Keselamatan Industri
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 20 Mei 2025
Mengapa Keselamatan di Industri Pangan Tak Bisa Dianggap Remeh
Industri pengolahan makanan sering kali dianggap lebih aman dibanding industri berat seperti manufaktur logam atau konstruksi. Namun, anggapan ini keliru. Di balik produksi makanan yang tampak sederhana, terdapat beragam potensi kecelakaan kerja yang bisa berakibat serius jika tidak ditangani dengan benar. Studi dari Ifan Riswanto dan Andung Jati Nugroho di CV. Gemilang Kencana—perusahaan kecil-menengah di Wonosobo yang memproduksi manisan carica—membuka mata kita terhadap pentingnya manajemen risiko bahkan di industri berskala UMKM.
Metodologi Ganda: Kombinasi HIRA dan FTA dalam Menguak Risiko
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan analisis risiko yang saling melengkapi:
Pendekatan ini memungkinkan peneliti tidak hanya melihat apa yang berbahaya, tapi juga mengapa dan bagaimana potensi kecelakaan itu bisa terjadi.
Studi Kasus: Proses Produksi Carica dan Risiko yang Tersembunyi
Risiko Kecelakaan yang Terjadi
Penelitian dilakukan secara langsung di lantai produksi CV. Gemilang Kencana. Ada tujuh tahapan kerja yang diamati, dan masing-masing dianalisis risikonya:
Dari semua risiko tersebut, hanya satu yang dikategorikan sebagai High Risk, yakni bagian pengemasan dalam cup menggunakan mesin press, yang memperoleh nilai risiko tertinggi sebesar 8 (kategori tinggi). Sisanya terbagi dalam risiko sedang (Moderate) dan rendah (Low).
Temuan Penting: Risiko Tertinggi Terjadi di Tahapan Pengemasan
Tiga Faktor Utama Penyebab Kecelakaan
Melalui analisis Fault Tree (FTA), peneliti berhasil mengidentifikasi tiga akar penyebab dari kecelakaan serius pada tahapan pengemasan:
Lebih lanjut, kecelakaan tambahan juga ditemukan akibat pisau jatuh dari meja kecil dan menimpa kaki pekerja. Di sini terlihat bahwa desain ergonomi dan penyediaan alat yang sesuai menjadi kunci dalam pencegahan kecelakaan.
Analisis Tambahan: Apa yang Bisa Dipelajari dari Data Ini?
Penilaian risiko dalam HIRA menggunakan formula sederhana: Likelihood × Severity. Namun, kekuatannya terletak pada aplikasinya yang konsisten di seluruh proses produksi.
Dari ketujuh risiko yang diamati:
Fakta bahwa hanya satu tahapan masuk kategori “tinggi” bukan berarti tahapan lain bisa diabaikan. Justru pendekatan ini menekankan pentingnya evaluasi berkala dan penguatan budaya K3 dalam operasional sehari-hari.
Perbandingan dengan Studi Lain: Apakah Tren Ini Umum?
Dalam penelitian lain oleh Darmawan et al. (2022) yang menggunakan pendekatan HIRA dan FTA di sektor manufaktur berat, ditemukan bahwa sumber kecelakaan paling umum adalah kesalahan manusia dan kegagalan alat. Temuan ini selaras dengan hasil studi Ifan dan Andung, menegaskan bahwa kombinasi antara pekerja tidak terampil dan peralatan yang kurang layak adalah perpaduan berbahaya—terlepas dari skala industrinya.
Hal yang menarik, penelitian ini justru memperkuat argumen bahwa industri kecil seperti UMKM tidak boleh mengesampingkan sistem K3, bahkan jika proses produksi terlihat sederhana.
Rekomendasi Praktis: Apa yang Bisa Dilakukan Sekarang Juga?
Penelitian ini menghasilkan beberapa rekomendasi nyata dan terukur:
Semua tindakan ini dapat dilakukan tanpa investasi besar, tetapi berpengaruh signifikan terhadap keselamatan dan produktivitas.
