Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 05 Agustus 2025
Pendahuluan: Relevansi TQM dalam Lingkungan Kesehatan Modern
Dalam era globalisasi dan persaingan ketat antar institusi pelayanan kesehatan, manajemen mutu menyeluruh atau Total Quality Management (TQM) menjadi pendekatan yang kian relevan. Studi oleh Grossu-Leibovica dan Kalkis ini mengeksplorasi peran penting TQM dalam meningkatkan kualitas layanan dan kepuasan klien di sektor kesehatan melalui pendekatan tinjauan sistematis kualitatif.
Secara umum, makalah ini menjelaskan bagaimana penerapan prinsip dan alat TQM berdampak signifikan pada peningkatan efisiensi, kualitas layanan, serta loyalitas dan kepuasan pasien. Dengan menyaring 573 artikel hingga terpilih 12 yang relevan, kajian ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan TQM sebagai strategi manajerial dalam ekosistem kesehatan.
Konsep Dasar dan Teori yang Mendasari TQM dalam Pelayanan Kesehatan
Apa Itu Total Quality Management?
TQM adalah pendekatan manajemen organisasi berbasis kualitas secara menyeluruh, yang menekankan pada:
Keterlibatan seluruh karyawan,
Fokus pada pelanggan (pasien),
Peningkatan berkelanjutan,
Pengambilan keputusan berbasis data.
Dalam konteks kesehatan, prinsip-prinsip ini mencerminkan upaya institusi untuk menjawab tantangan kompleks: tingginya biaya obat, perubahan teknologi, hingga tuntutan pasien terhadap layanan yang efisien dan humanis.
Refleksi Teoritis: TQM sebagai Kerangka Berpikir Transformasional
Penulis menempatkan TQM bukan sekadar sebagai alat manajemen, melainkan sebagai paradigma transformatif. Dalam kerangka ini, TQM dapat dilihat sebagai sistem nilai dan budaya organisasi yang mengintegrasikan:
Change management,
Continuous improvement, dan
Global business process integration.
Refleksi konseptual ini memperkuat argumen bahwa keberhasilan TQM tidak sekadar bergantung pada alat atau teknik, tetapi pada kedalaman komitmen organisasi terhadap nilai-nilai mutu.
Metodologi: Kajian Sistematis Kualitatif (QSR)
Langkah-langkah QSR
Penulis menggunakan pendekatan QSR untuk menyusun kajian literatur yang komprehensif:
Menentukan pertanyaan penelitian,
Menyusun kriteria inklusi dan eksklusi,
Menyaring dokumen dari lima basis data besar,
Menganalisis 12 artikel yang paling relevan.
Kritik Metodologis
Meskipun pendekatan ini valid, keterbatasan muncul pada representasi geografis data yang didominasi oleh negara-negara Asia Selatan dan Timur Tengah. Kekurangan literatur dari negara maju (misalnya Eropa dan Amerika Utara) menimbulkan potensi bias kontekstual.
Namun demikian, pemilihan artikel berdasarkan keterkaitan dengan TQM, kualitas layanan, dan kepuasan pasien memperlihatkan konsistensi dalam fokus kajian.
Temuan Utama: Hubungan antara TQM, Kualitas Layanan, dan Kepuasan Klien
Angka-angka Penting
Dari 11.517 artikel awal, disaring menjadi 573, lalu diseleksi menjadi 12 studi inti.
Studi dilakukan terutama di Iran, Yordania, Pakistan, dan India.
Banyak studi menunjukkan peningkatan efisiensi operasional dan kepuasan pasien setelah penerapan TQM.
Poin-poin Utama Temuan
Keterlibatan manajemen adalah indikator kuat dalam implementasi TQM.
Pelatihan karyawan dan pelanggan meningkatkan kualitas layanan.
Inovasi dan sistem perubahan mendukung efisiensi organisasi.
TQM terbukti berdampak positif terhadap key performance indicators (KPI) rumah sakit.
Refleksi Teoritis atas Temuan
Temuan ini memperlihatkan bahwa TQM mampu:
Menjadi jembatan antara harapan pasien dan proses pelayanan kesehatan,
Menggeser paradigma dari sistem reaktif menuju sistem proaktif,
Membangun budaya organisasi yang tanggap, partisipatif, dan berbasis data.
Diskusi: Manfaat dan Tantangan Implementasi TQM
Keunggulan yang Ditawarkan TQM dalam Sektor Kesehatan
Respon cepat terhadap kebutuhan pasien,
Peningkatan produktivitas tenaga kesehatan,
Peningkatan efisiensi biaya operasional,
Loyalitas pasien melalui kualitas layanan yang konsisten.
Kritik terhadap Logika dan Pendekatan Penulis
Meskipun penulis berhasil menunjukkan hubungan antara TQM dan indikator kinerja, logika kausalitas belum sepenuhnya dibuktikan secara empiris karena keterbatasan studi primer.
Selain itu, pemusatan data pada rumah sakit di negara berkembang tanpa perbandingan dengan institusi di negara maju membuat generalisasi temuan agak terbatas. Penulis belum mengeksplorasi variasi konteks budaya dan regulasi yang mungkin mempengaruhi keberhasilan TQM.
Namun, secara konseptual, artikel ini tetap bernilai karena berhasil menyusun landasan teoretis yang kuat untuk penelitian lanjutan.
Implikasi Ilmiah dan Potensi Penelitian Lanjutan
Kontribusi terhadap Ilmu Manajemen dan Kesehatan
Menyediakan kerangka kerja konseptual untuk studi TQM di sektor kesehatan.
Menawarkan justifikasi empiris bagi manajer rumah sakit untuk mengadopsi TQM.
Menjadi basis awal untuk penelitian komparatif antarnegara.
