Farmasi

Mengenal Gregor Mendel, Bapak Genetika Modern

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 22 April 2024


Gregor Mendel, tokoh yang dikenal sebagai "Bapak Genetika Modern," menapaki jejak ilmiahnya dalam dunia yang penuh dengan pengetahuan dan eksplorasi. Lahir di Heinzendorf bei Odrau, Austria Silesia, pada masa Kekaisaran Austria, Mendel tumbuh dalam keluarga etnis Jerman. Ayahnya, Anton, dan ibunya, Rosine, membimbingnya dalam lingkungan peternakan keluarga yang telah berdiri selama lebih dari satu abad.

Masa kecil Mendel diisi dengan pekerjaan sebagai tukang kebun dan belajar perlebahan. Pada masa mudanya, ia menapaki pendidikan di gimnasium di Opava. Namun, panggilan rohaninya membawanya ke Fakultas Filsafat Universitas Olomouc pada tahun 1843, di mana ia belajar filsafat praktis dan teoretis, serta fisika.

Di tengah penelitiannya, Mendel terinspirasi oleh profesornya, seperti Friedrich Franz dan Johann Karl Nestler, untuk mendalami sifat turun-temurun tumbuhan dan hewan. Pada tahun 1843, ia memulai pelatihan imam dan, atas rekomendasi gurunya, Friedrich Franz, bergabung dengan Biara St Thomas di Brno. Di biara, ia mengadopsi nama Gregor dan memulai perjalanan panjangnya dalam dunia ilmu pengetahuan.

Pada tahun 1851, Mendel berangkat ke Universitas Wina dengan dukungan dari Abbot CF NAPP. Di sana, ia belajar di bawah bimbingan dosennya yang terkenal, Christian Doppler. Kembali ke Biara St Thomas pada tahun 1853, Mendel mulai mengajar, terutama dalam bidang fisika. Pada 1867, ia menggantikan NAPP sebagai kepala biara, menandai langkah penting dalam perjalanan spiritual dan ilmiahnya.

Selain karyanya dalam pemuliaan tanaman, Mendel juga memperdalam pengetahuannya dalam meteorologi dan astronomi. Pada tahun 1865, ia mendirikan 'Austria Meteorological Society.' Namun, pencapaian terbesarnya terletak pada percobaan dengan kacang polong di biara. Antara 1856 dan 1863, Mendel membudidayakan dan menguji ribuan kacang polong, mengungkapkan hukum-hukum genetika mendasar yang dikenal sebagai Hukum Mendel Warisan.

Presentasi hasil penelitiannya dalam pertemuan History Society Alam Brunn pada tahun 1865 menandai tonggak penting. Meskipun awalnya hanya mendapat perhatian lokal, karya Mendel mendefinisikan landasan hibridisasi tanaman dan warisan genetik. Makalahnya, "Versuche über Pflanzenhybriden" (Percobaan pada Hibridisasi Tanaman), diterbitkan pada tahun 1866, tetapi baru mendapatkan pengakuan setelah beberapa dekade.

Setelah berhasil dengan percobaan kacang polong, Mendel melanjutkan penelitian dengan lebah madu, mencoba memperluas wawasannya ke dunia hewan. Namun, kesulitan dalam mengendalikan perilaku kawin lebah ratu membuatnya kesulitan menggambarkan keturunan dengan jelas.

Ketika Mendel diangkat sebagai kepala biara pada tahun 1868, fokusnya mulai beralih ke tanggung jawab administratif yang meningkat. Konflik dengan pemerintah sipil atas pajak keagamaan menyerap sebagian besar waktu dan energinya. Pada 6 Januari 1884, Mendel meninggal karena kronis nefritis di usia 61 tahun.

Meskipun kariernya sebagai ilmuwan praktis berakhir setelah menjadi kepala biara, penemuan Mendel membuka pintu bagi ilmu pengetahuan genetika modern. Warisannya yang penting kini dihargai sebagai tonggak sejarah dalam pemahaman kita tentang pewarisan sifat. Gregor Mendel, dari peternakan di Austria hingga ke laboratorium biara, telah meninggalkan jejak tak terhapuskan dalam dunia ilmu pengetahuan.

