Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025
Pendahuluan: Menggagas Kualitas dari Awal dalam Formulasi Obat Herbal
Formulasi obat berbasis tanaman sering kali dihadapkan pada tantangan besar terkait konsistensi, efektivitas, dan standarisasi mutu. Paper ini menunjukkan bahwa mengadopsi pendekatan Quality by Design (QbD)—yang sebelumnya lebih sering diterapkan dalam farmasi modern—dapat memperkuat kredibilitas dan kualitas produk herbal.
Penelitian ini tidak hanya berfokus pada formulasi tablet herbal antidiabetik, tetapi secara konseptual menunjukkan bagaimana QbD dapat membentuk struktur sistematis untuk mengidentifikasi dan mengontrol variabel kritis dalam pengembangan produk alami. Dengan pendekatan reflektif dan kuantitatif, penulis berhasil membangun model formulasi yang memenuhi ekspektasi kualitas, stabilitas, dan efektivitas.
Kerangka Teori: Quality by Design sebagai Pilar Rancangan Mutu Farmasi
QbD merupakan pendekatan ilmiah terstruktur untuk mengembangkan produk dan proses manufaktur yang konsisten terhadap kualitas. Dalam konteks paper ini, QbD digunakan untuk:
Mengidentifikasi parameter kritis dalam pembuatan tablet herbal
Menetapkan atribut mutu penting atau Critical Quality Attributes (CQAs)
Mengembangkan design space sebagai batas aman proses produksi
QTPP (Quality Target Product Profile) dari tablet ini mengacu pada sifat-sifat seperti kemudahan dikonsumsi, kecepatan disintegrasi, kekerasan, dan stabilitas penyimpanan. Dengan memperjelas QTPP sejak awal, formulasi dapat dirancang untuk mengantisipasi tantangan sejak tingkat molekuler hingga kompresi tablet.
Komposisi dan Rasionalisasi Formula
Formulasi terdiri atas ekstrak tanaman dengan efek antidiabetik, yakni:
Gymnema sylvestre
Momordica charantia
Salacia reticulata
Pterocarpus marsupium
Trigonella foenum-graecum
Kelima bahan herbal ini diformulasikan dalam berbagai konsentrasi menggunakan metode wet granulation. Evaluasi menyeluruh mencakup uji pre-kompresi (alur serbuk, kepadatan), pasca-kompresi (kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi), serta uji aktivitas antidiabetik in vivo.
Desain Eksperimen dan Optimasi Statistik
Peneliti menerapkan pendekatan Design of Experiments (DoE) menggunakan Design Expert software versi 11.0 dengan model Simplex Lattice Design, menilai tiga bahan utama (ekstrak herbal) sebagai variabel bebas (X₁, X₂, X₃) terhadap respon kualitas (Y₁ hingga Y₄) seperti:
Kekerasan tablet
Waktu disintegrasi
Aktivitas hipoglikemik
Rendemen produksi
Hasil DoE menunjukkan model statistik yang signifikan dengan F-value tinggi dan p-value <0,05, membuktikan hubungan linear antara komposisi ekstrak dan atribut kualitas.
Hasil Penelitian dan Refleksi Teoretis
1. Evaluasi Pre-Kompresi
Serbuk menunjukkan properti alir baik dengan sudut istirahat (angle of repose) berkisar 28,13°–30,21°, rasio Hausner di bawah 1,25, dan indeks kompresibilitas dalam batas optimal.
🔍 Refleksi: Stabilitas alir serbuk yang baik sangat penting dalam formulasi berbasis granulat basah karena berdampak langsung pada homogenitas campuran dan pengisian cetakan secara seragam.
2. Evaluasi Post-Kompresi
Tablet memiliki kekerasan 4,1–4,7 kg/cm², waktu disintegrasi 3–6 menit, dan kerapuhan kurang dari 0,8%. Hasil ini mendekati standar optimal tablet oral.
🔍 Interpretasi: Nilai-nilai ini mencerminkan keberhasilan dalam mengoptimalkan parameter proses seperti ukuran granula, jumlah pengikat, dan tekanan kompresi. Dengan mempertahankan waktu disintegrasi di bawah 6 menit, tablet tetap efektif tanpa kehilangan kekuatan mekanik.
3. Aktivitas Antidiabetik In Vivo
Uji hipoglikemik pada tikus diabetes menunjukkan penurunan kadar glukosa darah signifikan dalam 6 jam setelah pemberian tablet. Formulasi terpilih menghasilkan penurunan 36–44% kadar glukosa, menyamai efek standar glibenklamid.