Rekomendasi untuk Studi Selanjutnya
Melibatkan lebih banyak data dari negara maju,
Menyasar berbagai jenis institusi (klinik, panti jompo, lab kesehatan),
Menguji kausalitas melalui pendekatan kuantitatif atau mixed-method,
Mengkaji peran teknologi digital dalam mendukung implementasi TQM.
Kesimpulan: TQM sebagai Pilar Transformasi Sistem Kesehatan
Studi ini menegaskan bahwa TQM bukan hanya sekadar alat manajemen, melainkan filosofi dan sistem yang mampu mengubah lanskap layanan kesehatan. Dengan implementasi yang tepat, TQM tidak hanya meningkatkan efisiensi dan kepuasan pasien, tetapi juga memperkuat posisi kompetitif institusi kesehatan.
Diperlukan pendekatan lintas-disiplin dan adaptasi kontekstual agar TQM dapat berkembang menjadi standar universal dalam manajemen mutu pelayanan kesehatan.
DOI Resmi Artikel: https://doi.org/10.1051/shsconf/202213102009
Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 05 Agustus 2025
Pendahuluan: Menata Ulang Landasan Mutu Uji Klinik
Dalam disertasinya, Katharina Klatte menyajikan pendekatan inovatif dan reflektif terhadap integrasi Quality by Design (QbD) dalam ranah uji klinik, membangun jembatan antara teori manajemen mutu dan praktik klinis kontemporer. Lewat penyusunan sistematis dan berbasis studi empiris, Klatte menjawab satu pertanyaan besar: bagaimana QbD bisa mengatasi kegagalan mutu yang selama ini terjadi dalam uji klinik?
Disertasi ini tak hanya memformulasikan ulang pengertian mutu di dunia klinik, tetapi juga menganalisis kebijakan regulasi, metode risk assessment, serta peluang dan batasan penerapan QbD dalam konteks industri farmasi Eropa.
Kontribusi Ilmiah Disertasi
H2: Apa yang Dibawa Klatte ke Meja Akademik?
Formulasi teoritis menyeluruh atas QbD dalam konteks uji klinik.
Penilaian kritis terhadap efektivitas pendekatan QbD berdasarkan data empiris dari proyek IMI-2 "Trials@Home".
Pengembangan argumen reflektif tentang integrasi regulasi, etika, dan risiko dalam desain studi klinik.
Dengan demikian, Klatte menyatukan tiga dimensi: konseptual, operasional, dan reflektif, menjadikan disertasi ini kontribusi penting dalam diskusi lintas disiplin antara farmasi, regulasi, dan ilmu manajemen risiko.
Kerangka Teoretis: Mutu sebagai Rancangan, Bukan Temuan
Quality by Design dalam Ranah Klinik
Klatte mendefinisikan QbD sebagai pendekatan proaktif untuk menjamin mutu, dimulai dari desain studi dan dilandasi pemahaman ilmiah, manajemen risiko, serta nilai pasien. Ia mengkritik model tradisional yang hanya menekankan inspeksi, dan menggantinya dengan logika sistem mutu berbasis pemahaman kausal dan kontrol terencana.
ICH Guidelines dan Pilar Regulatif
Kerangka QbD yang dijabarkan mengacu kuat pada:
ICH E6(R2): Prinsip Good Clinical Practice terbaru,
ICH E8(R1): Pendekatan klinik berbasis kualitas,
ICH Q8–Q10: Panduan mutu berbasis desain dari sisi industri.
Namun, Klatte tidak hanya mengulang dokumen regulatif. Ia justru menginterpretasikan ulang isi dan semangat ICH sebagai alat transformasi budaya mutu dalam pengembangan obat.
Struktur Argumentatif Disertasi
H3: Dari Teori Menuju Praktik Sistemik
Disertasi dibagi dalam tiga bagian utama:
Bagian I – Dasar Teoretis dan Historis QbD
Klatte memulai dengan mengulas sejarah kegagalan mutu dalam uji klinik dan bagaimana QbD berkembang dari industri manufaktur ke bidang studi klinik. Ia menjelaskan bahwa budaya “post-hoc checking” dalam klinik gagal melindungi partisipan, dan QbD menjadi solusi untuk “mendesain” kualitas ke dalam sistem.
Bagian II – Studi Empiris dan Kasus Proyek IMI Trials@Home
Di bagian ini, Klatte meneliti pendekatan QbD dalam studi decentralized clinical trials (DCT) yang dilakukan oleh public-private partnership Eropa, menganalisis:
Keterlibatan tim multidisiplin,
Integrasi risiko dalam desain protokol,
Penetapan Quality Tolerance Limits (QTLs) dan Key Risk Indicators (KRIs).
Ia menunjukkan bahwa meski prinsip QbD diadopsi, hambatan organisasi dan keterbatasan regulasi menghambat keberhasilannya secara penuh.
Bagian III – Refleksi, Kritik, dan Rekomendasi Kebijakan
Klatte memberikan kritik mendalam atas bias struktural, hambatan kepemimpinan, serta kebutuhan akan redefinisi peran regulator dalam mendorong QbD.
Hasil dan Sorotan Kuantitatif
Studi Trials@Home – Implikasi Praktik QbD
Dalam studi empirisnya, Klatte menunjukkan:
Dari 8 tim proyek, hanya 3 yang menyatakan penerapan QbD secara menyeluruh.
Hanya 2 dari 7 protokol studi yang memasukkan risk control plan eksplisit.
Meskipun tim menyadari pentingnya QbD, keterbatasan waktu dan kompleksitas prosedural membuat penerapan cenderung parsial.
Refleksi Teoretis: Apa Makna Data Ini?