Disadur dari https://id.wikipedia.org/wiki/Gregor_Mendel

Selengkapnya
Mengenal Gregor Mendel, Bapak Genetika Modern

Farmasi

Sitologi dan Teori-Teori Sel

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 22 April 2024


Biologi sel atau sitologi adalah cabang menarik dalam dunia biologi yang mengkhususkan diri dalam memahami kehidupan sel menggunakan lensa optik dan mikroskop. Sejarahnya dimulai dari observasi pertama sel oleh Robert Hooke pada tahun 1665, yang berkembang pesat seiring dengan penemuan mikroskop sederhana oleh Antony van Leeuwenhoek pada 1674 untuk menyelidiki mikroorganisme. Ilmu biologi sel ini fokus pada pengamatan sel sebagai entitas utuh, interaksi molekuler antar-sel, dan reaksi kimia yang terjadi di dalamnya. Subyek pengamatan melibatkan unsur-unsur seperti asam amino, protein, virus, bakteri, dan tentu saja, sel itu sendiri. Skala pengukuran yang digunakan dalam kajian biologi ini berkisar pada mikrometer atau nanometer.

Sel merupakan elemen paling dasar yang membentuk kehidupan di dalam tubuh makhluk hidup. Semua organisme hidup terdiri dari sel-sel yang menjadi struktur terkecil yang tidak dapat dibagi lebih lanjut. Teori sel muncul sebagai tonggak awal dalam perkembangan biologi sel, menyatakan bahwa semua bentuk kehidupan terdiri dari sel dan hasil kerjanya. Penelitian di bidang ini telah mengalami kemajuan sejak awal abad ke-19, dengan kontribusi berbagai ilmuwan seperti Mirbel (1802), Oken (1805), Lamarck (1809), Dutrochet (1824), Turpin (1826), dan terutama Schleiden (1838) serta Schwann (1839) yang secara jelas mengemukakan teori sel.

Teori sel menegaskan bahwa setiap sel berasal dari pembelahan sel lainnya dan menjadi dasar bagi semua studi biologi. Seiring berjalannya waktu, teori ini terus berkembang, terutama dengan kemajuan dalam ilmu biokimia. Terungkap bahwa struktur dan aktivitas sel berkorelasi dengan komposisi kimianya, dan bahwa interaksi antar sel menghasilkan fungsi organisme secara menyeluruh.

Teori sel dapat dirangkum dalam beberapa pernyataan utama, yaitu:

  1. Semua makhluk hidup terdiri dari satu atau lebih sel.
  2. Sebagai komponen organisme multiseluler, sel adalah unit terkecil yang mengatur struktur dan fungsi.
  3. Pertumbuhan populasi sel terjadi melalui pembelahan sel yang sebelumnya ada, menegaskan bahwa semua sel berasal dari sel sebelumnya.
  4. Sel mampu melakukan reproduksi sendiri dalam medium eksternal, dibatasi oleh membran semipermeabel.
  5. Selama proses pembelahan, sel mewariskan materi tertentu kepada keturunannya, membentuk dasar interaksi genetik dalam kehidupan seluler.

Dengan demikian, biologi sel atau sitologi menjadi landasan penting dalam pemahaman terhadap kehidupan di tingkat sel, sebuah dunia yang terbuka lebar melalui lensa optik dan mikroskop. Sejak zaman observasi pertama oleh Robert Hooke hingga penemuan mikroskop Antony van Leeuwenhoek, cabang ilmu ini terus berkembang, membuka tabir keajaiban kehidupan mikroskopis. Teori sel, sebagai konsep dasar dalam biologi, memberikan fondasi yang kokoh, menyatakan bahwa sel adalah elemen dasar pembentuk kehidupan, berkembang melalui pembelahan sel, dan membawa warisan genetik yang kaya dalam setiap prosesnya.

Pengamatan

  • Mikroskop

Pengamatan dan visualisasi sel dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Pemilihan jenis mikroskop didasarkan pada kemampuan resolusi atau daya pisah terhadap bagian-bagian yang perlu diamati dari sel. Teknik pengamatan dengan mikroskop dapat dilakukan dengan memberikan pewarnaan kontras pada bagian sel yang akan diamati dan teknik pencahayaan yang tepat. Mikroskop digunakan untuk mengamati sel yang memiliki bentuk sederhana, dengan batas pengamatan yaitu ukuran sel yang mikroskopis.