Kritik dan Saran Pengembangan
Kelebihan:
Kelemahan:
Penutup: Dari Analisis Risiko ke Budaya Keselamatan
Penelitian ini memberikan peta jalan yang sangat berguna bagi perusahaan kecil-menengah di sektor makanan untuk mulai membangun budaya keselamatan kerja. Meskipun berskala UMKM, CV. Gemilang Kencana sudah menunjukkan langkah proaktif dengan melakukan analisis menyeluruh terhadap potensi bahaya yang ada.
Jika rekomendasi dari studi ini dijalankan, bukan hanya kecelakaan kerja yang berkurang, tetapi juga tingkat kepercayaan pekerja dan efisiensi produksi akan meningkat. Ini membuktikan bahwa keselamatan bukanlah beban, melainkan investasi jangka panjang.
Sumber
Riswanto, I., & Nugroho, A. J. (2024). Analisis Keselamatan Kerja pada CV. Gemilang Kencana Metode HIRA dan Fault Tree Analysis. Kohesi: Jurnal Multidisiplin Saintek, 2(8), 110–124.
Tautan resmi: https://ejournal.warunayama.org/kohesi
Keselamatan Industri
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 19 Mei 2025
Pendahuluan: Meningkatnya Kompleksitas dan Kebutuhan akan Keselamatan Dinamis di Sektor Minyak dan Gas
Industri minyak dan gas adalah sektor yang sangat berisiko, dengan potensi kecelakaan signifikan yang dapat berdampak pada manusia, instalasi, dan lingkungan. Manajemen risiko yang efektif, yang melibatkan proses sistematis seperti identifikasi, analisis, dan penilaian risiko, sangat penting untuk mengurangi bahaya ini. Penelitian ekstensif telah menghasilkan kemajuan dalam analisis keselamatan untuk mencegah insiden besar di lingkungan industri.
Artikel ilmiah ini, "Dynamic industrial risks assessment for enhanced safety in the oil and gas industry: a methodological innovations and applications," memperkenalkan Metodologi Penilaian Risiko Industri Dinamis (DIRAM), yang dibangun di atas kerangka kerja yang ada dan menekankan pembaruan berkelanjutan dalam proses manajemen risiko. DIRAM mengintegrasikan teknik-teknik seperti Failure Modes, Effects, and Criticality Analysis (FMECA), Fault Tree Analysis (FTA), Events Tree Analysis (ETA), dan Bow-Tie untuk penilaian risiko yang komprehensif.
Keterbatasan Metode Statis dan Munculnya Kebutuhan akan Pendekatan Dinamis
Metodologi tradisional seringkali bersifat statis, kurang mampu memperhitungkan sifat dinamis risiko yang berkembang seiring waktu dan ruang. Risiko dalam skenario dunia nyata ada dalam lingkungan yang berubah dengan cepat selama insiden. Upaya baru-baru ini telah difokuskan pada pengembangan metodologi yang membahas evolusi dinamis parameter risiko, baik internal maupun eksternal terhadap sistem. Hal ini menyoroti perlunya pendekatan inovatif yang dapat beradaptasi dengan skenario risiko yang berubah.
DIRAM: Sebuah Metodologi Komprehensif untuk Penilaian Risiko Dinamis
DIRAM mengintegrasikan teknik-teknik seperti Failure Modes, Effects, and Criticality Analysis (FMECA), Fault Tree Analysis (FTA), Events Tree Analysis (ETA), dan Bow-Tie untuk penilaian risiko yang komprehensif. Perangkat lunak canggih seperti ALOHA dan FLUENT memungkinkan evaluasi dinamis efek toksik, termal, dan tekanan berlebih, khususnya dalam skenario BLEVE yang melibatkan penyimpanan bola LPG. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efektivitas praktik manajemen risiko di industri minyak dan gas dengan mempromosikan pendekatan keselamatan proaktif.