Data ini memperlihatkan bahwa kesadaran akan QbD telah tumbuh, tetapi belum disertai mekanisme struktural dan budaya organisasi yang mendukung implementasi menyeluruh. Ini membuka perdebatan: apakah QbD hanyalah “slogan” jika tidak didukung insentif sistemik?
Elemen-Elemen Kunci dalam QbD Klinik menurut Klatte
Klatte mengidentifikasi enam pilar utama QbD dalam studi klinik:
Identifikasi proses dan data kritikal
Analisis risiko berbasis konteks studi
Penggunaan QTL dan KRI dalam pengawasan mutu
Desain protokol dan formulir yang koheren
Kolaborasi lintas fungsi (tim multidisiplin)
Keterlibatan pasien sebagai pusat desain mutu
Yang menarik, Klatte menekankan bahwa QbD bukan hanya soal teknik dan regulasi, tetapi juga soal etika dan filosofi: apakah kita benar-benar memprioritaskan keselamatan dan kualitas dari awal?
Kritik terhadap Metodologi dan Logika Pemikiran
Kekuatan:
Pendekatan holistik antara teori dan praktik,
Argumentasi interdisipliner yang mencakup ilmu regulasi, etika, dan manajemen risiko,
Refleksi mendalam terhadap bias organisasi dan dinamika kekuasaan.
Catatan Kritis:
Keterbatasan Studi Empiris
Fokus pada satu proyek (Trials@Home) bisa membatasi generalisasi. Disertasi akan lebih kuat jika menambahkan studi komparatif dari sektor swasta.
Kurang Visualisasi Data
Analisis numerik yang dibahas bersifat deskriptif. Tabel atau grafik bisa membantu pembaca memahami signifikansi perbandingan antar tim/protokol.
Ketergantungan pada Narasi Kualitatif
Sebagian besar data disajikan melalui wawancara dan observasi, tanpa triangulasi kuantitatif.
Implikasi Ilmiah dan Potensi Jangka Panjang
Perubahan Budaya Mutu
Klatte menyerukan perubahan mendasar dalam budaya organisasi—dari kepatuhan administratif ke tanggung jawab ilmiah terhadap mutu. Ini memerlukan pelatihan lintas peran, pelibatan pasien, dan kolaborasi transdisipliner.
Reformasi Regulatif
Regulator harus bergeser dari hanya menjadi penilai akhir ke peran sebagai mitra mutu, yang mendorong penggunaan QbD secara aktif.
Kontribusi Akademik
Disertasi ini dapat menjadi referensi penting untuk:
Kurikulum manajemen risiko klinik,
Evaluasi audit mutu,
Rancangan studi terdesentralisasi.
Kesimpulan: Menempatkan Kualitas sebagai Desain, Bukan Kejadian
Disertasi Katharina Klatte mengingatkan kita bahwa mutu bukanlah keberuntungan statistik di akhir studi, melainkan hasil dari keputusan sadar sejak tahap desain. Dengan menyatukan teori, praktik, dan refleksi etis, Klatte menunjukkan bahwa QbD bukan hanya wacana regulatif, tapi peluang transformasi paradigma dalam ilmu klinik.
📘 Link resmi disertasi:
https://edoc.hu-berlin.de/handle/18452/25690
Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 05 Agustus 2025
Pendahuluan: Revolusi Kualitas dalam Uji Klinik
Dalam dunia pengembangan obat, uji klinik merupakan tahap kritis yang menghubungkan penemuan ilmiah dengan keamanan pasien. Namun, kompleksitas yang meningkat, desain studi yang adaptif, dan tekanan regulasi global menuntut pendekatan baru dalam manajemen mutu.
Melalui presentasi yang padat dan aplikatif, Chris Wells menekankan pentingnya mengintegrasikan Risk-Based Quality Management (RBQM) dan Quality by Design (QbD) sebagai inti strategi jaminan mutu dalam konteks klinis. Keduanya tidak hanya merespons tantangan pengawasan mutu, tetapi juga merancang kualitas ke dalam proses sejak awal.
Kontribusi Utama Presentasi
H2: Apa yang Ditawarkan oleh Wells?
Pemisahan dan integrasi fungsi RBQM dan QRM dalam pengawasan uji klinik.
Penjabaran peran QbD dalam mendesain protokol uji yang tangguh dan konsisten.
Penggunaan alat seperti Key Risk Indicators (KRIs), Quality Tolerance Limits (QTLs), dan monitoring statistik.
Ulasan kritis atas tantangan nyata implementasi di lapangan, dari metodologi hingga resistensi budaya.
Definisi Konseptual: RBQM, QRM, dan QbD
H3: Risk-Based Quality Management (RBQM)
RBQM adalah kerangka kerja yang berfokus pada identifikasi data dan proses kritikal dalam uji klinik. Dengan pendekatan ini, sumber daya dialokasikan secara strategis ke area yang paling memengaruhi keamanan pasien dan validitas data.
Quality Risk Management (QRM)
Berbeda dengan RBQM, QRM bersifat lebih menyeluruh. Ia mencakup proses sistematis untuk menilai, mengontrol, dan mengomunikasikan risiko yang dapat mengganggu mutu klinis. QRM penting untuk membangun sistem mutu yang patuh regulasi dan menjaga integritas uji.
Catatan: RBQM dan QRM memiliki fokus berbeda, tetapi saling melengkapi. RBQM lebih ke pelaksanaan studi, QRM lebih ke sistem dan pencegahan risiko.
Quality by Design (QbD)
QbD dalam konteks uji klinik tidak hanya berarti pengendalian variabel, tetapi juga desain yang bijak terhadap protokol, pemilihan variabel studi, dan penyusunan formulir elektronik berdasarkan pengetahuan terdahulu. Contohnya termasuk:
Penggunaan template protokol standar,
Desain formulir pelaporan kasus elektronik (eCRFs),
Pemanfaatan eksperimen terencana (DoE),
Integrasi data sebelumnya ke dalam desain.
