Konstruksi

Strategi Peningkatan dan Pengambilan Keputusan melalui FMEA dalam Proyek Konstruksi di Indonesia: Analisis Kritis dan Relevansi Industri

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 22 Mei 2025


Pendahuluan: Konstruksi dan Kebutuhan Manajemen Risiko yang Adaptif

 

Industri konstruksi di Indonesia telah lama diakui sebagai sektor vital dengan kompleksitas tinggi dan tantangan berlapis, mulai dari risiko keselamatan kerja hingga efisiensi produksi. Dalam lanskap seperti ini, pendekatan sistematis terhadap identifikasi dan mitigasi risiko menjadi mutlak. Artikel “Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) in Indonesia’s Construction Project through Lens of Improvement and Decision-Making Strategy” karya Khristian Edi Nugroho Soebandrija dkk. (2022) menawarkan suatu metode berbasis data dan teori, yang tidak hanya mengidentifikasi potensi kegagalan tetapi juga menavigasi pengambilan keputusan berbasis nilai dan efisiensi.

 

Penelitian ini tidak hanya membahas FMEA sebagai metode evaluasi risiko, tetapi juga memadukannya dengan pendekatan lean dan sustainability. Dengan data empiris dari proyek konstruksi nyata di Indonesia, paper ini membuka cakrawala tentang bagaimana FMEA dapat berperan strategis dalam manajemen proyek modern.

 

FMEA: Lebih dari Sekadar Alat Prediksi Risiko

 

Apa itu FMEA dan Mengapa Relevan untuk Konstruksi?

 

FMEA (Failure Modes and Effects Analysis) adalah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi kemungkinan kegagalan dalam suatu sistem dan mengevaluasi dampaknya. Awalnya dikembangkan untuk industri manufaktur, kini FMEA makin luas diadopsi dalam konstruksi karena kemampuannya merinci mode kegagalan dari awal perencanaan hingga pelaksanaan proyek.

 

6 Tahapan Strategis dalam FMEA:

1. Identifikasi kebutuhan fungsional

2. Pemetaan mode kegagalan

3. Analisis penyebab, efek, dan tindakan pengendalian

4. Proses analisis FMEA

5. Mitigasi kegagalan

6. Tinjauan ulang FMEA

 

Metode ini memberikan kerangka berpikir yang terstruktur, sehingga tiap risiko dapat dikalkulasi, diprioritaskan, dan dikelola dengan presisi.

 

RPN: Jantung dari Pengambilan Keputusan Berbasis FMEA

 

RPN (Risk Priority Number): Rumus dan Penerapannya

 

FMEA menggunakan RPN untuk mengkuantifikasi risiko berdasarkan tiga parameter:

Severity (S): tingkat keparahan dampak

Occurrence (O): kemungkinan terjadinya

Detection (D): kemampuan mendeteksi risiko sebelum terjadi

 

Rumus RPN: 

 

Nilai RPN yang tinggi mengindikasikan risiko yang signifikan dan membutuhkan intervensi cepat. Dalam studi ini, misalnya, kondisi cuaca memiliki RPN tertinggi yaitu 64,34, menunjukkan urgensi dalam mitigasi dampak eksternal terhadap jadwal proyek.

 

Studi Kasus Proyek Konstruksi di Indonesia: Data dan Wawasan Praktis

 

Penelitian ini mengamati proyek konstruksi yang berlangsung dari Februari 2021 hingga Juli 2022. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan 153 pekerja termasuk manajer proyek, supervisor, dan mandor. Berikut beberapa hasil analisis RPN:

 

Temuan Penting:

  • Cuaca: RPN 64,34 – dampak signifikan terhadap waktu dan produktivitas kerja.
  • Kualitas material tidak standar: RPN 32,63 – menimbulkan risiko pada mutu hasil konstruksi.
  • Kecerobohan pekerja: RPN 29,18 – mengganggu efektivitas kerja di lapangan.
  • Kerusakan tidak disengaja: RPN 29,6 – menunjukkan kebutuhan perlindungan alat dan area kerja.

 

Sebaliknya, risiko seperti ketidakhadiran alat keselamatan atau ketidaktertiban pekerja memiliki RPN rendah, menandakan efektivitas sebagian besar protokol dasar di lapangan.

 

FMEA sebagai Alat Peningkatan Kinerja Proyek

 

Penulis menekankan bahwa FMEA tidak hanya mencegah kegagalan, tetapi juga menjadi sarana evaluasi kinerja melalui identifikasi area lemah dan penyusunan strategi perbaikan. Dalam industri konstruksi, FMEA bisa diterapkan untuk:

  • Menghemat biaya: melalui deteksi awal potensi pemborosan.
  • Meningkatkan efisiensi waktu: dengan perencanaan berbasis data risiko.
  • Memastikan mutu hasil kerja: melalui mitigasi kegagalan sistematis.

 

Dalam konteks Indonesia, di mana proyek sering terkendala logistik, cuaca, dan sumber daya manusia, penerapan FMEA dapat memberikan keunggulan kompetitif.

 

Penguatan Melalui Lean Construction dan Sustainability

 

Lean Thinking dalam Konstruksi:

 

Konsep lean berasal dari Toyota Production System dan berfokus pada efisiensi dan pengurangan limbah. Dalam proyek konstruksi, lean diterjemahkan menjadi:

  • Value identification dari perspektif klien
  • Mapping alur kerja (value stream)
  • Eliminasi limbah pada tiap tahap
  • Sistem tarik (pull production)
  • Perbaikan berkelanjutan

 

Keterkaitan dengan Sustainability (Keberlanjutan):

 

FMEA mendukung keputusan yang mempertimbangkan tiga pilar Triple Bottom Line (TBL):

  • Lingkungan: mengurangi risiko polusi atau kerusakan akibat kesalahan kerja.
  • Sosial: melindungi tenaga kerja dari kecelakaan fatal.
  • Ekonomi: mengoptimalkan alokasi sumber daya.

 

Dalam konteks proyek di Indonesia, pengambilan keputusan yang mempertimbangkan keberlanjutan ini menjadi penting seiring meningkatnya tuntutan akan pembangunan hijau dan efisien.

