Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Influence of Industrial Waste Management, Workers Safety Practices, and Occupational Health Attitude on Employees’ Health Status in Urban Community in Nigeria

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 21 Februari 2025


Industri modern di negara berkembang memiliki dampak besar terhadap kesehatan pekerja dan lingkungan sekitar. Penelitian ini menggunakan desain survei deskriptif, dengan sampel sebanyak 270 pekerja industri di Ibadan, Oyo State, Nigeria. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang dikembangkan khusus untuk penelitian ini, yakni Industrial Waste Management and Workers Health Status Inventory (IWMWHSI). Analisis data dilakukan dengan metode Multiple Regression Analysis dan Pearson Moment Correlation Analysis untuk menguji hubungan antara variabel-variabel penelitian.

Hubungan Antara Praktik Manajemen Limbah dan Kesehatan Pekerja

  • Incineration (Pembakaran limbah): Memiliki korelasi positif dan signifikan terhadap status kesehatan pekerja (r = 0,32, N = 270, P < 0,05).
  • Recycling (Daur ulang limbah): Memiliki korelasi positif tetapi lebih rendah dibandingkan incineration (r = 0,24, N = 270, P < 0,05).
  • Hasil ini menunjukkan bahwa manajemen limbah yang efektif dapat meningkatkan kesehatan pekerja, terutama jika metode pengelolaan limbah dilakukan dengan standar yang baik.

Hubungan Antara Praktik Keselamatan Kerja dan Kesehatan Pekerja

  • Praktik keselamatan kerja menunjukkan hubungan positif dengan status kesehatan pekerja (r = 0,16, N = 270, P < 0,05).
  • Hal ini menegaskan bahwa keselamatan kerja yang baik dapat mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Sikap Kesehatan Kerja dan Kesehatan Pekerja

  • Sikap pekerja terhadap kesehatan kerja juga berpengaruh terhadap status kesehatan mereka (r = 0,17, N = 270, P < 0,05).
  • Kesadaran pekerja tentang pentingnya menjaga kesehatan berperan dalam pencegahan risiko kesehatan akibat paparan limbah industri.

Prediksi Status Kesehatan Pekerja

  • Manajemen limbah, keselamatan kerja, dan sikap kesehatan kerja secara bersama-sama mempengaruhi status kesehatan pekerja dengan tingkat signifikansi yang tinggi.
  • Model regresi menunjukkan bahwa manajemen limbah memberikan kontribusi terbesar dalam meningkatkan kesehatan pekerja, diikuti oleh keselamatan kerja dan sikap kesehatan.

Studi ini mengidentifikasi beberapa tantangan utama yang dihadapi industri dalam pengelolaan limbah dan keselamatan kerja, antara lain:

  1. Kurangnya pengawasan pemerintah terhadap kepatuhan industri dalam manajemen limbah dan keselamatan kerja.
  2. Kurangnya kesadaran pekerja terhadap bahaya limbah industri, yang menyebabkan rendahnya kepatuhan terhadap protokol keselamatan.
  3. Keterbatasan fasilitas kesehatan kerja, seperti klinik di tempat kerja, untuk menangani penyakit akibat kerja.
  4. Kurangnya teknologi pengelolaan limbah yang efektif, menyebabkan banyak perusahaan memilih metode yang lebih murah tetapi tidak aman, seperti pembuangan langsung ke lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa rekomendasi dapat diterapkan untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja di industri:

  1. Peningkatan Regulasi dan Penegakan Hukum
    • Pemerintah harus memperketat pengawasan dan menerapkan sanksi tegas bagi perusahaan yang melanggar standar manajemen limbah dan keselamatan kerja.
    • Inspeksi rutin harus dilakukan untuk memastikan kepatuhan industri terhadap regulasi lingkungan dan kesehatan kerja.
  2. Edukasi dan Pelatihan Keselamatan Kerja
    • Pekerja harus diberikan pelatihan berkala tentang bahaya limbah industri dan pentingnya mematuhi prosedur keselamatan kerja.
    • Manajemen harus mengembangkan budaya keselamatan yang menempatkan kesehatan pekerja sebagai prioritas utama.
  3. Investasi dalam Teknologi Pengelolaan Limbah yang Ramah Lingkungan
    • Perusahaan harus didorong untuk menggunakan teknologi modern dalam pengolahan limbah, seperti biodegradation atau waste-to-energy conversion.
    • Daur ulang harus lebih dioptimalkan untuk mengurangi jumlah limbah yang harus diolah melalui metode pembakaran.
  4. Peningkatan Fasilitas Kesehatan di Tempat Kerja
    • Perusahaan harus menyediakan fasilitas kesehatan kerja yang memadai, termasuk klinik dan pemeriksaan kesehatan rutin bagi pekerja.
    • Akses terhadap layanan kesehatan mental juga harus diperhatikan, mengingat stres akibat lingkungan kerja yang berisiko tinggi.

