Keselamatan Jalan

Manajemen Keselamatan Infrastruktur Jalan: Evaluasi Risiko, Penanganan Lokasi Kecelakaan, dan Strategi Preventif

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 06 Desember 2025


1. Pendahuluan: Keselamatan Infrastruktur Jalan sebagai Sistem Preventif

Keselamatan infrastruktur jalan adalah fondasi utama transportasi modern. Analisis ini menggunakan konsep-konsep dari materi pelatihan untuk melihat bahwa keselamatan tidak hanya diukur dari ada atau tidaknya kecelakaan, tetapi dari kemampuan sistem jalan untuk mencegah perilaku berisiko, meminimalkan dampak kecelakaan, dan menyediakan lingkungan berkendara yang intuitif bagi seluruh pengguna.

Pada praktiknya, kecelakaan lalu lintas sering kali bukan akibat satu faktor tunggal, tetapi hasil interaksi antara perilaku manusia, kondisi kendaraan, lingkungan jalan, dan kebijakan manajemen lalu lintas. Infrastruktur jalan — berupa geometri, permukaan, perlengkapan, dan sistem pemeliharaan — memiliki peran besar dalam menentukan apakah risiko-risiko tersebut meningkat atau justru diredam.

Pendekatan modern terhadap keselamatan jalan menekankan konsep system-based safety, di mana kesalahan manusia dipandang sebagai hal alami. Karena itu, desain dan pemeliharaan jalan harus mampu mengantisipasi kesalahan tersebut agar tidak berujung fatal. Perspektif ini selaras dengan prinsip Safe System Approach, yang menggeser fokus dari menyalahkan pengguna jalan menjadi memperbaiki sistem yang menyebabkan konsekuensi fatal.

Dalam artikel ini, keselamatan infrastruktur dianalisis sebagai proses menyeluruh: mulai dari metode evaluasi risiko, identifikasi lokasi rawan kecelakaan, hingga strategi mitigasi preventif yang didasarkan pada bukti lapangan dan rekayasa lalu lintas.

 

2. Evaluasi Risiko Keselamatan Jalan: Pendekatan Proaktif Berbasis Sistem

Evaluasi risiko merupakan langkah mendasar dalam manajemen keselamatan infrastruktur jalan. Pendekatan ini bertujuan mengidentifikasi potensi bahaya sebelum kecelakaan terjadi, sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan secara tepat waktu. Materi pelatihan menekankan bahwa pemahaman risiko membutuhkan kombinasi analisis data, observasi lapangan, dan pengetahuan perilaku pengemudi.

2.1 Konsep Dasar Risiko dalam Infrastruktur Jalan

Dalam konteks keselamatan jalan, risiko ditentukan oleh dua komponen:

  • probabilitas terjadinya kecelakaan, dan

  • tingkat keparahan dampak jika kecelakaan terjadi.

Dengan demikian, risiko bukan hanya tentang frekuensi kecelakaan, tetapi juga potensi fatalitas. Jalan dengan volume rendah tetapi kondisi geometri buruk dapat memiliki risiko tinggi, meskipun kecelakaan yang tercatat sedikit.

2.2 Faktor Pembentuk Risiko: Jalan, Lingkungan, dan Perilaku

Risiko keselamatan terbentuk dari interaksi beberapa faktor utama:

a. Faktor Infrastruktur Jalan

  • alinyemen horizontal dan vertikal,

  • permukaan jalan yang licin atau tidak rata,

  • jarak pandang terbatas,

  • marka dan rambu tidak terlihat,

  • bahu yang sempit atau tidak stabil.

b. Faktor Lingkungan

  • pencahayaan kurang,

  • cuaca ekstrem,

  • vegetasi yang menghalangi pandangan,

  • aktivitas pejalan kaki atau kendaraan lambat.

c. Faktor Perilaku Pengemudi

  • kecepatan berlebih,

  • kurang memperhatikan rambu,

  • kelelahan,

  • penggunaan ponsel saat berkendara.

Infrastruktur jalan dapat memperkuat atau mengurangi risiko yang ditimbulkan faktor manusia. Misalnya, tikungan dengan jarak pandang terbatas mengundang kecelakaan jika tidak dilengkapi warning sign, chevron, atau marka tepi yang jelas.

2.3 Metode Proaktif Evaluasi Risiko

Pendekatan pelatihan menekankan tiga metode utama untuk menilai risiko tanpa bergantung sepenuhnya pada data kecelakaan:

1. Inspeksi Keselamatan Jalan (Road Safety Inspection / RSI)

Dilakukan oleh tim teknis untuk mengidentifikasi potensi bahaya berdasarkan kondisi lapangan.

2. Penilaian Risiko Kualitatif dan Kuantitatif

Menggunakan skor risiko berdasarkan probabilitas dan keparahan.

3. Analisis Infrastruktur Berbasis Perilaku

Mengamati bagaimana pengemudi benar-benar berinteraksi dengan elemen jalan:
– apakah mereka melambat di tikungan?
– apakah garis marka cukup memberi panduan?
– apakah zebra cross digunakan sesuai fungsi?

Metode proaktif ini penting karena banyak lokasi berbahaya belum mengalami kecelakaan yang tercatat. Menunggu data kecelakaan berarti menunggu korban jatuh terlebih dahulu.

2.4 Tantangan Evaluasi Risiko

Beberapa tantangan umum yang diangkat dalam pelatihan, antara lain:

  • ketidaklengkapan data kecelakaan,

  • keterbatasan anggaran untuk survei lapangan,

  • perbedaan persepsi antarpetugas mengenai “bahaya”,

  • ketidakkonsistenan standar antardaerah,

  • perubahan kondisi yang cepat akibat cuaca atau pemeliharaan.

Karena itu, evaluasi risiko membutuhkan sistem dokumentasi yang kuat, proses inspeksi yang terstandardisasi, dan tim yang terlatih.

 

3. Penanganan Lokasi Rawan Kecelakaan: Blackspot, Hazardous Locations, dan Intervensi Rekayasa

Lokasi rawan kecelakaan merupakan titik di mana pola kejadian kecelakaan tidak lagi bersifat acak, tetapi menunjukkan konsistensi tertentu—baik dari segi jumlah, jenis, maupun tingkat keparahan. Materi pelatihan membedakan dua kategori utama:

  • Blackspot, yaitu lokasi yang telah memiliki riwayat kecelakaan tinggi.

  • Hazardous locations, yaitu lokasi yang secara teknis berbahaya meski belum tercatat terjadi kecelakaan signifikan.

Dua kategori ini menuntut pendekatan analitis dan rekayasa yang berbeda, tetapi keduanya memiliki tujuan yang sama: mengurangi risiko kecelakaan melalui identifikasi akar penyebab dan penerapan intervensi yang tepat guna.

3.1 Blackspot Analysis: Menggunakan Data Kecelakaan untuk Mengidentifikasi Pola Risiko

Blackspot analysis memanfaatkan data kecelakaan historis—biasanya tiga hingga lima tahun—untuk menemukan pola berulang. Analisis ini meliputi:

  • lokasi spesifik kejadian,

  • waktu kejadian,

  • jenis tabrakan (rear-end, side-swipe, head-on),

  • kendaraan yang terlibat,

  • kondisi cuaca dan pencahayaan,

  • kecepatan dan perilaku pengemudi.

Dengan menganalisis pola, tim keselamatan dapat menyimpulkan penyebab teknis, misalnya:

  • tikungan dengan radius terlalu kecil,

  • perubahan elevasi mendadak,

  • rambu peringatan kurang mencolok,

  • marka tepi pudar,

  • persimpangan dengan konflik lalu lintas tinggi.

Blackspot analysis menjadi dasar intervensi corrective engineering, karena sifatnya reaktif terhadap data kecelakaan yang sudah terjadi.

3.2 Identifikasi Hazardous Locations: Pendekatan Proaktif Berbasis Potensi Bahaya

Berbeda dengan blackspot, hazardous locations dinilai berdasarkan:

  • geometri yang buruk,

  • pandangan terbatas,

  • pencahayaan minim,

  • bahu sempit,

  • kondisi permukaan licin,

  • volume pejalan kaki tinggi.

Pendekatan ini tidak menunggu kecelakaan terjadi. Karena itu, ia merupakan bagian inti dari preventive safety approach.

Contoh hazardous locations:

  • tikungan buta tanpa chevron,

  • jembatan sempit tanpa guardrail,

  • turunan panjang tanpa peringatan gradien,

  • akses sekolah dengan zebra cross pudar,

  • merging zones tanpa lane guidance.

Proaktifitas ini sangat penting terutama di daerah yang data kecelakaannya kurang lengkap atau tidak terlaporkan.

3.3 Root Cause Analysis: Mengungkap Faktor Utama Penyebab Bahaya

Materi pelatihan menunjukkan bahwa lokasi berbahaya jarang disebabkan satu faktor tunggal. Root cause analysis (RCA) membantu mengidentifikasi faktor yang paling memengaruhi risiko:

1. Faktor Infrastruktur

Geometri buruk, permukaan rusak, visibilitas rendah.

2. Faktor Maneuver

Kemudi sulit dikontrol pada kecepatan tertentu, jarak pandang tidak cukup untuk berhenti.

3. Faktor Informasi

Marka tidak terlihat, rambu hilang, atau layout simpang tidak intuitif.

4. Faktor Perilaku

Pengemudi cenderung mempercepat, memotong jalur, atau tidak memperhatikan kondisi.