 

Nilai Tambah: Kritik dan Relevansi Global

 

Kritik atas Pendekatan Konvensional RPN:

 

Penelitian ini menyadari kelemahan metode RPN konvensional seperti adanya nilai kosong dan sensitivitas rendah. Oleh karena itu, disarankan penggunaan IRPN (Improved RPN) yang menggunakan penjumlahan (bukan perkalian) dari nilai O, S, dan D. IRPN memiliki rentang nilai 3–30 dan diklaim lebih akurat dalam pemeringkatan risiko.

 

Perbandingan dengan Penelitian Serupa:

 

Studi ini melengkapi temuan dari Bas (2022) mengenai pentingnya pendekatan sistemik dalam keselamatan kerja konstruksi. Sebelumnya, pendekatan lean diadopsi lebih luas di manufaktur. Penelitian ini menunjukkan bahwa integrasi FMEA dengan lean berhasil dipraktikkan dalam konteks proyek di negara berkembang seperti Indonesia.

 

Implikasi Praktis dan Masa Depan Manajemen Proyek

 

Hasil studi ini memiliki implikasi strategis bagi praktisi konstruksi, khususnya dalam:

  • Penyusunan prioritas kerja berdasarkan data RPN
  • Alokasi sumber daya yang lebih tepat
  • Peningkatan komunikasi lintas tim proyek

 

Lebih jauh, FMEA bisa dijadikan standar dalam prosedur manajemen risiko di proyek pemerintah dan swasta, serta menjadi bagian dari pelatihan wajib bagi manajer proyek dan teknisi lapangan.

 

Kesimpulan: FMEA sebagai Pilar Transformasi Konstruksi Indonesia

 

Paper ini menegaskan bahwa FMEA, saat dipadukan dengan lean dan prinsip keberlanjutan, dapat menjadi alat transformasional dalam industri konstruksi Indonesia. Melalui pemetaan risiko berbasis data dan strategi pengambilan keputusan yang responsif, proyek konstruksi dapat beroperasi lebih efisien, aman, dan berkelanjutan. Di tengah meningkatnya kompleksitas proyek dan tuntutan lingkungan, integrasi metode seperti FMEA sangat relevan dan mendesak untuk diterapkan secara luas.

 

 

Sumber:

 

Soebandrija, K. E. N., Ho, H.-C., Suharjanto, G., Selvi, G. V., & Darmawan, R. (2022). Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) in Indonesia’s Construction Project through Lens of Improvement and Decision-Making Strategy. Proceedings of the First Australian International Conference on Industrial Engineering and Operations Management. Tersedia di: IEOM Society International

Selengkapnya
Strategi Peningkatan dan Pengambilan Keputusan melalui FMEA dalam Proyek Konstruksi di Indonesia: Analisis Kritis dan Relevansi Industri

Konstruksi

Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja Konstruksi: Studi Kasus Proyek Opra City Gresik dan Implikasinya

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 22 Mei 2025


Pendahuluan: Mengapa Produktivitas Konstruksi Harus Jadi Prioritas

Dalam industri konstruksi, efisiensi bukan sekadar pilihan—ia adalah kebutuhan mendesak. Ketepatan waktu, kualitas, dan biaya merupakan pilar utama suksesnya suatu proyek. Namun, banyak proyek konstruksi yang gagal memenuhi ketiga aspek ini, salah satunya karena produktivitas tenaga kerja yang tidak optimal.

Penelitian oleh Bagaskara dan Triana menyoroti masalah ini secara komprehensif dengan studi kasus pada Proyek Pembangunan Perumahan Opra City di Gresik, Jawa Timur. Tujuan mereka sederhana namun krusial: mengidentifikasi faktor dominan yang memengaruhi produktivitas tenaga kerja di proyek perumahan.

Metodologi: Memadukan Kuantitatif dengan Observasi Lapangan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui survei kuisioner dan observasi work sampling, dengan 29 responden tenaga kerja lapangan. Metode Productivity Rating dan penghitungan Labour Utilization Rate (LUR) dipadukan dengan uji regresi linier berganda, uji T dan F, serta validitas dan reliabilitas instrumen yang diuji melalui SPSS versi 23.

LUR (Labour Utilization Rate), indikator utama produktivitas, dihitung menggunakan rumus:

LUR=Effective Work + (1/4) Essential Contributory WorkTotal Observations×100LUR = \frac{\text{Effective Work + (1/4) Essential Contributory Work}}{\text{Total Observations}} \times 100

Dari dua hari observasi kerja selama 240 menit, rata-rata LUR sebesar 81,80% diperoleh—nilai yang menunjukkan produktivitas cukup tinggi karena melebihi ambang batas 50%.

Temuan Utama: Tujuh Faktor yang Signifikan

Dari 21 variabel bebas yang diuji, hanya 7 faktor yang terbukti signifikan secara statistik (nilai t > 2,306 dan p < 0,05). Berikut adalah tujuh variabel tersebut:

  1. Cuaca Tidak Menentu (X3) – t = 2,779

  2. Kurangnya Ketersediaan Material (X5) – t = 4,866

  3. Peralatan yang Rusak (X8) – t = 5,411

  4. Tingkat Pendidikan (X15) – t = 3,967

  5. Usia Tenaga Kerja (X18) – t = 2,432

  6. Motivasi Pekerja (X23) – t = 3,421

  7. Kualitas Pengawasan (X31) – t = 3,342
     

Dari ketujuh faktor ini, ketersediaan material (X5) memiliki pengaruh dominan dengan nilai beta sebesar 1,036, menandakan bahwa kelancaran distribusi material sangat krusial dalam menjaga produktivitas proyek konstruksi.

Analisis Tambahan: Mengapa Faktor-Faktor Ini Dominan?

1. Cuaca Tidak Menentu

Kondisi cuaca ekstrem seperti hujan deras atau panas berlebih bukan hanya menunda pekerjaan, tetapi juga menurunkan moral tenaga kerja. Banyak proyek tidak memiliki sistem mitigasi cuaca yang efisien, seperti tenda kerja atau sistem jadwal dinamis berbasis prakiraan cuaca.

2. Ketersediaan Material

Faktor ini menunjukkan pentingnya manajemen rantai pasok (supply chain) dalam proyek konstruksi. Keterlambatan pengiriman atau stok yang tidak mencukupi menyebabkan downtime, membuat tenaga kerja tidak produktif meskipun sudah berada di lokasi.

3. Peralatan yang Rusak

Produktivitas tidak hanya ditentukan oleh manusia, tetapi juga oleh alat yang digunakan. Alat yang rusak atau tidak terawat menyebabkan waktu tunggu yang tinggi dan mengurangi kecepatan penyelesaian pekerjaan.

