Saya Menemukan 'Harta Karun' Berdebu: Sebuah Laporan yang Mengubah Cara Saya Melihat Jalanan
Beberapa hari lalu, saya tidak sengaja menemukan sebuah dokumen digital yang berdebu. Ini bukan PDF biasa. Ini adalah white paper setebal 55 halaman dari 16 Juli 2010 , berjudul "Safer Vulnerable Road Users." Dokumen ini adalah bagian dari inisiatif nasional AS yang ambisius, "Toward Zero Deaths" (Menuju Nol Kematian).
Premis dari "Toward Zero Deaths" (TZD) sangat radikal, bahkan hingga hari ini: gagasan bahwa bahkan satu kematian pun tidak dapat diterima. Ini adalah pergeseran filosofi total. Selama puluhan tahun, para insinyur lalu lintas berfokus pada "mengurangi kecelakaan" atau "mengatur" tingkat kematian yang dapat diterima. TZD berkata, "Tidak. Targetnya adalah nol."
Lalu, siapa "Pengguna Jalan Rentan" (Vulnerable Road Users atau VRU) ini? Paper ini membaginya menjadi empat kelompok: Pejalan Kaki, Pesepeda, Pengguna Lanjut Usia, dan Pengendara Motor.
Saat membacanya, saya langsung sadar ini bukan tentang "mereka". Ini adalah tentang "kita". Kita semua adalah pejalan kaki saat kita melangkah keluar dari mobil. Sebagian dari kita adalah pesepeda di akhir pekan. Dan jika kita cukup beruntung, kita semua suatu hari nanti akan menjadi "Pengguna Lanjut Usia." Laporan ini bukan tentang empat kelompok demografis; ini tentang kemanusiaan yang berinteraksi dengan sistem yang dirancang dengan buruk.
Inilah hal yang paling mengejutkan: Membaca dokumen tahun 2010 ini terasa sangat relevan. Solusi yang mereka usulkan lebih dari satu dekade lalu adalah hal-hal yang masih kita perjuangkan di rapat dewan kota hari ini.
Ini membawa saya pada pertanyaan yang meresahkan. Jika kita sudah tahu jawabannya sejak lama, mengapa jalanan kita masih membunuh begitu banyak dari kita? Mengapa, menurut data paper ini, hampir 16.000 pejalan kaki, pesepeda, lansia, dan pengendara motor tewas setiap tahun?
Laporan ini bukan kapsul waktu. Ini adalah cermin. Dan apa yang ditunjukkannya tidaklah cantik.
Pejalan Kaki: Mengapa 4.800 Kematian Tahunan Adalah Statistik yang Kita Abaikan
Mari kita mulai dengan yang paling dasar. Berjalan kaki.
Paper ini mencatat sekitar 4.800 kematian pejalan kaki setiap tahun, yang merupakan 11% dari total kematian di jalan raya.
Coba kita manusiakan data itu. 4.800 orang. Itu setara dengan satu pesawat jet penumpang besar yang jatuh dari langit setiap bulan, dan semua penumpangnya tewas. Bedanya, korban kali ini adalah orang-orang yang sedang berjalan ke warung, menjemput anak, atau berolahraga. Jika itu terjadi di industri penerbangan, seluruh armada akan di-grounded. Tapi di jalan raya, kita hanya menyebutnya "kecelakaan" dan terus berjalan.
Ironisnya, paper ini juga mencatat bahwa sementara jumlah kematian menurun sedikit, jumlah perjalanan kaki meningkat lebih dari dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2009. Semakin banyak orang berjalan, tetapi kita gagal melindungi mereka.
Musuh Terbesar Anda Bukan Ponsel (Tapi Fisika dan Kegelapan)
Kita sering menyalahkan pejalan kaki yang menatap ponsel. Tapi data dalam paper ini menceritakan kisah yang berbeda. Musuh terbesar pejalan kaki jauh lebih mendasar.
1. Kegelapan: Sekitar dua pertiga dari semua kematian pejalan kaki terjadi pada malam hari atau dalam kondisi cahaya redup.