Inovasi Teoretis dan Kontribusi Praktis DIRAM
Kontribusi teoretis utama dari penelitian ini terletak pada pengembangan metodologi penilaian risiko dalam industri minyak dan gas. Metode tradisional terbatas dalam kemampuan mereka untuk memperhitungkan sifat risiko industri yang terus berkembang. DIRAM mengatasi kesenjangan ini dengan mengintegrasikan parameter risiko dinamis dan teknik analisis tingkat lanjut, menawarkan pendekatan baru untuk teori manajemen risiko. Pendekatan dinamis ini tidak hanya meningkatkan ketepatan penilaian risiko tetapi juga memberikan kerangka kerja yang lebih realistis dan responsif untuk mengelola bahaya di lingkungan berisiko tinggi.
Secara praktis, DIRAM menawarkan alat yang kuat untuk praktisi keselamatan di industri minyak dan gas, menyediakan sarana yang lebih efektif untuk menilai dan mengelola risiko yang berubah seiring waktu karena kondisi operasi atau faktor eksternal yang bervariasi. Studi kasus yang melibatkan skenario BLEVE dalam penyimpanan bola LPG menunjukkan kemampuan metodologi untuk memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti secara real-time ke dalam potensi bahaya. Strategi proaktif ini dapat secara signifikan meningkatkan praktik keselamatan, mencegah kecelakaan besar, dan meminimalkan dampak lingkungan.
Komponen Utama Metodologi DIRAM
Metodologi DIRAM yang diusulkan didasarkan pada kombinasi tujuh metode untuk menganalisis dan menilai risiko industri dan dua perangkat lunak, yang diatur dalam dua fase utama:
Studi Kasus: Aplikasi DIRAM pada Pusat Pengemasan LPG
Untuk menunjukkan penerapan DIRAM, para penulis menyajikannya dalam studi kasus yang melibatkan pusat pengemasan LPG NAFTAL. Studi kasus ini berfokus pada analisis risiko yang terkait dengan penyimpanan bola LPG dan potensi skenario kecelakaan seperti BLEVE (Boiling Liquid Expanding Vapor Explosion).
Para penulis melakukan analisis FMECA untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial dan efeknya pada sub-sistem penyimpanan bola LPG. Mereka juga menggunakan FTA untuk menghitung probabilitas kejadian berbahaya seperti BLEVE dan ETA untuk memperkirakan frekuensi konsekuensi yang berbeda dari kecelakaan. Selain itu, perangkat lunak ALOHA dan FLUENT digunakan untuk memodelkan efek dari skenario kecelakaan yang berbeda, termasuk dispersi awan beracun, radiasi termal, dan gelombang kejut.
Analisis Mendalam: Wawasan dan Implikasi
Studi kasus ini menyoroti kemampuan DIRAM untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang dinamika kejadian berbahaya di industri minyak dan gas. Dengan mengintegrasikan berbagai teknik penilaian risiko dan alat simulasi, DIRAM memungkinkan evaluasi yang lebih akurat dan dinamis dari potensi konsekuensi kecelakaan.
Temuan dari studi kasus ini menekankan pentingnya mempertimbangkan faktor-faktor seperti kegagalan komponen, kesalahan manusia, dan pengaruh lingkungan dalam penilaian risiko. Studi ini juga menyoroti nilai alat simulasi seperti ALOHA dan FLUENT dalam memvisualisasikan dan menganalisis efek kompleks dari skenario kecelakaan, seperti dispersi awan beracun dan radiasi termal.
Kesimpulan: Meningkatkan Keselamatan dan Manajemen Risiko di Industri Minyak dan Gas
Artikel ini menyimpulkan bahwa DIRAM adalah metodologi yang berharga untuk meningkatkan penilaian dan manajemen risiko di industri minyak dan gas. Dengan menggabungkan teknik penilaian risiko yang komprehensif dengan alat simulasi dinamis, DIRAM memungkinkan para praktisi untuk lebih memahami dan mengurangi potensi bahaya. Penerapan DIRAM dapat berkontribusi pada peningkatan praktik keselamatan, pencegahan kecelakaan, dan perlindungan lingkungan di sektor minyak dan gas.