Landasan Regulasi: Pedoman ICH yang Mendasari
ICH E6 R2 dan R3 – Dasar RBQM
Menekankan perlunya pendekatan risiko dalam pengawasan kualitas studi.
ICH E8 R1 & ICH Q9 – Dasar QbD
Mendorong desain yang mengedepankan kualitas melalui pemahaman ilmiah dan data terdahulu.
ICH E9 R1 – Estimands
Mengarahkan pada prinsip kuantitatif dalam estimasi efek pengobatan, baik dari sisi efikasi maupun keamanan.
Alat dan Metodologi Pengawasan Mutu dalam RBQM
1. Quality Tolerance Limits (QTLs)
QTL digunakan untuk mengidentifikasi penyimpangan sistemik dari rencana studi. Misalnya, jika tingkat kehilangan data melebihi batas yang ditentukan, intervensi harus dilakukan.
2. Key Risk Indicators (KRIs)
KRIs memantau performa situs uji klinik, seperti:
Rata-rata waktu input data,
Tingkat pertanyaan (queries) terhadap data kritikal,
Frekuensi kunjungan pasien.
KRIs dapat memicu tindakan mitigasi jika kinerja tidak sesuai target.
3. Monitoring Statistik
Penggunaan algoritma statistik untuk mendeteksi outlier atau anomali dalam data uji klinik. Misalnya:
Situs yang menghasilkan data terlalu “sempurna”,
Variasi ekstrem dalam waktu pelaporan efek samping.
Statistik ini memandu keputusan seperti eskalasi masalah atau audit lokasi.
Sistem Pendukung: JMP Clinical dan Standar CDISC
JMP Clinical
JMP Clinical adalah perangkat lunak khusus untuk analisis data uji klinik yang digunakan oleh industri dan regulator. Fitur utamanya meliputi:
Tinjauan keamanan,
Monitoring medis,
Visualisasi data berbasis subjek, lokasi, dan studi.
CDISC Standards
SDTM: Model tabulasi data studi,
ADaM: Model analisis data.
Dengan mengacu pada standar ini, JMP Clinical dapat melakukan deteksi outlier, analisis keamanan, dan visualisasi data yang konsisten dan regulatif.
Tantangan Implementasi: Dari Teori ke Realita
H3: Hambatan di Lapangan
Akses Data Historis
Desain berbasis data terdahulu sulit dilakukan jika data lama tidak tersedia atau tidak terstandar.
Desain Studi Kompleks
Studi seperti platform trials, basket studies, atau adaptive trials membuat penerapan RBQM dan QbD lebih sulit.
Studi Skala Kecil atau Desentralisasi
Studi kecil atau yang dilakukan tanpa lokasi pusat mengurangi efektivitas pendekatan statistik dan QTL.
Metodologi Tidak Eksak
Meskipun ada dukungan statistik, RBQM bukan ilmu pasti. Banyak keputusan tetap melibatkan subjektivitas dan penilaian profesional.
Dukungan Kepemimpinan Senior
Tanpa buy-in dari pimpinan, sistem RBQM sulit diimplementasikan secara penuh.
Kerumitan Sistem Dibanding Manufaktur
Tidak seperti produksi obat yang linier dan terstandarisasi, uji klinik bersifat organik dan bervariasi antar populasi dan lokasi.
Refleksi Teoretis dan Kritik
Kekuatan Presentasi
Pendekatan terpadu antara QbD dan RBQM.
Penggunaan alat terstandarisasi seperti JMP Clinical dan CDISC.
Penekanan pada desain berbasis risiko daripada reaktif.
Kekurangan dan Kritik
Kurangnya data numerik konkret: Tidak ada visualisasi angka keberhasilan QTL atau efektivitas KRIs.
Minim pembahasan etika atau bias pasien: Belum disentuh bagaimana RBQM berpengaruh terhadap inklusivitas atau representasi dalam studi.
Perluas cakupan AI/ML: Belum banyak eksplorasi integrasi AI dalam monitoring prediktif yang kini menjadi arus utama.
Potensi dan Implikasi Ilmiah
Mengintegrasikan QbD dan RBQM dalam uji klinik menciptakan sistem yang:
Lebih tangguh terhadap risiko tak terduga,
Lebih hemat sumber daya dengan alokasi yang cerdas,
Lebih responsif terhadap temuan lapangan,
Lebih disukai regulator karena dokumentasi berbasis risiko.
Potensinya sangat besar jika dikembangkan bersama teknologi AI, desain adaptif, dan manajemen berbasis cloud untuk studi multinasional.
Kesimpulan: Menyulam Kualitas dalam Setiap Tahap Uji Klinik
Melalui narasi yang ringkas namun substansial, Chris Wells menunjukkan bahwa kualitas dalam uji klinik bukanlah hasil inspeksi akhir, tetapi hasil desain sistem yang cermat. QbD dan RBQM bukan hanya metodologi, melainkan cara berpikir ilmiah dan strategis dalam menghadapi tantangan uji klinik modern.
Integrasi teknologi seperti JMP Clinical, standar CDISC, dan pendekatan risiko bukanlah pilihan opsional—tetapi kebutuhan mutlak untuk menjamin keselamatan pasien dan integritas data dalam lanskap regulasi global yang semakin ketat.