RCA memastikan intervensi yang diambil bersifat tepat sasaran, bukan sekadar kosmetik.

3.4 Intervensi Rekayasa: Solusi Teknis untuk Mengurangi Risiko

Intervensi rekayasa (engineering measures) bertujuan memperbaiki hubungan antara geometri jalan, perilaku pengemudi, dan kondisi lingkungan. Intervensi yang umum:

  • pemasangan rambu peringatan dan chevron,

  • peningkatan marka tepi atau marka reflektif,

  • pelebaran bahu jalan,

  • peningkatan pencahayaan,

  • pemasangan guardrail atau barrier,

  • modifikasi geometri tikungan,

  • penambahan speed calming measures.

Intervensi bersifat bertingkat: dimulai dari opsi murah dan cepat (signing & marking), lalu meningkat ke intervensi struktural ketika diperlukan.

 

4. Strategi Preventif: Pendekatan Safe System, Intervensi Infrastruktur, dan Efektivitas Biaya

Strategi preventif adalah pendekatan yang berfokus pada pengurangan risiko sebelum kecelakaan terjadi. Pelatihan menekankan bahwa strategi preventif harus mencakup aspek desain, pemeliharaan, kebijakan, dan perilaku pengemudi. Pendekatan ini sejalan dengan Safe System Approach, yang mengasumsikan manusia akan melakukan kesalahan—maka sistem harus dirancang agar kesalahan tersebut tidak berujung fatal.

4.1 Prinsip Safe System: Dari Kesalahan Manusia ke Sistem yang Toleran Kesalahan

Pendekatan ini didasarkan pada empat prinsip:

1. Manusia rentan terhadap cedera fatal

Keterbatasan biologis menentukan batas toleransi terhadap benturan.

2. Manusia pasti melakukan kesalahan

Sistem harus mengantisipasi kesalahan tersebut, bukan menghukum pengguna jalan.

3. Tanggung jawab keselamatan bersifat kolektif

Tidak hanya pada pengemudi, tetapi juga perencana, pengelola jalan, dan pembuat kebijakan.

4. Kecepatan adalah faktor kritis

Semakin tinggi kecepatan, semakin fatal dampaknya.

Safe System menggeser fokus dari mengurangi kecelakaan menjadi mengurangi fatalitas, yaitu tujuan yang lebih realistis dan lebih selaras dengan perilaku manusia.

4.2 Intervensi Infrastruktur Berbasis Pencegahan

Intervensi preventif yang diuraikan dalam pelatihan meliputi:

a. Meningkatkan Visibilitas

– Penerangan jalan
– Marka reflektif
– Delineator
– Vegetasi dibersihkan untuk meningkatkan sight distance

b. Memperbaiki Geometri Jalan

– Memperlebar tikungan
– Menambah superelevasi
– Menghaluskan transisi vertikal

c. Mengatur Kecepatan

– Speed humps atau rumble strips
– Rambu batas kecepatan yang jelas
– Narrowing atau choker lanes

d. Mengurangi Konsekuensi Jika Terjadi Kesalahan

– Guardrail pada tepi berbahaya
– Crash cushion di area ujung struktur
– Clear zone bebas hambatan

Pendekatan preventif ini lebih murah dalam jangka panjang karena mencegah kecelakaan yang memakan biaya sosial dan ekonomi jauh lebih besar.

4.3 Efektivitas Biaya dalam Keselamatan Jalan

Setiap intervensi memiliki biaya implementasi yang berbeda. Materi pelatihan menegaskan pentingnya menentukan prioritas melalui analisis:

  • Cost–benefit analysis,

  • Risk-based prioritization,

  • Return on investment (ROI) keselamatan.

Contoh umum:

  • pemasangan rambu dan marka adalah intervensi murah tetapi sangat efektif,

  • peningkatan pencahayaan memberi dampak besar di lokasi rawan pejalan kaki,

  • perubahan geometri adalah intervensi paling mahal tetapi paling efektif pada lokasi dengan risiko tinggi.

Pengelolaan anggaran keselamatan harus menyeimbangkan dampak dan biaya sehingga manfaat keselamatan maksimal dapat dicapai.

 

5. Audit Keselamatan Jalan, Inspeksi, dan Monitoring Berkelanjutan

Audit dan inspeksi keselamatan jalan merupakan mekanisme utama untuk memastikan bahwa infrastruktur tetap berfungsi sesuai standar keselamatan selama umur layanan jalan. Dalam konsep pelatihan, audit dan inspeksi bukan sekadar kegiatan administratif, tetapi alat pengendalian risiko yang mendorong sistem jalan tetap adaptif terhadap perubahan kondisi fisik, lingkungan, maupun perilaku pengguna.

5.1 Road Safety Audit (RSA): Evaluasi Independen pada Setiap Tahap Siklus Proyek

RSA adalah proses evaluasi keselamatan yang dilakukan oleh tim independen yang tidak terlibat langsung dalam perencanaan atau desain. Tujuan RSA adalah mengidentifikasi potensi bahaya yang mungkin luput dari perhatian perencana.

Pelatihan menegaskan bahwa RSA dilakukan pada empat tahap:

  1. Pra-desain (feasibility stage)
    Menilai apakah konsep awal sudah mempertimbangkan prinsip keselamatan.

  2. Desain detail
    Mengidentifikasi aspek teknis seperti radius tikungan, superelevasi, sight distance, dan lokasi persimpangan.

  3. Pra-operasional
    Menilai kesiapan fasilitas sebelum jalan dibuka untuk umum.

  4. Pasca-operasional
    Mengamati perilaku pengguna jalan dan efektivitas perlengkapan keselamatan.

RSA bersifat preventif, mengutamakan pencegahan sebelum permasalahan keselamatan muncul dalam bentuk kecelakaan nyata.

5.2 Road Safety Inspection (RSI): Pemantauan Rutin Kondisi Operasional Jalan

Berbeda dengan audit, RSI adalah pemeriksaan rutin terhadap kondisi fisik jalan yang dilakukan selama masa operasional. RSI berfungsi untuk:

  • mendeteksi kerusakan atau degradasi marka, rambu, dan perlengkapan,

  • mencari perubahan yang memengaruhi visibilitas,

  • memastikan tidak ada hambatan baru di zona clear zone,

  • mengevaluasi kondisi permukaan dan drainase yang mempengaruhi traksi.

RSI merupakan kegiatan continuous monitoring yang sangat penting karena kondisi lapangan berubah seiring waktu, terutama di negara tropis yang rentan terhadap cuaca ekstrem dan pertumbuhan vegetasi cepat.

5.3 Safety Performance Monitoring: Evaluasi Berbasis Data untuk Keputusan Pemeliharaan

Monitoring keselamatan memerlukan integrasi data sebagai dasar pengambilan keputusan. Indikator yang biasanya dianalisis meliputi:

  • jumlah kecelakaan per segmen jalan,

  • tingkat keparahan kecelakaan,

  • kecepatan lalu lintas aktual,

  • visibilitas malam hari,

  • kondisi marka dan rambu,

  • keluhan masyarakat.

Data ini menjadi dasar untuk menentukan:

  • titik prioritas pemeliharaan,

  • lokasi intervensi cepat (quick response safety measures),

  • pengalokasian anggaran keselamatan.

Monitoring berkualitas tinggi menghasilkan safety feedback loop, yaitu siklus perbaikan berkelanjutan berdasarkan bukti lapangan.

5.4 Tantangan dalam Audit dan Monitoring Keselamatan

Materi pelatihan menyoroti sejumlah tantangan:

  • kurangnya kapasitas teknis tim daerah,

  • data kecelakaan tidak lengkap atau tidak standar,

  • keterbatasan anggaran untuk inspeksi rutin,

  • kurangnya koordinasi antarinstansi,

  • resistensi terhadap perubahan desain berbasis keselamatan,

  • masalah keberlanjutan program audit.

Solusi yang umum dilakukan termasuk pelatihan teknis, penggunaan teknologi survei seperti drone dan video analytics, serta integrasi sistem informasi keselamatan di tingkat nasional.

5.5 Menuju Sistem Keselamatan Jalan Berbasis Evaluasi Berkelanjutan

Audit dan inspeksi bukan dilakukan sekali, tetapi secara berulang. Infrastruktur jalan mengalami degradasi, pengguna berubah, dan kondisi lingkungan tidak konstan. Dengan demikian, keselamatan tidak pernah final. Sistem yang efektif harus menyediakan:

  • mekanisme identifikasi bahaya yang terus diperbarui,

  • database kecelakaan dan inspeksi yang terpadu,

  • koordinasi lintas instansi,

  • standar teknis yang responsif terhadap temuan lapangan.

Pendekatan ini memastikan bahwa jalan tidak hanya aman saat dibangun, tetapi tetap aman sepanjang masa layanannya.

 

6. Kesimpulan Analitis: Keselamatan Infrastruktur Jalan sebagai Kerangka Pengelolaan Risiko Multilapis

Dari keseluruhan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa manajemen keselamatan infrastruktur jalan adalah sistem pengelolaan risiko yang bekerja di banyak lapisan — desain, pemeliharaan, perilaku pengguna, dan kebijakan.

1. Keselamatan adalah elemen inti dari setiap tahap pengelolaan infrastruktur jalan

Bukan sekadar komponen tambahan, tetapi kerangka yang membimbing seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

2. Evaluasi risiko harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data

Mengandalkan data kecelakaan saja tidak cukup; inspeksi dan analisis potensi bahaya harus dilakukan secara kontinu.