Sumber Artikel:
Imane, A., Samia, C., & Djamel, H. (2024). Dynamic industrial risks assessment for enhanced safety in the oil and gas industry: a methodological innovations and applications. Studies in Engineering and Exact Sciences, 5(2), 01-34.
Keselamatan Industri
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Keselamatan industri telah menjadi prioritas utama bagi banyak perusahaan manufaktur dan industri berat. Dalam era modern, penggunaan teknologi otomatisasi untuk meningkatkan keselamatan kerja telah berkembang pesat. Pratik Bhosale, Sushant Jagtap, dan Anantrao Patil (2016) dalam penelitiannya menyoroti bagaimana Safety Integrity Level (SIL) dan Category (CAT) dapat diterapkan dalam industri untuk mengurangi kecelakaan kerja. Penelitian ini juga membahas pentingnya Programmable Logic Controller (PLC) dan perangkat keselamatan lainnya untuk melindungi pekerja dari bahaya operasional.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keselamatan Industri
1. Peningkatan Risiko Kecelakaan Kerja
2. Standar Keselamatan dan Regulasi
3. Teknologi Keselamatan Berbasis Otomasi
Studi Kasus dan Data Statistik
Implementasi Sistem Keselamatan Berbasis Otomasi
1. Evaluasi Risiko dengan SIL dan CAT
2. Penggunaan Perangkat Keselamatan Modern
3. Strategi Pencegahan Kecelakaan
Tantangan dalam Implementasi Sistem Keselamatan
Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan Industri
Penerapan sistem keselamatan berbasis otomatisasi dalam industri dapat secara signifikan mengurangi tingkat kecelakaan kerja dan meningkatkan efisiensi produksi. Dengan penggunaan PLC, sensor keselamatan, serta integrasi AI dan IoT, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif. Namun, tantangan seperti tingginya biaya implementasi dan kurangnya kesadaran pekerja harus diatasi dengan strategi yang tepat, termasuk insentif investasi dan pelatihan berkelanjutan.
Sumber: Bhosale, P., Jagtap, S., & Patil, A. (2016). ‘Implementation of Industrial Safety’. International Journal of Innovations in Engineering Research and Technology, 3(4), 1-7.
Keselamatan Industri
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Budaya keselamatan industri merupakan faktor kunci dalam mengurangi kecelakaan kerja dan meningkatkan kesejahteraan karyawan di sektor manufaktur. Tingkat kecelakaan industri di tempat kerja terus meningkat setiap tahun, terutama di sektor manufaktur yang memiliki risiko tinggi. Berdasarkan statistik Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Malaysia (DOSH), angka kecelakaan kerja di sektor manufaktur meningkat dari 1.722 kasus pada tahun 2012 menjadi 2.333 kasus pada tahun 2016. Angka ini menunjukkan perlunya strategi yang lebih efektif dalam meningkatkan budaya keselamatan di industri ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi persepsi dan tingkat kesadaran pekerja terhadap budaya keselamatan di tempat kerja mereka. Dengan menganalisis faktor-faktor utama yang berkontribusi terhadap keberhasilan budaya keselamatan, penelitian ini memberikan wawasan bagi industri manufaktur dalam meningkatkan kebijakan keselamatan mereka.
Penelitian ini dilakukan melalui survei terhadap 140 karyawan di industri manufaktur di Pulau Pinang, Malaysia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 101 responden dipilih sebagai sampel. Kuesioner yang digunakan terdiri dari tujuh bagian utama:
Hasil dan Temuan Utama
1. Tingkat Kesadaran Karyawan terhadap Budaya Keselamatan
Dari hasil survei, ditemukan bahwa:
2. Faktor yang Mempengaruhi Budaya Keselamatan
Penelitian ini mengidentifikasi beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap keberhasilan budaya keselamatan di industri manufaktur:
3. Dampak dari Budaya Keselamatan yang Lemah
Kurangnya penerapan budaya keselamatan yang efektif dapat mengakibatkan:
Rekomendasi untuk Meningkatkan Budaya Keselamatan
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan budaya keselamatan di sektor manufaktur:
Kesimpulan
Penelitian ini menegaskan bahwa budaya keselamatan yang kuat di industri manufaktur dapat mengurangi kecelakaan kerja, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi biaya operasional. Dengan menerapkan kebijakan keselamatan yang efektif, meningkatkan pelatihan keselamatan, serta memperkuat komunikasi dan keterlibatan karyawan, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif.
