Industri Kimia Hulu
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 18 April 2024
Liputan6.com, Jakarta PT Pupuk Indonesia (Persero) siap mengembangkan industri pupuk ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan salah satu agenda prioritas G20 yaitu transisi energi untuk mengurangi emisi karbon atau dekarbonisasi.
Direktur Pupuk Indonesia, Bakir Pasaman mengatakan bahwa perusahaan telah membuat roadmap atau peta jalan pengembangan kawasan industri ramah lingkungan yang mendukung dekarbonisasi.
"Pupuk Indonesia mendukung pengurangan emisi karbon dalam rangka menciptakan industri yang lebih sustainable atau berkelanjutan dan ramah lingkungan," demikian ucap Bakir.
Adapun peta jalan dekarbonisasi Pupuk Indonesia, dikatakan Bakir bahwa dibagi ke dalam beberapa tahap yaitu fase awal atau jangka pendek adalah peningkatan efisiensi pabrik sehingga menjadi lebih hemat energi dan ramah lingkungan.
Untuk jangka menengah, dikatakan Bakir bawa Pupuk Indonesia menargetkan melakukan utilisasi CO2 sebagai bahan baku produk, yaitu dengan membangun Pabrik Soda Ash di Petrokimia Gresik dan Pupuk Kaltim.
Untuk tahap berikutnya, Bakir menjelaskan bahwa Pupuk Indonesia Grup akan memulai pengembangan blue ammonia dengan menggunakan teknologi Carbon Capture Storage (CCS), yaitu menangkap dan menginjeksikan Kembali CO2 untuk dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai energi bersih.
Sementara jangka panjang, dijelaskan Bakir, Pupuk Indonesia akan memproduksi Green Ammonia yang berasal dari sumber energi terbarukan (EBT), seperti pembangkit tenaga air, solar cell, angin, dan geothermal.
Kerja Sama dengan PLN dan Pertamina
Untuk mewujudkan hal ini, Pupuk Indonesia menjalin kerjasama dengan PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) tentang pengembangan industri ramah lingkungan.
Ketiga perusahaan pelat merah ini menandatangani MoU MoU tentang Green Industry Cluster yang disaksikan langsung oleh Wakil Menteri BUMN I, Pahala Mansury.
Bakir mengatakan bahwa upaya kerjasama yang dilakukan Pupuk Indonesia bersama PLN dan Pertamina ini merupakan langkah yang tepat menuju industri pupuk yang akan memproduksi green ammonia yang ramah lingkungan.
Sementara itu, Wamen BUMN I Pahala Mansury berharap kerjasama yang dilakukan Pupuk Indonesia, PLN, dan Pertamina dapat direalisasikan dengan baik.
"Ini semua saya harapkan betul-betul bisa kita fokuskan, outcome-nya atau ujung-ujungnya bagaimana kita bisa mengembangkan kawasan industri yang betul-betul bisa memanfaatkan energi hijau di kawasan-kawasan tersebut," kata Pahala.
Dalam MoU tentang Green Industry Cluster, ketiga perusahaan BUMN ini akan memanfaatkan dan mendorong penggunaan EBT pada kawasan industri eksisting, dalam hal ini di beberapa kawasan industri anak usaha Pupuk Indonesia yaitu PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (PSP), PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC), PT Petrokimia Gresik (PKG), dan Pupuk Kalimantan Timur (PKT).
Kerja sama ketiga BUMN ini akan dibagi menjadi tiga tahap. Sebagai tahap awal, beberapa kawasan industri pupuk didorong untuk memanfaatkan listrik yg bersumber dari energi baru dan terbarukan. Untuk selanjutnya ketiga BUMN ini akan terlibat aktif dalam pengembangan green hidrogen dan green amonia, mulai dari pilot plant hingga pendirian pabrik tersebut.
