Keamanan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 14 Mei 2025
Evaluasi Implementasi K3 di Proyek Konstruksi: Refleksi Nasional dan Strategi Perbaikan
Mengapa K3 dalam Proyek Konstruksi Masih Jadi Tantangan di Indonesia?
Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam proyek konstruksi di Indonesia telah lama menjadi fokus regulasi nasional, namun implementasinya belum sepenuhnya efektif. Hal ini tercermin dari data Kementerian Ketenagakerjaan dan pengakuan dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), yang menempatkan konstruksi sebagai salah satu sektor dengan risiko kematian tertinggi di dunia.
Artikel oleh Nurul Octaviyanti Ginting dan Abdurrazzaq Hasibuan ini menyajikan kajian literatur sistematis terhadap 20 studi terkait penerapan manajemen K3, dengan seleksi akhir pada 10 artikel paling relevan, untuk menjawab dua pertanyaan mendasar:
Metodologi: Kajian Literatur Sistematis
Penelitian ini dilakukan melalui pencarian literatur di Google Scholar, kemudian diseleksi dan dianalisis berdasarkan relevansi dengan penerapan manajemen K3. Dari 20 artikel awal, penulis memilih 10 artikel dengan kedalaman pembahasan paling sesuai, mencakup proyek infrastruktur, apartemen, gedung universitas, perumahan, hingga revitalisasi depo kontainer.
Temuan Kunci: Penerapan Sudah Cukup Baik, Tapi Belum Merata
Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan K3 secara umum telah dilakukan dengan baik, terutama di proyek-proyek berskala besar atau dikelola oleh perusahaan dengan sistem manajemen yang mapan.
Contoh pencapaian penerapan K3:
Meski demikian, pelaksanaan di proyek skala kecil masih memprihatinkan. Penelitian oleh Zulkarnain et al. (2023) menunjukkan bahwa hanya 3 dari 5 proyek berskala kecil yang memiliki penerapan K3 yang layak.
Faktor-Faktor Penghambat Penerapan K3
Berdasarkan sintesis literatur, penulis mengidentifikasi lima faktor utama yang menjadi hambatan penerapan K3 di proyek konstruksi:
Studi Kasus: Rangkuman Proyek Nyata di Indonesia
Artikel ini mengumpulkan beberapa studi kasus penting yang memperkaya pemahaman praktis implementasi K3:
Rekomendasi Strategis untuk Penerapan K3 yang Lebih Efektif
Berdasarkan temuan tersebut, berikut rekomendasi yang perlu diterapkan lintas proyek:
Kesimpulan: Saatnya Bangun Budaya K3, Bukan Sekadar Prosedur
Penelitian ini menggarisbawahi bahwa meskipun implementasi K3 di proyek konstruksi telah berjalan cukup baik, banyak pekerjaan rumah yang tersisa, terutama di sisi pekerja, edukasi, dan budaya perusahaan.
Keselamatan kerja bukan hanya tanggung jawab pengawas atau manajemen, tetapi merupakan ekosistem kolektif yang melibatkan seluruh pihak: dari manajer proyek hingga tukang batu. Dengan peningkatan pelatihan, kesadaran, dan sistem evaluasi, maka harapan untuk mewujudkan proyek konstruksi tanpa kecelakaan akan menjadi lebih nyata.
Sumber : Ginting, N. O., & Hasibuan, A. (2024). Implementasi Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan (K3) Pada Proyek Konstruksi di Indonesia. Gudang Jurnal Multidisiplin Ilmu, 2(7), 6–9.
Keamanan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 14 Mei 2025
Dalam proyek infrastruktur jalan nasional, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah pondasi utama keberlanjutan. Di tengah kejar target mutu, biaya, dan waktu, sering kali keselamatan pekerja menjadi aspek yang terpinggirkan. Penelitian Mei Brilian Harefa, Asri Afriliany Surbakti, dan Irfan Efendi dari Universitas Quality Berastagi ini mengulas penerapan K3 di Proyek Jalan Nasional Parapat–Ajibata, sebuah proyek vital di wilayah Sumatera Utara yang berdekatan dengan kawasan wisata Danau Toba.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi tingkat penerapan alat pelindung diri (APD) dan strategi pencegahan risiko di lapangan melalui pendekatan kualitatif berbasis wawancara dan observasi langsung, dengan acuan regulasi seperti Permenaker No. 5 Tahun 2018, PP No. 50 Tahun 2012, serta Permen PU No. 05 Tahun 2014.