📘 Link resmi artikel/tools terkait:
https://www.jmp.com/en_us/software/jmp-clinical.html
Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 05 Agustus 2025
Pendahuluan: Merumuskan Ulang Mutu dalam Dunia Farmasi
Artikel ini mengangkat urgensi perubahan pendekatan dalam menjamin mutu produk farmasi. Penulis menekankan bahwa sistem pengujian tradisional—yang memeriksa kualitas pada tahap akhir produksi—tidak lagi memadai di tengah kompleksitas dan ekspektasi regulasi saat ini. Solusinya? Quality by Design (QbD), sebuah kerangka berpikir strategis yang menjadikan mutu sebagai hasil dari desain proses yang terinformasi dan terkendali sejak awal.
Makalah ini tidak hanya menjelaskan definisi dan elemen-elemen QbD, tetapi juga menyuguhkan refleksi menyeluruh tentang peranannya dalam menjamin keamanan, efektivitas, dan efisiensi obat modern.
Kontribusi Ilmiah dan Tujuan Utama Artikel
H2: Apa yang Dikontribusikan Penulis?
Penyajian komprehensif konsep QbD berdasarkan panduan ICH Q8, Q9, dan Q10.
Penjelasan sistematis elemen-elemen kunci QbD seperti QTPP, CQA, CPP, dan design space.
Analisis naratif tentang penerapan QbD dalam pengembangan dan produksi obat.
Dengan pendekatan pedagogis, artikel ini membimbing pembaca dalam memahami filosofi QbD sebagai sistem ilmiah, bukan sekadar alat regulasi.
Kerangka Teoretis: Menata Kembali Konsep Mutu
H3: Definisi QbD menurut Makalah
Quality by Design diposisikan sebagai pendekatan holistik yang dimulai dari tujuan produk yang telah ditentukan sebelumnya, dan menekankan:
Pemahaman mendalam atas produk dan proses,
Pengendalian berbasis risiko,
Perbaikan berkelanjutan sepanjang siklus hidup produk.
Didasarkan pada pemikiran Dr. Joseph M. Juran, mutu bukanlah sesuatu yang "diuji" di akhir, tetapi "dirancang" sejak awal.
Tiga Pilar Utama dari ICH
ICH Q8: Pharmaceutical Development
ICH Q9: Quality Risk Management
ICH Q10: Pharmaceutical Quality System
Artikel menekankan bahwa integrasi ketiganya menjadi landasan implementasi QbD yang komprehensif.
Elemen Fundamental QbD dalam Praktik Farmasi
Quality Target Product Profile (QTPP)
QTPP merupakan profil target mutu produk yang meliputi rute pemberian, bioavailabilitas, potensi terapeutik, dan atribut farmakokinetik. QTPP menjadi kerangka awal yang membentuk arah pengembangan produk.
Critical Quality Attributes (CQAs)
CQAs adalah atribut penting dari produk obat yang harus dikontrol agar kualitas tetap terjaga. Contohnya: kekerasan tablet, profil disolusi, ukuran partikel, dan kadar zat aktif.
Critical Process Parameters (CPPs) dan Critical Material Attributes (CMAs)
Parameter ini mencakup variabel dalam proses dan bahan baku yang secara signifikan mempengaruhi CQA. Misalnya, kecepatan pengadukan atau kelembaban bahan.
Design Space
Design space adalah ruang kerja multidimensi dari parameter yang dapat divariasikan tanpa mempengaruhi mutu, selama masih dalam batas yang telah divalidasi. Ini memberikan fleksibilitas produksi yang lebih besar.
Penerapan Strategi QbD: Dari Konsep ke Implementasi
Langkah-langkah Strategis QbD dalam Industri Farmasi
Identifikasi QTPP
Penentuan CQA melalui risk assessment
Penetapan CPP dan CMA menggunakan DoE (Design of Experiments)
Pengembangan design space
Implementasi kontrol strategi berbasis risiko
Monitoring dan perbaikan berkelanjutan
Teknologi Pendukung: Process Analytical Technology (PAT)
PAT digunakan untuk memantau dan mengontrol parameter proses secara real-time. Dengan pendekatan ini, variasi dapat segera diidentifikasi dan dikendalikan.
Sorotan Konseptual dan Teoretis
Kelebihan QbD dibandingkan Pendekatan Tradisional
AspekPendekatan TradisionalQbDMutuDiuji di akhirDirancang sejak awalVariasiReaktifProaktifFleksibilitasRendahTinggi (dalam design space)EfisiensiTerbatasTinggi karena DoE dan PAT
Penulis menekankan bahwa QbD mampu menghasilkan produk yang lebih konsisten, efisien, dan tahan terhadap variasi dalam proses.
Refleksi terhadap Proses dan Nilai Teoretis
Artikel menyebutkan bahwa perusahaan yang menerapkan QbD cenderung mengalami:
Penurunan tingkat batch gagal,
Peningkatan kecepatan approval regulatori,
Penurunan kebutuhan pengujian akhir,
Efisiensi biaya jangka panjang.
Refleksi ini memperlihatkan nilai strategis QbD dalam membangun industri farmasi yang lebih tangguh, adaptif, dan berbasis sains.
Kritik terhadap Pendekatan Penulis
1. Minim Studi Kasus Kuantitatif
Meski makalah menyampaikan banyak konsep penting, ia hampir tidak menyertakan data numerik atau ilustrasi konkret dari implementasi QbD. Ini mengurangi kekuatan argumentatif bagi pembaca yang mencari bukti empirik.
2. Kurangnya Diskusi tentang Hambatan Implementasi
Tidak dibahas tantangan seperti:
Kebutuhan investasi awal,
Kompleksitas pelatihan sumber daya manusia,
Resistensi budaya organisasi terhadap perubahan sistemik.
3. Tidak Menyinggung Integrasi AI atau Digitalisasi
Artikel belum menjangkau topik penting seperti penerapan machine learning atau sistem kendali adaptif dalam design space yang kini menjadi bagian dari QbD modern.