Paper ini memberikan wawasan mendalam mengenai pentingnya manajemen limbah industri, keselamatan kerja, dan sikap pekerja dalam menjaga kesehatan mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan limbah yang baik, penerapan keselamatan kerja yang ketat, dan sikap positif terhadap kesehatan memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan pekerja. Dengan implementasi regulasi yang lebih ketat dan kesadaran yang lebih tinggi dari pihak industri, diharapkan risiko kesehatan akibat limbah industri dapat diminimalkan.

Sumber Artikel: Olaoke Ibitola Olajumoke, Popoola Olusoji David, "Influence of Industrial Waste Management, Workers Safety Practices, and Occupational Health Attitude on Employees’ Health Status in Urban Community in Nigeria", Journal of Environmental Sciences and Resource Management, Vol. 9, No. 1, 2017.

Selengkapnya
Influence of Industrial Waste Management, Workers Safety Practices, and Occupational Health Attitude on Employees’ Health Status in Urban Community in Nigeria

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk Kurir Ekspedisi dalam Menghadapi Multi-Hazard

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 21 Februari 2025


Dalam dunia kerja modern, khususnya di sektor logistik dan ekspedisi, keselamatan kerja menjadi faktor krusial yang mempengaruhi produktivitas dan kesejahteraan pekerja.

Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO, 2018), sekitar 2,78 juta orang meninggal setiap tahun akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. Di Indonesia, angka kecelakaan kerja pada tahun 2021 mencapai 234.270 kasus, meningkat 5,65% dari tahun sebelumnya. Sektor logistik, terutama kurir ekspedisi, memiliki risiko tinggi terhadap kelelahan kerja, yang dapat berdampak pada kecelakaan di jalan raya.

Studi ini berfokus pada 35 kurir ekspedisi di ID Express Drop Point Kroya, Kabupaten Cilacap. Beberapa faktor yang dikaji meliputi:

  • Beban Kerja: 42,9% kurir mengalami beban kerja tinggi, dan 45,7% menghadapi beban kerja sangat tinggi.
  • Jam Kerja: 82,9% kurir bekerja lebih dari 7 jam per hari, melebihi standar ketenagakerjaan di Indonesia.
  • Tingkat Kelelahan: 68,6% kurir mengalami kelelahan tinggi, sementara 31,4% berada di tingkat kelelahan sedang.
  • Kebiasaan Olahraga: 48,6% kurir tidak pernah berolahraga, sementara hanya 8,6% yang rutin berolahraga tiga kali seminggu.

Faktor yang Berkontribusi terhadap Kelelahan Kerja

  • Beban kerja tinggi memiliki korelasi signifikan dengan kelelahan kerja (p=0.024).
  • Jam kerja yang panjang berhubungan dengan tingkat kelelahan yang lebih tinggi (p=0.007).
  • Kebiasaan olahraga berpengaruh terhadap tingkat kelelahan (p=0.021), di mana kurir yang rutin berolahraga cenderung lebih sedikit mengalami kelelahan.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

  1. Pelatihan K3 Secara Berkala:
    • Kurir perlu diberikan pelatihan keselamatan berkendara dan manajemen kelelahan untuk mengurangi risiko kecelakaan.
    • Simulasi kondisi kerja yang berisiko tinggi dapat membantu mereka lebih siap menghadapi situasi darurat.
  2. Pengurangan Beban Kerja dan Pengaturan Jam Kerja:
    • Penerapan sistem shift atau pembatasan paket per kurir dapat mengurangi kelelahan akibat beban kerja berlebihan.
  3. Promosi Gaya Hidup Sehat:
    • Perusahaan ekspedisi dapat menyediakan fasilitas olahraga ringan atau mendorong kebiasaan fisik yang lebih aktif.
  4. Implementasi Teknologi untuk Efisiensi Kerja:
    • Sistem manajemen rute berbasis AI dapat membantu mengoptimalkan waktu pengantaran dan mengurangi tekanan kerja.