Metodologi dan Ruang Lingkup Studi
Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, dengan data primer dari wawancara terhadap kepala tim kerja dan pekerja konstruksi, serta checklist penggunaan APD dan sarana pencegahan bahaya. Analisis dilakukan secara univariat, fokus pada tiga elemen: penggunaan APD, pelaksanaan kerja, dan strategi pencegahan risiko.
Studi Kasus: Evaluasi Penerapan K3 di Proyek Jalan Nasional Parapat–Ajibata
Lokasi proyek ini sangat strategis, berada di jalur padat lalu lintas dengan medan kerja yang kompleks. Oleh karena itu, penerapan K3 menjadi krusial demi mencegah kecelakaan dan menjaga produktivitas.
Penggunaan APD oleh Pekerja
Dari 17 pekerja yang diamati, data pemakaian APD menunjukkan:
Meski sebagian besar telah mematuhi penggunaan APD, pemakaian kacamata dan masker masih rendah, padahal ini vital pada kondisi kerja berdebu atau berisiko percikan material.
Analisis Strategi Pencegahan Bahaya di Lokasi Proyek
Peneliti mencatat lima langkah utama yang dilakukan oleh kontraktor sebagai bagian dari sistem pencegahan risiko kerja, yaitu:
Namun, ditemukan satu kekurangan penting: tidak tersedianya fasilitas P3K. Ini menjadi catatan kritis karena keberadaan P3K adalah standar minimum yang wajib dipenuhi sesuai regulasi nasional.
Keselarasan dengan Standar ISO dan Peraturan Nasional
Proyek ini menyatakan kepatuhan terhadap standar sistem manajemen internasional, yaitu:
Selain itu, penerapan sistem K3 merujuk pada Permen PU No. 05 Tahun 2014, yang meliputi:
Kebijakan tersebut menunjukkan adanya komitmen formal perusahaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat, sekaligus menjamin keberlangsungan proyek secara profesional.
Tinjauan Kritis dan Rekomendasi Praktis
Hal yang sudah berjalan baik:
Hal yang masih perlu ditingkatkan:
Rekomendasi utama:
Kesimpulan: K3 Bukan Sekadar Kewajiban, Tapi Investasi Keselamatan
Penelitian ini menegaskan bahwa penerapan K3 di Proyek Jalan Nasional Parapat–Ajibata tergolong sangat baik, terutama dalam hal penggunaan APD dan strategi pencegahan. Namun, masih ada ruang perbaikan, terutama terkait penyediaan fasilitas medis dasar seperti P3K dan kepatuhan penggunaan APD pelengkap.
Dengan penguatan di aspek-aspek tersebut, proyek serupa di masa mendatang tidak hanya akan berjalan aman dan lancar, tapi juga meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja secara berkelanjutan.
Sumber : Harefa, M. B., Surbakti, A. A., & Efendi, I. (2022). Kajian Penerapan K3 Pada Proyek Jalan Nasional Parapat–Ajibata. Jurnal Multidisiplin Madani (MUDIMA), 2(8), 3380–3383.
Keamanan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 14 Mei 2025
Latar Belakang: Konstruksi dan Tantangan K3 di Lapangan
Industri konstruksi dikenal sebagai sektor dengan risiko kecelakaan kerja tinggi. Proyek-proyek besar seperti pembangunan pabrik di kawasan industri kerap melibatkan pekerjaan berat, ketinggian, dan alat berat, yang menjadikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai elemen krusial. Dalam studi Wahidin, Soedarmin Soenyoto, dan Azharie Hasan, dilakukan evaluasi penerapan K3 pada proyek New SFB (Standard Factory Building) yang dibangun oleh PT. Dwi Tunggal Surya Jaya di Kawasan Industri JABABEKA III, Cikarang.
Penelitian ini berfokus pada tiga jenis pekerjaan utama—beton, baja, dan bata—melalui pendekatan deskriptif kuantitatif dengan observasi dan wawancara sebagai metode utama. Tujuan utamanya adalah mengetahui sejauh mana prinsip K3 benar-benar diterapkan dan apa saja penyebab kecelakaan yang masih terjadi.