4. Tingkat Pendidikan

Pekerja dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung memiliki pemahaman lebih baik terhadap instruksi kerja dan standar keselamatan. Ini meningkatkan efektivitas kerja dan mengurangi risiko kesalahan.

5. Usia Pekerja

Tenaga kerja yang terlalu muda mungkin kurang pengalaman, sementara yang terlalu tua bisa mengalami penurunan fisik. Komposisi usia yang seimbang adalah kunci efisiensi.

6. Motivasi Pekerja

Faktor psikologis seperti motivasi memiliki peran besar dalam produktivitas. Sistem reward, kejelasan job desk, dan komunikasi yang baik dengan atasan terbukti mendorong peningkatan performa.

7. Kualitas Pengawasan

Pengawas yang aktif, adil, dan komunikatif berkontribusi terhadap lingkungan kerja yang disiplin namun kondusif, mengurangi konflik dan meningkatkan kecepatan pengerjaan.

Kritik dan Perbandingan dengan Studi Lain

Studi ini berhasil memetakan faktor-faktor produktivitas dengan pendekatan statistik yang ketat. Namun, tidak semua aspek lapangan bisa direduksi menjadi angka. Misalnya, aspek budaya kerja lokal atau hubungan sosial antarpekerja bisa memengaruhi motivasi dan efisiensi tetapi sulit dikalkulasi secara linier.

Jika dibandingkan dengan penelitian Yanti (2017) di proyek Pekanbaru, hasilnya konsisten bahwa pengawasan dan distribusi material adalah dua elemen paling krusial. Namun, Yanti juga menekankan penggunaan teknologi digital seperti software manajemen proyek, yang absen dalam penelitian ini.

Dampak Praktis dan Rekomendasi Implementasi

Hasil studi ini memiliki nilai aplikatif tinggi bagi manajemen proyek:

  • Perusahaan konstruksi harus memprioritaskan logistik dan perawatan alat.

  • Pelatihan rutin bagi pengawas dan tenaga kerja untuk meningkatkan kualitas eksekusi.

  • Gunakan sistem pemantauan berbasis digital untuk memprediksi kebutuhan material.

  • Implementasi program motivasi dan insentif berbasis pencapaian produktivitas.
     

Kontribusi terhadap Industri Konstruksi Indonesia

Dengan LUR rata-rata sebesar 81,80%, proyek ini tergolong produktif. Namun, fakta bahwa 86,3% variasi produktivitas dapat dijelaskan oleh 21 variabel bebas (R² = 0,863) menunjukkan bahwa ada ruang untuk pengendalian lebih lanjut melalui manajemen yang lebih sistematis.

Dalam konteks industri konstruksi nasional yang masih dihadapkan pada masalah keterlambatan proyek dan pembengkakan biaya, hasil penelitian ini dapat menjadi landasan untuk menyusun pedoman peningkatan produktivitas tenaga kerja di sektor perumahan, terutama dalam konteks proyek skala menengah seperti Opra City.

 

Kesimpulan

Penelitian ini bukan hanya mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas, tetapi juga menunjukkan bahwa pendekatan kuantitatif dapat membantu manajemen proyek dalam membuat keputusan berbasis data. Di tengah tantangan pembangunan infrastruktur di Indonesia, strategi berbasis produktivitas seperti yang diuraikan dalam studi ini akan sangat krusial.

 

Sumber

Bagaskara, J. S., & Triana, M. I. (2024). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja pada Proyek Pembangunan Perumahan Opra City Gresik Jawa Timur. JUTIN: Jurnal Teknik Industri Terintegrasi, 7(2), 980–995. DOI: 10.31004/jutin.v7i2.28204

Selengkapnya
Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja Konstruksi: Studi Kasus Proyek Opra City Gresik dan Implikasinya

Konstruksi

Faktor Penentu Produktivitas Pekerja Konstruksi: Studi Kasus Brastagi Supermarket

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 21 Mei 2025


Pendahuluan: Produktivitas Sebagai Kunci Sukses Proyek Konstruksi

Dalam dunia konstruksi, produktivitas bukan sekadar angka statistik—ia adalah cerminan efisiensi, ketepatan waktu, dan kualitas hasil. Proyek besar seperti pembangunan Brastagi Supermarket di Medan, yang menjadi objek dalam penelitian ini, membutuhkan lebih dari sekadar material berkualitas dan desain arsitektur; kunci keberhasilannya terletak pada sumber daya manusianya, yakni para pekerja konstruksi.

Penelitian ini berangkat dari kebutuhan nyata di lapangan: mengidentifikasi faktor-faktor yang benar-benar mempengaruhi produktivitas pekerja. Sebab, meskipun proyek disokong dana besar dan perencanaan matang, ketidakefisienan tenaga kerja dapat menimbulkan keterlambatan dan kerugian.

Tujuan dan Lingkup Penelitian

Tujuan utama skripsi ini adalah untuk mengetahui:

  • Apa saja faktor yang mempengaruhi produktivitas pekerja di proyek pembangunan Brastagi Supermarket?

  • Faktor mana yang memiliki pengaruh paling dominan?

 

Lingkup penelitian difokuskan pada tahap pekerjaan basement dan lantai 1, melibatkan tukang, asisten mandor, dan mandor sebagai responden.

 

Metodologi Penelitian: Kuantitatif dengan Analisis SPSS

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif berbasis survei. Instrumen utama adalah kuesioner dengan skala Likert, yang kemudian dianalisis melalui uji validitas, reliabilitas, dan penghitungan rata-rata (mean) menggunakan SPSS versi 26.

Enam variabel diuji, yaitu:

  1. Usia

  2. Pengalaman kerja

  3. Upah

  4. Jumlah tanggungan keluarga

  5. Kesehatan

  6. Kondisi lapangan
     

Nilai produktivitas dihitung berdasarkan skor agregat tiap faktor, menghasilkan total skor 3.124 poin.

 

Hasil Temuan: Upah sebagai Faktor Terkuat

Dari seluruh variabel yang diteliti, faktor upah menempati posisi tertinggi dalam mempengaruhi produktivitas pekerja, dengan koefisien sebesar 32,400. Disusul oleh pengalaman kerja dan kesehatan sebagai variabel signifikan lainnya.