2. Fisika (Kecepatan): Ini adalah bagian yang paling mengerikan bagi saya. Paper ini mengutip sebuah studi di Inggris yang membedah hubungan antara kecepatan kendaraan dan kelangsungan hidup manusia. Hasilnya sangat jelas:
-
Tertabrak kendaraan yang melaju 40 mph (64 km/jam): Probabilitas kematian 85%.
-
Tertabrak kendaraan yang melaju 30 mph (48 km/jam): Probabilitas kematian 55%.
-
Tertabrak kendaraan yang melaju 20 mph (32 km/jam): Probabilitas kematian 5%.
Bacalah itu lagi. Perbedaan antara jalan yang dirancang untuk 40 mph dan 20 mph adalah perbedaan antara hampir pasti mati (85%) dan hampir pasti hidup (5%).
Bayangkan jika Anda adalah seorang manajer. Anda tahu bahwa jika Anda menetapkan deadline pada hari Rabu, 85% tim Anda akan gagal total. Tetapi jika Anda memindahkannya ke hari Jumat, hanya 5% yang akan gagal. Anda akan memindahkannya ke hari Jumat, bukan?
Kematian ini bukanlah "kecelakaan". Itu adalah hasil yang dapat diprediksi dari desain teknik. Jalan arteri perkotaan kita, yang dirancang untuk lalu lintas 40+ mph, secara statistik menjamin kematian pejalan kaki.
Apa yang Bikin Saya Terkejut: Solusi yang Sudah Ada Sejak 2010
Bagian terbaik dari paper ini adalah ia tidak hanya mengeluh. Ia menawarkan 8 strategi yang jelas. Dan yang mengejutkan saya adalah betapa sederhananya solusi-solusi itu.
Strategi 2, misalnya, pada dasarnya adalah apa yang sekarang kita sebut "Complete Streets". Paper ini secara eksplisit menyerukan agar kebutuhan pejalan kaki (termasuk penyandang disabilitas) menjadi standar, bagian integral dari semua proyek jalan raya, bukan sebagai tambahan jika ada sisa anggaran.
Strategi 3 menyerukan perbaikan teknik seperti refuge islands (pulau perlindungan di tengah jalan multi-lajur). Mengapa? Karena jalan arteri dengan lima lajur tanpa median adalah jebakan maut. Paper ini juga mendukung program seperti Safe Routes to School (Rute Aman ke Sekolah).
-
🚀 Hasilnya luar biasa: Menurunkan kecepatan dari 40 mph ke 20 mph mengurangi risiko kematian sebesar 94% (turun dari 85% ke 5%).
-
🧠Inovasinya: Berhenti menyalahkan pejalan kaki karena "berpakaian gelap" di malam hari, dan mulailah memperbaiki desain jalan yang berbahaya dan pencahayaan yang buruk.
-
💡 Pelajaran: Jalan yang aman untuk anak-anak adalah jalan yang aman untuk semua orang.
Dilema Dua Roda: Terlalu Cepat untuk Trotoar, Terlalu Rentan untuk Jalan Raya
Sekarang mari kita bicara tentang dua kelompok yang terjebak di tengah-tengah: pesepeda dan pengendara motor.
Inilah data paling mengejutkan yang saya temukan di seluruh laporan. Siapa yang menurut Anda lebih banyak tewas di jalan raya: pejalan kaki atau pengendara motor?
Saya salah besar.
-
Pejalan Kaki: ~4.800 kematian per tahun.
-
Pengendara Motor: ~5.200 kematian per tahun.
Paper ini dengan jelas menyatakan bahwa jumlah kematian pengendara motor kini melebihi jumlah kematian pejalan kaki. Ini benar-benar mengubah cara saya memandang hierarki risiko di jalan raya.
Tragedi Pengendara Motor: 5.200 Nyawa dan Kebutaan Institusional
Data pengendara motor sangat suram. Mereka mewakili 13% dari semua kematian di jalan raya, padahal mereka hanya 3% dari kendaraan terdaftar.
Mengapa angka ini begitu tinggi? Paper ini menyoroti kegagalan sistemik yang brutal.
1. Kegagalan Infrastruktur: Jalan raya tidak didesain untuk mereka. Paper ini menunjukkan bahwa pagar pembatas (guardrails) dan tiang rambu yang dirancang untuk "menyelamatkan" penumpang mobil, justru berfungsi sebagai benda mematikan yang menghancurkan bagi pengendara motor yang terpental.