Metode Penelitian dan Objek Kajian
Penelitian melibatkan 30 responden (30% dari total tenaga kerja) yang sedang mengerjakan tiga jenis pekerjaan konstruksi. Data dikumpulkan dari observasi terstruktur, wawancara langsung dengan pekerja, pengawas, hingga Project Manager, serta dokumentasi proyek.
Karakteristik Responden
Temuan Utama: Tingkat Penerapan K3 di Lapangan
Penelitian membagi hasil ke dalam tiga kelompok pekerjaan: beton, rangka baja, dan bata. Berikut ringkasan penerapan K3:
Penerapan K3 secara keseluruhan masih di bawah 85%, artinya belum memenuhi syarat untuk memperoleh sertifikat dan bendera emas menurut Permenaker No. PER.05/MEN/1996.
Analisis Per Pekerjaan: Rincian Kasus dan Angka
1. Pekerjaan Beton
Penerapan terbaik adalah pada proses pengecoran (83,33%), sedangkan aspek pembesian hanya mencapai 75%.
2. Pekerjaan Baja
Kinerja terbaik tercatat pada proses penyambungan baja dengan besi tulangan (83,33%).
3. Pekerjaan Bata
Penerapan Regulasi dan Tindakan Pencegahan
Perusahaan sudah menerapkan banyak elemen K3, antara lain:
Namun, 63% pekerja menggunakan APD secara konsisten, dan 37% hanya sesekali, dengan alasan utama: “tidak nyaman saat bekerja.”
Evaluasi Upaya Preventif dan Kuratif
Upaya preventif perusahaan:
Upaya kuratif:
Langkah-langkah ini sudah sesuai dengan standar ISO 45001:2018 tentang manajemen K3.
Kritik dan Rekomendasi
Kelebihan:
Kekurangan:
Rekomendasi:
Kesimpulan: Budaya K3 Harus Terus Diperkuat
Studi ini membuktikan bahwa perusahaan konstruksi dapat mencapai penerapan K3 yang baik, tetapi belum optimal tanpa kesadaran individu. Meskipun sistem dan fasilitas telah tersedia, tingkat pemanfaatan dan kedisiplinan penggunaannya masih belum merata.
Penerapan K3 bukan hanya soal kepatuhan terhadap regulasi, melainkan investasi jangka panjang terhadap keselamatan kerja, produktivitas proyek, dan reputasi perusahaan.
Sumber : Wahidin, W., Soenyoto, S., & Hasan, A. (2014). Penerapan K3 pada Pelaksanaan Proyek New SFB di Cikarang yang Dilaksanakan PT. Dwi Tunggal Surya Jaya. Jurnal BENTANG, 2(2), 1–33.
Keamanan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 14 Mei 2025
Pendahuluan: Proyek Jalan dan Ancaman Nyata Keselamatan Kerja
Proyek konstruksi jalan dikenal sebagai jenis pekerjaan dengan risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang tinggi. Berdasarkan data nasional, sekitar 30% kecelakaan kerja di Indonesia terjadi di lokasi proyek. Fakta tersebut menjadi indikator bahwa penerapan K3 belum optimal, meski telah ada regulasi seperti PP No. 50 Tahun 2012 dan Permen PUPR No. 05/PRT/M/2014 yang mewajibkan penerapan sistem manajemen K3 di sektor konstruksi.
Penelitian Riza Susanti (2022) dalam Jurnal Bangunan mengevaluasi secara kuantitatif berbagai risiko K3 yang sering muncul dalam proyek jalan, khususnya dari perspektif biaya, mutu, dan waktu pelaksanaan proyek. Fokus utama kajian ini adalah mengidentifikasi risiko-risiko dominan dan menyusun strategi mitigasi yang dapat langsung diimplementasikan oleh para stakeholder proyek jalan.
Metodologi Penelitian: Mengukur Risiko secara Nyata
Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner terhadap 50 responden dari kalangan kontraktor besar di Indonesia. Penilaian risiko dilakukan dengan pendekatan probabilitas-dampak terhadap tiga indikator proyek utama: biaya, mutu, dan waktu. Tingkat risiko diklasifikasikan ke dalam kategori rendah, moderat, dan tinggi berdasarkan nilai gabungan dampak dan probabilitas dari setiap skenario risiko.