3. Penanganan lokasi rawan kecelakaan membutuhkan pendekatan tingkat lanjut

Baik blackspot maupun hazardous locations memerlukan intervensi rekayasa yang tepat sasaran dan prioritas berbasis risiko.

4. Pendekatan Safe System memperkuat filosofi desain toleran terhadap kesalahan manusia

Dengan memperhitungkan batas manusiawi, infrastruktur dapat dirancang untuk meminimalkan fatalitas ketika kecelakaan tidak terhindarkan.

5. Audit dan inspeksi keselamatan adalah pilar pengendalian kualitas yang tidak dapat diabaikan

Tanpa monitoring berkelanjutan, sistem keselamatan kehilangan daya adaptasinya.

Secara keseluruhan, manajemen keselamatan infrastruktur jalan bukan hanya tentang menurunkan angka kecelakaan, tetapi menciptakan lingkungan jalan yang memfasilitasi perilaku aman, meminimalkan konsekuensi kesalahan, dan memberikan pengalaman berkendara yang intuitif. Infrastruktur yang aman adalah investasi jangka panjang yang memperkuat mobilitas, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.

 

Daftar Pustaka

  1. Kursus “Keselamatan Infrastruktur Jalan Series #3” Diklatkerja.

  2. Kementerian PUPR. (2014). Peraturan Menteri PUPR tentang Pedoman Teknis Keselamatan Jalan.

  3. PIARC – World Road Association. (2012). Road Safety Manual: A Manual for Practitioners and Decision Makers on Safe Infrastructure.

  4. Austroads. (2015). Guide to Road Safety – Part 8: Treatment of Crash Locations.

  5. Turner, S., Roozenburg, A., & Francis, T. (2005). Road Safety Engineering Risk Assessment. Traffic Systems Group.

  6. Elvik, R., Høye, A., Vaa, T., & Sørensen, M. (2009). The Handbook of Road Safety Measures. Emerald.

  7. AASHTO. (2018). Highway Safety Manual. American Association of State Highway and Transportation Officials.

  8. OECD/ITF. (2016). Zero Road Deaths and Serious Injuries: Leading a Paradigm Shift to a Safe System.

  9. Ogden, K. (1996). Safer Roads: A Guide to Road Safety Engineering. Avebury Technical.

  10. FHWA. (2015). Road Safety Audit Guidelines and Prompt Lists. Federal Highway Administration.

Selengkapnya
Manajemen Keselamatan Infrastruktur Jalan: Evaluasi Risiko, Penanganan Lokasi Kecelakaan, dan Strategi Preventif

Keselamatan Jalan

Keselamatan Jalan sebagai Kerangka Teknis dalam Pemeliharaan Infrastruktur: Analisis Rambu, Marka, dan Perlengkapan Jalan

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 06 Desember 2025


1. Pendahuluan: Keselamatan Jalan sebagai Pilar Utama Pemeliharaan Infrastruktur

Keselamatan jalan merupakan prinsip fundamental dalam penyelenggaraan infrastruktur transportasi. Analisis ini menggunakan konsep-konsep dari materi pelatihan untuk menegaskan bahwa pemeliharaan jalan tidak boleh hanya dipahami sebagai kegiatan teknis memperbaiki permukaan atau struktur fisik. Sebaliknya, pemeliharaan harus dipandang sebagai mekanisme strategis yang menjaga keselamatan pengguna jalan, memastikan keterbacaan elemen lalu lintas, serta mempertahankan fungsi jalan sebagai prasarana publik yang andal dan berkelanjutan.

Dalam konteks nasional, tantangan keselamatan jalan mencakup tingginya angka kecelakaan, kerentanan pada jalan berfungsi strategis, serta ketidakkonsistenan perlengkapan jalan di lapangan. Banyak kecelakaan bersifat preventable apabila sistem pemeliharaan jalan mampu memprioritaskan aspek keselamatan secara sistematik: mulai dari penilaian kondisi rambu dan marka, evaluasi alinyemen, hingga standarisasi perlengkapan jalan sesuai peraturan yang berlaku.

Artikel ini memaparkan bagaimana keselamatan diterjemahkan ke dalam kerangka kerja pemeliharaan infrastruktur jalan: peran rambu, marka, dan perlengkapan jalan dalam mengarahkan perilaku pengemudi; kesalahan umum dalam perencanaan lapangan; serta bagaimana evaluasi keselamatan dapat meningkatkan kualitas layanan jalan. Pendekatan analitis digunakan untuk memperluas konsep pelatihan dengan membandingkannya dengan praktik terbaik (best practice) di rekayasa lalu lintas dan manajemen keselamatan jalan.

 

2. Rambu sebagai Instrumen Pengarah Perilaku Pengemudi

Rambu lalu lintas adalah salah satu komponen terpenting dalam keselamatan jalan, karena berfungsi sebagai kanal komunikasi antara pengelola jalan dan pengguna. Rambu mengatur, memperingatkan, dan memberikan petunjuk sehingga pengemudi dapat mengambil keputusan secara cepat dan akurat. Efektivitas rambu tidak hanya bergantung pada pemasangannya, tetapi juga pada keterbacaan, konsistensi, dan pemeliharaan berkelanjutan.

2.1 Fungsi Dasar Rambu: Regulasi, Peringatan, dan Petunjuk

Secara umum, rambu dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi utama:

  1. Rambu Larangan/Perintah (Regulatory Signs)
    Mengatur perilaku pengguna jalan: batas kecepatan, larangan mendahului, atau penggunaan lajur tertentu.

  2. Rambu Peringatan (Warning Signs)
    Memberikan informasi mengenai potensi bahaya di depan, misalnya tikungan tajam, penyempitan jalan, permukaan licin, atau zona sekolah.

  3. Rambu Petunjuk (Guide Signs)
    Mengarahkan perjalanan, menunjukkan rute, fasilitas umum, serta informasi geografis.

Kesalahan dalam memahami fungsi ini dapat berujung pada pemasangan yang tidak tepat, mengurangi efektivitas komunikasi visual, dan bahkan menciptakan information overload bagi pengemudi.

2.2 Keterbacaan Rambu: Kunci Efektivitas Keselamatan

Keterbacaan rambu sangat dipengaruhi oleh:

  • ukuran huruf dan simbol,

  • jarak pandang (legibility distance),

  • pencahayaan,

  • kontras warna,

  • reflektifitas material,

  • penempatan terhadap jalur pandang pengemudi.

Prinsip dasarnya sederhana: informasi harus terbaca sebelum pengemudi memasuki titik keputusan (decision point). Jika rambu hanya terlihat ketika pengemudi sudah berada terlalu dekat dengan bahaya, fungsi keselamatannya hilang. Hal ini sangat krusial pada jalan cepat, tikungan blind curve, dan area pemeliharaan jalan.

2.3 Kesalahan Umum dalam Pemasangan Rambu

Materi pelatihan menyoroti beberapa kesalahan praktik yang sering ditemui di lapangan, di antaranya:

  • rambu dipasang terlalu tinggi atau terlalu rendah,

  • rambu terhalang pepohonan atau papan reklame,

  • rambu dipasang terlalu rapat sehingga pengemudi tidak sempat memproses informasi,

  • kombinasi rambu yang tidak relevan dengan kondisi aktual,

  • rambu lama tidak dicabut saat kondisi lapangan berubah.

Kesalahan ini mengurangi kredibilitas rambu: ketika pengemudi sering menjumpai rambu yang tidak akurat, kepatuhan mereka berkurang. Ini merupakan masalah serius dalam keselamatan jalan.

2.4 Rambu pada Area Pemeliharaan Jalan: Pengendalian Risiko Dinamis

Area pekerjaan jalan (work zone) memiliki risiko tinggi karena:

  • perubahan arus lalu lintas yang mendadak,

  • pergerakan alat berat,

  • pekerja berada di dekat lalu lintas aktif.

Oleh karena itu, rambu sementara harus memenuhi standar yang ketat:

  • penempatan bertahap (advance warning → transition → activity area → termination),

  • ukuran lebih besar untuk jarak pandang lebih jauh,

  • penambahan lampu kuning atau delineator pada malam hari,

  • pesan yang ringkas namun intuitif.

Work zone yang tidak memiliki rambu memadai dapat meningkatkan risiko kecelakaan hingga beberapa kali lipat. Dalam praktik global, work zone signage menjadi standar wajib yang tidak dapat dinegosiasikan.

 

3. Marka Jalan: Fungsi Visual, Arah Gerak, dan Tantangan Pemeliharaan

Marka jalan adalah elemen keselamatan yang bekerja secara langsung melalui komunikasi visual berbasis permukaan. Berbeda dari rambu yang bersifat diskrit dan simbolik, marka memberikan kontinuitas informasi kepada pengemudi melalui garis, pola, dan warna. Dalam sistem keselamatan jalan, marka berfungsi untuk mempertahankan disiplin jalur, mengarahkan manuver, serta memperkuat pesan dari rambu.

Materi pelatihan menekankan bahwa marka tidak hanya soal estetika atau kepatuhan terhadap standar teknis — marka adalah alat kontrol perilaku.