Sumber: www.liputan6.com
Industri Kimia Hulu
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 18 April 2024
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, kebutuhan garam pada tahun 2021 mencapai lebih dari 4,6 juta ton. Dari jumlah tersebut, 84 persen di antaranya merupakan kebutuhan dari industri manufaktur. Sektor industri dengan kebutuhan garam antara lain Khlor dan Alkali, yang menghasilkan produk-produk petrokimia, pulp, dan juga kertas.
Ia menyebutkan, kebutuhan bahan baku garam industri untuk sektor ini mencapai 2,4 juta ton per tahun. Angka kebutuhan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi industri tentu terus meningkat seiring dengan adanya pertumbuhan industri pengguna garam sebesar 5-7 persen per tahun.
"Sebagai contoh, saat ini telah direncanakan pembangunan industri soda ash yang digunakan di industri kaca, deterjen dan tekstil. Kebutuhan soda ash dalam negeri selama ini seratus persen masih impor. Bahan baku untuk memproduksi soda ash tersebut adalah garam industri, di mana produksi satu juta ton soda ash membutuhkan bahan baku garam industri dengan jumlah yang sama," katanya dalam sambutan webinar virtual, Jumat (24/9/2021).
Untuk menjamin ketersediaan bahan baku garam bagi industri dalam negeri, di tahun 2021 telah disepakati alokasi impor komoditas pergaraman industri sebesar 3,07 juta ton. Ia juga menyebutkan, terdapat 4 industri yang boleh mengimpor garam antara lain industri khlor alkali, aneka pangan, farmasi dan kosmetik, serta pengeboran minyak.
"Sektor industri lain di luar yang disebutkan tadi diminta untuk menggunakan bahan baku garam hasil produksi dalam negeri. Impor komoditas pergaraman industri tersebut masih harus dilakukan karena beberapa faktor yang masih belum dapat dipenuhi oleh garam produksi lokal," ujarnya. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), jumlah produksi garam lokal tahun 2020 baru mencapai 1,3 juta ton dengan beberapa variasi kualitas. Dengan demikian, masih terdapat kesenjangan yang cukup besar dari kebutuhan garam nasional yang sudah mencapai 4,6 juta ton.
"Faktor kedua yang tidak kalah penting adalah kualitas, dimana beberapa sektor industri, seperti khlor alkali, farmasi dan kosmetik, pengeboran minyak, serta aneka pangan membutuhkan garam sebagai bahan baku dengan spesfikasi yang cukup tinggi. Baik dari sisi kandungan NaCl maupun cemaran-cemaran logam yang cukup rendah. Jaminan pasokan menjadi faktor ketiga, karena industri berproduksi sepanjang tahun sehingga kontinuitas pasokan bahan baku sangat diperlukan," jelasnya.
Berdasarkan data, nilai impor garam sebagai bahan baku dan bahan penolong industri di tahun 2020 kurang lebih sebesar 97 juta dollar AS. Sementara nilai ekspor di tahun yang sama dari industri pengguna garam impor tersebut seperti industri kimia, famasi, makanan dan minuman serta industri pulp dan kertas mencapai 47,9 miliar dollar AS. "Hal ini menunjukkan betapa krusialnya peran bahan baku garam sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dalam menunjang kinerja industri dalam negeri yang juga memberikan kontribusi dalam peningkatan devisa negara," ucapnya.
Sumber: money.kompas.com
Industri Kimia Hulu
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 18 April 2024
JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia perlu mengembalikan peran industri sebagai fondasi ekonomi nasional dengan lebih memperhatikan struktur industri yang berbasis di hulu. Salah satunya adalah industri petrokimia berbasis metanol, sebagai pemasok bahan baku untuk berbagai sektor industri lainnya. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perindustrian Johnny Darmawan mengatakan, pengembangan industri kimia berbasis methanol sudah sangat mendesak.