2. Kegagalan Data: Mereka secara harfiah tidak terlihat dalam data. Paper ini menjelaskan bahwa metode pengumpulan data VMT (Vehicle Miles Traveled) sering kali "memfilter" atau gagal menghitung sepeda motor. Jika Anda tidak menghitungnya, mereka tidak ada. Jika mereka tidak ada, Anda tidak merancang untuk mereka. Jika Anda tidak merancang untuk mereka, mereka mati.
Solusinya? Paper ini sangat jelas: Strategi 4 adalah "Mandatory Helmet Use" (UU Helm Wajib) untuk semua pengendara di semua negara bagian. Paper ini juga merekomendasikan teknologi seperti rem ABS canggih.
Opini pribadi saya: Ini tahun 2010. Lebih dari satu dekade kemudian, ini masih menjadi perdebatan politik yang panas, seolah-seolah data tidak ada. Paper ini menyatakan helm terbukti sebagai cara paling efektif untuk mencegah cedera kepala serius dan kematian. Fakta bahwa kita masih memperdebatkannya adalah sebuah kegilaan kolektif.
Paradoks Pesepeda: Semakin Bugar, Namun Semakin Tua Usia Korbannya
Kabar baiknya, jumlah kematian pesepeda jauh lebih sedikit, "hanya" sekitar 700 kematian per tahun. Tapi ada tren aneh di baliknya.
Ini bukan lagi hanya masalah anak-anak. Usia rata-rata pesepeda yang tewas meningkat dari 32 tahun (pada 1998) menjadi 41 tahun (pada 2008). Ini adalah orang dewasa, komuter, dan pehobi yang terbunuh.
Dan inilah dua statistik yang membuat saya terdiam:
-
Pada tahun 2008, 91% pesepeda yang tewas dilaporkan tidak memakai helm.
-
Pada tahun 2008, 23% pesepeda yang tewas (berusia 16 tahun ke atas) memiliki kadar alkohol dalam darah (BAC) 0,08 atau lebih tinggi—melebihi batas legal untuk mengemudi.
Saya pikir solusinya sederhana: "Pakai helm dan jangan bersepeda sambil mabuk."
Tapi paper ini jauh lebih cerdas. Strategi yang paling ditekankan bukanlah menyalahkan korban. Strategi 5 adalah tentang mendidik pengemudi mobil tentang cara berbagi jalan. Strategi 3 adalah tentang rekayasa jalan, seperti menggunakan bike boxes (area tunggu khusus sepeda di depan mobil saat lampu merah) dan sharrows (penanda jalur bersama). Ini adalah pengakuan bahwa keselamatan pesepeda tidak hanya bergantung pada pesepeda, tetapi pada sistem di sekitar mereka.
Realitas yang Sulit Diterima: Saat Orang yang Kita Sayang Tak Seharusnya Lagi Mengemudi
Ini adalah bagian yang paling sulit. Ini personal.
Kita semua pernah mengalaminya—duduk di kursi penumpang sementara orang tua, kakek, atau nenek kita yang sudah lanjut usia mengemudi. Kita menahan napas di setiap persimpangan, kaki kita secara refleks "mengerem" lantai mobil.
Data mengkonfirmasi ketakutan kita. Paper ini mencatat lebih dari 5.000 pengemudi berusia 70+ tewas setiap tahun. Dan masalah ini akan meledak. Paper ini memproyeksikan bahwa pada tahun 2030, 25% dari semua pengemudi di jalan raya akan berusia 65 tahun ke atas.
Opini Saya: Ide Paling Brilian dalam Paper Ini
Jadi, apa yang kita lakukan? Kita semua tahu ada pengemudi lansia yang berbahaya. Tetapi mencabut SIM mereka di negara yang bergantung pada mobil terasa seperti hukuman mati sosial.
Solusi yang jelas (dan buruk) adalah menguji ulang setiap orang pada usia 70 tahun. Tapi itu diskriminatif berdasarkan usia (ageist) dan tidak efektif. Seorang 80 tahun yang bugar mungkin pengemudi yang jauh lebih aman daripada seorang 60 tahun yang baru pulih dari stroke.