3.1 Fungsi Utama Marka: Panduan Arah dan Pengendali Risiko

Marka menjalankan beberapa fungsi keselamatan sekaligus:

a. Pengaturan Lajur (Lane Discipline)

Marka garis utuh dan putus-putus memberi instruksi kapan pengemudi dapat atau tidak dapat berpindah jalur.

b. Pengarah Gerak (Directional Guidance)

Marka panah di persimpangan membantu pengemudi mempersiapkan manuver jauh sebelum titik keputusan.

c. Pengaturan Zona Risiko

Zona larangan mendahului, median hatch markings, dan zebra cross pada area pejalan kaki merupakan perlindungan visual untuk titik konflik.

d. Komunikasi Kecepatan dan Geometri Jalan

Marka edge line memberikan batas visual yang sangat penting pada malam hari atau kondisi hujan.

Tanpa marka, pengemudi kehilangan konteks ruang yang jelas, terutama pada jalan berkecepatan tinggi dan kondisi visibilitas rendah.

3.2 Tantangan Kualitas Marka: Material, Keausan, dan Kondisi Cuaca

Kualitas marka sangat memengaruhi efektivitas keselamatan. Tantangan yang sering ditemui:

  • keausan cepat akibat volume lalu lintas tinggi,

  • reflektifitas rendah pada malam hari atau hujan,

  • material tidak standar yang cepat hilang,

  • kurangnya pemeliharaan berkala,

  • pemasangan tidak konsisten antar segmen jalan.

Pada kondisi hujan lebat, marka yang tidak memiliki retroreflective beads menjadi sulit terlihat, meningkatkan risiko kehilangan kendali (loss of control), terutama di tikungan dan akses gelap.

3.3 Marka dalam Area Pemeliharaan Jalan: Adaptasi terhadap Risiko Bergerak

Area pekerjaan membutuhkan marka sementara untuk mengatur:

  • perpindahan jalur secara tiba-tiba,

  • penyempitan jalur,

  • arah lintasan baru yang bersifat sementara.

Marka sementara harus kontras dengan marka permanen — biasanya menggunakan warna oranye atau kuning cerah — dan harus mudah dilepas setelah pekerjaan selesai agar tidak membingungkan pengemudi.

Kegagalan menghapus marka sementara adalah sumber kecelakaan umum di banyak negara.

3.4 Integrasi Marka dan Rambu: Kekuatan Utama Sistem Keselamatan

Rambu dan marka tidak boleh bekerja secara terpisah. Kombinasi keduanya menciptakan redundansi keselamatan, sehingga informasi tetap sampai kepada pengemudi meskipun salah satu media tidak terlihat.

Contoh:

  • Rambu batas kecepatan + marka chevron pada tikungan tajam.

  • Rambu zebra cross + marka crosswalk yang tebal.

  • Rambu penyempitan jalan + marka guiding lines.

Integrasi ini terbukti secara empiris mampu menurunkan angka kecelakaan pada lokasi dengan geometri berisiko tinggi.

 

4. Perlengkapan Jalan: Alat Pengendali Risiko pada Situasi Khusus

Perlengkapan jalan adalah elemen pendukung keselamatan yang digunakan pada kondisi tertentu untuk memperkuat kontrol visual dan fisik. Materi pelatihan menekankan bahwa perlengkapan jalan bukan ornamen, tetapi alat mitigasi risiko yang dirancang untuk menangani situasi berbahaya yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan rambu dan marka.

4.1 Guardrail dan Pembatas Fisik: Mitigasi Dampak Kecelakaan

Guardrail membantu mengurangi keparahan kecelakaan dengan:

  • menahan kendaraan agar tidak keluar jalur,

  • mencegah tabrakan dengan objek berbahaya (jurang, sungai, tiang),

  • menyerap energi tumbukan.

Kesalahan umum di lapangan termasuk ujung guardrail yang tidak diberi end-treatment, pemasangan tidak sejajar, atau ketinggian yang keliru sehingga tidak efektif menahan kendaraan.

4.2 Delineator dan Reflective Devices: Menjaga Panduan Visual pada Kondisi Minim Cahaya

Delineator, reflector, dan road studs membantu pengemudi mempertahankan orientasi pada:

  • tikungan gelap,

  • jalan tanpa lampu,

  • area berkabut,

  • akses pegunungan.

Perlengkapan ini sangat efektif pada malam hari, ketika marka jalan sulit terlihat karena basah atau berkilau akibat cahaya kendaraan.

4.3 Speed Reduction Devices: Mengatur Kecepatan pada Zona Risiko

Beberapa area — seperti sekolah, pasar, atau permukiman — membutuhkan pengendalian kecepatan yang lebih kuat. Perlengkapan yang digunakan meliputi:

  • speed hump,

  • speed table,

  • rumble strip,

  • speed cushion.

Tidak semua alat cocok untuk semua tempat. Misalnya, speed hump tidak disarankan pada jalan dengan truk berat karena meningkatkan risiko kerusakan kendaraan dan menurunkan kenyamanan.

4.4 Perlengkapan Khusus untuk Area Pemeliharaan Jalan

Work zone membutuhkan perlengkapan tambahan untuk mengamankan pekerja, seperti:

  • water barrier,

  • traffic cone,

  • lampu kedip kuning,

  • temporary variable message sign (VMS),

  • steel plate untuk menutup galian sementara.

Perlengkapan ini mengurangi risiko kecelakaan sekunder dan membantu pengemudi memahami kondisi jalan yang berubah-ubah.

 

5. Evaluasi Keselamatan dan Audit Jalan: Identifikasi Bahaya dan Perencanaan Pemeliharaan

Evaluasi keselamatan jalan merupakan proses sistematis untuk menilai sejauh mana elemen jalan—mulai dari rambu, marka, hingga geometri—mendukung perilaku berkendara yang aman. Materi pelatihan menunjukkan bahwa audit keselamatan tidak hanya dilakukan saat proyek baru dirancang, tetapi juga selama pemeliharaan jalan. Dengan kata lain, evaluasi keselamatan harus menjadi proses berulang, bukan tindakan reaktif setelah kecelakaan terjadi.

5.1 Audit Keselamatan Jalan: Mekanisme Sistematis untuk Mengidentifikasi Risiko

Audit keselamatan jalan (Road Safety Audit/RSA) adalah metode yang digunakan untuk:

  • memeriksa bahaya potensial yang belum terlihat,

  • mengevaluasi konsistensi perlengkapan jalan,

  • menilai apakah desain dan kondisi lapangan sesuai standar keselamatan.

Tim audit biasanya terdiri dari ahli geometri jalan, ahli rekayasa lalu lintas, serta inspektur keselamatan yang independen dari perencana proyek. Tujuannya adalah melihat jalan dari perspektif pengemudi, pejalan kaki, dan pengguna rentan lainnya.

Audit dilakukan pada:

  • tahap desain awal,

  • tahap pra-konstruksi,

  • tahap pasca konstruksi,

  • dan tahap pemeliharaan rutin.

Dengan demikian, RSA memastikan bahwa keselamatan terintegrasi pada seluruh siklus umur jalan.

5.2 Identifikasi Titik Rawan Kecelakaan (Blackspot Analysis)

Blackspot adalah lokasi yang menunjukkan frekuensi atau tingkat keparahan kecelakaan melebihi ambang tertentu. Identifikasi blackspot menggunakan tiga pendekatan utama:

  1. Analisis data kecelakaan historis, biasanya tiga tahun terakhir.

  2. Pengamatan lapangan, untuk melihat kondisi geometri, visibilitas, dan perlengkapan jalan.

  3. Analisis perilaku pengemudi, misalnya pola over-speeding atau manuver berbahaya.

Blackspot tidak selalu berada di lokasi dengan geometri buruk. Kadang blackspot muncul karena:

  • rambu tidak terbaca,

  • marka tidak terlihat pada malam hari,

  • guardrail tidak ada,

  • persimpangan tidak memiliki channelization.

Perbaikan kecil seperti penambahan delineator atau penguatan marka dapat menurunkan kecelakaan secara signifikan.

5.3 Evaluasi Geometri Jalan: Alineamen, Tikungan, dan Elevasi

Geometri jalan sangat berpengaruh pada keselamatan. Evaluasi geometri mencakup:

  • radius tikungan,

  • superelevasi,

  • kemiringan memanjang,

  • lebar lajur dan bahu,

  • jarak pandang henti (SSD),

  • perubahan alinyemen yang tajam.

Kesalahan umum yang ditemukan pada jalan eksisting mencakup:

  • tikungan terlalu tajam tanpa peringatan,

  • perubahan elevasi mendadak,

  • bahu jalan sempit,

  • SSD tidak mencukupi karena vegetasi atau struktur yang menghalangi pandangan.

Pemeliharaan tidak dapat memperbaiki geometri secara menyeluruh, tetapi dapat melakukan koreksi seperti pemasangan chevron, pemasangan warning sign berulang, dan perbaikan drainase untuk meningkatkan traksi.

5.4 Prioritas Pemeliharaan Berbasis Risiko

Penentuan prioritas pemeliharaan harus berbasis risiko, dengan mempertimbangkan:

  • tingkat kecelakaan,

  • konsekuensi jika kecelakaan terjadi,

  • potensi gangguan lalu lintas,

  • biaya perbaikan,

  • umur manfaat perlengkapan jalan.

Metode risk-based maintenance dapat memprioritaskan perbaikan yang berdampak besar terhadap keselamatan, misalnya:

  • marka yang aus pada tikungan tajam,

  • rambu peringatan yang hilang atau tertutup,

  • guardrail rusak pada tepi jurang,

  • permukaan jalan licin akibat bleeding atau polishing.