Nilai Strategis dan Implikasi Praktis
Bagi Industri
Memberikan keunggulan kompetitif melalui konsistensi produk,
Menurunkan biaya kegagalan,
Memberikan fleksibilitas dalam modifikasi proses tanpa resubmisi.
Bagi Regulator
Proses review lebih efisien,
Penilaian berbasis risiko dan sains,
Mendorong inovasi yang aman.
Kesimpulan: QbD Sebagai Pilar Masa Depan Farmasi
Artikel ini menegaskan bahwa Quality by Design bukanlah sekadar metode, melainkan cara berpikir baru yang berakar pada pemahaman ilmiah dan desain sistematis. Dengan QbD, kualitas bukanlah sesuatu yang "dicapai", melainkan "dirancang".
Jika diterapkan secara konsisten dan didukung dengan infrastruktur digital serta komitmen budaya, QbD memiliki potensi besar untuk merevolusi cara obat diproduksi, diawasi, dan disampaikan ke pasien.
📘 Link resmi jurnal: https://www.irjmets.com
Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 05 Agustus 2025
Pendahuluan: Pergeseran Paradigma Menuju Kualitas yang Dirancang
Artikel ini menawarkan ulasan komprehensif atas pendekatan Quality by Design (QbD), yang mengedepankan pemahaman ilmiah dan kontrol proses sejak tahap awal pengembangan produk farmasi. QbD bukan hanya metode, melainkan sebuah filosofi desain sistematis yang mendefinisikan ulang bagaimana mutu farmasi dicapai: tidak lagi melalui pengujian akhir (end product testing), tetapi melalui desain proses yang terinformasi, berbasis risiko, dan responsif.
Kontribusi Ilmiah: Apa yang Dihadirkan Makalah Ini?
1. Penyatuan Tiga Pilar ICH
Makalah ini menyatukan tiga panduan utama dari International Conference on Harmonization (ICH):
ICH Q8: Pharmaceutical Development
ICH Q9: Quality Risk Management
ICH Q10: Pharmaceutical Quality System
Ketiganya membentuk kerangka regulatif dan teoritis QbD yang solid, dan menjadi fondasi dalam setiap diskusi mengenai pengembangan mutu farmasi masa kini.
2. Identifikasi Elemen Inti QbD
Penulis secara sistematis menguraikan struktur dan implementasi elemen-elemen kunci berikut:
Quality Target Product Profile (QTPP)
Critical Quality Attributes (CQAs)
Critical Process Parameters (CPPs)
Design Space
Control Strategy
Process Analytical Technology (PAT)
Setiap komponen dijelaskan secara fungsional dan terhubung dalam rantai pemikiran logis yang mengarah pada perbaikan kualitas secara proaktif.
3. Refleksi Perbandingan: QbD vs Pendekatan Tradisional
Salah satu kekuatan utama makalah ini adalah perbandingan eksplisit antara pendekatan tradisional berbasis inspeksi terhadap pendekatan QbD yang berbasis desain. Artikel ini menekankan bahwa dalam pendekatan tradisional, mutu seringkali bergantung pada hasil akhir—sementara QbD menjamin mutu melalui desain proses yang terkendali.
Kerangka Teoretis: Pilar Filosofis QbD
H2: Definisi dan Esensi QbD
Menurut ICH Q8(R1), QbD adalah “pendekatan sistematis dalam pengembangan yang dimulai dari tujuan yang telah ditetapkan, dengan penekanan pada pemahaman produk dan proses serta kontrol proses berbasis sains dan manajemen risiko.”
Definisi ini diperkuat oleh versi FDA dalam PAT Guidelines (2004), yang menyoroti pentingnya pengukuran real-time terhadap atribut mutu selama proses berlangsung, bukan hanya di tahap akhir.
Tahapan Praktis Implementasi QbD
H3: Tiga Tahap Inti
Pengembangan Entitas Molekul Baru
Studi praklinis dan klinis
Skala produksi
Persiapan dokumen pengajuan
Manufaktur
Penetapan ruang desain (design space)
Penerapan PAT
Pengendalian mutu real-time
Strategi Kontrol
Berbasis risiko
Peningkatan berkelanjutan
Jaminan performa produk
Langkah Awal Penerapan QbD (Startup Plan)
Audit organisasi
Pelatihan menyeluruh
Rencana implementasi QbD
Pelibatan ahli eksternal sebagai penasihat berkelanjutan
Sorotan Konseptual: QTPP dan CQAs
Quality Target Product Profile (QTPP)
QTPP merupakan kerangka tujuan kualitas produk yang mencakup keamanan, efektivitas, farmakokinetik, dan rute administrasi. QTPP menjadi pedoman utama dalam merancang formulasi dan proses, dan berperan sebagai dasar identifikasi Critical Quality Attributes.
Critical Quality Attributes (CQAs)
CQAs adalah karakteristik fisikokimia atau biologis dari produk yang harus dikendalikan untuk menjamin kualitas, keamanan, dan efektivitas. CQAs dibentuk dari analisis QTPP dan dapat berupa:
Potensi bioavailabilitas
Profil disolusi
Stabilitas bahan aktif
Atau aspek manufaktur seperti kemudahan pencampuran
Desain Formulasi dan Proses: Integrasi Sains dan Teknologi
Makalah ini menekankan bahwa desain formulasi dan proses manufaktur harus berjalan bersamaan. Pengembangan metode disolusi yang sensitif, dokumentasi proses komersial, serta identifikasi parameter lingkungan dan bahan sangat krusial.