Urgensi penerapan standar K3 bagi kurir ekspedisi, terutama dalam menghadapi beban kerja tinggi dan jam kerja panjang. Dengan mengadopsi pelatihan K3 yang tepat, optimalisasi jam kerja, serta promosi gaya hidup sehat, perusahaan ekspedisi dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja sekaligus mengurangi risiko kecelakaan kerja.

Sumber Artikel:

Reniasinta, R., & Widowati, E. "Occupational Health and Safety (OHS) Training for Expedition Couriers to be Able to Deal with Multi-Hazards." International Journal of Active Learning, 7(2), 2022, 209-218.

Selengkapnya
Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk Kurir Ekspedisi dalam Menghadapi Multi-Hazard

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Faktor Risiko Psikososial dalam Pekerjaan di Ruang Terbatas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 20 Februari 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam ruang terbatas (confined space) telah lama menjadi perhatian utama dalam berbagai industri, seperti manufaktur, minyak dan gas, serta konstruksi. Selain risiko fisik seperti kekurangan oksigen dan paparan gas beracun, pekerja di ruang terbatas juga menghadapi tantangan psikososial yang dapat memengaruhi kesejahteraan mental dan produktivitas mereka. Bertujuan untuk mendeskripsikan faktor risiko psikososial yang dirasakan oleh pekerja dalam ruang terbatas serta implikasinya terhadap penilaian dan manajemen psikososial. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif berbasis wawancara terhadap 50 pekerja, penelitian ini mengidentifikasi lima dimensi utama risiko psikososial yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut dalam kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja.

Metode wawancara terhadap 50 pekerja yang bekerja di ruang terbatas dalam sebuah perusahaan di Brasil. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan perangkat lunak IRAMUTEQ (Interface de R pour les Analyses Multidimensionnelles de Textes et de Questionnaires) dengan metode klasifikasi hierarkis menurun (descending hierarchical classification – DHC).

Hasil analisis data mengelompokkan faktor risiko psikososial ke dalam lima dimensi utama:

  1. Hubungan interpersonal di tempat kerja (29,58%)
  2. Perencanaan tugas (23,50%)
  3. Peran dalam organisasi (17,83%)
  4. Hubungan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (15,10%)
  5. Beban dan ritme kerja (13,97%)

Hubungan interpersonal menjadi faktor utama dalam kesehatan mental pekerja di ruang terbatas. Konflik dengan rekan kerja dan atasan, kurangnya komunikasi, serta minimnya dukungan sosial dapat meningkatkan stres dan memperburuk keselamatan kerja. Dalam studi ini, 29,58% dari total risiko psikososial terkait dengan hubungan interpersonal, yang mencakup:

  • Kesulitan berkomunikasi dalam situasi darurat.
  • Minimnya dukungan dari supervisor dalam situasi sulit.
  • Persaingan tidak sehat yang menyebabkan tekanan psikologis.

Sebanyak 23,50% dari faktor risiko psikososial berkaitan dengan perencanaan tugas. Pekerjaan dalam ruang terbatas sering kali memerlukan perencanaan yang ketat, dan kurangnya perencanaan yang baik dapat menyebabkan stres berlebih, antara lain:

  • Ketidakjelasan mengenai tugas yang harus dilakukan.
  • Keterbatasan waktu yang menyebabkan tekanan kerja tinggi.
  • Kurangnya persiapan dalam menangani kondisi darurat.

Sebanyak 17,83% dari risiko psikososial terkait dengan peran pekerja dalam organisasi. Faktor ini meliputi ketidakjelasan peran, kurangnya otonomi dalam pengambilan keputusan, serta ekspektasi yang tidak realistis dari manajemen. Selain itu, 13,97% risiko lainnya terkait dengan beban dan ritme kerja, di mana tekanan untuk bekerja lebih cepat dalam kondisi berbahaya meningkatkan kemungkinan kecelakaan kerja. Sebanyak 15,10% dari risiko psikososial berasal dari kesulitan menyeimbangkan pekerjaan dengan kehidupan pribadi. Pekerjaan di ruang terbatas sering kali mengharuskan pekerja berada dalam kondisi fisik dan mental yang prima, tetapi tekanan dari masalah pribadi, seperti keuangan dan hubungan keluarga, dapat memengaruhi kinerja mereka di tempat kerja.