Pendekatan ini memastikan sumber daya terbatas digunakan secara tepat sasaran.

5.5 Keterlibatan Publik dan Pelaporan Masalah Lapangan

Banyak negara memanfaatkan pelaporan masyarakat sebagai bagian dari evaluasi keselamatan, termasuk:

  • rambu hilang,

  • marka pudar,

  • lubang jalan berbahaya,

  • lampu penerangan padam.

Keterlibatan publik mempercepat identifikasi risiko yang tidak selalu terdeteksi oleh instansi teknis. Sistem pelaporan seperti hotline, aplikasi mobile, atau platform digital kini menjadi bagian penting dalam pemeliharaan keselamatan jalan.
 

6. Kesimpulan Analitis: Integrasi Keselamatan dalam Pemeliharaan Infrastruktur Jalan

Dari pembahasan artikel ini, dapat disimpulkan bahwa keselamatan jalan merupakan kerangka fundamental dalam perencanaan dan pelaksanaan pemeliharaan jalan. Rambu, marka, dan perlengkapan jalan bukan hanya elemen tambahan, tetapi instrumen utama yang menentukan bagaimana pengemudi membaca dan merespons lingkungan jalan.

Beberapa poin kunci:

1. Keselamatan jalan harus menjadi prinsip utama dalam pemeliharaan jalan

Pemeliharaan tidak cukup memperbaiki kerusakan fisik; ia harus memastikan bahwa elemen-elemen keselamatan bekerja optimal dan memenuhi standar.

2. Rambu, marka, dan perlengkapan adalah bahasa visual antara pengelola jalan dan pengguna jalan

Keterbacaan, konsistensi, dan visibilitas sangat menentukan efektivitas pengendalian risiko.

3. Evaluasi keselamatan merupakan proses berkelanjutan, bukan reaktif

Audit keselamatan, identifikasi blackspot, dan analisis geometri harus dilakukan secara rutin untuk mencegah kecelakaan, bukan hanya menanganinya setelah terjadi.

4. Pemeliharaan berbasis risiko meningkatkan efisiensi dan dampak keselamatan

Mengalokasikan sumber daya pada titik berbahaya memberikan hasil keselamatan tertinggi dengan biaya minimal.

5. Integrasi data, koordinasi pemangku kepentingan, dan partisipasi publik memperkuat sistem keselamatan

Ketika informasi mengalir dengan baik, pemeliharaan dapat lebih responsif, terukur, dan tepat sasaran.

Secara keseluruhan, keselamatan jalan bukan hanya hasil dari desain infrastruktur, tetapi dari sistem pemeliharaan yang memahami perilaku manusia, kondisi fisik jalan, serta dinamika lalu lintas. Pendekatan terpadu antara rekayasa, kebijakan, dan pemeliharaan menjadi kunci untuk menciptakan jaringan jalan yang aman bagi semua pengguna.

 

Daftar Pustaka

  1. Kursus “Aspek Keselamatan Jalan dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Pemeliharaan Jalan” Diklatkerja.

  2. Kementerian PUPR. (2018). Peraturan Menteri PUPR No. 13/PRT/M/2014 tentang Marka Jalan.

  3. Kementerian Perhubungan. (2014). Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 34/2014 tentang Rambu Lalu Lintas.

  4. Austroads. (2015). Guide to Road Safety. Austroads Publication.

  5. PIARC. (2012). Road Safety Manual: Towards Zero Road Deaths. World Road Association.

  6. Ogden, K. (1996). Safer Roads: A Guide to Road Safety Engineering. Avebury Technical.

  7. Elvik, R., Høye, A., Vaa, T., & Sørensen, M. (2009). The Handbook of Road Safety Measures. Emerald Group Publishing.

  8. Turner, S., et al. (2020). Road Safety Audits and Inspections: Best Practice Guide. Transportation Research Board.

  9. AASHTO. (2018). Roadside Design Guide. American Association of State Highway and Transportation Officials.

  10. FHWA. (2015). Work Zone Safety and Mobility Rule Implementation Guide. Federal Highway Administration.

Selengkapnya
Keselamatan Jalan sebagai Kerangka Teknis dalam Pemeliharaan Infrastruktur: Analisis Rambu, Marka, dan Perlengkapan Jalan

Keselamatan Jalan

Kapsul Waktu Tahun 2010: Mengapa Kita Masih Mati di Jalan yang Jawabannya Sudah Kita Ketahui

Dipublikasikan oleh Melchior Celtic pada 14 November 2025


Saya Menemukan 'Harta Karun' Berdebu: Sebuah Laporan yang Mengubah Cara Saya Melihat Jalanan

Beberapa hari lalu, saya tidak sengaja menemukan sebuah dokumen digital yang berdebu. Ini bukan PDF biasa. Ini adalah white paper setebal 55 halaman dari 16 Juli 2010 , berjudul "Safer Vulnerable Road Users." Dokumen ini adalah bagian dari inisiatif nasional AS yang ambisius, "Toward Zero Deaths" (Menuju Nol Kematian).   

Premis dari "Toward Zero Deaths" (TZD) sangat radikal, bahkan hingga hari ini: gagasan bahwa bahkan satu kematian pun tidak dapat diterima. Ini adalah pergeseran filosofi total. Selama puluhan tahun, para insinyur lalu lintas berfokus pada "mengurangi kecelakaan" atau "mengatur" tingkat kematian yang dapat diterima. TZD berkata, "Tidak. Targetnya adalah nol."   

Lalu, siapa "Pengguna Jalan Rentan" (Vulnerable Road Users atau VRU) ini? Paper ini membaginya menjadi empat kelompok: Pejalan Kaki, Pesepeda, Pengguna Lanjut Usia, dan Pengendara Motor.   

Saat membacanya, saya langsung sadar ini bukan tentang "mereka". Ini adalah tentang "kita". Kita semua adalah pejalan kaki saat kita melangkah keluar dari mobil. Sebagian dari kita adalah pesepeda di akhir pekan. Dan jika kita cukup beruntung, kita semua suatu hari nanti akan menjadi "Pengguna Lanjut Usia." Laporan ini bukan tentang empat kelompok demografis; ini tentang kemanusiaan yang berinteraksi dengan sistem yang dirancang dengan buruk.

Inilah hal yang paling mengejutkan: Membaca dokumen tahun 2010 ini  terasa sangat relevan. Solusi yang mereka usulkan lebih dari satu dekade lalu adalah hal-hal yang masih kita perjuangkan di rapat dewan kota hari ini.   

Ini membawa saya pada pertanyaan yang meresahkan. Jika kita sudah tahu jawabannya sejak lama, mengapa jalanan kita masih membunuh begitu banyak dari kita? Mengapa, menurut data paper ini, hampir 16.000 pejalan kaki, pesepeda, lansia, dan pengendara motor tewas setiap tahun?   

Laporan ini bukan kapsul waktu. Ini adalah cermin. Dan apa yang ditunjukkannya tidaklah cantik.

Pejalan Kaki: Mengapa 4.800 Kematian Tahunan Adalah Statistik yang Kita Abaikan

Mari kita mulai dengan yang paling dasar. Berjalan kaki.

Paper ini mencatat sekitar 4.800 kematian pejalan kaki setiap tahun, yang merupakan 11% dari total kematian di jalan raya.   

Coba kita manusiakan data itu. 4.800 orang. Itu setara dengan satu pesawat jet penumpang besar yang jatuh dari langit setiap bulan, dan semua penumpangnya tewas. Bedanya, korban kali ini adalah orang-orang yang sedang berjalan ke warung, menjemput anak, atau berolahraga. Jika itu terjadi di industri penerbangan, seluruh armada akan di-grounded. Tapi di jalan raya, kita hanya menyebutnya "kecelakaan" dan terus berjalan.

Ironisnya, paper ini juga mencatat bahwa sementara jumlah kematian menurun sedikit, jumlah perjalanan kaki meningkat lebih dari dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2009. Semakin banyak orang berjalan, tetapi kita gagal melindungi mereka.   

Musuh Terbesar Anda Bukan Ponsel (Tapi Fisika dan Kegelapan)

Kita sering menyalahkan pejalan kaki yang menatap ponsel. Tapi data dalam paper ini menceritakan kisah yang berbeda. Musuh terbesar pejalan kaki jauh lebih mendasar.

1. Kegelapan: Sekitar dua pertiga dari semua kematian pejalan kaki terjadi pada malam hari atau dalam kondisi cahaya redup.   

2. Fisika (Kecepatan): Ini adalah bagian yang paling mengerikan bagi saya. Paper ini mengutip sebuah studi di Inggris  yang membedah hubungan antara kecepatan kendaraan dan kelangsungan hidup manusia. Hasilnya sangat jelas:   

  • Tertabrak kendaraan yang melaju 40 mph (64 km/jam): Probabilitas kematian 85%.

  • Tertabrak kendaraan yang melaju 30 mph (48 km/jam): Probabilitas kematian 55%.

  • Tertabrak kendaraan yang melaju 20 mph (32 km/jam): Probabilitas kematian 5%.

Bacalah itu lagi. Perbedaan antara jalan yang dirancang untuk 40 mph dan 20 mph adalah perbedaan antara hampir pasti mati (85%) dan hampir pasti hidup (5%).