Di sinilah letak ide paling brilian dalam paper ini. Para penulis merekomendasikan agar kita berhenti fokus pada usia kronologis dan mulai fokus pada penurunan fungsional.
Strategi 1 mereka menyerukan "skrining yang ditingkatkan" untuk semua orang saat perpanjangan SIM, yang menguji tiga hal inti:
-
Fungsi Kognitif (pemrosesan, memori kerja)
-
Fungsi Visual (bukan hanya ketajaman, tapi juga sensitivitas kontras)
-
Fungsi Motorik (kekuatan, rentang gerak)
Mengapa ini brilian? Karena ini adil. Ini berbasis data. Ini menghilangkan stigma "pengemudi tua" dan menggantinya dengan "pengemudi dengan gangguan fungsional"—yang bisa terjadi pada usia berapa pun. Dan yang terpenting, ini menawarkan intervensi dan rehabilitasi , bukan hanya hukuman.
Bahaya Tersembunyi di Lemari Obat
Risikonya bukan hanya tentang penyakit (demensia, katarak), tapi tentang perawatan itu sendiri. Paper ini memiliki bagian yang menakutkan tentang polypharmacy—penggunaan beberapa obat sekaligus.
Tabel 4 menunjukkan korelasi yang jelas: semakin tua pengemudi, semakin banyak obat "Potentially Driver Impairing" (PDI) yang mereka minum, dan semakin tinggi keterlibatan mereka dalam kecelakaan. Pengemudi berusia 70+ yang terlibat kecelakaan, rata-rata, sedang dalam pengaruh 1,66 obat PDI.
Ini adalah pengingat yang kuat bagi kita semua untuk bertanya kepada dokter: "Apakah obat ini memengaruhi kemampuan saya mengemudi?" Ini adalah masalah(https://diklatkerja.com/course/dasar-dasar-manajemen-risiko/) pribadi yang kita semua abaikan.
Opini Saya: Kita Membaca Ini di. Apa yang Sebenarnya Berubah?
Inilah inti dari semuanya. Saya baru saja membedah dokumen berusia lebih dari satu dekade. Dan rekomendasinya terasa segar, mendesak, dan... sangat familiar.
Meski temuannya hebat, cara analisanya... sejujurnya, sangat jelas. Sangat jelas sehingga memalukan bahwa kita di masih memperdebatkan "Complete Streets" seolah-olah itu ide radikal. Kita masih terjebak dalam perang budaya tentang helm padahal data sudah final. Kita masih ragu untuk menguji kemampuan fungsional pengemudi karena takut "menyinggung" perasaan orang.
Kematian ini dapat dicegah. Ini adalah kegagalan desain. Ini adalah tanggung jawab para profesional yang merancang, membangun, dan mengelola sistem kita.
Bagi Anda yang bekerja di bidang ini, ini bukan lagi hanya pekerjaan teknis; ini adalah keharusan moral. Jika Anda seorang insinyur atau perencana, meningkatkan keahlian Anda dalam Keselamatan Infrastruktur Jalan atau menerapkan(https://www.diklatkerja.com/course/penerapan-sistem-manajemen-keselamatan-konstruksi-untuk-mencegah-kegagalan-bangunan/) adalah langkah awal yang fundamental.
Kita tidak bisa menunggu satu dekade lagi untuk membaca laporan lain yang memberi tahu kita hal yang sama persis.
Menuju Nol Kematian Bukan Mimpi, Tapi Pilihan Desain
Visi "Toward Zero Deaths" bukanlah utopia yang naif. Ini adalah target teknik. Ini adalah pengakuan bahwa jika kecepatan 20 mph menyelamatkan nyawa , maka kita harus memilih untuk mendesain jalan 20 mph. Jika helm menyelamatkan nyawa , kita harus memilih untuk mewajibkannya.
Kematian di jalan raya bukanlah takdir. Itu adalah pilihan desain yang kita, sebagai masyarakat, terus buat setiap hari.
Saya tahu ini adalah bacaan panjang, dan jika Anda sudah sampai sejauh ini, Anda peduli. Kalau kamu tertarik dengan ini, coba baca paper aslinya (link di bawah). Ini teknis, tapi wawasannya—bahkan dari tahun 2010—sangat membuka mata.