Implementasi budaya keselamatan yang kuat bukan hanya menjadi kewajiban hukum tetapi juga investasi jangka panjang yang dapat memberikan manfaat besar bagi perusahaan dan karyawan.
Sumber Asli
Aziz, Lia Dayana Binti Abdul. Total Industrial Safety Culture in Manufacturing Sector. Universiti Sains Malaysia, 2019.
Keselamatan Industri
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 06 Mei 2025
Mengapa Keselamatan Kerja Konstruksi Tak Bisa Diabaikan?
Industri konstruksi dikenal sebagai salah satu sektor paling berisiko tinggi terhadap kecelakaan kerja. Laporan dari International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa sektor ini menyumbang lebih dari 20% dari seluruh kecelakaan kerja fatal secara global. Di Indonesia, data dari BPJS Ketenagakerjaan menyebutkan lebih dari 130.000 kasus kecelakaan kerja terjadi sepanjang 2022, dengan banyak di antaranya berasal dari proyek konstruksi.
Artikel karya Muhammad Rizal dan kolega mengambil sorotan tajam terhadap pentingnya Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam proyek pembangunan gedung. Penelitian ini tidak hanya mengamati implementasi K3 secara teoritis, tetapi juga menelaah penerapan nyata di lapangan pada salah satu proyek di Kota Kendari.
Tujuan & Latar Belakang Penelitian
Tujuan utama studi ini adalah mengevaluasi sejauh mana prinsip-prinsip manajemen K3 telah diterapkan di proyek pembangunan gedung, serta menilai efektivitas pengendalian risiko kerja yang dilakukan oleh manajemen proyek.
Latar belakang penelitian ini berpijak pada kenyataan pahit bahwa banyak proyek konstruksi di Indonesia masih mengabaikan aspek keselamatan. Minimnya pemahaman, rendahnya kepatuhan terhadap regulasi, dan lemahnya pengawasan menjadi kombinasi mematikan yang sering berujung pada kecelakaan fatal.
Metodologi: Studi Lapangan Berbasis Observasi & Wawancara
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yang didukung dengan observasi langsung di lapangan dan wawancara mendalam terhadap personel proyek, mulai dari manajer proyek hingga pekerja lapangan. Data dianalisis berdasarkan indikator manajemen K3 yang mencakup:
Komitmen manajemen terhadap K3
Sistem dan prosedur K3
Alat pelindung diri (APD)
Pelatihan dan sosialisasi
Pengawasan dan evaluasi
Hasil Utama: Penerapan K3 Masih Belum Maksimal
1. Komitmen Manajemen: Ada, Tapi Lemah
Penelitian menemukan bahwa komitmen manajemen proyek terhadap K3 masih tergolong kurang optimal. Meski ada pembentukan tim K3, keberadaannya lebih bersifat administratif daripada operasional. Kurangnya pengawasan ketat dan tidak adanya evaluasi berkala membuat penerapan standar K3 hanya menjadi formalitas.
2. APD: Tersedia, Tapi Tidak Digunakan Konsisten
Meskipun perusahaan menyediakan APD seperti helm, rompi keselamatan, sepatu boot, dan sarung tangan, penggunaannya masih tidak disiplin. Banyak pekerja yang mengabaikan APD karena merasa tidak nyaman, tidak diawasi secara langsung, atau karena kurangnya sanksi.
Contoh nyata di lapangan adalah pekerja di area pengecoran yang tidak menggunakan helm karena merasa area tersebut aman, padahal risiko kejatuhan material tetap tinggi.
