Strategi Peningkatan dan Pengambilan Keputusan melalui FMEA dalam Proyek Konstruksi di Indonesia: Analisis Kritis dan Relevansi Industri

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza

22 Mei 2025, 11.08

Pexels.com

Pendahuluan: Konstruksi dan Kebutuhan Manajemen Risiko yang Adaptif

 

Industri konstruksi di Indonesia telah lama diakui sebagai sektor vital dengan kompleksitas tinggi dan tantangan berlapis, mulai dari risiko keselamatan kerja hingga efisiensi produksi. Dalam lanskap seperti ini, pendekatan sistematis terhadap identifikasi dan mitigasi risiko menjadi mutlak. Artikel “Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) in Indonesia’s Construction Project through Lens of Improvement and Decision-Making Strategy” karya Khristian Edi Nugroho Soebandrija dkk. (2022) menawarkan suatu metode berbasis data dan teori, yang tidak hanya mengidentifikasi potensi kegagalan tetapi juga menavigasi pengambilan keputusan berbasis nilai dan efisiensi.

 

Penelitian ini tidak hanya membahas FMEA sebagai metode evaluasi risiko, tetapi juga memadukannya dengan pendekatan lean dan sustainability. Dengan data empiris dari proyek konstruksi nyata di Indonesia, paper ini membuka cakrawala tentang bagaimana FMEA dapat berperan strategis dalam manajemen proyek modern.

 

FMEA: Lebih dari Sekadar Alat Prediksi Risiko

 

Apa itu FMEA dan Mengapa Relevan untuk Konstruksi?

 

FMEA (Failure Modes and Effects Analysis) adalah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi kemungkinan kegagalan dalam suatu sistem dan mengevaluasi dampaknya. Awalnya dikembangkan untuk industri manufaktur, kini FMEA makin luas diadopsi dalam konstruksi karena kemampuannya merinci mode kegagalan dari awal perencanaan hingga pelaksanaan proyek.

 

6 Tahapan Strategis dalam FMEA:

1. Identifikasi kebutuhan fungsional

2. Pemetaan mode kegagalan

3. Analisis penyebab, efek, dan tindakan pengendalian

4. Proses analisis FMEA

5. Mitigasi kegagalan

6. Tinjauan ulang FMEA

 

Metode ini memberikan kerangka berpikir yang terstruktur, sehingga tiap risiko dapat dikalkulasi, diprioritaskan, dan dikelola dengan presisi.

 

RPN: Jantung dari Pengambilan Keputusan Berbasis FMEA

 

RPN (Risk Priority Number): Rumus dan Penerapannya

 

FMEA menggunakan RPN untuk mengkuantifikasi risiko berdasarkan tiga parameter:

Severity (S): tingkat keparahan dampak

Occurrence (O): kemungkinan terjadinya

Detection (D): kemampuan mendeteksi risiko sebelum terjadi

 

Rumus RPN: 

 

Nilai RPN yang tinggi mengindikasikan risiko yang signifikan dan membutuhkan intervensi cepat. Dalam studi ini, misalnya, kondisi cuaca memiliki RPN tertinggi yaitu 64,34, menunjukkan urgensi dalam mitigasi dampak eksternal terhadap jadwal proyek.

 

Studi Kasus Proyek Konstruksi di Indonesia: Data dan Wawasan Praktis

 

Penelitian ini mengamati proyek konstruksi yang berlangsung dari Februari 2021 hingga Juli 2022. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan 153 pekerja termasuk manajer proyek, supervisor, dan mandor. Berikut beberapa hasil analisis RPN:

 

Temuan Penting:

  • Cuaca: RPN 64,34 – dampak signifikan terhadap waktu dan produktivitas kerja.
  • Kualitas material tidak standar: RPN 32,63 – menimbulkan risiko pada mutu hasil konstruksi.
  • Kecerobohan pekerja: RPN 29,18 – mengganggu efektivitas kerja di lapangan.
  • Kerusakan tidak disengaja: RPN 29,6 – menunjukkan kebutuhan perlindungan alat dan area kerja.

 

Sebaliknya, risiko seperti ketidakhadiran alat keselamatan atau ketidaktertiban pekerja memiliki RPN rendah, menandakan efektivitas sebagian besar protokol dasar di lapangan.