  • Isolasi sel

isolasi sel merupakan proses pengambilan suatu partikel sel dari tempat asalnya untuk diteliti lebih lanjut. Sel dapat diisolasi dari suspensi jaringan, dengan dua cara utama, yaitu menggunakan Fluorescence-Activated Cell Sorter (FACS) dan Laser Capture Microdissection (LCM).

  • Pembiakan sel

Pembiakan sel juga dijelaskan, setelah diisolasi, sel ditumbuhkan (diperbanyak) dengan cara in vitro (menggunakan media) atau in vivo (melibatkan sel hidup). Ada dua jenis biakan atau kultur, yaitu biakan primer dan biakan sekunder.

  • Hibridisasi sel

Hibridisasi sel merupakan gabungan dua sel berbeda dengan hasil akhir satu inti sel. Tujuan pembuatan sel hibrid adalah untuk membentuk antibodi monoklonal.

  • Fraksinasi sel

Fraksinasi sel adalah pemisahan sel menjadi organel dan molekul, yang biasanya dilakukan dengan sentrifugasi. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan organel berdasarkan ukuran dan densitasnya, dengan prinsip bahwa kecepatan sentrifugasi yang rendah diperlukan untuk memperoleh organel yang besar, dan sebaliknya.

Sumber:

https://id.wikipedia.org

Selengkapnya
Sitologi dan Teori-Teori Sel

Farmasi

Pengaplikasian Teknik Keamanan Pangan

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 21 April 2024


Teknik keamanan pangan adalah cabang ilmu teknik yang mengkhususkan diri pada penerapan prinsip ilmu teknik untuk mengatasi masalah keamanan mikrobial dan kimia pada produk pangan. Di sisi lain, keamanan pangan adalah disiplin ilmu yang menangani, menyajikan, dan menyimpan bahan pangan dengan cara yang mencegah penyakit yang bersumber dari bahan pangan. Prinsip ini dapat digunakan dalam pembuatan solusi teknologi untuk dekontaminasi dan pengawetan makanan. Ilmu teknik bersama dengan ide mikrobiologi dan kimia memiliki potensi yang sangat besar untuk membangun solusi non-konvensional untuk masalah keamanan pangan yang berbahaya. Teknik keamanan pangan merupakan bagian integral dari teknik pengolahan pangan dan hasil pertanian, ilmu pangan, dan teknologi pangan karena semuanya bertanggung jawab atas pemrosesan bahan pangan sejak dipanen hingga siap dipasarkan. Pelanggaran keamanan pangan dapat terjadi selama proses pemrosesan bahan pangan, baik itu berupa proses maupun alat yang digunakan.

Teknik keamanan pangan tidak terfokus pada penyelidikan dan pengujian proses atau rantai produksi pangan. Sebaliknya, teknik ini digunakan untuk membuat proses dan rantai produksi pangan yang aman tanpa mengurangi standar masyarakat yang dibutuhkan untuk produk pangan.

Prinsip-prinsip ilmu teknik yang berkaitan dengan keamanan pangan dapat digunakan di:

  • Pengendalian mikroorganisme pada bahan pangan dan bahan mentah
  • Desain produk dan pengendalian proses
  • Penerapan praktik kebersihan dan pembuatan yang baik (GHPs/GMPs)
  • Penerapan sistem analisis bahaya dan titik kontrol kritis (HACCP) di seluruh rantai pengolahan pangan

Pengendalian terpadu diperlukan sepanjang rantai produksi dan konsumsi pangan untuk memastikan bahwa produk pangan aman diproduksi. Pengembangan teknologi pemrosesan yang terus berlanjut disebabkan oleh peningkatan kesadaran akan keamanan pangan teah. Para pakar dalam teknik, mikrobiologi, kimia, dan bidang ilmu lainnya telah melakukan kemajuan besar dalam kualitas dan keamanan makanan.