Hasil Identifikasi: Enam Kategori Risiko K3 Dominan dalam Proyek Jalan
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi enam kategori besar risiko K3 yang sering muncul dalam proyek jalan:
Tiga Risiko Paling Tinggi dan Strategi Mitigasinya
Berdasarkan analisis terhadap 50 lebih sub-risiko yang ditelusuri dalam keenam kategori di atas, peneliti mengidentifikasi tiga risiko utama dengan nilai risiko tinggi yang berpotensi besar mengganggu proyek:
1. Risiko Tabrakan/Tertabrak
2. Risiko Longsoran Galian
3. Risiko Bekisting Roboh
Ketiganya tergolong dalam risiko utama karena berdampak signifikan terhadap ketiga aspek utama proyek: biaya, mutu, dan waktu.
Penyebab Dominan: Unsafe Condition dan Unsafe Action
Dua dari tiga risiko tertinggi berasal dari kategori unsafe condition, yakni kondisi lingkungan proyek yang tidak aman. Faktor lainnya adalah unsafe action, seperti kelalaian dalam pemasangan bekisting yang tidak sesuai prosedur. Studi ini memperkuat temuan dari Soetjipto et al. (2021) yang menyatakan bahwa unsafe condition mendominasi penyebab kecelakaan kerja di proyek konstruksi.
Studi Pendukung: Contoh Risiko Nyata di Proyek Jalan Nasional
Penelitian ini juga mencatat kasus nyata seperti:
Hal ini memperjelas bahwa tanpa mitigasi, risiko K3 dapat dengan cepat berubah menjadi krisis proyek.
Kesimpulan dan Implikasi Praktis
Kesimpulan utama dari studi ini adalah bahwa risiko K3 pada proyek jalan tidak bisa dihindari, tapi dapat dikendalikan. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi enam kelompok risiko, dengan tiga di antaranya masuk dalam prioritas mitigasi: tabrakan, longsoran galian, dan bekisting roboh.
Penerapan strategi yang terukur, pengawasan ketat di lapangan, dan edukasi berkelanjutan kepada pekerja menjadi kunci utama mencegah dampak buruk dari risiko-risiko tersebut. Terlebih dalam proyek jalan yang sering kali bersinggungan langsung dengan pengguna jalan umum dan alat berat yang terus bergerak.
Dengan memanfaatkan hasil penelitian ini, stakeholder proyek—baik kontraktor, manajemen proyek, maupun pengawas—dapat:
Dengan kesadaran dan manajemen risiko yang baik, proyek jalan dapat diselesaikan tanpa mengorbankan keselamatan para pekerja.
Sumber artikel : Susanti, R. (2022). Identifikasi dan Penanganan Risiko K3 pada Proyek Jalan. Jurnal Bangunan, 27(2), 55–68.
Keamanan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 09 Mei 2025
Latar Belakang: Konstruksi dan Risiko di Ketinggian
Industri konstruksi menempati posisi rawan dalam hal keselamatan kerja, terlebih pada proyek yang melibatkan pekerjaan di ketinggian. Berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan, Indonesia mencatat 157.313 kecelakaan kerja pada 2018, dengan hampir 32% di antaranya terjadi di sektor konstruksi. Proyek Jalan Tol Jakarta–Cikampek II Elevated milik PT. X menjadi studi penting karena sifatnya yang berisiko tinggi: pekerjaan dilakukan di atas dua jalur tol aktif dan melibatkan lebih dari 2.000 pekerja.
Penelitian oleh Triana Srisantyorini dan Rika Safitriana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta mengevaluasi implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012, menggunakan pendekatan mix method (kualitatif dan kuantitatif). Fokus evaluasi mencakup lima prinsip utama: komitmen, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan tinjauan ulang SMK3.
Studi Kasus: Proyek Jakarta–Cikampek II Elevated
Proyek tol ini memiliki panjang 36,84 km jalur utama dan 6,30 km on/off ramp, mencakup ruas dari Cikunir hingga Karawang Barat. Beberapa insiden fatal pernah terjadi pada proyek-proyek lain yang dijalankan perusahaan ini, seperti:
Rangkaian insiden ini menunjukkan pentingnya penerapan sistem SMK3 secara ketat dan berkelanjutan.
