Korupsi Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Juni 2025
Pendahuluan
Korupsi birokrasi masih menjadi masalah besar di Indonesia. Sektor kementerian, sebagai jantung dari pelayanan publik dan pengelolaan anggaran negara, menjadi salah satu wilayah rawan. Dalam rentang 2016 hingga 2018, puluhan kasus korupsi yang melibatkan pejabat kementerian terungkap ke publik. Paper karya Arismaya dan Utami (2019) mengulas secara komprehensif bentuk, penyebab, dan pencegahan korupsi di lingkungan kementerian Indonesia, dengan fokus khusus pada penerapan whistleblowing system (WBS) sebagai alat pencegahan fraud.
Korupsi di Kementerian: Potret Tiga Tahun
Dalam kurun waktu tiga tahun, ditemukan kasus-kasus besar yang menjadi sorotan:
Kasus-kasus ini menggambarkan pola korupsi yang berulang: penyalahgunaan wewenang dalam proyek, suap dalam tender, dan manipulasi proses birokrasi.
Penyebab Korupsi: Dari Sistemik ke Kultural
Menurut teori institusional, korupsi muncul karena:
Studi dari Transparency International juga mencatat bahwa sejak era Orde Baru, budaya korupsi telah tertanam kuat di lembaga pemerintahan Indonesia.
Whistleblowing System: Alat Pencegahan atau Formalitas?
Whistleblowing system (WBS) diadopsi sebagai mekanisme internal yang memungkinkan pelaporan pelanggaran secara anonim, baik oleh pegawai maupun publik. Sistem ini diharapkan mampu:
Namun, implementasi WBS di kementerian Indonesia masih sangat rendah dan belum optimal.
Hasil Penelitian: Fakta WBS di 21 Kementerian
Peneliti menilai 36 indikator WBS berdasarkan standar KNKG 2008, dan hasilnya:
Top 5 kementerian terbaik dalam implementasi WBS:
Sementara Kementerian Kesehatan hanya mencetak skor 5,56%, dan Kementerian Perindustrian serta Kemensos di bawah 10%.
Tantangan Utama dalam Implementasi
Studi Literatur: Whistleblowing dalam Perspektif Global
Rekomendasi Strategis
Peneliti menawarkan sejumlah langkah solutif:
Kesimpulan
Korupsi di kementerian bukan hanya tentang suap dan penyalahgunaan proyek, tetapi juga tentang gagalnya sistem internal dalam mendeteksi dan menindak pelanggaran. Whistleblowing system adalah solusi awal yang paling realistis dan preventif, namun belum dijalankan secara optimal di Indonesia.
Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi WBS masih bersifat simbolik, belum menjadi bagian integral dari budaya antikorupsi kementerian. Maka dari itu, perlu ada reformasi sistemik dan komitmen politik untuk menjadikan WBS sebagai ujung tombak pencegahan korupsi birokrasi.
Sumber : Arismaya, A. D., & Utami, I. (2019). Facts, causes and corruption prevention: Evidence in Indonesian ministries. Journal of Contemporary Accounting, 1(2), 95–106.
Korupsi Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Juni 2025
Pengantar: Korupsi Tak Selalu Terlihat, Tapi Dampaknya Bisa Mematikan
Bencana besar sering kali dipandang sebagai akibat dari kehendak alam. Namun, studi ini membongkar sisi lain yang lebih gelap: bagaimana korupsi yang tersembunyi memperparah dampak bencana alam. Menggunakan data 1.050 bangunan yang terdampak Gempa Sichuan 2008, peneliti Yiming Cao menunjukkan bahwa bangunan yang dibangun ketika pejabat daerah memiliki hubungan kampung halaman (hometown connection) dengan atasan mereka 75% lebih mungkin roboh.
Studi Kasus: Gempa Sichuan 2008
Gempa berkekuatan 7,9 SR ini terjadi pada 12 Mei 2008, menewaskan 87.587 jiwa dan menyebabkan kerugian langsung senilai 845 miliar yuan—sekitar 80% dari PDB Sichuan tahun sebelumnya. Bangunan sekolah dan fasilitas publik menjadi yang paling banyak runtuh, sering kali tanpa ada kerusakan pada bangunan di sebelahnya. Ketimpangan ini menimbulkan kecurigaan terhadap praktik konstruksi yang tidak sesuai standar.