Teknik pengendalian, pemantauan, dan identifikasi

38% produk makanan yang ditarik oleh Food Safety and Inspection Service USDA pada tahun 2004 terkait dengan kontaminasi mikrob, serta 44% produk daging, daging ayam, dan telur.Selama dua puluh tahun terakhir, telah ditemukan Salmonella typhimurium, Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli dalam 5000 produk yang ditarik dari pasar. Oleh karena itu, deteksi dan identifikasi patogen pada bahan pangan yang cepat, efektif, dan dapat diandalkan diperlukan.

Untuk menjamin keamanan pangan, patogen dan kontaminan mikrob lainnya harus diidentifikasi. Metode tradisional untuk mengidentifikasi patogen makanan memakan banyak waktu dan tenaga. Penemuan teknologi terbaru membuat deteksi dan identifikasi lebih cepat, nyaman, sensitif, dan spesifik dibandingkan dengan pengujian konvensional; seluruh fase pemeriksaan dibutuhkan 16 hingga 48 jam.

Dalam bidang keamanan pangan, ada banyak pendekatan yang digunakan untuk pengendalian, pemantauan, dan identifikasi.

  • Media mikrobiologis kromogenik

Piringan media kromogenik, salah satu penemuan yang terkenal dalam bidang mikrobiologi, memiliki kemampuan untuk membedakan spesies patogen yang berbahaya dari spesies lainnya. Media ini dibuat dengan menggunakan substansi kromogenik yang menghasilkan sekumpulan warna yang terkait dengan spesies patogen tertentu ketika substrat mengalami hidrolisis oleh enzim patogen. Media ini mudah digunakan dan spesifik terhadap spesies patogen dan strain tertentu, tergantung pada enzim yang digunakan untuk menghidrolisisnya. Selain itu, hasil biasanya dapat dilihat antara 18 dan 24 jam setelah inkubasi. Hal ini memungkinkan perusahaan makanan untuk mengurangi biaya dan waktu yang terpakai.

  • Pengujian molekuler dan imunologik

Dengan perkembangan sistem pengujian patogen, pendeteksian berbasis teknologi molekular atau DNA adalah salah satu bidang yang mengalami perkembangan yang cepat. Pengujian berbasis imunologi, seperti pengujian imunologik terkait enzim (ELISA), pengujian imunologik berlapis berbasis fluoresensi (FLISA), Western blot, dan aglutinasi, dapat digunakan untuk mengidentifikasi apakah ada mikrob di dalam makanan. Secara umum, kelemahan metode ini adalah ketidakmampuan untuk mengidentifikasi patogen dalam jumlah yang kecil, sensitivitas yang berbeda, dan kemampuan untuk mengisolasi satu organisme untuk pengkulturan.

  • Biosensor

Biosensor mendeteksi toksin dan mikroorganisme berbahaya. Biosensor menggunakan bioreseptor seperti biokatalis, bioafinitas, dan reseptor hibrida untuk mendeteksi tanda unik yang terikat dengan bioreseptor. Tanda-tanda ini termasuk enzim, antibodi, mikrob, protein, hormon, asam nukleat, dan sebagainya. Sinyal-sinyal ini kemudian diubah menjadi informasi analitik melalui transduser. Sederhananya, patogen dideteksi berdasarkan ciri-cirinya, seperti enzim yang dikeluarkannya. Enzim akan mengikat dengan protein yang memiliki kemampuan untuk melakukan fungsinya pada biosensor. Itu adalah apa yang dideteksi oleh biosensor. Selain itu, hasil kerja enzim yang ditargetkan biosensor menunjukkan berbagai nilai kuantitatif, seperti jumlah patogen dalam bahan pangan, tingkat keracunan enzim (jika enzim itu yang membuat bahan pangan beracun), dan sebagainya.

Disadur dari:

https://id.wikipedia.org
 

Selengkapnya
Pengaplikasian Teknik Keamanan Pangan

Farmasi

Sejarah Ilmu Farmakognosi

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 21 April 2024


Menurut American Society of Pharmacognosy, farmakognosi adalah "ilmu yang mempelajari sifat fisik, kimia, biokimia, dan biologi suatu obat, zat obat, atau potensi obat, atau zat obat yang berasal dari alam serta pencarian obat baru dari sumber alam.". Dokter Jerman Johann Adam Schmidt (1759–1809) pertama kali menggunakan istilah "farmakognosi" dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1811, Lehrbuch der Materia Medica, dan sekali lagi oleh Anotheus Seydler pada tahun 1815, dalam bukunya Analecta Pharmacognostica.