Statistik Penting:

  • Total skor produktivitas: 3.124 poin

  • Koefisien tertinggi (faktor upah): 32,400

  • Usia dan jumlah tanggungan memiliki pengaruh sedang

  • Faktor lingkungan (kondisi lapangan) juga turut berkontribusi, meski tidak sebesar faktor ekonomi

 

Analisis Tambahan: Kenapa Upah Jadi Penentu?

Secara sosiologis dan psikologis, upah bukan hanya soal kompensasi, tetapi juga cermin penghargaan dan motivasi. Ketika pekerja merasa dihargai secara finansial, hal itu meningkatkan rasa tanggung jawab dan loyalitas mereka terhadap proyek.

Dalam konteks Medan dan sektor konstruksi Sumatera Utara, standar upah sering kali menjadi isu. Berdasarkan data dari BPS 2023, rata-rata upah harian tukang bangunan di Indonesia berkisar antara Rp 120.000–150.000. Bila proyek seperti Brastagi Supermarket menerapkan skema upah di bawah atau tidak sesuai dengan kompleksitas kerja, maka potensi penurunan produktivitas meningkat signifikan.

 

Perbandingan dengan Studi Terdahulu

Penelitian ini mengonfirmasi hasil penelitian sebelumnya:

  • Faradina (2021): Faktor kesehatan paling dominan dalam proyek MTsN 3 Pekanbaru.

  • Iqbal (2018): Faktor upah berpengaruh signifikan dalam proyek PT. Mega Prima Development.

  • Widayat (2017): Faktor usia dan pengalaman memiliki korelasi tinggi terhadap produktivitas.

Namun, dalam studi Alexius ini, faktor upah justru menempati posisi puncak. Hal ini memperlihatkan bahwa dinamika produktivitas bisa sangat tergantung pada konteks lokal proyek.

 

Studi Kasus Nyata: Proyek MRT Jakarta

Sebagai pembanding, proyek MRT Jakarta fase 1 juga mengalami dinamika serupa. Pada awal 2020, produktivitas pekerja sempat menurun karena isu pembayaran yang tertunda. Setelah manajemen memperbaiki sistem insentif dan pemberian bonus berbasis kinerja, produktivitas meningkat hingga 20% dalam tiga bulan (sumber: Laporan PT MRT Jakarta, 2021).

Hal ini membuktikan bahwa insentif finansial yang adil dan terukur dapat menjadi pemicu percepatan proyek secara keseluruhan.

 

Implikasi Praktis Penelitian

Bagi Kontraktor dan Manajemen Proyek:

  • Penyesuaian upah berdasarkan UMR dan kondisi proyek sangat penting.

  • Program pelatihan kesehatan kerja dan manajemen stres bisa meningkatkan produktivitas jangka panjang.

Bagi Pemerintah Daerah:

  • Perlu diterapkan regulasi minimum wage khusus untuk sektor konstruksi.

  • Mendorong pengawasan yang lebih ketat terhadap standar kerja di proyek-proyek publik dan swasta.

Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian

Kelebihan:

  • Analisis statistik berbasis SPSS memberikan hasil kuantitatif yang dapat dipertanggungjawabkan.

  • Studi lapangan secara langsung di proyek yang sedang berjalan.

Keterbatasan:

  • Penelitian hanya mencakup area basement dan lantai 1 proyek, yang mungkin belum mencerminkan keseluruhan kondisi proyek.

  • Fokus hanya pada faktor internal pekerja, belum mempertimbangkan faktor manajerial atau kebijakan proyek.

 

Opini dan Rekomendasi Penulis

Penelitian ini sangat relevan dengan tantangan produktivitas yang dihadapi sektor konstruksi Indonesia. Penulis menyarankan agar penelitian serupa dilakukan secara longitudinal, tidak hanya pada satu fase proyek, untuk melihat perubahan dinamika produktivitas dari awal hingga akhir proyek.

Lebih lanjut, akan sangat menarik bila dikembangkan studi komparatif antar provinsi atau wilayah—untuk memahami pengaruh budaya kerja dan kebijakan lokal terhadap produktivitas.

 

Kesimpulan

Produktivitas pekerja adalah elemen kritis dalam keberhasilan proyek konstruksi. Melalui penelitian Alexius Awalludin Hulu ini, kita belajar bahwa faktor upah, pengalaman kerja, dan kesehatan memiliki pengaruh signifikan terhadap produktivitas pekerja.

Untuk menjawab tantangan produktivitas, diperlukan pendekatan manajerial yang holistik: mulai dari kebijakan pengupahan yang adil hingga peningkatan kapasitas tenaga kerja melalui pelatihan berkelanjutan. Dengan begitu, proyek konstruksi di Indonesia dapat diselesaikan lebih cepat, efisien, dan dengan kualitas yang lebih baik.

 

Sumber Artikel

Hulu, A. A. (2023). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Pekerja pada Proyek Pembangunan Brastagi Supermarket. Skripsi, Universitas Medan Area.
Tersedia di: repository.uma.ac.id

Selengkapnya
Faktor Penentu Produktivitas Pekerja Konstruksi: Studi Kasus Brastagi Supermarket

Konstruksi

Strategi Bisnis Cerdas untuk Masa Depan Konstruksi: Studi Kasus PT Asia Civil Indonesia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 21 Mei 2025


Mengapa Strategi Bisnis Jadi Kunci di Industri Konstruksi?

 

Di tengah pertumbuhan pasar konstruksi Indonesia yang pesat — dengan proyeksi mencapai USD 379,41 miliar pada 2028 — tidak semua perusahaan mampu merasakan dampaknya. PT Asia Civil Indonesia (ACI), salah satu pemain lokal di industri ini, menghadapi kenyataan pahit: pertumbuhan industri tidak otomatis berbanding lurus dengan performa perusahaan.

 

Melalui pendekatan kualitatif berbasis wawancara mendalam, penelitian ini berupaya menggali tantangan riil dan merumuskan strategi bisnis yang konkret dan aplikatif bagi PT ACI. Studi ini menjadi penting karena menggabungkan teori manajemen strategis dengan praktik lapangan dalam industri konstruksi yang kompleks dan kompetitif.