Metodologi: Melacak Korupsi Melalui Koneksi Sosial
Koneksi Kampung Halaman sebagai Indikator Korupsi
Di Cina, pejabat daerah yang memiliki asal kota yang sama dengan atasannya seringkali membentuk relasi patron-klien yang dikenal rawan penyalahgunaan wewenang. Penelitian ini memanfaatkan variabel “hometown connection” sebagai proksi untuk menilai kemungkinan adanya korupsi saat pembangunan.
Dataset dan Teknik Analisis
Temuan Utama: Koneksi Sosial, Runtuhnya Bangunan, dan Bukti Korupsi
1. Bangunan Dibangun oleh Pejabat “Terkoneksi” Lebih Rawan Runtuh
2. Bukti Pelanggaran Standar Bangunan
Analisis lanjutan menunjukkan bahwa banyak bangunan yang roboh seharusnya mampu bertahan berdasarkan standar tahan gempa saat itu. Hal ini mengindikasikan:
3. Dampak Lebih Besar pada Proyek Tanpa Partisipasi Swasta
Bangunan yang didanai penuh oleh pemerintah, tanpa campur tangan swasta, menunjukkan tingkat kerusakan lebih tinggi di bawah pejabat yang terkoneksi. Ini menunjukkan bahwa ketiadaan pihak independen memperbesar peluang korupsi.
4. Pejabat yang Terkoneksi Lebih Sering Diproses Hukum Pasca-Bencana
Setelah gempa, tingkat penuntutan atas kasus korupsi lebih tinggi pada pejabat yang memiliki koneksi dan sebelumnya mengawasi bangunan yang roboh. Ini memperkuat dugaan bahwa kerusakan bukan sekadar akibat alam, tapi juga hasil dari perilaku koruptif.
Penjelasan Mekanisme: Seleksi Politik Negatif vs Moral Hazard
Seleksi Negatif: Sumber Masalahnya?
Studi ini menemukan bahwa efek destruktif koneksi muncul karena pejabat yang diangkat berdasarkan kedekatan kampung halaman cenderung:
Analisis menunjukkan bahwa pergantian pejabat senior (yang menunjuk bawahannya) lebih berpengaruh terhadap kerusakan dibanding rotasi pejabat junior. Ini menyiratkan bahwa masalahnya bukan sekadar moral hazard (penyalahgunaan insentif), melainkan seleksi pejabat yang buruk sejak awal.
Implikasi Global: Bukan Hanya Masalah China
Korelasi antara infrastruktur rapuh dan hubungan sosial informal bukan hanya terjadi di China. Kasus serupa juga terjadi di:
Semua menyiratkan bahwa korupsi dalam konstruksi adalah masalah global dengan konsekuensi kemanusiaan yang sangat nyata.
Kontribusi Penelitian Ini dalam Literatur
Berbeda dengan banyak studi sebelumnya yang fokus pada kerugian efisiensi dan alokasi, artikel ini menunjukkan bahwa:
Kesimpulan: Korupsi yang Terlihat Setelah Runtuhnya Dinding
Penelitian ini adalah pengingat bahwa korupsi bukan hanya soal uang negara yang bocor, tapi juga soal nyawa yang melayang. Ketika pejabat publik lebih memikirkan koneksi politik daripada kualitas pembangunan, masyarakatlah yang menanggung risiko dalam diam.
Reformasi sistem seleksi pejabat dan pengawasan independen terhadap proyek konstruksi publik adalah keharusan jika ingin mencegah tragedi serupa di masa depan—di mana pun tempatnya.
Sumber : Cao, Y. (2024). Audit of God: Hometown Connections and Building Damage in the Sichuan Earthquake. University of Hong Kong.
Korupsi Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Juni 2025
Pendahuluan: Kenapa Tahap Tender Adalah Titik Rawan Korupsi?