 

FMEA sebagai Alat Peningkatan Kinerja Proyek

 

Penulis menekankan bahwa FMEA tidak hanya mencegah kegagalan, tetapi juga menjadi sarana evaluasi kinerja melalui identifikasi area lemah dan penyusunan strategi perbaikan. Dalam industri konstruksi, FMEA bisa diterapkan untuk:

  • Menghemat biaya: melalui deteksi awal potensi pemborosan.
  • Meningkatkan efisiensi waktu: dengan perencanaan berbasis data risiko.
  • Memastikan mutu hasil kerja: melalui mitigasi kegagalan sistematis.

 

Dalam konteks Indonesia, di mana proyek sering terkendala logistik, cuaca, dan sumber daya manusia, penerapan FMEA dapat memberikan keunggulan kompetitif.

 

Penguatan Melalui Lean Construction dan Sustainability

 

Lean Thinking dalam Konstruksi:

 

Konsep lean berasal dari Toyota Production System dan berfokus pada efisiensi dan pengurangan limbah. Dalam proyek konstruksi, lean diterjemahkan menjadi:

  • Value identification dari perspektif klien
  • Mapping alur kerja (value stream)
  • Eliminasi limbah pada tiap tahap
  • Sistem tarik (pull production)
  • Perbaikan berkelanjutan

 

Keterkaitan dengan Sustainability (Keberlanjutan):

 

FMEA mendukung keputusan yang mempertimbangkan tiga pilar Triple Bottom Line (TBL):

  • Lingkungan: mengurangi risiko polusi atau kerusakan akibat kesalahan kerja.
  • Sosial: melindungi tenaga kerja dari kecelakaan fatal.
  • Ekonomi: mengoptimalkan alokasi sumber daya.

 

Dalam konteks proyek di Indonesia, pengambilan keputusan yang mempertimbangkan keberlanjutan ini menjadi penting seiring meningkatnya tuntutan akan pembangunan hijau dan efisien.

 

Nilai Tambah: Kritik dan Relevansi Global

 

Kritik atas Pendekatan Konvensional RPN:

 

Penelitian ini menyadari kelemahan metode RPN konvensional seperti adanya nilai kosong dan sensitivitas rendah. Oleh karena itu, disarankan penggunaan IRPN (Improved RPN) yang menggunakan penjumlahan (bukan perkalian) dari nilai O, S, dan D. IRPN memiliki rentang nilai 3–30 dan diklaim lebih akurat dalam pemeringkatan risiko.

 

Perbandingan dengan Penelitian Serupa:

 

Studi ini melengkapi temuan dari Bas (2022) mengenai pentingnya pendekatan sistemik dalam keselamatan kerja konstruksi. Sebelumnya, pendekatan lean diadopsi lebih luas di manufaktur. Penelitian ini menunjukkan bahwa integrasi FMEA dengan lean berhasil dipraktikkan dalam konteks proyek di negara berkembang seperti Indonesia.

 

Implikasi Praktis dan Masa Depan Manajemen Proyek

 

Hasil studi ini memiliki implikasi strategis bagi praktisi konstruksi, khususnya dalam:

  • Penyusunan prioritas kerja berdasarkan data RPN
  • Alokasi sumber daya yang lebih tepat
  • Peningkatan komunikasi lintas tim proyek

 

Lebih jauh, FMEA bisa dijadikan standar dalam prosedur manajemen risiko di proyek pemerintah dan swasta, serta menjadi bagian dari pelatihan wajib bagi manajer proyek dan teknisi lapangan.

 

Kesimpulan: FMEA sebagai Pilar Transformasi Konstruksi Indonesia

 

Paper ini menegaskan bahwa FMEA, saat dipadukan dengan lean dan prinsip keberlanjutan, dapat menjadi alat transformasional dalam industri konstruksi Indonesia. Melalui pemetaan risiko berbasis data dan strategi pengambilan keputusan yang responsif, proyek konstruksi dapat beroperasi lebih efisien, aman, dan berkelanjutan. Di tengah meningkatnya kompleksitas proyek dan tuntutan lingkungan, integrasi metode seperti FMEA sangat relevan dan mendesak untuk diterapkan secara luas.

 

 

Sumber:

 

Soebandrija, K. E. N., Ho, H.-C., Suharjanto, G., Selvi, G. V., & Darmawan, R. (2022). Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) in Indonesia’s Construction Project through Lens of Improvement and Decision-Making Strategy. Proceedings of the First Australian International Conference on Industrial Engineering and Operations Management. Tersedia di: IEOM Society International