"Pengembangan industri metanol sangat penting untuk mendukung kemandirian industri, mendukung daya saing industri nasional serta menopang pembangunan industri berkelanjutan dan yang utama memangkas defisit neraca perdagangan yang terjadi lantaran ketergantungan tinggi pada impor," kata Johnny dalam keterangannya, Rabu (23/9/2020). Ia berpandangan, investasi di sektor petrokimia dalam kurun waktu 20 tahun terakhir masih tergolong minim. Kondisi ini berdampak pada ketergantungan impor yang tinggi karena minimnya suplai bahan baku industri hulu petrokimia.
"Kapasitas produksi dalam negeri untuk bahan baku petrokimia baru mencapai 2,45 juta ton. Sementara itu, kebutuhan dalam negeri mencapai 5,6 juta ton per tahun. Dengan kata lain, produksi dalam negeri baru memenuhi 47 persen kebutuhan domestik. Sisanya, yaitu sebesar 53 persen harus dipenuhi melalui impor,” terangnya.
Menurut Johnny, kebutuhan akan metanol semakin meningkat, namun Indonesia baru memiliki satu produsen yang kapasitas produksinya 660.000 ton per tahun. Alhasil, ketergantungan impor methanol tergolong tinggi. "Nilai impor metanol mencapai 12 miliar dollar AS atau setara Rp 174 triliun per tahun. Pasalnya, metanol merupakan senyawa intermediate yang menjadi bahan baku berbagai industri, antara lain industri asam asetat, formaldehid, Methyl Tertier Buthyl Eter (MTBE), polyvinyl, polyester, rubber, resin sintetis, farmasi, Dimethyl Ether (DME), dan lain sebagainya," jelas dia.
Alasan lain yang mendasari strategisnya pengembangan industri metanol adalah karena beberapa produk turunannya, seperti biodiesel dan dimetil eter (DME) merupakan bahan bakar alternatif. Dengan demikian, impor minyak yang selama ini membebani neraca dagang RI bisa dikurangi melalui pengembangan industri metanol.
"Lebih lagi, industri metanol akan mendukung program pemerintah, yakni pengalihan dari bahan bakar berbasis BBM ke biodiesel," ucap Johnny. Adapun PT Chandra Asri Petrochemical Tbk mulai mengoperasikan kedua unit pabrik MTBE dan B1 pertama di Indonesia. Ini sekaligus mendukung target pemerintah Indonesia untuk menyubstitusi impor melalui program
Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yang diusung oleh Kementerian Perindustrian. Konstruksi kedua pabrik berhasil diselesaikan sesuai jadwal walaupun di tengah masa pandemi. Presiden Direktur Chandra Asri Erwin Ciputra mengatakan, prioritas utama perseroan adalah mendukung pemerintah dan industri dalam negeri dalam mengurangi ketergantungan impor.
Dengan beroperasinya pabrik baru ini, perseroan berharap tujuan pemerintah mengurangi impor sampai 35 persen pada 2022 dapat tercapai. Konstruksi pabrik MTBE dan B1 milik Chandra Asri ini dilakukan oleh Toyo Engineering Corporation dan PT Inti Karya Persada Tehnik sejak 2018. Erwin menambahkan kedua pabrik ini juga merupakan pabrik pertama di Indonesia yang menggunakan Lummus Technology, salah satu teknologi processing pabrik petrokimia paling mutakhir di dunia. Adapun, pabrik MTBE (Methyl Tert-butyl Ether) berkapasitas 128 KTA untuk memasok kebutuhan octane booster dalam negeri yang sampai saat ini masih diimpor, sedangkan pabrik B1 (Butene 1) berkapasitas 43 KTA akan diserap untuk kebutuhan operasional pabrik Chandra Asri sebesar 33 KTA, dengan sisanya ditargetkan untuk pasar domestik.
Sumber: money.kompas.com
Industri Kimia Hulu
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 18 April 2024
BANDUNG, KOMPAS.com - Saat ini, hampir semua kebutuhan industri kimia dalam negeri dipenuhi dari luar neger alias impor. Salah satunya adalah soda ash atau soda abu yang merupakan bahan baku produk-produk yang dibutuhkan masyarakat seperti deterjen, pasta gigi, kaca beserta produk turunannya seperti gelas dan cermin, hingga kendaraan listrik.