Tender dan lelang adalah titik paling rawan dalam proyek konstruksi. Di berbagai negara, dari Jerman hingga Jepang, korupsi dalam tender menyebabkan kerugian miliaran euro, manipulasi pasar, hingga kecelakaan proyek akibat pemilihan kontraktor tak kompeten.
Di China sendiri, lebih dari 70% kasus korupsi dalam konstruksi terjadi pada tahap tender. Laporan ini menganalisis 1737 kasus nyata dari basis data hukum nasional, menggunakan pendekatan user profiling dan clustering berbasis Self-Organizing Map (SOM). Tujuannya: memetakan karakteristik, preferensi, dan strategi pelaku korupsi secara presisi untuk mendorong pencegahan, bukan sekadar penindakan.
Metodologi: Big Data Bertemu Teknologi Profil Pengguna
1. Sumber Data
Data diambil dari China Judgements Online, mencakup proyek perumahan, jalan, jembatan, energi, dan lainnya. 1737 dokumen pengadilan dianalisis menggunakan Python dan mining teks untuk mengidentifikasi:
2. Label Profil Pelaku
Empat dimensi profil dikembangkan:
3. Algoritma SOM
Self-Organizing Map digunakan untuk mengelompokkan pelaku korupsi berdasarkan data label. Hasilnya: 4 klaster utama pelaku korupsi ditemukan dengan pola dan karakteristik unik masing-masing.
Temuan Utama: 4 Tipe Pelaku Korupsi Tender
1. Low-Age Corruptors
2. Grassroots Mild Corruptors
3. Middle-Level Collapsing Corruptors
4. Top Leader Corruptors
Studi Kasus dan Angka Penting
Kritik dan Catatan Penting
Kekuatan penelitian ini adalah penerapan pendekatan kuantitatif dengan basis data empiris luas dan teknik machine learning untuk klasifikasi. Ini membuka jalan bagi:
Namun, ada keterbatasan yang diakui:
Rekomendasi untuk Pemerintah dan Industri
Kesimpulan
Korupsi dalam proses tender konstruksi adalah masalah sistemik yang dapat dipetakan dan dicegah dengan pendekatan big data dan machine learning. Penelitian ini memberikan kerangka kerja empiris dan metodologis untuk memetakan profil pelaku, memahami motivasi dan tahapan korupsi, serta merancang strategi pencegahan yang spesifik berdasarkan klaster risiko.
Dalam era digital, pengawasan berbasis data bukan lagi opsi, tetapi keharusan. Strategi pemetaan profil pengguna seperti ini adalah langkah awal menuju transparansi dan keadilan dalam pembangunan infrastruktur.
Sumber : Zhang, B., & Li, Y. (2022). A user profile of tendering and bidding corruption in the construction industry based on SOM clustering: A case study of China. Buildings, 12(12), 2103.
Korupsi Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Juni 2025
Pendahuluan: Industri Konstruksi Hong Kong di Titik Kritis
Hong Kong dikenal sebagai pusat ekonomi Asia dengan infrastruktur kelas dunia. Namun, dalam dekade terakhir, industri konstruksinya menghadapi krisis produktivitas akibat tingginya biaya, kekurangan tenaga kerja, lambatnya adopsi digital, dan kompleksitas prosedural. Laporan ini merupakan hasil studi komprehensif oleh Arcadis Hong Kong yang dipesan oleh Construction Industry Council (CIC), bertujuan mengatasi akar masalah dan merancang 13 strategi prioritas demi peningkatan waktu, biaya, dan kualitas (time-cost-quality/TCQ) proyek konstruksi.
Empat Fokus Utama Strategi Peningkatan Kinerja
1. Peralihan ke Konstruksi Produktivitas Tinggi
Pendekatan ini menekankan modularisasi dan fabrikasi off-site, termasuk MiC (Modular Integrated Construction) dan MiMEP (Multi-trade Integrated MEP).
Studi kasus penting:
Strategi Unggulan:
2. Mendorong Inovasi
Tujuan utama adalah membangun ekosistem inovasi konstruksi berkelanjutan.
Contoh strategi:
Benchmark: Singapura dan Inggris telah berhasil membentuk entitas seperti Innovation Advisory Board dan Construction Innovation Hub untuk fungsi serupa.