Awalnya—selama abad ke-19 dan awal abad ke-20—"farmakognosi" digunakan untuk mendefinisikan cabang ilmu kedokteran atau ilmu komoditas (Warenkunde dalam bahasa Jerman) yang menangani obat-obatan dalam bentuk mentah atau belum siap. Obat kasar adalah bahan asal tumbuhan, hewan, atau mineral yang dikeringkan dan belum diolah, yang digunakan untuk pengobatan. Studi tentang bahan-bahan ini dengan nama Pharmakognosie pertama kali dikembangkan di wilayah berbahasa Jerman di Eropa, sedangkan wilayah bahasa lainnya sering menggunakan istilah lama materia medica yang diambil dari karya Galen dan Dioscorides. Di Jerman, istilah Drogenkunde ("ilmu obat-obatan mentah") juga digunakan secara sinonim.

Selain definisi yang disebutkan sebelumnya, American Society of Pharmacognosy mendefinisikan farmakognosi sebagai "studi tentang molekul produk alami (biasanya metabolit sekunder) yang berguna untuk sifat obat, ekologi, pengecapan, atau sifat fungsional lainnya." Demikian pula, misi Institut Farmakognosi di Universitas Illinois di Chicago melibatkan produk kesehatan nabati dan yang berhubungan dengan tumbuhan untuk kepentingan kesehatan manusia. Definisi lain lebih mencakup, menggambarkan spektrum subjek biologi yang luas, termasuk botani, etnobotani, biologi kelautan, mikrobiologi, pengobatan herbal, kimia, bioteknologi, fitokimia, farmakologi, farmasi, farmasi klinis, dan praktik farmasi.

Awalnya—selama tahun 1800-an dan awal 1900-an—istilah "farmakognosi" digunakan untuk mendefinisikan cabang ilmu kedokteran atau ilmu komoditas (Warenkunde dalam bahasa Jerman) yang menangani obat-obatan dalam bentuk mentah atau belum siap. Obat kasar adalah bahan asal tumbuhan, hewan, atau mineral yang dikeringkan dan belum diolah yang digunakan untuk pengobatan. Studi tentang bahan-bahan ini dengan nama "pharmacognosie" pertama kali dikembangkan di wilayah Eropa yang berbahasa Jerman, sementara negara-negara lain

Pada awal abad ke-20, subjek telah berkembang terutama pada sisi botani, terutama berkaitan dengan deskripsi dan identifikasi obat baik dalam bentuk utuh maupun dalam bentuk bubuk. Cabang-cabang farmakognosi ini masih penting, khususnya untuk produk botani (yang banyak tersedia sebagai suplemen makanan di AS dan Kanada), kendali mutu, protokol farmakope, dan regulator kesehatan terkait.

Farmakognosi didefinisikan oleh American Society of Pharmacognosy sebagai "studi tentang molekul produk alami (biasanya metabolit sekunder) yang berguna untuk sifat obat, ekologi, pengecapan, atau fungsi lainnya", sesuai dengan definisi yang telah disebutkan. Demikian pula, Institut Farmakognosi di Universitas Illinois di Chicago bertujuan untuk mempromosikan produk kesehatan nabati dan yang berhubungan dengan tumbuhan untuk kepentingan kesehatan manusia. Definisi lainnya lebih luas, mencakup berbagai subjek biologi, seperti botani, etnobotani, biologi kelautan, mikrobiologi, pengobatan herbal, kimia, bioteknologi, fitokimia, farmakologi, farmasi, farmasi klinis, dan praktik farmasi.

Dalam proses metabolisme mereka secara alami, setiap tanaman menghasilkan fitokimia. Fitokimia ini dibagi menjadi (1) metabolit primer, seperti gula dan lemak, yang ditemukan di setiap tanaman; dan (2) metabolit sekunder, yaitu senyawa yang mempunyai fungsi lebih spesifik pada jumlah tumbuhan yang lebih sedikit. Misalnya, metabolit sekunder, seperti racun yang digunakan oleh tanaman untuk mencegah predasi, dan feromon yang digunakan oleh serangga untuk penyerbukan, dapat diubah menjadi obat. Contohnya termasuk inulin dari wortel dahlia, quinine dari cinchona, THC dan CBD dari bunga ganja, morfin dan kodein dari poppy, dan digoxin dari foxglove.