 

Potret Industri Konstruksi Indonesia: Peluang dan Realitas

 

Fakta dan Angka

  • Nilai pasar konstruksi Indonesia pada 2023: USD 264,34 miliar
  • Proyeksi 2028: USD 379,41 miliar (CAGR 7,5%)
  • Nilai pembangunan gedung (2022): IDR 157,47 triliun
  • Nilai konstruksi pusat data (2022): IDR 4,59 triliun

 

Pertumbuhan ini ditopang oleh berbagai proyek strategis nasional seperti Ibu Kota Negara (IKN), tol, LRT, dan fasilitas digital seperti pusat data. Namun, dominasi pasar belum serta merta menyentuh seluruh pemain industri. Banyak perusahaan — termasuk PT ACI — menghadapi stagnasi karena kurangnya strategi bisnis adaptif.

 

Masalah yang Dihadapi PT ACI

 

Beberapa hambatan utama yang ditemukan:

  • Minimnya ekspansi pasar internasional
  • Keterbatasan pada efisiensi manajemen proyek
  • Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam tender
  • Kesulitan memperluas jejaring industri

 

Penelitian ini merumuskan strategi untuk mengubah tantangan-tantangan tersebut menjadi peluang pertumbuhan jangka panjang. Caranya: melalui integrasi model bisnis baru, inovasi teknologi, dan optimalisasi jaringan (networking).

 

Pendekatan Teoritis: TOWS dan Strategy Diamond

 

TOWS Analysis

TOWS digunakan untuk menyusun strategi berdasarkan empat kategori:

  • SO (Strength-Opportunity): Memanfaatkan kekuatan internal untuk meraih peluang eksternal.
  • WO (Weakness-Opportunity): Mengatasi kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang.
  • ST (Strength-Threat): Menghadapi ancaman eksternal dengan kekuatan yang dimiliki.
  • WT (Weakness-Threat): Strategi defensif menghadapi kombinasi ancaman dan kelemahan.

 

Misalnya:

PT ACI yang memiliki kekuatan teknis dan finansial bisa menggunakan itu untuk masuk ke proyek infrastruktur pemerintah (SO).

Kekurangan manajemen proyek bisa diatasi dengan investasi pada software manajemen modern (WO).

 

Strategy Diamond

Model ini menggarisbawahi lima elemen strategis:

1. Arenas – Di mana perusahaan akan bersaing (residensial, komersial, infrastruktur).

2. Vehicles – Bagaimana cara bersaing (kemitraan, aliansi, investasi teknologi).

3. Differentiators – Keunikan perusahaan (kualitas layanan, sertifikasi, teknologi).

4. Staging – Urutan pelaksanaan strategi (jangka pendek, menengah, panjang).

5. Economic Logic – Bagaimana strategi menghasilkan laba (efisiensi biaya, volume proyek).

 

Model ini membantu PT ACI untuk menyusun rencana jangka panjang secara terstruktur, dari penguatan internal hingga penetrasi pasar baru.

 

Solusi dan Strategi: Langkah Konkret yang Direkomendasikan

 

1. Optimalisasi Manajemen Proyek Melalui Teknologi

 

Penggunaan Building Information Modeling (BIM) untuk efisiensi desain, estimasi biaya, dan koordinasi lintas disiplin.

Implementasi software manajemen proyek terintegrasi untuk monitoring real-time, dokumentasi, dan compliance otomatis.

 

Analisis tambahan: BIM bukan hanya alat visualisasi 3D, tetapi juga alat strategis untuk mengurangi rework dan meningkatkan akurasi biaya. Di negara maju, BIM sudah menjadi syarat tender. Indonesia juga menuju ke arah yang sama, dan PT ACI wajib mengikuti tren ini untuk tetap relevan.

 

2. Pembentukan Tim Ahli Multidisiplin

 

Merekrut atau melatih tenaga profesional di bidang teknik sipil, MEP, dan estimasi biaya.

 

Tujuannya: meningkatkan kualitas tender dan daya saing penawaran.

 

Catatan penting: Dalam kompetisi tender, kualitas proposal teknis sering kali lebih menentukan daripada sekadar harga. Tim internal yang andal menjadi investasi jangka panjang untuk reputasi dan kepercayaan pasar.

 

3. Diversifikasi Lini Proyek

 

Tidak hanya menggarap sektor infrastruktur, tapi juga merambah proyek perumahan, komersial, dan pusat data.

Langkah ini mengurangi risiko terhadap fluktuasi pasar sektor tertentu.

 

Konteks industri: Tingginya permintaan untuk hunian vertikal di Jakarta dan pusat data di wilayah industri seperti Bekasi dan Karawang adalah peluang yang bisa dioptimalkan.

 

4. Ekspansi Geografis dan Jejaring

 

Membangun koneksi di luar Jawa, terutama kawasan pertumbuhan seperti Kalimantan Timur (IKN), Sulawesi, dan Papua.

Aktif dalam forum bisnis, asosiasi konstruksi, dan kerja sama BUMN/swasta besar.

 

Insight tambahan: Networking bukan sekadar hubungan sosial — ia adalah modal strategis dalam mendapatkan informasi tender, kemitraan, dan akses logistik. PT ACI disarankan untuk membangun hubungan proaktif, termasuk dengan pemerintah daerah.

 

5. Transformasi Model Bisnis

 

Beralih dari model reaktif menjadi model proaktif berbasis strategi digital.

Mengintegrasikan CRM (Customer Relationship Management) dan digital marketing untuk menjangkau pasar baru dan klien korporat.

 

Relevansi tren: Era digital mendorong konstruksi menuju platform-based services. Klien semakin memilih kontraktor yang transparan, cepat respons, dan terhubung secara digital.

 

Studi Kasus Implementasi Strategi

 

  • Masalah Tender

 

Tantangan: PT ACI sering kalah tender meskipun memiliki portofolio bagus.

 

Analisis: Proposal kurang kompetitif dari sisi struktur biaya dan visualisasi teknis.

 

  • Solusi yang Diusulkan

 

  • Gunakan BIM untuk menunjukkan keunggulan teknis.
  • Standarisasi dokumen tender dengan checklist digital.
  • Bentuk tim khusus tender yang fokus pada riset pasar dan kebutuhan klien.

 

  • Hasil yang Diharapkan

 

  • Peningkatan akurasi estimasi biaya.
  • Meningkatkan keberhasilan memenangkan tender sebesar >20% dalam 2 tahun.

 

Nilai Tambah dan Perbandingan dengan Studi Lain

 

Penelitian ini memberikan kontribusi praktis yang jarang dimunculkan dalam riset konstruksi: integrasi antara strategi bisnis dan praktik manajemen proyek di perusahaan menengah.