Bayangkan jika Anda adalah seorang manajer. Anda tahu bahwa jika Anda menetapkan deadline pada hari Rabu, 85% tim Anda akan gagal total. Tetapi jika Anda memindahkannya ke hari Jumat, hanya 5% yang akan gagal. Anda akan memindahkannya ke hari Jumat, bukan?

Kematian ini bukanlah "kecelakaan". Itu adalah hasil yang dapat diprediksi dari desain teknik. Jalan arteri perkotaan kita, yang dirancang untuk lalu lintas 40+ mph, secara statistik menjamin kematian pejalan kaki.

Apa yang Bikin Saya Terkejut: Solusi yang Sudah Ada Sejak 2010

Bagian terbaik dari paper ini adalah ia tidak hanya mengeluh. Ia menawarkan 8 strategi yang jelas. Dan yang mengejutkan saya adalah betapa sederhananya solusi-solusi itu.   

Strategi 2, misalnya, pada dasarnya adalah apa yang sekarang kita sebut "Complete Streets". Paper ini  secara eksplisit menyerukan agar kebutuhan pejalan kaki (termasuk penyandang disabilitas) menjadi standar, bagian integral dari semua proyek jalan raya, bukan sebagai tambahan jika ada sisa anggaran.   

Strategi 3 menyerukan perbaikan teknik seperti refuge islands (pulau perlindungan di tengah jalan multi-lajur). Mengapa? Karena jalan arteri dengan lima lajur tanpa median adalah jebakan maut. Paper ini juga mendukung program seperti Safe Routes to School (Rute Aman ke Sekolah).   

  • 🚀 Hasilnya luar biasa: Menurunkan kecepatan dari 40 mph ke 20 mph mengurangi risiko kematian sebesar 94% (turun dari 85% ke 5%).   

  • 🧠 Inovasinya: Berhenti menyalahkan pejalan kaki karena "berpakaian gelap" di malam hari, dan mulailah memperbaiki desain jalan yang berbahaya dan pencahayaan yang buruk.   

  • 💡 Pelajaran: Jalan yang aman untuk anak-anak adalah jalan yang aman untuk semua orang.

Dilema Dua Roda: Terlalu Cepat untuk Trotoar, Terlalu Rentan untuk Jalan Raya

Sekarang mari kita bicara tentang dua kelompok yang terjebak di tengah-tengah: pesepeda dan pengendara motor.

Inilah data paling mengejutkan yang saya temukan di seluruh laporan. Siapa yang menurut Anda lebih banyak tewas di jalan raya: pejalan kaki atau pengendara motor?

Saya salah besar.

  • Pejalan Kaki: ~4.800 kematian per tahun.   

  • Pengendara Motor: ~5.200 kematian per tahun.   

Paper ini  dengan jelas menyatakan bahwa jumlah kematian pengendara motor kini melebihi jumlah kematian pejalan kaki. Ini benar-benar mengubah cara saya memandang hierarki risiko di jalan raya.   

Tragedi Pengendara Motor: 5.200 Nyawa dan Kebutaan Institusional

Data pengendara motor sangat suram. Mereka mewakili 13% dari semua kematian di jalan raya, padahal mereka hanya 3% dari kendaraan terdaftar.   

Mengapa angka ini begitu tinggi? Paper ini  menyoroti kegagalan sistemik yang brutal.   

1. Kegagalan Infrastruktur: Jalan raya tidak didesain untuk mereka. Paper ini  menunjukkan bahwa pagar pembatas (guardrails) dan tiang rambu yang dirancang untuk "menyelamatkan" penumpang mobil, justru berfungsi sebagai benda mematikan yang menghancurkan bagi pengendara motor yang terpental.   

2. Kegagalan Data: Mereka secara harfiah tidak terlihat dalam data. Paper ini  menjelaskan bahwa metode pengumpulan data VMT (Vehicle Miles Traveled) sering kali "memfilter" atau gagal menghitung sepeda motor. Jika Anda tidak menghitungnya, mereka tidak ada. Jika mereka tidak ada, Anda tidak merancang untuk mereka. Jika Anda tidak merancang untuk mereka, mereka mati.   

Solusinya? Paper ini  sangat jelas: Strategi 4 adalah "Mandatory Helmet Use" (UU Helm Wajib) untuk semua pengendara di semua negara bagian. Paper ini juga merekomendasikan teknologi seperti rem ABS canggih.   

Opini pribadi saya: Ini tahun 2010. Lebih dari satu dekade kemudian, ini masih menjadi perdebatan politik yang panas, seolah-seolah data tidak ada. Paper ini  menyatakan helm terbukti sebagai cara paling efektif untuk mencegah cedera kepala serius dan kematian. Fakta bahwa kita masih memperdebatkannya adalah sebuah kegilaan kolektif.   

Paradoks Pesepeda: Semakin Bugar, Namun Semakin Tua Usia Korbannya

Kabar baiknya, jumlah kematian pesepeda jauh lebih sedikit, "hanya" sekitar 700 kematian per tahun. Tapi ada tren aneh di baliknya.   

Ini bukan lagi hanya masalah anak-anak. Usia rata-rata pesepeda yang tewas meningkat dari 32 tahun (pada 1998) menjadi 41 tahun (pada 2008). Ini adalah orang dewasa, komuter, dan pehobi yang terbunuh.   

Dan inilah dua statistik yang membuat saya terdiam:

  • Pada tahun 2008, 91% pesepeda yang tewas dilaporkan tidak memakai helm.   

  • Pada tahun 2008, 23% pesepeda yang tewas (berusia 16 tahun ke atas) memiliki kadar alkohol dalam darah (BAC) 0,08 atau lebih tinggi—melebihi batas legal untuk mengemudi.   

Saya pikir solusinya sederhana: "Pakai helm dan jangan bersepeda sambil mabuk."

Tapi paper ini  jauh lebih cerdas. Strategi yang paling ditekankan bukanlah menyalahkan korban. Strategi 5 adalah tentang mendidik pengemudi mobil tentang cara berbagi jalan. Strategi 3 adalah tentang rekayasa jalan, seperti menggunakan bike boxes (area tunggu khusus sepeda di depan mobil saat lampu merah) dan sharrows (penanda jalur bersama). Ini adalah pengakuan bahwa keselamatan pesepeda tidak hanya bergantung pada pesepeda, tetapi pada sistem di sekitar mereka.   

Realitas yang Sulit Diterima: Saat Orang yang Kita Sayang Tak Seharusnya Lagi Mengemudi

Ini adalah bagian yang paling sulit. Ini personal.

Kita semua pernah mengalaminya—duduk di kursi penumpang sementara orang tua, kakek, atau nenek kita yang sudah lanjut usia mengemudi. Kita menahan napas di setiap persimpangan, kaki kita secara refleks "mengerem" lantai mobil.

Data mengkonfirmasi ketakutan kita. Paper ini  mencatat lebih dari 5.000 pengemudi berusia 70+ tewas setiap tahun. Dan masalah ini akan meledak. Paper ini  memproyeksikan bahwa pada tahun 2030, 25% dari semua pengemudi di jalan raya akan berusia 65 tahun ke atas.   

Opini Saya: Ide Paling Brilian dalam Paper Ini

Jadi, apa yang kita lakukan? Kita semua tahu ada pengemudi lansia yang berbahaya. Tetapi mencabut SIM mereka di negara yang bergantung pada mobil terasa seperti hukuman mati sosial.

Solusi yang jelas (dan buruk) adalah menguji ulang setiap orang pada usia 70 tahun. Tapi itu diskriminatif berdasarkan usia (ageist) dan tidak efektif. Seorang 80 tahun yang bugar mungkin pengemudi yang jauh lebih aman daripada seorang 60 tahun yang baru pulih dari stroke.

Di sinilah letak ide paling brilian dalam paper ini. Para penulis merekomendasikan agar kita berhenti fokus pada usia kronologis dan mulai fokus pada penurunan fungsional.   

Strategi 1 mereka  menyerukan "skrining yang ditingkatkan" untuk semua orang saat perpanjangan SIM, yang menguji tiga hal inti:   

  1. Fungsi Kognitif (pemrosesan, memori kerja)

  2. Fungsi Visual (bukan hanya ketajaman, tapi juga sensitivitas kontras)

  3. Fungsi Motorik (kekuatan, rentang gerak)

Mengapa ini brilian? Karena ini adil. Ini berbasis data. Ini menghilangkan stigma "pengemudi tua" dan menggantinya dengan "pengemudi dengan gangguan fungsional"—yang bisa terjadi pada usia berapa pun. Dan yang terpenting, ini menawarkan intervensi dan rehabilitasi , bukan hanya hukuman.   

Bahaya Tersembunyi di Lemari Obat

Risikonya bukan hanya tentang penyakit (demensia, katarak), tapi tentang perawatan itu sendiri. Paper ini  memiliki bagian yang menakutkan tentang polypharmacy—penggunaan beberapa obat sekaligus.   

Tabel 4  menunjukkan korelasi yang jelas: semakin tua pengemudi, semakin banyak obat "Potentially Driver Impairing" (PDI) yang mereka minum, dan semakin tinggi keterlibatan mereka dalam kecelakaan. Pengemudi berusia 70+ yang terlibat kecelakaan, rata-rata, sedang dalam pengaruh 1,66 obat PDI.   

Ini adalah pengingat yang kuat bagi kita semua untuk bertanya kepada dokter: "Apakah obat ini memengaruhi kemampuan saya mengemudi?" Ini adalah masalah(https://diklatkerja.com/course/dasar-dasar-manajemen-risiko/) pribadi yang kita semua abaikan.   