Dampak Faktor Psikososial terhadap Keselamatan Kerja

Beberapa kasus kecelakaan kerja dianalisis untuk memahami bagaimana faktor psikososial berkontribusi terhadap insiden di ruang terbatas. Salah satu contoh mencakup seorang pekerja yang mengalami serangan panik saat bekerja dalam tangki tertutup, yang disebabkan oleh kombinasi kecemasan pribadi dan tekanan kerja yang tinggi. Insiden lain melibatkan seorang pekerja yang melakukan kesalahan operasional akibat kurangnya komunikasi dengan timnya, menunjukkan bahwa faktor psikososial seperti hubungan kerja yang buruk dapat berdampak langsung pada keselamatan kerja.

Kelebihan

Menggunakan metode kualitatif berbasis wawancara yang memberikan wawasan mendalam tentang pengalaman pekerja. Menggunakan perangkat lunak analisis teks yang memastikan keakuratan klasifikasi data. Menyediakan rekomendasi konkret untuk perbaikan kebijakan keselamatan kerja terkait faktor psikososial.

Kekurangan 

Tidak membandingkan dengan industri lain yang memiliki kondisi ruang terbatas serupa. Tidak ada data kuantitatif terkait tingkat kecelakaan akibat faktor psikososial. Kurangnya pembahasan tentang bagaimana teknologi dapat membantu mitigasi risiko psikososial.

Rekomendasi untuk Implementasi 

  1. Peningkatan Dukungan Psikososial bagi Pekerja, Menerapkan program konseling dan dukungan psikologis bagi pekerja yang mengalami tekanan kerja tinggi. Meningkatkan pelatihan komunikasi dan kepemimpinan untuk mengurangi konflik interpersonal.
  2. Optimasi Perencanaan Tugas dan Manajemen Beban Kerja, Menggunakan teknologi penjadwalan berbasis AI untuk mengatur beban kerja lebih adil. Mengadakan evaluasi rutin mengenai efisiensi perencanaan tugas.
  3. Pemanfaatan Teknologi untuk Mengurangi Tekanan Psikososial, Menggunakan sensor biometrik untuk mendeteksi stres pekerja secara real-time. Implementasi virtual reality (VR) training untuk simulasi kondisi kerja sebelum pekerja memasuki ruang terbatas.
  4. Kebijakan Fleksibilitas Kerja, Menyediakan opsi jam kerja fleksibel bagi pekerja dengan tekanan psikososial tinggi. Menawarkan cuti kesehatan mental bagi pekerja yang mengalami stres berlebih.

Faktor risiko psikososial memengaruhi keselamatan kerja dalam ruang terbatas. Dengan memahami lima dimensi utama risiko psikososial—hubungan interpersonal, perencanaan tugas, peran dalam organisasi, keseimbangan pekerjaan-kehidupan, serta beban dan ritme kerja—perusahaan dapat mengembangkan kebijakan yang lebih baik untuk mendukung kesejahteraan mental pekerja dan meningkatkan keselamatan kerja. Implementasi rekomendasi yang telah disarankan dapat membantu mengurangi angka kecelakaan kerja akibat stres dan faktor psikososial lainnya, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.

Sumber Artikel

Mombelli, M. A., Reis, R. A., Zilly, A., Marziale, M. H. P., Braga, W. O. A., & Santos, C. B. (2022). Risk Factors for Working in Confined Spaces: Contributions for Psychosocial Assessment. Paidéia, 32, e3212.

Selengkapnya
Faktor Risiko Psikososial dalam Pekerjaan di Ruang Terbatas

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Upaya Pengendalian Potensi Bahaya Bekerja pada Ketinggian di Perusahaan Pupuk Gresik, Indonesia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 20 Februari 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam pekerjaan pada ketinggian merupakan aspek krusial dalam industri manufaktur, terutama dalam sektor pupuk yang memiliki struktur fasilitas tinggi. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis dengan desain cross-sectional, yang bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas penerapan program keselamatan dalam menekan angka kecelakaan kerja akibat jatuh dari ketinggian. Paper ini menyoroti bahwa perusahaan telah memiliki program K3 yang cukup baik dengan tingkat keberhasilan mencapai 90% untuk metode pengendalian bahaya dan 85% dalam penerapan pedoman bekerja pada ketinggian.