Perbandingan Strategis: QbD vs End Product Testing
Diagram Alur Produk
Tradisional: Proses tetap → pengujian akhir → ketidakpastian
QbD: Proses fleksibel dalam design space → kontrol real-time → prediktabilitas mutu
Refleksi Teoretis atas Data dan Hasil
Contoh Kasus: HPV Vaccine dan Coating Process
Artikel memberikan ilustrasi pendekatan QbD dalam proses pembuatan vaksin HPV serta proses pelapisan tablet. Dalam keduanya, QbD memfasilitasi:
Pemahaman parameter kritikal (misal kecepatan impeller, suhu)
Pengurangan variasi
Implementasi kontrol real-time
Efisiensi produksi
Meski tidak menyajikan data kuantitatif terperinci, penulis menggunakan grafik dan diagram yang mencerminkan sistematika pengendalian proses dan penerapan strategi mutu.
Analisis Kritis atas Metodologi dan Logika Penulis
Kekuatan:
Struktur sangat terorganisir dan berbasis regulasi internasional
Bahasan menyeluruh dari konsep hingga praktik
Penggunaan ilustrasi yang memperjelas poin-poin kritis
Kelemahan:
Kurangnya Studi Empiris Kuantitatif
Artikel ini hampir sepenuhnya berbasis teori dan panduan, minim data numerik atau statistik yang dapat memperkuat dampak QbD secara kuantitatif.
Minim Penjelasan tentang Hambatan Implementasi
Penulis tidak membahas secara memadai hambatan riil seperti biaya awal, kompleksitas organisasi, atau resistensi internal.
Kurang Eksplorasi terhadap Inovasi Digital
Aspek digitalisasi seperti penggunaan machine learning atau data mining untuk prediksi mutu belum disentuh.
Keunggulan Strategis Implementasi QbD
Bagi Industri:
Mengurangi risiko batch gagal
Mempercepat persetujuan pasca-pasar
Mengurangi kebutuhan uji akhir
Menurunkan biaya total produksi
Bagi Regulator:
Review berbasis sains
Konsistensi proses persetujuan
Pendekatan berbasis risiko
Fleksibilitas perubahan dalam ruang desain
Potensi Ilmiah dan Implikasi Jangka Panjang
QbD berpotensi menjadi kerangka pengembangan universal dalam industri farmasi dan bioteknologi. Dengan kemampuan:
Memprediksi kualitas melalui model ilmiah
Memfasilitasi pengembangan berkelanjutan
Meningkatkan kecepatan menuju komersialisasi
Mengurangi intervensi regulator tanpa mengorbankan mutu
Maka QbD bukan hanya alat teknis, melainkan pendekatan filosofis menuju produksi farmasi yang lebih manusiawi dan berbasis pengetahuan.
Kesimpulan: QbD sebagai Paradigma Mutu Progresif
Artikel ini menunjukkan bahwa Quality by Design adalah pendekatan multidimensional yang menyatukan desain produk, kontrol proses, manajemen risiko, dan sistem mutu dalam satu kerangka konseptual yang integratif.
Meskipun pendekatannya masih dominan teoritis, struktur pemikiran dalam makalah ini menawarkan fondasi kuat untuk memahami dan mengimplementasikan QbD sebagai strategi utama pengembangan obat modern.
📘 Link resmi jurnal: http://www.globalresearchonline.net
Catatan: Artikel diterbitkan dalam International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, Vol. 17(2), 2012, No. 4, hlm. 20–28.
Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 05 Agustus 2025
Pendahuluan: Menyelami Paradigma Baru dalam Pengembangan Farmasi
Dalam dekade terakhir, sektor farmasi telah mengalami transisi metodologis yang signifikan, didorong oleh inisiatif Quality by Design (QbD) dari badan regulasi global seperti FDA dan EMA. Disertasi karya Gabriele Bano dari Universitas Padova menawarkan kontribusi mendalam terhadap tantangan inti dari pendekatan QbD: yaitu bagaimana mengidentifikasi, memelihara, dan mengadaptasi design space (DS) secara ilmiah dan sistematis.
Bano tidak hanya menyusun kerangka teoretis yang kaya dan integratif, tetapi juga menghadirkan pendekatan berbasis model yang dirancang untuk merespons dinamika proses manufaktur farmasi secara real time. Melalui serangkaian studi simulasi dan eksperimental, ia menempatkan argumentasi ilmiahnya dalam ranah kepraktisan industri, dengan kontribusi yang memperkuat keterhubungan antara teknik model matematis dan jaminan mutu proses produksi farmasi.
Konsep Inti: Design Space dalam Perspektif QbD
Apa itu Design Space?
Dalam konteks QbD, design space merujuk pada kombinasi multidimensional atribut material dan parameter proses yang secara kolektif menjamin mutu produk akhir. Menurut Bano, validasi DS memberikan fleksibilitas operasional tanpa memerlukan persetujuan ulang dari otoritas regulasi—sebuah nilai tambah yang signifikan dalam industri farmasi yang sangat teregulasi.
Transformasi Paradigma: Dari Empiris ke Berbasis Model
Bano menggarisbawahi bahwa pendekatan tradisional berbasis trial-and-error tidak lagi relevan. Alih-alih, ia mengusulkan pemanfaatan kombinasi antara model berbasis prinsip pertama (first-principles models) dan pendekatan statistik laten (latent variable modeling) dalam menstrukturkan ruang desain farmasi.
Struktur Penelitian: Empat Pilar Pendekatan Inovatif
1. Penentuan Design Space dengan Pemodelan Gabungan
Bano mengembangkan kerangka yang menggabungkan surrogate-based feasibility analysis dan latent variable modeling. Strategi ini memampukan identifikasi ruang parameter yang menjamin kelulusan spesifikasi mutu produk, dengan memperhitungkan keterbatasan data eksperimen dan kompleksitas sistem dinamis.