Opini Saya: Kita Membaca Ini di. Apa yang Sebenarnya Berubah?

Inilah inti dari semuanya. Saya baru saja membedah dokumen berusia lebih dari satu dekade. Dan rekomendasinya terasa segar, mendesak, dan... sangat familiar.   

Meski temuannya hebat, cara analisanya... sejujurnya, sangat jelas. Sangat jelas sehingga memalukan bahwa kita di masih memperdebatkan "Complete Streets"  seolah-olah itu ide radikal. Kita masih terjebak dalam perang budaya tentang helm  padahal data sudah final. Kita masih ragu untuk menguji kemampuan fungsional pengemudi  karena takut "menyinggung" perasaan orang.   

Kematian ini dapat dicegah. Ini adalah kegagalan desain. Ini adalah tanggung jawab para profesional yang merancang, membangun, dan mengelola sistem kita.

Bagi Anda yang bekerja di bidang ini, ini bukan lagi hanya pekerjaan teknis; ini adalah keharusan moral. Jika Anda seorang insinyur atau perencana, meningkatkan keahlian Anda dalam Keselamatan Infrastruktur Jalan  atau menerapkan(https://www.diklatkerja.com/course/penerapan-sistem-manajemen-keselamatan-konstruksi-untuk-mencegah-kegagalan-bangunan/)  adalah langkah awal yang fundamental.   

Kita tidak bisa menunggu satu dekade lagi untuk membaca laporan lain yang memberi tahu kita hal yang sama persis.

Menuju Nol Kematian Bukan Mimpi, Tapi Pilihan Desain

Visi "Toward Zero Deaths"  bukanlah utopia yang naif. Ini adalah target teknik. Ini adalah pengakuan bahwa jika kecepatan 20 mph menyelamatkan nyawa , maka kita harus memilih untuk mendesain jalan 20 mph. Jika helm menyelamatkan nyawa , kita harus memilih untuk mewajibkannya.   

Kematian di jalan raya bukanlah takdir. Itu adalah pilihan desain yang kita, sebagai masyarakat, terus buat setiap hari.

Saya tahu ini adalah bacaan panjang, dan jika Anda sudah sampai sejauh ini, Anda peduli. Kalau kamu tertarik dengan ini, coba baca paper aslinya (link di bawah). Ini teknis, tapi wawasannya—bahkan dari tahun 2010—sangat membuka mata.

Selengkapnya
Kapsul Waktu Tahun 2010: Mengapa Kita Masih Mati di Jalan yang Jawabannya Sudah Kita Ketahui

Keselamatan Jalan

Ada yang Salah di Persimpangan Itu. Sebuah Studi Mengubah Cara Saya Melihat Jalanan Sepi.

Dipublikasikan oleh Melchior Celtic pada 14 November 2025


Ada semacam kedamaian palsu saat berkendara di jalan pedesaan yang sepi. Anda tahu perasaan itu: jendela terbuka, angin sepoi-sepoi, tidak ada lalu lintas yang terlihat bermil-mil. Rasanya aman. Rasanya tenang. Ini adalah ilusi yang nyaman yang kita semua nikmati.

Sebuah paper penelitian yang saya baca minggu ini menghancurkan ilusi itu berkeping-keping.

Paper itu berjudul "A Study of Fatal Pedestrian Crashes at Rural Low Volume Road Intersections in Southwest China". Judul yang kering, saya tahu. Tetapi isinya jauh dari itu. Ini bukan tentang kekacauan lalu lintas kota yang padat yang biasa kita lihat di berita. Ini tentang bahaya tersembunyi di persimpangan jalan pedesaan yang tampak sepi—jenis tempat di mana, secara global, 92% kematian lalu lintas terjadi, di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.   

Para peneliti—Xie, Nikitas, dan Liu—tidak hanya mengambil data statistik dan membuat grafik yang membosankan. Mereka melakukan sesuatu yang jauh lebih dalam. Mereka mengambil 28 kasus kecelakaan fatal pejalan kaki, yang terjadi antara 2005 dan 2010 di delapan jalan pedesaan di Tiongkok Barat Daya, dan pada dasarnya melakukan "autopsi psikologis" pada setiap kecelakaan tersebut.   

Bayangkan jika Anda menganalisis setiap kesalahan besar di tempat kerja. Pendekatan yang malas adalah dengan mengatakan, "Yah, Budi mengklik tombol yang salah. Kesalahan Budi." Pendekatan yang mendalam adalah bertanya: Mengapa Budi mengklik tombol itu? Apakah labelnya membingungkan? Apakah dia kurang tidur karena jam kerja yang gila? Apakah dia tidak pernah dilatih dengan benar tentang software itu?

Itulah yang dilakukan para peneliti ini. Mereka menggunakan metode yang disebut DREAM (Driving Reliability and Error Analysis Method). DREAM adalah cara sistematis untuk mengklasifikasikan mengapa kecelakaan terjadi. Metode ini tidak berhenti pada "pengemudi mengebut." Ia terus menggali lebih dalam.   

  • Pengemudi mengebut (A2.1 Speed: too high). Mengapa?   

  • Karena dia salah menilai situasi (C2 Misjudgement of situation). Mengapa?   

  • Karena dia melewatkan pengamatan (B1 Missed observation). Mengapa?   

  • Karena rambu-rambu di persimpangan itu sangat buruk (Q1 Inadequate information design) dan dia tidak pernah dilatih dengan benar (N4 Inadequate training).   

Metode DREAM ini adalah kunci mengapa studi ini begitu kuat meskipun jumlah sampelnya kecil (hanya 28 kecelakaan). Para peneliti sendiri mengakui bahwa fokus mereka adalah pada "kualitas daripada kuantitas". Ini bukan statistik; ini adalah pendongengan forensik. Dan cerita yang mereka ungkapkan sangat mengerikan.   

Mimpi Buruk di Balik Data: Angka-Angka yang Membuat Saya Berhenti Sejenak

Sebelum kita masuk ke "mengapa", kita perlu memahami "apa". Dan data mentahnya saja sudah cukup untuk membuat Anda merinding. Ini adalah beberapa statistik dari 28 kecelakaan fatal yang dianalisis, yang terus terngiang di kepala saya :   

  • 75% pejalan kaki tewas di persimpangan T (T-intersections). Awalnya ini mengejutkan saya. Persimpangan T seharusnya sederhana. Tetapi paper ini menjelaskan bahwa di daerah pedesaan Tiongkok, ini seringkali bukan persimpangan resmi. Mereka adalah "jalan cabang dan bahkan pintu rumah" yang langsung terhubung ke jalan raya tanpa peringatan. Ini adalah resep untuk bencana.   

  • 82% persimpangan tidak memiliki fasilitas pejalan kaki. Saya ulangi: delapan dari sepuluh persimpangan tidak memiliki apa-apa. Nol zebra cross. Nol rambu peringatan pejalan kaki. Nol perlindungan.   

  • 50% kecelakaan terjadi pada malam hari atau dalam kondisi cahaya redup. Dan inilah bagian terburuknya, yang membuat saya ternganga: Tidak ada (0%) dari persimpangan yang diteliti yang memiliki lampu penerangan jalan. Pejalan kaki menyeberang dalam kegelapan total di persimpangan tak bertanda.   

  • 61% kendaraan melebihi batas kecepatan. Ini adalah bahan bakar yang menyulut api.   

Jika Anda menggabungkan fakta-fakta ini, itu bukan hanya sekumpulan angka. Itu menceritakan sebuah kisah.

  • 🚀 Lingkungan yang Dirancang untuk Kematian: Pengemudi yang ngebut (61%) + kegelapan total (50% kecelakaan, 0% lampu) + persimpangan tak bertanda (82% tanpa fasilitas).

  • 🧠 Kesimpulan yang Tak Terelakkan: Kematian ini bukanlah "kecelakaan" dalam arti sesuatu yang acak dan tidak bisa dihindari. Mereka adalah hasil yang dapat diprediksi dari sistem yang dirancang dengan kelalaian total.

  • 💡 Pelajaran: Kita tidak bisa hanya menyalahkan "kesalahan pengemudi" ketika kita merancang lingkungan yang membuat kesalahan itu hampir pasti terjadi.

Empat Penjahat yang Sebenarnya (Dan Ini Bukan Sekadar "Kesalahan Manusia")

Inilah inti dari paper ini. Analisis DREAM mereka mengelompokkan semua faktor penyebab ini menjadi empat tema utama yang menghancurkan. Ini adalah empat pilar kegagalan yang menopang 28 kematian tersebut:   

  1. Desain Infrastruktur Keselamatan yang Kurang.

  2. Pendidikan Keselamatan Pejalan Kaki yang Kurang.

  3. Pelatihan Pengemudi yang Tidak Memadai.

  4. Penegakan Hukum Lalu Lintas yang Tidak Cukup.

Mari kita bedah satu per satu, karena di sinilah pelajarannya menjadi sangat jelas dan dapat ditindaklanjuti.

Penjahat #1: Desain Jalan yang "Malas"

Ini adalah "Deficient intersection safety infrastructure".   

Bayangkan seorang desainer UI web menempatkan tombol 'Hapus Akun Anda Secara Permanen' tepat di sebelah tombol 'Login', tanpa label atau kotak konfirmasi. Itulah tingkat desain 'malas' yang kita bicarakan di sini.