3. Menyederhanakan Proses Persetujuan
Masalah perizinan sering menjadi hambatan utama keterlambatan proyek di Hong Kong.
Solusi utama yang diusulkan:
Target: Mewujudkan sistem regulasi yang lebih terbuka, transparan, dan efisien.
4. Meningkatkan Manajemen Proyek dan Pengadaan
Manajemen proyek yang lemah dan praktik pengadaan yang ketinggalan zaman memperlambat kinerja industri.
Strategi Unggulan:
Temuan Utama dan Rekomendasi Strategis
Diagnosa Masalah
Laporan ini mengidentifikasi 10 akar penyebab utama keterlambatan dan pemborosan biaya, antara lain:
Strategi Prioritas:
Dampak Potensial:
Analisis Kritis dan Komparatif
Dibandingkan dengan Singapura yang telah menerapkan CITF dan CORENET, Hong Kong masih tertinggal dalam integrasi sistem digital penuh. Namun, keunikan ekosistem Hong Kong seperti keterbatasan lahan dan urbanisasi ekstrem menuntut solusi lokal yang adaptif namun berbasis global.
Kelebihan pendekatan ini:
Kekurangannya:
Kesimpulan: Mewujudkan Lompatan Produktivitas Konstruksi
Hong Kong perlu mentransformasi industrinya agar tetap kompetitif dan berkelanjutan. Laporan ini memberikan cetak biru yang kuat, komprehensif, dan berbasis praktik global yang sukses untuk mendorong revolusi konstruksi di kota ini.
Dengan sinergi antara digitalisasi, modularisasi, dan profesionalisasi manajemen proyek, sektor konstruksi Hong Kong dapat memotong waktu proyek, memangkas biaya tanpa mengorbankan kualitas, dan meningkatkan daya tarik bagi talenta baru. Namun, implementasi strategi ini menuntut kepemimpinan kolektif lintas sektor dan komitmen terhadap perubahan jangka panjang.
Sumber : Katsanos, A., Penny, J., & Chan, C. K. (2021). Improving Time, Cost, and Quality Performance of the Hong Kong Construction Industry: Final Report. Arcadis Hong Kong untuk Construction Industry Council.
Korupsi Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Juni 2025
Pendahuluan: Real Estate Bertemu Teknologi Blockchain
Real estate adalah sektor dengan kontribusi besar terhadap kekayaan global, konsumsi energi, dan emisi karbon. Namun, sistemnya masih sarat masalah—inefisiensi, korupsi, informasi yang tidak sinkron, serta keterbatasan akses pada pasar investasi. Dalam artikel ini, Saari et al. melakukan tinjauan sistematis terhadap 296 literatur untuk mengevaluasi potensi, manfaat, dan tantangan implementasi blockchain di delapan subsektor real estate, dari administrasi tanah hingga penyewaan.
Melalui pendekatan berbasis PRISMA dan analisis tematik menggunakan perangkat lunak ATLAS.ti, artikel ini menyoroti pemetaan global yang cermat, mendalam, dan berbasis data terhadap janji besar blockchain untuk sektor properti.
Mengapa Blockchain Dianggap Solusi Masa Depan Real Estate?
Blockchain didefinisikan sebagai teknologi manajemen data dan transaksi yang bersifat terdesentralisasi, transparan, tidak dapat diubah, dan aman. Dalam konteks real estate, manfaat utama yang diidentifikasi adalah:
Temuan Utama Berdasarkan Subsektor Real Estate
1. Administrasi Pertanahan (58% literatur)
Merupakan area aplikasi blockchain paling dominan. Masalah utama:
Manfaat Blockchain:
Contoh Nyata:
Kendala:
2. Transaksi Properti (22%)
Salah satu proses paling mahal, lambat, dan penuh perantara.
Manfaat Blockchain:
Masalah Utama:
3. Investasi Real Estate (16%)
Fokus pada tokenisasi dan fractional ownership.
Studi Kasus:
Manfaat:
Tantangan:
4. Penyewaan dan Leasing (6%)
Rentan penipuan, lambat, dan mahal karena ketergantungan pada agen properti.