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari dokumen perusahaan serta metode analisis kualitatif. Beberapa aspek utama yang dievaluasi meliputi:

Program pengendalian bahaya bekerja pada ketinggian, Prosedur pengendalian risiko, Implementasi metode pengendalian keselamatan dan Efektivitas pedoman keselamatan kerja di Perusahaan Pupuk Gresik. Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja akibat jatuh dari ketinggian diidentifikasi dari beberapa aktivitas seperti:

Pemasangan dan pembongkaran scaffolding, Pekerjaan pemasangan dan pelepasan bracing, Erection dan welding pada konstruksi baja dan Pembersihan dan perawatan struktur tinggi

Evaluasi Program K3 dalam Pekerjaan Ketinggian

  • Safety Talk (90%)
    • Dilakukan sebelum pekerjaan dimulai untuk meningkatkan kesadaran pekerja terhadap risiko kerja di ketinggian.
    • Efektif dalam menurunkan angka pelanggaran penggunaan alat pelindung diri (APD).
  • Safety Induction (85%)
    • Program induksi keselamatan bagi pekerja baru dan kontraktor eksternal sebelum memasuki area kerja.
    • Mengurangi insiden akibat kurangnya pemahaman terhadap standar keselamatan kerja.
  • Safety Patrol (87%)
    • Inspeksi rutin dilakukan oleh tim K3 untuk mengidentifikasi tindakan tidak aman di area kerja.
    • Temuan utama: masih ada pekerja yang tidak menggunakan full body harness dengan benar.
  • Drill Training (80%)
    • Simulasi keadaan darurat seperti kebakaran dan penyelamatan pekerja dari ketinggian.
    • Masih perlu penyempurnaan dalam aspek respon cepat terhadap insiden kerja.
  • Penerapan Safety Sign (85%)
    • Pemasangan rambu keselamatan di lokasi kerja untuk meningkatkan kesadaran pekerja.
    • Penggunaan tanda berbasis standar ANSI Z535 untuk meningkatkan efektivitas komunikasi risiko.

Kasus yang dianalisis dalam paper ini melibatkan seorang teknisi yang mengalami kecelakaan akibat jatuh dari struktur baja setinggi 15 meter. Investigasi menunjukkan bahwa penyebab utama kecelakaan meliputi: Penggunaan APD yang tidak sesuai standar, Kurangnya pemeriksaan peralatan keselamatan sebelum bekerja dan Minimnya pengawasan dari supervisor saat pekerjaan berlangsung

Kelebihan

Menggunakan data empiris dari pengamatan langsung di lapangan. Studi kasus memberikan gambaran nyata tentang tantangan keselamatan kerja di industri pupuk. Mengacu pada standar nasional dan internasional seperti OHSAS 18001 dan ISO 45001 dalam implementasi K3.

Kekurangan 

Tidak membahas perbandingan efektivitas metode keselamatan antara industri pupuk dan sektor lain seperti konstruksi. Minimnya pembahasan mengenai penggunaan teknologi dalam pengawasan pekerja di ketinggian. Tidak ada evaluasi terkait beban ekonomi akibat kecelakaan kerja dalam jangka panjang.

Rekomendasi untuk Implementasi 

  1. Meningkatkan Standar Keselamatan dalam Penggunaan APD, Mewajibkan penggunaan full body harness dengan double lanyard system. Melakukan inspeksi peralatan keselamatan setiap sebelum digunakan.
  2. Optimalisasi Pemantauan dan Supervisi, Menggunakan CCTV dan sensor wearable untuk memantau pekerja di area tinggi. Menugaskan safety observer yang bertanggung jawab penuh dalam mengawasi pekerjaan di ketinggian.
  3. Meningkatkan Frekuensi Simulasi Keselamatan, Melakukan drill training setiap tiga bulan untuk meningkatkan kesiapsiagaan darurat. Mengadakan pelatihan penyelamatan vertikal bagi pekerja.
  4. Digitalisasi Sistem Perizinan dan Pengawasan, Menggunakan e-Permit to Work System untuk memastikan pekerja telah memenuhi semua persyaratan keselamatan sebelum bekerja. Implementasi aplikasi berbasis IoT untuk mendeteksi kondisi atmosfer di area kerja tinggi.

Analisis komprehensif tentang implementasi pengendalian bahaya dalam pekerjaan di ketinggian di Perusahaan Pupuk Gresik. Meskipun beberapa program keselamatan telah menunjukkan efektivitas yang tinggi, masih terdapat ruang untuk perbaikan dalam aspek pengawasan, inspeksi peralatan, serta penerapan teknologi dalam pemantauan pekerja. Dengan menerapkan rekomendasi yang telah disebutkan, perusahaan dapat mengurangi angka kecelakaan kerja di ketinggian dan meningkatkan kepatuhan terhadap standar keselamatan nasional maupun internasional.