3. Pelatihan dan Sosialisasi Masih Minim
Penelitian menunjukkan bahwa pelatihan K3 hanya dilakukan sekali saat awal proyek. Tidak ada sesi pelatihan berkala atau refreshment training untuk pekerja baru. Ini memperlihatkan lemahnya komitmen edukatif dari pihak manajemen proyek terhadap pekerjanya.
4. Sistem Dokumentasi dan Evaluasi Tidak Terstruktur
Dokumentasi risiko, seperti HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control), tidak dilakukan secara rutin. Evaluasi terhadap penerapan K3 juga hanya terjadi jika ada kejadian atau inspeksi dari pihak luar, bukan sebagai bagian dari siklus manajemen rutin.
Analisis Tambahan & Studi Kasus Pendukung
Untuk memberi konteks yang lebih luas, mari kita bandingkan dengan proyek pembangunan MRT Jakarta yang dikenal sebagai proyek dengan tingkat penerapan K3 yang sangat baik. Di proyek MRT:
Semua pekerja wajib mengikuti pelatihan K3 setiap bulan.
Inspeksi APD dilakukan setiap pagi sebelum pekerja memasuki area kerja.
Terdapat sistem insentif bagi pekerja yang disiplin terhadap K3.
Bandingkan dengan proyek di Kendari ini, yang hanya melakukan pelatihan sekali di awal dan tidak memiliki mekanisme penghargaan maupun hukuman yang jelas. Perbedaan inilah yang menunjukkan bahwa penerapan K3 yang efektif bukan hanya soal alat, tapi soal budaya kerja.
Dampak Praktis: Mengurangi Risiko, Meningkatkan Produktivitas
Penelitian ini menegaskan bahwa penerapan manajemen K3 yang buruk bukan hanya berdampak pada keselamatan, tapi juga produktivitas proyek secara keseluruhan. Kecelakaan kerja akan menyebabkan keterlambatan, biaya tambahan, bahkan potensi gugatan hukum.
Sebaliknya, proyek dengan budaya K3 yang kuat akan lebih efisien, memiliki reputasi baik, dan mampu menarik lebih banyak mitra kerja.
Kritik & Saran terhadap Penelitian
Kelebihan:
Penelitian ini cukup rinci dalam menggambarkan kondisi lapangan secara faktual.
Menggunakan pendekatan observasi dan wawancara yang memperkaya data kualitatif.
Kelemahan:
Tidak ada pembandingan dengan proyek lain yang sudah menerapkan K3 dengan baik.
Tidak mencantumkan data statistik kecelakaan yang aktual di proyek yang diteliti.
Saran:
Penelitian lanjutan dapat menambahkan pendekatan kuantitatif untuk mengukur hubungan antara penerapan K3 dengan produktivitas proyek.
Perlu kajian longitudinal untuk melihat perkembangan budaya K3 dalam jangka panjang.
Kesimpulan: K3 Bukan Pilihan, Tapi Kebutuhan
Penelitian ini memperkuat fakta bahwa penerapan manajemen K3 yang baik bukan hanya formalitas, tetapi kunci keselamatan, efisiensi, dan keberlanjutan proyek. Masih banyak proyek konstruksi di Indonesia yang menganggap K3 sebagai beban tambahan, bukan sebagai bagian integral dari manajemen proyek.
Penerapan K3 harus berubah dari sekadar simbol ke arah budaya kerja yang melekat di setiap aktivitas. Perubahan ini membutuhkan komitmen, edukasi terus-menerus, dan sistem evaluasi yang ketat.
Implikasi untuk Dunia Industri
Tren global menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan standar keselamatan tinggi lebih kompetitif dan menarik bagi investor. Dengan banyaknya regulasi internasional seperti ISO 45001, proyek-proyek konstruksi di Indonesia perlu mulai mengejar standar global agar bisa bersaing di pasar regional dan internasional.
Sumber:
Rizal, M., Rahim, R., & Rahman, A. (2023). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pekerjaan Konstruksi Proyek Pembangunan Gedung. Jurnal Media Teknik Sipil, 23(1). Diakses dari https://ojs.uho.ac.id/index.php/MTS/article/view/7133