terbaru mengenai jenis dan volume limbah berbahaya yang dihasilkan rumah sakit.
  • Minimnya dokumentasi terkait pelaporan insiden tumpahan atau paparan limbah B3.
  • Keterbatasan prosedur pengelolaan limbah B3 yang sesuai dengan standar nasional dan internasional.

Rumah sakit X telah memiliki beberapa kebijakan terkait manajemen limbah B3, tetapi masih belum memenuhi standar WHO secara menyeluruh. Contohnya, rumah sakit ini belum memiliki daftar terperinci mengenai jenis, lokasi, dan jumlah limbah B3 yang dikelola. Dalam sebuah wawancara, seorang staf menyatakan bahwa daftar limbah memang ada, tetapi belum diperbarui secara berkala, sehingga banyak data yang tidak akurat. Ketidaksesuaian ini menjadi salah satu faktor rendahnya skor akreditasi rumah sakit.

Beberapa aspek keselamatan telah terpenuhi, misalnya:

  • Penggunaan APD lengkap bagi petugas yang menangani limbah B3.
  • Penyediaan eye washer di area yang membutuhkan.
  • Labelisasi yang sesuai dengan regulasi pada sebagian besar limbah berbahaya.

Namun, masih ditemukan beberapa alat labelisasi yang sudah usang dan perlu diperbarui untuk memastikan informasi tetap terlihat jelas.

Salah satu temuan kritis dalam penelitian ini adalah tidak adanya laporan tumpahan atau paparan limbah B3 di rumah sakit X. Seorang responden mengungkapkan bahwa rumah sakit hanya melaporkan kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum, tetapi tidak mencatat insiden terkait tumpahan limbah beracun. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran dalam mendokumentasikan potensi bahaya dan mencegah kejadian serupa di masa depan. Rumah sakit X memiliki tempat penyimpanan limbah B3 dengan izin resmi dari Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi, tetapi masih terdapat beberapa kelemahan:

  • Tidak ada regulasi spesifik mengenai syarat penyimpanan limbah B3, seperti ventilasi, penandaan area berbahaya, dan pengelolaan suhu ruangan.
  • Kurangnya fasilitas pengamanan seperti pagar yang memadai di sekitar tempat penyimpanan limbah.
  • Ketidaksesuaian dalam prosedur pelaporan dan pencatatan limbah yang masuk dan keluar dari tempat penyimpanan.

Ketidaksiapan dalam pengelolaan limbah berbahaya dapat menimbulkan dampak serius, baik bagi lingkungan maupun kesehatan manusia. Menurut WHO, 10–25% limbah rumah sakit termasuk dalam kategori limbah infeksius atau beracun yang dapat menyebabkan penyebaran penyakit seperti Hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV. Selain itu, paparan bahan kimia berbahaya dalam jangka panjang dapat menyebabkan berbagai penyakit pernapasan dan gangguan sistem saraf.

Dalam konteks Rumah Sakit X, kegagalan memenuhi standar SNARS berpotensi menghambat akreditasi dan menurunkan citra rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan yang aman dan terpercaya. Agar rumah sakit X dapat memenuhi standar SNARS dan meningkatkan pengelolaan limbah B3, beberapa langkah perbaikan yang disarankan meliputi:

1. Penyempurnaan Regulasi Internal

Rumah sakit perlu mengembangkan regulasi yang lebih spesifik terkait:

  • Identifikasi limbah B3 berdasarkan jenis, lokasi, dan jumlah.
  • Prosedur penanganan limbah yang mencakup penyimpanan, transportasi, dan pembuangan.
  • Kewajiban pelaporan insiden limbah beracun untuk meningkatkan sistem keamanan kerja.

2. Peningkatan Sistem Dokumentasi dan Pelaporan

Dokumentasi yang lebih baik diperlukan untuk:

  • Mencatat setiap insiden tumpahan atau paparan limbah B3.
  • Memastikan daftar limbah diperbarui secara berkala.
  • Mengembangkan sistem pemantauan limbah berbasis digital untuk meningkatkan akurasi data.

3. Penyediaan Fasilitas yang Memadai

Beberapa fasilitas yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan meliputi:

  • Peningkatan sistem ventilasi dan keamanan di tempat penyimpanan limbah.
  • Pemasangan pagar pengaman di sekitar lokasi penyimpanan.
  • Penambahan stasiun pencucian darurat di area yang lebih luas.

4. Pelatihan Keselamatan dan Kesadaran Petugas

Pelatihan bagi tenaga medis dan staf rumah sakit sangat penting untuk:

  • Meningkatkan kesadaran akan bahaya limbah B3.
  • Mendorong kepatuhan dalam menggunakan APD.
  • Memastikan semua staf memahami prosedur darurat dalam menangani tumpahan atau paparan bahan beracun.

Penelitian ini menunjukkan bahwa Rumah Sakit X belum sepenuhnya siap dalam mengelola limbah B3, dengan nilai kesiapan 79,4%, sedikit di bawah standar SNARS 1.1 sebesar 80%. Faktor utama ketidaksiapan adalah kurangnya regulasi internal, dokumentasi yang tidak memadai, dan minimnya fasilitas keamanan.

Untuk meningkatkan kesiapan dan mencapai standar akreditasi, rumah sakit perlu melengkapi regulasi internal, memperbaiki sistem dokumentasi, serta meningkatkan pelatihan bagi petugas kesehatan. Dengan langkah-langkah ini, risiko kesehatan akibat limbah B3 dapat dikurangi, dan akreditasi SNARS dapat tercapai dengan lebih optimal.

Sumber 

Endistasari, P., Marchianti, A. C. N., & Ma’rufi, I. (2023). The Analysis of Readiness on Hazardous and Toxic Materials Management from Occupational Health and Safety Aspects of Hospital X in Banyuwangi in Dealing with SNARS Accreditation. Jember University.

Selengkapnya
Manajemen Limbah B3 di Rumah Sakit: Studi Kasus Kesiapan Rumah Sakit X dalam Akreditasi SNARS
« First Previous page 2 of 2