Capaian SMK3: Angka-angka dari Lapangan
Berdasarkan checklist yang disusun menurut PP No. 50/2012, proyek ini mencatat penerapan SMK3 sebesar 98,04% (163 dari 166 kriteria). Berikut rincian pencapaiannya:
Semua indikator menunjukkan kategori “baik” hingga “sangat baik”, menjadikan proyek ini contoh sukses dalam penerapan SMK3 pada pekerjaan konstruksi berisiko tinggi.
Faktor Penentu Keberhasilan Implementasi SMK3
1. Komitmen Manajemen dan Edukasi Karyawan
Proyek ini memiliki komitmen tertulis berupa spanduk yang ditandatangani seluruh pekerja, menargetkan zero accident. Edukasi dilakukan berulang kali agar pekerja tidak sekadar patuh secara formal, tapi juga memiliki budaya sadar risiko.
2. Perencanaan K3 yang Komprehensif
Penyusunan Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan (RK3L) dilakukan sebelum proyek berjalan. Metode identifikasi bahaya dan HIRADC diterapkan untuk mengendalikan risiko secara teknis.
3. Pengawasan dan Prosedur Inspeksi Terintegrasi
Tiap elemen pelaksanaan dipantau harian, mingguan, dan bulanan. Ketidaksesuaian langsung ditindaklanjuti, dan pelaporan internal dilakukan hingga ke pusat.
4. Pelatihan dan Sertifikasi SDM K3
Seluruh pekerja wajib mengikuti pelatihan sesuai bidang tugas, termasuk pelatihan APAR, simulasi kebakaran, prosedur P3K, dan pelatihan pengenalan risiko kerja untuk kontraktor.
5. Tindak Lanjut Hasil Audit dan Monitoring
Temuan lapangan seperti pelanggaran pemakaian APD atau kurangnya SOP langsung dievaluasi dalam rapat mingguan oleh P2K3, dengan tenggat penyelesaian maksimal satu minggu.
Catatan Kritis: Kecelakaan Masih Terjadi
Meski capaian nyaris sempurna, proyek ini tetap mencatat 4 kasus kecelakaan ringan (terjatuh, luka akibat alat) dan 2 kematian pekerja. Ini menandakan bahwa bahkan penerapan SMK3 tingkat lanjut masih memerlukan penguatan pada aspek kedisiplinan individu dan pengawasan real-time.
Rekomendasi untuk Proyek Serupa
Pembanding dan Relevansi Global
Dalam konteks global, capaian 98,04% sangat kompetitif. Namun bila dibandingkan dengan proyek serupa di negara-negara Skandinavia atau Jepang yang telah menerapkan K3 berbasis sensor dan IoT, proyek ini masih berbasis pendekatan manual. Ada peluang besar bagi proyek infrastruktur Indonesia untuk mengejar kemajuan lewat digitalisasi K3 dan automasi inspeksi keselamatan.
Kesimpulan
Penerapan SMK3 di proyek Tol Jakarta–Cikampek II Elevated berhasil mencapai tingkat “memuaskan”, dengan skor hampir sempurna dalam seluruh elemen evaluasi. Penerapan ini menunjukkan bahwa sistem keselamatan tidak hanya menjadi pelengkap proyek, tapi elemen kunci yang menjamin kelangsungan operasional, produktivitas, dan perlindungan nyawa pekerja.
Meskipun insiden tetap terjadi, implementasi sistematis berbasis regulasi menunjukkan hasil yang nyata. Ke depan, proyek serupa harus mengedepankan pembentukan budaya keselamatan yang berkelanjutan dan menyeluruh, bukan hanya sekadar kepatuhan prosedural.
Sumber : Srisantyorini, T., & Safitriana, R. (2020). Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek 2 Elevated. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 16(2), 151–163.