Disadur dari:

https://en.wikipedia.org

Selengkapnya
Sejarah Ilmu Farmakognosi

Farmasi

Mengenal Cabang Ilmu Biomolekul

Dipublikasikan oleh Farrel Hanif Fathurahman pada 21 April 2024


Istilah "biomolekul" atau "molekul biologis" digunakan secara longgar untuk menyebut molekul di dalam tubuh yang melakukan fungsi penting dalam proses biologis tertentu, seperti morfogenesis, perkembangan, dan pembelahan sel. Biomolekul terdiri dari molekul kecil seperti metabolit primer, metabolit sekunder, dan produk alami, serta makromolekul besar (atau polianion) seperti protein, karbohidrat, lipid, dan asam nukleat. Materi biologis adalah nama yang lebih umum untuk kelompok ini. Biomolekul, yang biasanya berasal dari organisme itu sendiri atau dibuat di dalamnya, adalah komponen penting bagi organisme hidup. Meskipun demikian, organisme biasanya membutuhkan biomolekul eksogen, seperti nutrisi tertentu, untuk bertahan hidup.

Biologi dan subdisiplinnya, biokimia dan biologi molekuler, menyelidiki biomolekul dan reaksi mereka. Sebagian besar biomolekul adalah senyawa organik, terdiri dari hanya empat unsur: nitrogen, hidrogen, karbon, dan oksigen. Meskipun demikian, sejumlah bahan tambahan, seperti berbagai biometal, ditemukan dalam jumlah kecil.

Dengan demikian, biomolekul dan lintasan metabolisme ini disebut sebagai "universal biokimia" atau "teori kesatuan material makhluk hidup", sebuah konsep yang menggabungkan teori sel dan teori evolusi dalam biologi. Keanekaragaman jenis biomolekul dan lintasan metabolisme ini merupakan ciri khas dari keanekaragaman bentuk kehidupan.

Sakarida

Monosakarida, yang namanya berasal dari kata "mono" yang berarti "satu" dan "sakarida" yang berarti "gula", adalah jenis karbohidrat paling sederhana yang terdiri dari satu gula. Dalam strukturnya, monosakarida mengandung gugus aldehida (disebut aldosa) atau gugus keton (disebut ketosa). Monosakarida yang terdiri dari tiga atom karbon disebut triosa; monosakarida dengan empat atom karbon disebut tetrosa, lima atom karbon disebut pentosa, enam atom karbon disebut heksosa, dan seterusnya. Contoh monosakarida adalah glukosa, fruktosa, galaktosa, ribosa, dan deoksiribosa. Ketika dikonsumsi, glukosa dan fruktosa memiliki tingkat pengosongan lambung yang berbeda, diserap dengan cara yang berbeda, dan menjalani kehidupan metabolik yang berbeda. Ini memberi banyak peluang bagi dua jenis sakarida untuk memengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang. Respirasi seluler menghasilkan sebagian besar sakarida. Disakarida terbentuk ketika dua monosakarida membentuk ikatan glikosidik dengan menghilangkan molekul air. Selain itu, satu molekul disakarida dapat dihidrolisis menjadi dua molekul monosakarida. Sukrosa, maltosa, dan laktosa adalah contoh disakarida.

Monosakarida yang terpolimerisasi menjadi karbohidrat kompleks, seperti pati, selulosa, dan glikogen, dikenal sebagai polisakarida. Molekul polisakarida biasanya berukuran besar dan sering memiliki konektivitas bercabang yang kompleks. Oligosakarida adalah polisakarida yang lebih pendek yang terdiri dari tiga hingga sepuluh monomer.