Sumber Artikel

Aprilia, D., & Ramadhan, A. (2021). Efforts to Control Potential Hazards of Working at Height at a Gresik Fertilizer Company, Indonesia. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 10(3), 331-342.

 

Selengkapnya
Upaya Pengendalian Potensi Bahaya Bekerja pada Ketinggian di Perusahaan Pupuk Gresik, Indonesia

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Area Confined Space pada Industri Kelapa Sawit

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 20 Februari 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di ruang terbatas (confined space) merupakan aspek krusial dalam industri dengan risiko tinggi, seperti pengolahan kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kepatuhan perusahaan terhadap standar keselamatan kerja, mengidentifikasi potensi bahaya, serta mengevaluasi efektivitas penerapan sistem manajemen risiko di ruang terbatas. Dengan pendekatan kuantitatif deskriptif, penelitian ini menyoroti bahwa implementasi manajemen risiko di perusahaan ini belum sesuai dengan standar keselamatan yang berlaku dan masih mengacu pada kriteria Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) tanpa penerapan menyeluruh dari regulasi lain seperti OHSAS 18001:2007 atau SNI ISO 31000.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik pengumpulan data meliputi:

Observasi lapangan terhadap kondisi ruang terbatas dan aktivitas kerja. Wawancara dengan pekerja dan petugas K3 untuk memahami pengalaman serta prosedur keselamatan yang diterapkan. Analisis dokumen terkait izin kerja, standar operasional prosedur (SOP), serta kebijakan manajemen risiko perusahaan.

Evaluasi penerapan manajemen risiko K3 dilakukan berdasarkan 40 indikator yang merujuk pada regulasi terkait, seperti:

  1. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
  2. Identifikasi potensi bahaya dan risiko dalam ruang terbatas
  3. Penggunaan izin masuk ruang terbatas (Confined Space Entry Permit)
  4. Penyediaan alat pelindung diri (APD)
  5. Pemeriksaan atmosfer sebelum masuk ke ruang terbatas
  6. Pelatihan dan sertifikasi bagi pekerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 indikator, sebanyak 37,5% indikator telah dilaksanakan sesuai standar, 20% indikator belum sesuai standar, dan 42,5% indikator tidak terlaksana sama sekali.

Bahaya utama yang ditemukan di ruang terbatas PT. Kalimantan Sawit Kusuma:

Paparan gas beracun seperti Hâ‚‚S dan CO, yang dapat menyebabkan sesak napas dan kehilangan kesadaran. Kurangnya oksigen, dengan kadar oksigen yang ditemukan sering kali di bawah 19,5%, yang tidak memenuhi standar aman bagi pekerja. Bahaya kebakaran dan ledakan, terutama di area boiler dan tangki penyimpanan minyak sawit. Suhu ekstrem, yang menyebabkan risiko dehidrasi dan kelelahan bagi pekerja.

Perusahaan memiliki 4 tangki penyimpanan minyak sawit yang dikategorikan sebagai confined space. Studi kasus menemukan bahwa:

Tidak semua pekerja yang masuk ke ruang terbatas memiliki izin kerja khusus. Dokumentasi sistem manajemen risiko belum memenuhi standar internasional seperti OHSAS 18001. Tidak ada sistem pemantauan atmosfer berkelanjutan di dalam ruang terbatas, yang berisiko meningkatkan potensi kecelakaan akibat akumulasi gas beracun. Pekerja sering kali hanya mengandalkan pengalaman pribadi untuk menilai risiko, bukan berdasarkan prosedur standar.

Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, kasus kecelakaan kerja di Kalimantan Tengah meningkat dari 1.159 kasus pada 2017 menjadi 2.705 kasus pada 2018, menunjukkan tren peningkatan risiko kerja. Kecelakaan di ruang terbatas juga terjadi di beberapa perusahaan kelapa sawit lain, mengindikasikan kurangnya kepatuhan terhadap standar keselamatan.

Kelebihan 

Memberikan wawasan empiris terkait implementasi K3 dalam ruang terbatas industri kelapa sawit. Menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengevaluasi efektivitas sistem manajemen risiko. Menyajikan studi kasus nyata dari industri perkebunan sawit di Indonesia.