Faktor DREAM "Q1 Inadequate information design" (desain informasi yang tidak memadai) adalah penyebab utama yang muncul di setiap pola kecelakaan. Ini berarti rambu-rambu, marka jalan, dan panduan visual untuk memperingatkan pengemudi atau pejalan kaki tidak ada, atau sangat membingungkan.   

Tetapi paper ini tidak hanya mengeluh. Mereka menawarkan solusi cerdas, dan yang terpenting, solusi realistis. Mereka tahu bahwa "sumber daya untuk investasi... terbatas" di daerah pedesaan. Jadi, mereka tidak menyarankan jalan layang multi-juta dolar. Mereka menyarankan intervensi "traffic calming" (penenangan lalu lintas) yang berbiaya rendah dan terbukti :   

  • Polisi Tidur (Speed Bumps): Murah, mudah dipasang, dan sangat efektif untuk memaksa kendaraan melambat.   

  • Bundaran (Roundabouts): Secara fisik memaksa pengemudi untuk mengurangi kecepatan saat mendekati, memasuki, dan bergerak di dalam persimpangan.   

  • Lampu Jalan: Solusi yang paling jelas di dunia, mengingat 50% kecelakaan terjadi dalam kegelapan total.   

Penjahat #2: Saat Pejalan Kaki Tidak Pernah Diajari Cara Menyeberang

Ini adalah "Lack of pedestrian safety education".   

Analisis DREAM menemukan faktor "M1 Inadequate transmission from other road users" (transmisi [niat] yang tidak memadai dari pengguna jalan lain) sebagai penyebab utama. Dalam bahasa manusiawi? Pejalan kaki "menyeberang jalan tanpa melihat dulu" untuk mencari kendaraan. Mereka tidak melakukan kontak mata, tidak memberi isyarat. Mereka hanya berjalan ke jalan raya.   

Dan inilah data yang paling tragis: lebih dari separuh (56%) dari mereka yang tewas adalah anak-anak (di bawah 15 tahun) atau lansia (di atas 65 tahun). Kelompok paling rentan yang membayar harga tertinggi.   

Di sinilah paper ini benar-benar bersinar bagi saya. Solusinya tidak umum. Mereka sangat kontekstual dan spesifik secara budaya. Para peneliti tidak menyarankan kampanye TikTok yang gemerlap. Mereka menyarankan "cara yang tidak konvensional" :   

  • Menggunakan "pengeras suara dari stasiun radio desa" untuk menyiarkan program keselamatan lalu lintas harian pada waktu-waktu tertentu.

  • Membuat "kader desa" (aparat desa setempat) bertanggung jawab untuk mempublikasikan informasi keselamatan lalu lintas.

  • Menerapkan solusi sederhana seperti membagikan bahan reflektif untuk "tongkat pejalan lansia dan tas anak-anak" agar mereka lebih terlihat dalam gelap.   

Ini jenius. Ini adalah solusi berbiaya rendah yang menjangkau tepat target audiens (seperti lansia di rumah) yang tidak akan pernah melihat iklan layanan masyarakat di TV.

Penjahat #3: Sekolah Mengemudi "Abal-Abal"

Ini adalah "Inadequate driver training". Dan bagian ini, terus terang, membuat saya marah.   

Faktor-faktor DREAM seperti "N4 Inadequate training" (pelatihan tidak memadai) dan "F6 Insufficient skills/knowledge" (keterampilan/pengetahuan tidak cukup) adalah akar penyebab yang masif.   

Tetapi paper ini tidak berhenti di situ. Ia menggali mengapa pelatihannya tidak memadai. Ini bukan hanya karena kurikulumnya sulit. Ini karena sistemnya korup. Para peneliti dengan jujur menulis bahwa :   

  • "banyak sekolah mengemudi memotong waktu pelatihan" untuk menghemat uang.

  • Beberapa sekolah "membantu orang berbuat curang dalam ujian atau menjual surat izin mengemudi."

  • Ada "sejumlah sekolah mengemudi ilegal" yang beroperasi di daerah pedesaan ini.

Ini mengubah segalanya. Fakta bahwa 61% pengemudi mengebut  bukan hanya pilihan individu yang buruk; itu adalah gejala dari sistem yang secara aktif meluluskan pengemudi yang tidak terampil, tidak berpengetahuan, dan mungkin ilegal ke jalan. Masalahnya tidak dimulai di jalan; itu dimulai di "sekolah mengemudi" itu.   

Membaca bagian ini membuat saya merinding. Ini adalah kegagalan sistemik. Jika fondasi pelatihannya saja sudah korup, bagaimana kita bisa mengharapkan perilaku yang aman di jalan?

Ini mengingatkan saya pada pentingnya pelatihan berkualitas di semua aspek kehidupan. Di dunia profesional, mengambil jalan pintas dalam pelatihan bisa sama berbahayanya bagi karier Anda. Untungnya, untuk [mengembangkan keterampilan profesional Anda], ada platform seperti **** yang menyediakan fondasi yang kokoh dan sah, tidak seperti sekolah mengemudi 'abal-abal' yang dibahas di sini.

Penjahat #4: Polisi yang Tidak Terlihat

Yang terakhir adalah "Insufficient traffic law enforcement".   

Jika 61% pengemudi mengebut dan banyak yang mengemudi tanpa SIM , itu menyiratkan satu hal: tidak ada yang mengawasi.   

Tetapi sekali lagi, paper ini menggali lebih dalam. Ini bukan karena polisinya malas. Ini karena "sumber daya polisi yang terbatas". Dan mereka memberikan statistik yang paling mencengangkan di seluruh paper:   

"tidak jarang bahwa hanya tiga atau empat polisi lalu lintas lokal mengawasi sebanyak empat atau lima kota... yang mungkin memiliki total populasi 0,3 juta".   

Itu adalah situasi yang mustahil. Itu bukan "penegakan hukum yang lemah"; itu adalah "penegakan hukum yang non-eksisten".

Sekali lagi, para peneliti menawarkan solusi pragmatis. Karena menambah jumlah polisi itu mahal dan lambat, mereka menyarankan :   

  • Sewa "petugas lalu lintas" (traffic wardens)—petugas sipil yang lebih murah untuk membantu menegakkan hukum.

  • Gunakan "penegakan hukum dengan kamera" (camera enforcement) di persimpangan yang paling rawan kecelakaan.

Ini adalah tema yang berulang: Jika sumber daya manusia (polisi, guru) terbatas, kita harus mengandalkan teknologi (kamera) dan struktur komunitas (kader desa, petugas lalu lintas) untuk mengisi kesenjangan tersebut.

Kritik Halus Saya: Apakah 28 Kematian Cukup?

Saya harus jujur, sebagai seorang jurnalis, hal pertama yang saya lihat adalah "N=28". Hanya 28 kecelakaan.   

Meskipun temuannya hebat, cara analisanya yang didasarkan pada 28 kasus awalnya membuat saya skeptis. Bisakah kita benar-benar menarik kesimpulan besar tentang infrastruktur, pendidikan, dan korupsi seluruh wilayah dari data sekecil itu?   

Namun, di sinilah saya menghargai kejujuran peneliti. Mereka adalah yang pertama mengakui ini di bagian "Batasan Studi". Mereka menunjukkan betapa sulitnya mendapatkan data kecelakaan yang terperinci seperti ini dari kepolisian di Tiongkok.   

Lebih penting lagi, mereka berargumen bahwa metode DREAM yang mereka gunakan berfokus pada "kualitas daripada kuantitas". Dan setelah membaca analisis mereka, saya setuju.   

Mereka tidak mencoba memetakan seluruh Tiongkok. Mereka melakukan "autopsi" mendalam pada 28 tragedi untuk memberi kita 4 pelajaran yang sangat kuat. Dan dalam hal itu, mereka berhasil dengan cemerlang.

Yang Paling Mengubah Pikiran Saya (Dan Apa yang Bisa Kita Terapkan)

Setelah membaca paper ini, pelajaran terbesar bagi saya bukanlah "menyetirlah dengan aman" atau "lihat kiri-kanan." Pelajaran terbesarnya adalah: Keselamatan bukanlah kebetulan. Keselamatan adalah hasil dari desain.

Ke-28 kematian ini bukanlah "kecelakaan" dalam arti takdir acak atau nasib buruk. Mereka adalah insiden—kegagalan yang dapat diprediksi yang disebabkan oleh sistem yang rusak dalam empat cara yang jelas: desain infrastruktur, pendidikan, pelatihan, dan penegakan.

Jalan-jalan pedesaan ini, seperti yang digambarkan dalam paper ini, seperti software yang dirilis ke publik dalam versi beta, tanpa quality assurance. Para penggunanya—pejalan kaki dan pengemudi—dibiarkan menemukan bug fatalnya sendiri. Dan mereka membayarnya dengan nyawa.

Ini hanya goresan di permukaan dari apa yang saya gali. Jika Anda seorang analis, perencana kota, insinyur, atau hanya seseorang yang tertarik pada bagaimana "analisis akar masalah" yang sebenarnya bekerja dalam praktik, saya sangat merekomendasikan Anda membaca paper aslinya.

Ini padat, teknis, tetapi wawasannya sepadan.

(https://doi.org/10.1080/15389588.2017.1387654)

Selengkapnya
Ada yang Salah di Persimpangan Itu. Sebuah Studi Mengubah Cara Saya Melihat Jalanan Sepi.
page 1 of 1