 

Jika dibandingkan dengan studi sebelumnya seperti oleh Ulukan (2020) atau Melkonyan dkk. (2020), pendekatan Jeysen Wenas lebih aplikatif karena tidak hanya berhenti di tingkat teori tetapi menyusun rencana implementasi terukur yang cocok untuk pasar Indonesia.

 

Kritik terhadap Penelitian

 

  • Meskipun penelitian ini sangat relevan, ada beberapa catatan:
  • Minimnya data kuantitatif: tidak ada pembahasan angka kinerja keuangan atau perbandingan tahun-ke-tahun dari PT ACI.
  • Tidak menyertakan studi banding perusahaan lain di industri serupa yang sudah sukses menerapkan strategi serupa.

 

Namun, pendekatan wawancara mendalam memberikan kekuatan dari sisi insight bisnis yang sering kali luput dalam studi kuantitatif.

 

Kesimpulan: Strategi adalah Jalan, Bukan Sekadar Tujuan

 

Penelitian ini membuktikan bahwa pertumbuhan industri tidak otomatis berdampak pada semua pemain — kecuali mereka yang siap beradaptasi dan menyusun strategi. PT ACI, melalui pendekatan yang sistematis, bisa mentransformasi dirinya dari pemain menengah menjadi pemain utama dalam pasar konstruksi nasional.

 

Dengan menggabungkan teknologi, pengembangan SDM, ekspansi pasar, dan reformasi manajemen proyek, PT ACI dapat menavigasi tantangan industri konstruksi yang dinamis sekaligus menangkap peluang pertumbuhan jangka panjang.

 

 

Sumber Utama

 

Wenas, J., & Sunitiyoso, Y. (2024). Developing Business Strategies to Grow the Business of PT Asia Civil Indonesia. International Journal of Current Science Research and Review, 7(9), 7099–7107. DOI: 10.47191/ijcsrr/V7-i9-27

Selengkapnya
Strategi Bisnis Cerdas untuk Masa Depan Konstruksi: Studi Kasus PT Asia Civil Indonesia

Konstruksi

Kinerja Mutu Proyek Konstruksi di Aceh: Mengurai Akar Masalah dan Solusi Berbasis Fakta

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 21 Mei 2025


Pengantar: Mutu Bukan Sekadar Target, Tapi Jaminan Keberlangsungan Proyek

 

Dalam dunia konstruksi, mutu bukan hanya indikator pencapaian teknis, melainkan juga fondasi dari keberlangsungan bisnis dan reputasi perusahaan. Terlebih di era kompetisi yang kian ketat, proyek konstruksi dituntut tak hanya selesai tepat waktu dan hemat biaya, tetapi juga harus menghasilkan bangunan berkualitas tinggi. Namun, realitas di lapangan tak selalu sejalan dengan harapan. Sejumlah proyek di Provinsi Aceh, misalnya, masih menghadapi tantangan serius dalam hal mutu.

 

Penelitian Anita Rauzana dan Dwi Andri Usni ini hadir sebagai respons terhadap problem klasik yang terus membayangi dunia konstruksi lokal: mengapa mutu proyek di Aceh masih rendah meski jumlah perusahaan konstruksi terus meningkat?

 

Metodologi: Kajian Statistik dan Kuesioner Praktisi Lapangan

 

Studi ini menggunakan metode statistik deskriptif, didukung penyebaran kuesioner kepada 30 perusahaan kontraktor bersertifikat LPJK di Aceh dengan klasifikasi M1, M2, B1, dan B2. Para responden diminta menilai 18 faktor penyebab rendahnya mutu menggunakan skala Likert (1–5). Hasil validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa semua indikator valid (r > 0,444) dan reliabel (α = 0,877).

 

Temuan Utama: Lima Penyebab Dominan Rendahnya Kinerja Mutu

 

Berikut lima faktor yang dinilai “sangat berpengaruh” terhadap buruknya mutu proyek konstruksi di Aceh menurut para kontraktor:

 

1. Perubahan Lingkup Pekerjaan

 

Persentase responden: 63% (19 dari 30) menilai sangat berpengaruh.

Masalah umum: revisi desain mendadak, spesifikasi tidak konsisten, dan perintah kerja tambahan tanpa perencanaan matang.

 

Dampak:

Rework dan pemborosan material.

Overbudget dan keterlambatan jadwal.

 

Analisis Tambahan: Fenomena ini sejatinya mencerminkan lemahnya integrasi antara perencana dan pelaksana. Idealnya, dokumen kerja (RAB, gambar, dan spesifikasi) harus matang sebelum kontrak ditandatangani. Perubahan yang tidak terkontrol menjadi penyebab utama ketidaksesuaian mutu konstruksi dengan rencana awal.

 

2. Kualitas Material yang Buruk

 

Responden: 70% menilai sangat berpengaruh.

 

Contoh nyata: keretakan dini pada plat lantai atau dinding karena pasir tidak lolos uji kadar lumpur.

 

Solusi yang disarankan:

Seleksi ketat terhadap supplier.

Inspeksi material sebelum dikirim ke lokasi proyek.

 

Opini Kritis: Kebanyakan kontraktor terlalu fokus pada efisiensi harga dan lupa bahwa penghematan pada material bisa berujung pada biaya tambahan akibat perbaikan. Standarisasi rantai pasok material konstruksi perlu menjadi prioritas kebijakan publik.

 

3. Kesalahan Desain

 

Jumlah responden: 56% menyatakan faktor ini sangat berpengaruh.

 

Bentuk kesalahan:

Desain tidak sesuai kondisi lapangan.

Gambar teknis tidak rinci.

 

Konsekuensi:

Tingginya volume pekerjaan ulang (rework).

Terjadinya konflik antara pelaksana dan konsultan.

 

Kritik Tambahan: Perencanaan yang tidak berbasis survei geoteknik atau kondisi eksisting bisa memicu desain yang tidak layak secara struktural. Di sinilah pentingnya kolaborasi multi-disiplin (arsitek, struktur, MEP) dalam fase desain.

 

4. Mutu Peralatan yang Buruk

 

Responden: 67% sepakat faktor ini sangat mempengaruhi hasil akhir proyek.

 

Dampak langsung:

Tingkat produksi menurun.

Tingginya biaya maintenance alat berat.

 

Saran praktis:

Lakukan inspeksi alat sebelum mobilisasi.