Kekurangan 

Tidak membandingkan sistem manajemen risiko ini dengan industri lain yang memiliki ruang terbatas, seperti pertambangan atau manufaktur. Belum mengeksplorasi peran teknologi dalam meningkatkan keselamatan kerja di ruang terbatas. Kurangnya pembahasan terkait beban ekonomi akibat kecelakaan kerja di ruang terbatas.

Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa langkah perbaikan yang direkomendasikan adalah:

  1. Peningkatan Kepemilikan Sertifikasi K3 bagi Pekerja, Mewajibkan semua pekerja di ruang terbatas memiliki sertifikasi Confined Space Entry Permit. Mengadakan pelatihan berkala untuk meningkatkan kesadaran pekerja terhadap prosedur keselamatan.
  2. Optimalisasi Pemantauan Atmosfer di Ruang Terbatas, Menggunakan sensor gas real-time untuk mendeteksi kadar oksigen dan gas beracun. Melakukan pengujian atmosfer secara berkala, bukan hanya sebelum pekerjaan dimulai.
  3. Perbaikan Dokumentasi dan SOP K3, Menyusun dokumen izin kerja dan izin masuk ruang terbatas yang sesuai dengan standar internasional. Mengembangkan prosedur tanggap darurat yang lebih jelas dan terdokumentasi.
  4. Implementasi Teknologi Keselamatan, Menggunakan robot atau drone inspeksi untuk mengurangi kebutuhan pekerja memasuki ruang terbatas. Memanfaatkan aplikasi digital untuk monitoring risiko dan pelaporan kecelakaan.

Analisis mendalam mengenai penerapan manajemen risiko di ruang terbatas pada industri kelapa sawit, khususnya di PT. Kalimantan Sawit Kusuma. Studi ini menyoroti bahwa meskipun ada beberapa prosedur yang telah diterapkan, masih terdapat banyak celah dalam kepatuhan terhadap regulasi keselamatan kerja. Dengan menerapkan rekomendasi yang disarankan, perusahaan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap standar keselamatan nasional dan internasional, serta mengurangi risiko kecelakaan di ruang terbatas secara signifikan.

Sumber Artikel

Mardlotillah, N. I. (2020). Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Area Confined Space. HIGEIA Journal of Public Health Research and Development, 4(Special 1), 315-327.

Selengkapnya
Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Area Confined Space pada Industri Kelapa Sawit

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Analisis Prosedur dan Implementasi K3 dalam Ruang Terbatas di Area Boiler PLTU X Jawa Timur

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 20 Februari 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam ruang terbatas (confined space) menjadi perhatian utama di berbagai industri berisiko tinggi, termasuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Paper ini bertujuan untuk menilai kepatuhan prosedur K3 dalam pekerjaan di ruang terbatas dengan mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 11 Tahun 2023. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif, penelitian ini mengevaluasi klasifikasi ruang terbatas, izin masuk, prosedur kerja aman, perlengkapan keselamatan, serta peran personel K3 dalam memastikan lingkungan kerja yang aman dan sesuai regulasi.

Evaluasi dilakukan berdasarkan enam parameter standar K3 di ruang terbatas sesuai Permenaker No. 11 Tahun 2023:

  1. Penetapan klasifikasi ruang terbatas
  2. Pembatasan akses masuk ruang terbatas
  3. Izin masuk ruang terbatas
  4. Prosedur kerja aman
  5. Peralatan dan perlengkapan keselamatan
  6. Personel K3 yang bertugas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi prosedur K3 dalam ruang terbatas boiler PLTU X telah dilakukan dengan optimal, meskipun terdapat beberapa ketidaksesuaian pada aspek tertentu. Berikut hasil evaluasinya:

  • Penetapan klasifikasi ruang terbatas – 100% (Sangat Baik)
    • Perusahaan telah mengklasifikasikan ruang terbatas dengan baik melalui analisis potensi bahaya dan penerapan prosedur keselamatan.
  • Pembatasan akses masuk – 100% (Sangat Baik)
    • Akses masuk dikontrol dengan tanda larangan dan pengamanan pasif.
  • Izin masuk ruang terbatas – 89.7% (Baik)
    • Sebagian besar prosedur izin telah diterapkan, namun beberapa aspek seperti pemeriksaan tegangan listrik dan pemantauan durasi kerja belum sepenuhnya terdokumentasi.
  • Prosedur kerja aman – 96.7% (Sangat Baik)
    • Pengujian gas, isolasi energi, ventilasi, dan rencana tanggap darurat telah diterapkan, tetapi masih perlu penyempurnaan pada pemantauan atmosfer selama pekerjaan berlangsung.
  • Peralatan dan perlengkapan – 96.3% (Sangat Baik)
    • Semua peralatan utama tersedia, tetapi prosedur terkait APD belum terdokumentasi dengan jelas.
  • Personel K3 – 87.4% (Baik)
    • Masih terdapat pekerja yang belum memiliki lisensi K3 untuk pekerjaan ruang terbatas.