Blockchain Bisa:
Risiko:
5. Administrasi dan Pemeliharaan Properti (masing-masing <4%)
Masih minim perhatian, namun berpotensi besar, terutama jika diintegrasikan dengan:
Manfaat dan Hambatan Implementasi Blockchain dalam Real Estate
Manfaat Paling Ditekankan:
Kendala Utama:
Kritik dan Saran: Apakah Blockchain Solusi atau Ilusi?
Penelitian ini bersifat reflektif: meskipun menyajikan janji besar blockchain, penulis tetap kritis terhadap “hype” yang berlebihan. Banyak solusi berbasis blockchain belum diuji secara riil, dan perannya sebagai pengganti sistem lama masih dipertanyakan. Terutama karena:
Rekomendasi Penelitian dan Praktik di Masa Depan
Kesimpulan:
Blockchain memiliki potensi transformatif dalam sektor real estate, terutama dalam mengatasi masalah klasik seperti transparansi rendah, korupsi, dan inefisiensi transaksi. Namun, adopsinya tidak akan terjadi secara instan. Dibutuhkan pendekatan bertahap, dukungan regulasi, dan kesiapan ekosistem untuk menjadikan blockchain bukan sekadar janji, melainkan realitas yang terintegrasi dalam ekosistem real estate global.
Sumber : Saari, A., Junnila, S., & Vimpari, J. (2022). Blockchain’s grand promise for the real estate sector: A systematic review. Applied Sciences (Switzerland), 12(23), 11940. https://doi.org/10.3390/app122311940
Korupsi Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Juni 2025
Pendahuluan: Ketimpangan Fokus dalam Keberlanjutan
Keberlanjutan sosial merupakan pilar penting dari pembangunan berkelanjutan, namun sering kali kalah populer dibandingkan dengan aspek lingkungan dan ekonomi. Kajian tesis oleh Jingxuan Zhang ini hadir sebagai upaya pemetaan awal terhadap sikap dan praktik industri konstruksi di Swedia dan Tiongkok terhadap keberlanjutan sosial, melalui survei kuantitatif pada perusahaan-perusahaan di kedua negara tersebut.
Kerangka Teoritis: Memahami Dimensi Sosial
Penelitian ini mengacu pada sejumlah kerangka keberlanjutan sosial, antara lain:
Metodologi: Survei Lintas Negara
Survei dikirimkan ke:
Responden mencakup arsitek, kontraktor, konsultan, dan pengembang properti. Fokus utama adalah struktur organisasi, tantangan sosial yang dihadapi, hambatan dalam implementasi, dan persepsi terhadap hasil dari langkah-langkah keberlanjutan sosial.
Hasil: Perbedaan Signifikan dalam Struktur & Pendekatan
Swedia: Terstruktur dan Fokus pada Karyawan
Tiongkok: Terbatas dan Berbasis Internal
Analisis Perbandingan: Titik Temu dan Ketimpangan
Titik Temu:
Perbedaan Mendasar:
Kritik dan Rekomendasi: Menuju Keberlanjutan Sosial yang Menyeluruh
Untuk Industri Konstruksi Swedia:
Untuk Industri Konstruksi Tiongkok:
Untuk Peneliti dan Praktisi:
Kesimpulan
Artikel ini memberikan kontribusi penting bagi pemetaan awal sikap industri terhadap keberlanjutan sosial di dua konteks ekonomi yang berbeda. Dengan pendekatan kuantitatif yang sistematis, ditemukan bahwa meskipun terdapat antusiasme umum terhadap nilai-nilai sosial, implementasi dan dampaknya masih sangat bergantung pada konteks negara, kebijakan publik, dan budaya organisasi.
Untuk menciptakan keberlanjutan sosial yang sejati, diperlukan sinergi antara regulasi pemerintah, kesadaran korporasi, dan partisipasi masyarakat. Industri konstruksi, sebagai sektor dengan dampak sosial langsung yang besar, memiliki peran krusial untuk memainkan peran lebih aktif dalam transformasi ini.
Sumber : Zhang, J. (2017). A questionnaire survey study of the building industry’s attitude towards social sustainability in Sweden and China. Master’s Thesis, Chalmers University of Technology.