Poin Kunci:
Pemanfaatan Partial Least Squares (PLS) sebagai alat inversi model.
Representasi grafis DS yang dapat diinterpretasikan dalam ruang dimensi rendah.
2. Penanganan Ketidakpastian dalam Model
Dalam konteks proses farmasi, ketidakpastian dapat berasal dari variabilitas bahan baku maupun sensor pengukuran. Melalui propagasi ketidakpastian (uncertainty back-propagation), Bano menyoroti pentingnya kuantisasi risiko kegagalan mutu produk sebagai bagian dari identifikasi DS.
Interpretasi Teoretis:
Pendekatan Bayesian digunakan untuk menyusun probabilitas keberhasilan mutu di seluruh domain proses.
Ini merepresentasikan lompatan penting dari pendekatan deterministik menuju paradigma probabilistik.
3. Pemeliharaan DS secara Online di Lingkungan Produksi
Melalui integrasi dynamic state estimator dan adaptive model calibration, Bano menawarkan metode untuk memperbarui DS secara real-time seiring perubahan kondisi operasi pabrik.
Makna Konseptual:
DS tidak dilihat sebagai entitas statis, melainkan sebagai peta dinamis yang perlu dikalibrasi ulang secara kontinu.
Pendekatan ini mencerminkan adaptasi QbD ke dalam kerangka Industry 4.0, di mana data real-time menjadi tulang punggung pengambilan keputusan proses.
4. Perancangan Eksperimen Model-Driven
Untuk mendukung kalibrasi model, Bano mengembangkan metodologi optimal design of experiments (DoE) berbasis Fisher information matrix. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan akurasi estimasi parameter dengan jumlah eksperimen seminimal mungkin.
Hasil Empiris: Simulasi dan Validasi
Disertasi ini menyajikan hasil numerik dari simulasi pada berbagai proses granulasi—high-shear wet granulation, dry granulation, dan roll compaction. Salah satu hasil menarik adalah bahwa variasi parameter proses (misalnya kecepatan impeller, kadar pelarut) berdampak nonlinier terhadap critical quality attributes (CQA) produk akhir.
Sorotan Angka:
Dalam simulasi DS menggunakan PLS inversion, rata-rata probabilitas mutu produk yang memenuhi target berada di atas 90% pada kondisi optimal.
Penggunaan model Bayesian menghasilkan batas kepercayaan terhadap DS sebesar 95%, meningkatkan keyakinan terhadap keputusan operasional.
Refleksi Konseptual atas Teori dan Pendekatan
Kekuatan Konseptual
Bano berhasil menyinergikan berbagai paradigma modeling: deterministic, probabilistic, dan data-driven dalam satu kerangka integratif. Teori yang digunakan tidak hanya kuat secara matematis, tetapi juga memiliki akar aplikatif yang jelas.
Teori Sentral yang Diaplikasikan:
Latent variable modeling untuk reduksi dimensi.
Bayesian inference untuk pengelolaan ketidakpastian.
Model predictive monitoring untuk penyesuaian waktu nyata.
Kritik terhadap Metodologi
Meski metodologi yang dikembangkan memiliki nilai inovatif tinggi, terdapat beberapa hal yang bisa dikritisi:
Ketergantungan pada Model Surrogate
Meski mempercepat perhitungan, pendekatan ini bisa mengaburkan keakuratan interpretasi fisik jika tidak dikalibrasi dengan cermat.
Asumsi Model dalam Keadaan Ideal
Dalam beberapa simulasi, diasumsikan bahwa distribusi kesalahan dan variabilitas bersifat Gaussian, padahal pada kenyataannya bisa jauh lebih kompleks.
Skalabilitas Praktis
Walau studi dilakukan pada skala laboratorium dan simulasi, belum seluruh pendekatan diuji dalam konteks commercial scale-up, yang memiliki tantangan tambahan seperti gangguan eksogen dan variasi batch-to-batch.
Kontribusi Ilmiah: Terobosan dalam Rekayasa Proses Farmasi
Nilai Tambah Utama:
Menyediakan toolbox konseptual dan numerik untuk mendesain proses farmasi secara ilmiah.
Membantu mempercepat adopsi pendekatan QbD di tingkat industri.
Mempromosikan paradigma produksi farmasi berbasis prediktif, bukan reaktif.
Implikasi Ilmiah dan Potensi Lanjutan
Disertasi ini tidak hanya relevan untuk lingkup farmasi, tetapi juga dapat menjadi rujukan dalam pengembangan produk kimia lainnya yang tunduk pada regulasi mutu tinggi. Potensinya dalam process digital twin, sistem real-time quality assurance, serta integrasi dengan kecerdasan buatan sangat besar.
Ke depan, metode Bano bisa diperluas ke dalam pengembangan sistem kendali otomatis berbasis model (model predictive control) serta diintegrasikan dalam rantai pasok farmasi untuk pengambilan keputusan berbasis risiko secara holistik.
Kesimpulan
Gabriele Bano, melalui disertasinya, telah menawarkan paradigma baru dalam pengembangan dan pemeliharaan ruang desain farmasi berbasis QbD. Dengan menggabungkan pendekatan matematis tingkat lanjut dan wawasan praktis dari industri, ia membangun jembatan konseptual yang solid antara teori dan praktik.
Dengan menempatkan ketidakpastian, dinamika proses, dan optimalisasi eksperimen sebagai pilar utama, karya ini layak diapresiasi sebagai salah satu kontribusi paling strategis dalam era modernisasi manufaktur farmasi.
📘 Link resmi publikasi terkait:
https://doi.org/10.1016/j.compchemeng.2018.01.027
https://doi.org/10.1002/aic.16103