"Dalam setahun, Indonesia butuh sekitar 1,2 juta ton soda ash yang 90 persennya dipenuhi impor," ujar Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri Hari Supriyadi dalam rilisnya, Jumat (25/6/2021).
Untuk kebutuhan di ASEAN sendiri sebanyak 2,9 juta ton. Kebutuhan ini terus meningkat, terutama jika penggunaan kendaraan listrik semakin banyak. Hari mencontohkan, kebutuhan soda ash di Tiongkok terus meningkat hingga 2 juta ton per tahun. Untuk itu ia berharap Indonesia mampu memenuhi kebutuhan soda ash sendiri. Ia menilai, Indonesia sangat memungkinkan memproduksi soda ash sendiri. Sebab Indonesia memiliki bahan baku dan sumber daya manusia yang kompeten.
"Kita punya resources yang kuat, kita punya banyak SDM yang mumpuni. Tapi kenapa mencari mudahnya saja dengan memilih impor," beber dia. Apalagi, saat ini terdapat pabrik kaca terbesar di Batang Jawa Tengah yang membutuhkan soda ash dalam jumlah yang besar.
"Alangkah baik ya kalau pabrik kaca ini soda ash-nya disuplai dari dalam negeri. Agar memberi nilai tambah, menghemat devisa, membuka lapangan kerja, dan banyak sekali keuntungannya," kata dia. Sebenarnya, industri kimia termasuk soda ash pernah dibangun pada 1990-an. Namun saat itu terkena imbas krisis ekonomi 1998.
Kemudian bahan baku ash pernah dibangun di NTT yang dekat dengan sumber garam, namun tetap tidak bisa. Ketua panitia 80 tahun Pendidikan Tinggi Teknik Kimia di Indonesia, Tirto Prakoso Brodjonegoro menjelaskan, soda ash merupakan suatu komponen dasar kimia yang kurang dikenal keberadaan dan fungsinya oleh masyarakat. "Walaupun produk akhirnya sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari," tutupnya.
Sumber: money.kompas.com
Industri Kimia Hulu
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 18 April 2024
JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia dan Uzbekistan menguatkan kerja sama ekonomi di berbagai sektor, khususnya di sektor industri. Kedua negara dinilai memiliki potensi untuk memperdalam struktur manufaktur melalui peningkatan investasi.
“Kami mendorong terjadinya kolaborasi antara pelaku industri Indonesia dan Uzbekistan, misalnya di sektor industri pupuk. Upaya ini diharapkan dapat mendongkrak daya saing,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam melalui siaran resminya, dikutip Kompas.com, Senin (24/5/2021).
Khayam mengatakan, pihaknya beberapa waktu lalu mendampingi Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel dan sejumlah anggota dewan untuk melakukan muhibah ke negara yang dikenal sebagai Negeri Para Imam.
“Ada peluang kerja sama ekonomi yang lebih baik antara Indonesia dengan Uzbekistan, sehingga bisa memacu neraca perdagangan kedua negara,” tuturnya. Uzbekistan menjadi salah satu negara mitra penting bagi Indonesia. Lokasi Uzbekistan yang berada di Asia Tengah dinilai strategis dengan berada di jalur sutera perdagangan. Selain itu, Uzbekistan juga sedang mengalami perkembangan ekonomi yang cukup pesat.
Khayam menyampaikan, delegasi Indonesia melihat peluang Uzbekistan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri pupuk di Tanah air. Salah satu material utama yang selama ini dibutuhkan Indonesia untuk memproduksi pupuk, yakni kalium klorida (KCl). Selain sebagai bahan baku pupuk, penggunaan KCl juga untuk bahan penolong di industri makanan, minuman, dan medis. Indonesia bukan merupakan negara produsen KCl. Selama ini kebutuhannya dipasok dari Rusia, Kanada, dan Laos.