Jenis-jenis

Lipid

Lipid, yang merupakan ester asam lemak, membangun membran biologis dan menyimpan energi (seperti trigliserida). Sebagian besar lipid terdiri dari kepala yang bersifat polar atau hidrofilik (biasanya terdiri dari gliserol), dan ekor yang terdiri dari satu hingga tiga molekul asam lemak yang bersifat nonpolar atau hidrofobik. Lipit disebut sebagai molekul amfifilik karena kedua sifat ini. Rantai atom karbon tidak bercabang asam lemak biasanya terdiri dari empat belas hingga dua puluh empat kelompok karbon, dengan rentang antara empat belas dan dua puluh empat kelompok karbon dalam jenis asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Kepala hidrofilik lipid di membran biologis berasal dari salah satu dari tiga kelompok: (1) glikolipid, yang kepalanya terdiri dari oligosakarida dengan residu sakarida antara satu hingga lima belas; (2) fosfolipid, yang kepalanya terdiri dari gugus fosfat bermuatan positif yang dihubungkan ke ekornya oleh gugus fosfat bermuatan negatif; atau (3) sterol, yang kepalanya terdiri dari cincin steroid planar, seperti kolesterol. Lipid lain termasuk prostaglandin dan leukotrien, yang keduanya dibuat dari salah satu jenis asam lemak, asam arakidonat.

  • Asam Amino

Asam amino adalah biomolekul yang mengandung gugus fungsi amina (–NH2) dan karboksil (–COOH), serta rantai samping (gugus "R" yang unik untuk masing-masing jenis asam amino. Molekul ini adalah monomer yang dapat bergabung untuk membentuk protein dan peptida (baik polipeptida maupun oligopeptida). Asam amino proteinogenik adalah dua puluh dua asam amino yang memiliki kemampuan untuk membentuk protein. 20 asam amino dari kumpulan ini disandi oleh kode genetik standar, dan dua asam amino terakhir dimasukkan ke dalam protein melalui mekanisme translasi tertentu yang dilakukan oleh beberapa organisme. Misalnya, selenosistein dimasukkan ke dalam beberapa protein pada kodon UGA, yang biasanya merupakan kodon akhir, dan pirolisin dimasukkan ke dalam beberapa protein pada kodon UAG, yang terjadi dalam beberapa organisme metanogen dalam enzim Asam amino lainnya yang penting untuk proses biologi termasuk taurin, ornitin, GABA, dan karnitin (digunakan untuk mengangkut lipid dalam sel).

  • Nukleosida dan nukleotida

Nukleosida dibuat dengan menempelkan nukleobasa ke cincin gula pentosa yang terdiri dari ribosa atau deoksiribosa. Contohnya adalah sitidin (C), uridin (U), timidin (T), guanosin (G), dan adenosin (A). Untuk menghasilkan nukleotida, nukleosida dapat difosforilasi, yaitu ditambahkan gugus fosfat. Namun, baik DNA maupun RNA terdiri dari polimer yang terdiri dari molekul linier panjang yang dirakit oleh enzim polimerase dari unit struktural berulang atau monomer, yang terdiri dari nukleotida tunggal. DNA menggunakan deoksinukleotida C, G, A, dan T, sedangkan RNA menggunakan ribonukleotida C, G, A, dan U. Basa termodifikasi (seperti gugus metil pada dasar cincin) sering ditemukan, seperti yang ditemukan dalam RNA ribosomal atau RNA transfer, atau untuk membedakan unting DNA baru dari unting DNA lama setelah replikasi.

  • Lignin

Lignin adalah makromolekul polifenol kompleks yang terutama terdiri dari hubungan beta-O4-aril. Ini adalah biopolimer kedua yang paling banyak ditemukan setelah selulosa dan merupakan komponen struktural utama sebagian besar tumbuhan. Subunit molekul ini berasal dari alkohol parakoumaril, alkohol koniferil, dan alkohol sinapil, dan karena tergolong rasemat, mereka tidak biasa di antara biomolekul lainnya.

Sumber:

https://id.wikipedia.org

Selengkapnya
Mengenal Cabang Ilmu Biomolekul

Farmasi

Potensi Pengembangan Obat Berbasis Riset di Indonesia: Tantangan, Inovasi Teknologi, dan Peran Big Data dalam Industri Farmasi

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 18 April 2024


Meskipun telah melakukan berbagai upaya, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam hal ketersediaan produk farmasi, terutama obat-obatan inovatif, yang sebagian besar masih diimpor. Salah satu penyebabnya adalah terbatasnya industri farmasi yang memproduksi obat berbasis riset, meskipun pemerintah telah melakukan intervensi dalam bentuk regulasi.