Gunakan logistik equipment management berbasis sistem.

 

Trend Industri: Perusahaan kelas menengah ke bawah sering menyewa alat dari pihak ketiga dengan kualitas tak terjamin. Implementasi digital asset management berbasis IoT sudah umum di negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan, dan bisa menjadi acuan untuk Indonesia.

 

5. Kurangnya Keahlian Tenaga Kerja

 

Responden: 63% menyatakan sangat berpengaruh.

 

Contoh kasus: kesalahan pemasangan bekisting menyebabkan beton menggelembung dan tidak rata.

 

Solusi:

Pelatihan rutin dan pemberian sertifikasi keterampilan (SKT).

Pengawasan melekat saat pekerjaan teknis berlangsung.

 

Opini Kritis: Fenomena ini memperlihatkan kesenjangan besar antara kurikulum pendidikan vokasi dan realitas di lapangan. Pelatihan berbasis proyek dan kerja sama industri-pendidikan adalah kunci menutup gap ini.

 

Pembahasan Lanjutan: Aspek Lain yang Perlu Diantisipasi

 

Faktor Eksternal Lain (Berpengaruh sedang):

  • Inflasi dan suku bunga: Menyulitkan pengadaan material berkualitas.
  • Cuaca ekstrem: Memperlambat progres dan menurunkan mutu pengerjaan.
  • Jumlah peralatan kurang: Menyebabkan stagnasi di lokasi proyek.

 

Konsekuensi Umum dari Rendahnya Mutu:

  • Kegagalan fungsi bangunan (tidak fit for use).
  • Tuntutan hukum dari pemilik proyek.
  • Turunnya reputasi kontraktor dan potensi black-list.

 

Tinjauan Perbandingan dengan Studi Serupa

 

Penelitian ini sejalan dengan studi Alrizal et al. (2020) dan Han et al. (2013) yang menempatkan “kesalahan desain” dan “material buruk” sebagai penyumbang utama kegagalan proyek. Namun, yang membedakan, studi di Aceh ini memberikan pendekatan kontekstual spesifik, mencerminkan tantangan unik di wilayah pasca-konflik dan rawan bencana.

 

Dampak Praktis dan Rekomendasi Strategis

 

Untuk meningkatkan mutu proyek konstruksi di Aceh (dan Indonesia secara umum), penulis merekomendasikan:

 

1. Penegakan Standar Nasional Konstruksi (SNI)

 

SNI harus dijadikan acuan wajib dalam pengadaan material, pelaksanaan, hingga audit pasca-proyek.

 

2. Implementasi Quality Management System (QMS) Berbasis ISO 9001

 

Khususnya untuk perusahaan menengah yang sering jadi mitra pemerintah.

 

3. Penerapan Digital Construction Tools

 

Penggunaan BIM, e-procurement, hingga aplikasi mobile untuk inspeksi lapangan real-time.

 

4. Revitalisasi Pendidikan dan Sertifikasi Tenaga Kerja

 

Pelatihan berbasis proyek, kerja sama kampus–industri, dan keharusan SKA/SKT.

 

Kesimpulan: Saatnya Mutu Menjadi Kunci Utama, Bukan Sekadar Formalitas

 

Studi Rauzana dan Usni membuka mata bahwa banyak proyek konstruksi di Aceh belum mampu mewujudkan mutu sebagai target utama. Lima faktor utama — perubahan lingkup pekerjaan, kualitas material buruk, kesalahan desain, mutu peralatan buruk, dan kurangnya keahlian tenaga kerja — adalah sinyal kuat bahwa perbaikan sistemik diperlukan.

 

Dalam dunia yang semakin terotomatisasi dan terdigitalisasi, mutu tak bisa lagi diserahkan sepenuhnya pada pengalaman dan intuisi. Ia harus dikawal dengan sistem, ditopang teknologi, dan ditanamkan dalam budaya kerja semua pelaku industri konstruksi.

 

 

Sumber Referensi

 

Rauzana, A., & Usni, D. A. (2020). Kajian Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Kinerja Mutu pada Proyek Konstruksi di Provinsi Aceh. Media Komunikasi Teknik Sipil, Vol. 26, No. 2, 267–274. https://jurnal.usk.ac.id/MKTS/article/view/24065

Selengkapnya
Kinerja Mutu Proyek Konstruksi di Aceh: Mengurai Akar Masalah dan Solusi Berbasis Fakta

Konstruksi

Reformulasi Regulasi Jasa Konstruksi: Kritik terhadap Efektivitas UUJK bagi Praktisi Konstruksi Indonesia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 21 Mei 2025


Pendahuluan: Relevansi UUJK dalam Dinamika Industri Konstruksi

 

Dalam industri konstruksi yang berkembang pesat dan kompleks di Indonesia, peraturan perundang-undangan berperan penting sebagai pemandu arah dan etika kerja. Penelitian oleh Andi Bayu Putra dan Hendrik Sulistio, berjudul "Analisis Undang-Undang yang Mengatur Jasa Konstruksi Indonesia terhadap Pengguna dan Penyedia Jasa Konstruksi", memaparkan bagaimana dua rezim hukum utama—UU No. 18 Tahun 1999 dan UU No. 2 Tahun 2017—diterima oleh praktisi jasa konstruksi.

 

Penelitian ini penting karena mengevaluasi efektivitas undang-undang yang menjadi tulang punggung regulasi konstruksi nasional. Dengan pendekatan kuantitatif berbasis kuesioner terhadap 60 praktisi di bidang konstruksi, ditambah validasi melalui wawancara dengan ahli berpengalaman lebih dari 15 tahun, kajian ini menyuguhkan refleksi tajam atas kondisi regulatif yang berlaku.

 

Transformasi Regulatif: Dari UUJK 1999 ke UUJK 2017

 

UUJK 18/1999 terdiri dari 12 bab dan 46 pasal, sementara UUJK 2/2017 berkembang menjadi 14 bab dan 106 pasal. Perubahan ini mencakup:

  • Penambahan segmen pasar dan klasifikasi usaha (kecil, menengah, besar)
  • Penguatan peran pemerintah pusat dan daerah
  • Penekanan pada pembangunan berkelanjutan, keamanan kerja, dan sistem informasi konstruksi
  • Pengakuan lebih luas terhadap usaha jasa konstruksi asing dan perseorangan

Namun, perubahan kuantitatif ini ternyata tidak otomatis menghasilkan kualitas regulasi yang lebih baik di mata pengguna dan penyedia jasa konstruksi.