Keamanan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 09 Mei 2025
Konstruksi dan Risiko Kecelakaan: Kenyataan yang Tak Terelakkan
Sektor konstruksi menyumbang angka kecelakaan kerja tertinggi di dunia, termasuk Indonesia. Proyek berskala besar hingga revitalisasi pasar rakyat seperti Pasar Singamandawa Tahap I di Kintamani, Bali, tetap menyimpan potensi bahaya yang serius. Artikel karya I Kadek Bayu Widiantara, Ida Ayu Putu Sri Mahapatni, dan I Made Harta Wijaya ini mengevaluasi penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) sesuai ISO 45001:2018, dalam konteks proyek pembangunan pasar tersebut.
Penelitian ini tak hanya menyentuh pemenuhan regulasi, tetapi juga menggunakan pendekatan PDCA (Plan-Do-Check-Action) serta model evaluasi Countenance Stake, mengintegrasikan data kualitatif dan kuantitatif dari wawancara, observasi, dan kuesioner terhadap 35 responden yang terdiri dari manajer proyek, staf K3, pengawas, hingga pekerja lapangan.
Studi Kasus: Proyek Pasar Singamandawa Kintamani
Pasar Singamandawa dibangun untuk memperbaiki fasilitas publik dan mendukung kegiatan ekonomi masyarakat sekitar Kintamani. Namun, seperti banyak proyek konstruksi lainnya, penerapan K3 masih menghadapi kendala utama, seperti:
Evaluasi Tiga Tahapan Kunci Penerapan K3
Penelitian ini membagi evaluasi dalam tiga dimensi utama, yaitu:
1. Antecedents (Masukan)
Evaluasi pada tahap perencanaan dan kebijakan K3 memperlihatkan hasil sangat sesuai menurut persepsi:
Faktor kunci keberhasilan tahap ini meliputi:
2. Tracedents (Proses)
Penilaian dilakukan pada dua aspek besar: perencanaan dan pelaksanaan K3.
Indikator pelaksanaan sangat sesuai karena:
3. Output (Keluaran)
Evaluasi tahap akhir difokuskan pada pemantauan, evaluasi, dan perbaikan sistem K3.
Hal ini mencakup:
Pendekatan ISO 45001:2018 dan PDCA
Proyek ini mengadopsi ISO 45001:2018 sebagai acuan utama. Standar ini menggabungkan aspek hukum, manajemen mutu, dan prinsip risiko dalam satu sistem terpadu. Pendekatan PDCA digunakan sebagai kerangka kerja:
Kelebihan dan Kekurangan Implementasi di Lapangan
Yang Sudah Berjalan Baik:
Yang Masih Perlu Ditingkatkan:
Rekomendasi Strategis untuk Proyek Selanjutnya
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Hasil evaluasi proyek Singamandawa konsisten dengan studi oleh Kani et al. (2013) dan Kemala (2017), yang menegaskan pentingnya integrasi sistem K3 dalam setiap tahapan proyek konstruksi. Dibandingkan dengan proyek konstruksi di Bitung dan Badung, proyek Singamandawa tergolong berhasil dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan, meski masih tertinggal dalam dokumentasi dan evaluasi berkelanjutan.
Kesimpulan: K3 Adalah Budaya, Bukan Sekadar Regulasi
Evaluasi implementasi K3 di proyek Pasar Singamandawa Tahap I menunjukkan tingkat kesesuaian yang tinggi berdasarkan standar ISO 45001:2018. Rata-rata penilaian dari seluruh responden menempatkan proyek ini dalam kategori “sangat sesuai”, yang berarti telah memenuhi standar internasional dalam aspek keselamatan kerja.
Namun demikian, keberhasilan tidak cukup hanya dari kepatuhan terhadap prosedur. Kesadaran dan budaya keselamatan harus terus dibangun dari bawah ke atas, melalui pendidikan, evaluasi berkelanjutan, dan teknologi pendukung. Tanpa itu, semua regulasi hanya menjadi teks tanpa makna.
Proyek ini menunjukkan bahwa dengan komitmen, koordinasi, dan evaluasi yang tepat, penerapan K3 bisa menjadi motor penggerak produktivitas sekaligus pelindung nyawa manusia di balik beton dan baja.
Sumber : Widiantara, I. K. B., Mahapatni, I. A. P. S., & Wijaya, I. M. H. (2024). Evaluasi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Proyek Pembangunan Pasar Singamandawa Tahap I. Jurnal Widya Teknik, 19(2), 54–59.