Prosedur K3 telah diterapkan dengan baik, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi:

  • Tidak semua pekerja memiliki lisensi K3 ruang terbatas, dengan hanya 59% pekerja yang telah tersertifikasi.
  • Pemantauan atmosfer belum dilakukan secara berkelanjutan, sehingga ada risiko akumulasi gas beracun selama pekerjaan berlangsung.
  • Pencatatan dan dokumentasi prosedur keselamatan masih perlu diperbaiki, terutama dalam aspek permit to work dan daftar petugas K3 penyelamat.

Namun, beberapa keberhasilan juga dicatat:

  • Selama periode penelitian, tidak ada kecelakaan kerja yang terjadi di area boiler PLTU X.
  • Identifikasi bahaya telah dilakukan sebelum pekerjaan dimulai, memastikan kesiapan alat dan kondisi lingkungan kerja.
  • Penggunaan APD telah diterapkan dengan baik di lapangan, meskipun belum sepenuhnya terdokumentasi dalam SOP perusahaan.

Kelebihan 

Menggunakan pendekatan berbasis data dengan evaluasi langsung di lapangan. Studi kasus konkret memberikan gambaran nyata implementasi K3 dalam industri pembangkit listrik. Mengacu pada regulasi terbaru (Permenaker No. 11 Tahun 2023), memastikan hasil penelitian relevan dengan standar keselamatan nasional.

Kekurangan

Belum mengeksplorasi faktor perilaku pekerja dalam kepatuhan terhadap prosedur keselamatan. Tidak ada perbandingan dengan implementasi K3 di perusahaan lain untuk menilai efektivitas relatif. Kurangnya analisis ekonomi terkait dampak implementasi prosedur keselamatan terhadap efisiensi kerja dan biaya operasional.

Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa langkah perbaikan yang direkomendasikan adalah:

  1. Meningkatkan Kepemilikan Sertifikasi K3 bagi Pekerja
    • Memastikan 100% pekerja di ruang terbatas memiliki sertifikasi sesuai regulasi.
    • Mengadakan pelatihan berkala untuk memperbarui pemahaman pekerja mengenai prosedur keselamatan.
  2. Optimalisasi Pemantauan Atmosfer Ruang Terbatas
    • Menggunakan sensor gas real-time untuk mendeteksi perubahan atmosfer.
    • Melakukan pengukuran atmosfer berkala, bukan hanya sebelum pekerjaan dimulai.
  3. Perbaikan Dokumentasi dan SOP K3
    • Menyempurnakan formulir izin kerja (Permit to Work) sesuai dengan regulasi terbaru.
    • Menambahkan daftar lengkap petugas K3 penyelamat dalam dokumen prosedural.
  4. Peningkatan Kesadaran Keselamatan melalui Simulasi dan Pelatihan
    • Mengadakan simulasi keadaan darurat untuk meningkatkan kesiapsiagaan pekerja.
    • Menyediakan media edukasi seperti video instruksional dan modul pelatihan interaktif.

Komprehensif tentang implementasi prosedur K3 dalam ruang terbatas di area boiler PLTU X. Secara keseluruhan, prosedur K3 telah diterapkan dengan baik, namun masih ada ruang untuk perbaikan dalam aspek sertifikasi pekerja, pemantauan atmosfer, dan dokumentasi keselamatan.

Dengan menerapkan rekomendasi yang disarankan, PLTU X dapat meningkatkan kepatuhan terhadap standar keselamatan nasional dan mengurangi risiko kecelakaan kerja di ruang terbatas.

Sumber Artikel

Ainudin, J. A., Arini, S. Y., Ernawati, M., & Imaduddin, A. (2024). Analisis Prosedur dan Pelaksanaan K3 Ruang Terbatas di Area Boiler PLTU X Jawa Timur. Jurnal Promotif Preventif, 7(2), 310-319.

Selengkapnya
Analisis Prosedur dan Implementasi K3 dalam Ruang Terbatas di Area Boiler PLTU X Jawa Timur
page 1 of 3 Next Last »