 

Hasil Penelitian: Dimensi Kelemahan Regulasi

 

Melalui pendekatan regresi linear berganda, ditemukan bahwa hanya 16,7% variasi persepsi negatif terhadap UUJK dapat dijelaskan oleh dua variabel utama:

1. X13: Kurangnya ketetapan dalam pemilihan Penilai Ahli

2. X19: Ketidakjelasan sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar

 

Temuan lainnya yang juga signifikan meliputi:

  • X12: Ketiadaan penjabaran tegas mengenai kegagalan bangunan
  • X14: Ketidakjelasan standar tenaga kerja konstruksi

Kritik utama muncul karena peraturan dianggap terlalu normatif tanpa mekanisme eksekusi yang jelas. Misalnya, dalam konteks kegagalan bangunan, UUJK seharusnya memberikan kerangka tanggung jawab dan investigasi teknis yang transparan—seperti halnya dalam sistem arbitrase konstruksi di negara maju seperti Australia atau Inggris.

 

Studi Kasus: Praktik di Lapangan

 

Dalam praktiknya, perusahaan konstruksi multinasional yang beroperasi di Indonesia sering kali menilai UUJK sebagai "guideline kabur" yang kurang enforceable. Misalnya, dalam proyek konstruksi besar seperti Tol Trans Jawa atau LRT Jabodebek, penyelesaian sengketa antara kontraktor dan subkontraktor sering dilakukan di luar jalur UUJK, melalui mekanisme internal atau arbitrase internasional. Hal ini mengindikasikan kurangnya kepercayaan terhadap instrumen hukum nasional.

 

Dampak Nyata di Lapangan

 

Berdasarkan hasil kuesioner:

  • 47% responden merasa ketentuan soal kegagalan bangunan tidak aplikatif
  • 52% menyatakan tidak memahami standar sanksi dalam UUJK
  • 60% menyebutkan belum ada SOP nasional untuk pemilihan penilai ahli independen

Ini menegaskan bahwa gap antara dokumen hukum dan realitas implementasi masih lebar.

 

Tantangan dan Rekomendasi: Apa yang Perlu Diperbaiki?

 

1. Penilai Ahli: Sertifikasi dan Independensi

 

Harus ada standar nasional tentang kualifikasi penilai ahli, termasuk pengalaman minimal, latar belakang pendidikan, dan akreditasi. Idealnya, Indonesia membentuk Construction Expert Accreditation Board seperti di Singapura.

 

2. Sistem Sanksi: Jelas, Tegas, dan Konsisten

 

Perlu penggabungan kekuatan antara pendekatan UUJK 1999 (yang menekankan konsekuensi hukum) dan UUJK 2017 (yang fokus pada aktor). Penyusunan sistem sanksi harus memuat tiga unsur:

  • Subjek pelanggar
  • Jenis pelanggaran
  • Besaran dan bentuk sanksi

 

3. Kegagalan Bangunan: Membangun Mekanisme Audit Teknis

 

Peraturan baru harus mewajibkan post-failure audit oleh lembaga independen dengan pelaporan terbuka. Hal ini dapat menekan praktik korupsi dan moral hazard dalam proyek besar.

 

4. Standar Tenaga Kerja Konstruksi: Sertifikasi dan Keselamatan

 

Dalam era Industri 4.0, sertifikasi tenaga kerja harus berbasis digital, mudah dilacak, dan wajib diperbarui secara berkala. Negara seperti Jepang telah menerapkan sistem ini untuk memantau migran konstruksi.

 

Penilaian Kritis terhadap Metodologi Penelitian

 

Studi ini patut diapresiasi karena menyertakan validitas statistik dengan SPSS dan pendekatan triangulasi data. Namun, beberapa kritik yang bisa diajukan antara lain:

  • Skala sampel terbatas (hanya 60 responden), membuat generalisasi kurang kuat
  • Minim pembahasan per sektor (misalnya perbandingan antara proyek swasta dan proyek pemerintah)
  • Kuesioner berbasis persepsi mungkin bias terhadap pengalaman personal

Untuk masa depan, perlu pendekatan mixed methods dengan penggabungan studi dokumen hukum dan observasi lapangan terhadap proyek-proyek yang mengalami kegagalan atau konflik.

 

Implikasi bagi Industri Konstruksi Indonesia

 

Bagi perusahaan kontraktor, konsultan, dan pemilik proyek, hasil riset ini menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap UUJK belum menjamin perlindungan hukum optimal. Oleh karena itu, sektor swasta perlu:

  • Meningkatkan penggunaan kontrak berbasis FIDIC atau NEC3
  • Melakukan pelatihan internal mengenai pembacaan regulasi UUJK
  • Menyiapkan sistem alternatif penyelesaian sengketa (ADR)

Sedangkan bagi pemerintah, hasil ini bisa dijadikan bahan masukan untuk revisi UUJK di masa depan agar lebih aplikatif dan relevan dengan dinamika industri.

 

Kesimpulan: UUJK Perlu Evolusi, Bukan Sekadar Revisi

 

Meskipun UUJK 2/2017 telah membawa banyak pembaruan, penelitian ini menegaskan bahwa kuantitas pasal belum tentu mencerminkan kualitas substansi hukum. Dengan pendekatan yang lebih praktis, berlandaskan pengalaman empiris dari pengguna dan penyedia jasa, revisi UUJK ke depan harus difokuskan pada:

  • Peningkatan kejelasan definisi teknis
  • Penegakan hukum yang efisien
  • Peningkatan literasi hukum di kalangan praktisi

Sebagaimana hukum seharusnya menjadi tools of change, UUJK yang efektif adalah yang mampu menjembatani kompleksitas teknis dan keadilan hukum secara setara bagi semua pelaku jasa konstruksi.

 

 

Sumber Referensi:

 

Putra, A. B., & Sulistio, H. (2019). Analisis Undang-Undang yang Mengatur Jasa Konstruksi Indonesia terhadap Pengguna dan Penyedia Jasa Konstruksi, Media Komunikasi Teknik Sipil, 25(2), 199–209. DOI: mkts.v25i2.19678

Selengkapnya
Reformulasi Regulasi Jasa Konstruksi: Kritik terhadap Efektivitas UUJK bagi Praktisi Konstruksi Indonesia
« First Previous page 6 of 17 Next Last »