"Industri farmasi di Indonesia lebih banyak berfokus pada formulasi dan pengemasan obat daripada memproduksi obat berbasis riset," jelas guru besar farmakologi dan toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Arief Nurrochmad.

Hal ini ia sampaikan dalam pidato pengukuhannya yang berjudul "Peran Farmakologi dan Toksikologi dalam Pengembangan Obat Baru: Perspektif Baru Penggunaan Big Data dan Jejaring Farmakologi," pada Selasa (6/2) di Balai Senat UGM.

Profesor Nurrochmad menekankan perlunya produksi obat berbasis riset untuk menjamin ketersediaan obat. Namun, ia mencatat bahwa pengembangan obat baru merupakan proses yang panjang dan mahal.

"Pengembangan obat baru, mulai dari ide awal hingga peluncuran produk, merupakan proses yang kompleks, memakan waktu 12-15 tahun dan biaya lebih dari 1 miliar USD," katanya.

Awalnya, target obat terapeutik harus diidentifikasi dengan menggunakan metode eksperimental tradisional. Kemudian, ahli biologi struktural muncul untuk menjelaskan struktur tiga dimensi (3D) dan karakteristik pengikatan ligan untuk mengungkapkan apakah ini layak sebagai target obat baru. 

Selanjutnya, ahli kimia obat dan farmakolog menggunakan skrining dengan hasil tinggi untuk menemukan beberapa senyawa timbal yang sangat efektif untuk penilaian keamanan lebih lanjut dan uji klinis.

Secara keseluruhan, lanjutnya, prosedur ini mahal dan membosankan. Pada tahun 2018, sebuah studi yang dilakukan oleh Moore dkk., 2008 menemukan bahwa biaya rata-rata pengujian efikasi untuk 59 obat baru yang disetujui oleh FDA selama tahun 2015-2016 adalah sebesar 19 juta USD. 

Oleh karena itu, diperlukan metode untuk mengatasi keterbatasan prosedur penemuan obat konvensional dengan memperkenalkan metode yang lebih efisien, murah, dan berbasis komputasi.

"Dibandingkan dengan metode penemuan obat tradisional, desain obat yang rasional dengan menggunakan metode desain obat berbantuan komputer terbukti lebih efisien dan ekonomis," ujarnya.

Desain obat yang rasional mengintegrasikan docking molekuler ke dalam kantong pengikatan ligan dari target terapeutik yang menjanjikan, dengan menghitung energi pengikatan setiap senyawa molekul kecil. Selain itu, metode ini juga memilih kandidat terbaik untuk memasuki tahap prosedur eksperimental selanjutnya. 

Penelitian oleh Ferreira dkk., 2015 mencatat bahwa lebih dari 100.000 struktur protein 3D saat ini disimpan di Protein Data Bank (PDB) untuk penambatan molekuler. Tidak seperti metode tradisional, desain obat yang rasional telah meningkatkan tingkat penyaringan hit lebih dari 100 kali lipat.

Profesor Nurrochmad menekankan pentingnya memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam farmakologi dan toksikologi, untuk mempercepat penemuan dan pengembangan obat. Desain kandidat obat yang lebih baik selama fase eksperimental mengurangi kemungkinan kegagalan pada tahap selanjutnya, terutama dalam uji klinis yang memakan banyak biaya.

Sehubungan dengan pandemi COVID-19, Profesor Nurrochmad menggarisbawahi pentingnya mengeksplorasi metode penemuan obat yang baru, efektif, dan terjangkau. Dia menyoroti potensi Artificial Intelligence (AI) dan data besar untuk merevolusi penemuan target obat dengan menganalisis data dalam jumlah besar dengan cepat.

"Evolusi yang cepat dari big data dan AI menawarkan peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mempercepat penemuan target obat," pungkasnya.

Disadur dari: ugm.ac.id

Selengkapnya
Potensi Pengembangan Obat Berbasis Riset di Indonesia: Tantangan, Inovasi Teknologi, dan Peran Big Data dalam Industri Farmasi
« First Previous page 3 of 12 Next Last »