“Ke depan kita bisa ambil bahan tersebut dari Uzbekistan atau kita berupaya untuk menarik investasi mereka ke Indonesia,” ungkapnya.
Uzbekistan memiliki pabrik NPK Samarkand, dengan kapasitas 250.000 ton per tahun. Seluruh bahan baku NPK berasal dari lokal dengan harga gas di Uzbekistan sekitar 2,2 dollar AS per MMBTU. “Di samping itu ada Uz-Potash (industri KCl), dengan kapasitas sebesar 600.000 ton,” ujar Khayam. Selain potensi kerja sama di industri pupuk, Rachmat Gobel yang menjadi Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) menyebutkan ada peluang di sektor industri agro. Uzbekistan membutuhkan buah-buah tropis, seperti pisang, buah naga, alpukat, dan kopi untuk konsumsi warganya maupun untuk mendukung industrinya.
"Karena itu, saya mau mendorong agar ada sister city antara kota di Uzbekistan dengan daerah-daerah di Indonesia penghasil buah-buah tropis ini,” tutur Rachmat. Dia mencontohkan Kabupaten Lumajang yang merupakan daerah penghasil pisang di Jawa Timur bisa dicarikan daerah di Uzbekistan untuk dijadikan sister city. “Daerah dan kota-kota lain penghasil buah naga dan kopi, bisa juga melakukan hal yang sama,” ucapnya.
Sumber: money.kompas.com
Industri Kimia Hulu
Dipublikasikan oleh Jovita Aurelia Sugihardja pada 18 April 2024
KOMPAS.com - Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) meraih penghargaan “Best TJSL 2021 with Outstanding Community Environmental Greening Program” pada ajang Indonesia Best TJSL Awards 2021. Acara tersebut digelar secara virtual oleh Warta Ekonomi Research dan Consulting, Kamis (23/9/2021).
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, pencapaian tersebut merupakan wujud komitmen Perum Bulog dalam memberikan manfaat dan nilai tambah bagi masyarakat, terutama yang terdampak Covid-19.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada para dewan juri dan seluruh panitia atas penghargaan yang diberikan. Apresiasi ini kami dedikasikan untuk kemajuan perbaikan ekonomi masyarakat dan lingkungan tempat kami beroperasi,” ujar Budi dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Kamis.
Sebagai informasi, Bulog Peduli telah melaksanakan sejumlah program kerja untuk merespons isu ekonomi, sosial, dan lingkungan yang relevan selama pandemi Covid-19. Program tersebut bertujuan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan serta bisnis inti. Dengan demikian, tercipta creating shared value.
”Salah satu program unggulan yang kami laksanakan selama pandemi adalah Bulog Peduli Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Program ini memberikan bantuan pembuatan Rumah Pangan Kita,” terang Budi. Selain itu, ada pula Bulog Peduli Gizi. Melalui program ini, Perum Bulog memberikan beras bervitamin (fortivit) untuk menurunkan angka prevalensi stunting pada balita.
“Kemudian, Bulog Peduli Bencana. Lewat program ini, kami memberikan bantuan alat pelindung diri (APD) dan akses untuk sumber air bersih, serta masih banyak program-program lain,” kata Budi. Budi berharap, kehadiran Bulog Peduli dapat menciptakan perbaikan dan pertumbuhan berkelanjutan bagi Bulog dan masyarakat.
Sebagai informasi, Indonesia Best TJSL Awards tahun ini mengusung tema “Shaping Responsible Businesses Towards Sustainable Development.” Melalui tema tersebut, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di berbagai sektor diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).
Dalam menetapkan pemenang, Warta Ekonomi Research and Consulting melakukan studi terkait aktivitas CSR dan lingkungan di BUMN-BUMN dengan berbagai tantangan dan cara adaptasi yang semakin modern guna menghadapi era baru roda perekonomian Indonesia.
Sumber: biz.kompas.com