🔍 Makna teoritis: Hal ini menunjukkan bahwa sinergi bahan herbal dalam formulasi berhasil dipertahankan dalam bentuk tablet tanpa menurunkan bioaktivitas. Ini mendukung asumsi bahwa QbD mampu mempertahankan integritas farmakologi zat aktif herbal.
4. Optimasi Statistik dan Validasi Model
Model DoE menghasilkan formula optimal dengan proporsi bahan aktif sebagai berikut:
Momordica charantia – 0,2
Gymnema sylvestre – 0,3
Salacia reticulata – 0,5
Model menghasilkan prediksi kekerasan tablet 4,36 kg/cm², waktu disintegrasi 4,2 menit, dan aktivitas hipoglikemik 43,9%. Eksperimen aktual menunjukkan deviasi <5% dari prediksi.
✅ Refleksi teoretis: Ini membuktikan bahwa QbD tidak hanya bersifat teoritik, tetapi dapat memprediksi dengan akurat kinerja produk akhir dalam batas variasi yang sangat rendah.
Narasi Argumentatif Penulis: QbD sebagai Transformasi Praktik Formulasi Herbal
Penulis menyusun argumen bahwa formulasi herbal memerlukan validasi ilmiah yang setara dengan obat sintetik. QbD menyediakan jembatan antara kearifan tradisional dan teknologi modern dengan:
Menetapkan sistem kontrol kualitas sejak awal
Meningkatkan efisiensi eksperimental melalui desain statistik
Memastikan replikasi dan kestabilan produk di tingkat manufaktur
Dalam konteks ini, penulis menghapus batas antara produk “alami” dan “ilmiah,” mengusulkan bahwa semua formulasi—herbal sekalipun—harus tunduk pada prinsip validasi berbasis data.
Kekuatan dan Kritik terhadap Pendekatan Metodologi
Kekuatan:
Aplikasi penuh dari framework QbD dalam formulasi herbal
Integrasi DoE dalam mendesain, menguji, dan mengoptimalkan variabel
Validasi in vivo yang memperkuat klaim bioaktivitas
Kelemahan:
Variasi tanaman tidak dijelaskan secara mendalam — faktor geografis, musim, dan teknik ekstraksi bisa memengaruhi konsistensi bahan baku.
Skalabilitas belum diuji secara industri — formula terbukti di laboratorium, tetapi tidak dibahas dalam konteks batch besar.
Hanya tiga ekstrak utama dalam DoE — tidak melibatkan semua lima tanaman yang digunakan, sehingga potensi sinergi total belum sepenuhnya dieksplorasi.
📌 Saran: Studi lanjutan dapat fokus pada:
Standardisasi bahan baku (misal melalui marker compound)
Simulasi skala pilot
Penambahan variabel organoleptik atau stabilitas jangka panjang
Implikasi Ilmiah dan Potensi Pengembangan
Paper ini menunjukkan bahwa produk herbal dapat ditingkatkan secara ilmiah dengan:
Validasi statistik dalam desain dan evaluasi
Kemampuan prediktif terhadap atribut mutu
Standarisasi proses sebagai bagian dari compliance industri farmasi
Penelitian ini dapat menjadi model awal bagi pengembangan fitofarmaka yang tidak hanya efektif tetapi juga stabil, reproducible, dan memenuhi standar regulasi. Ini mempercepat adopsi terapi alami dalam sistem kesehatan arus utama.
Kesimpulan: Mengintegrasikan Tradisi dan Inovasi melalui QbD
Formulasi tablet antidiabetik herbal dalam studi ini menunjukkan bahwa ketika sains formulasi digabungkan dengan prinsip QbD, hasilnya bukan hanya produk yang efektif, tapi juga dapat diandalkan dan dikendalikan. Dengan mengutamakan prediksi, konsistensi, dan kontrol dari awal, penelitian ini menegaskan bahwa pendekatan berbasis desain bukan hanya masa depan farmasi modern, tetapi juga jembatan antara ilmu tradisional dan teknologi kontemporer.
📎 Link resmi paper (jurnal):
https://www.ijper.org/article/2021/55/4/1207-1215
Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025
Pendahuluan: Transformasi Pendekatan Kualitas dalam Sains Farmasi
Industri farmasi telah lama didominasi oleh paradigma Quality by Testing (QbT), di mana kualitas produk diuji pasca-produksi. Namun, pendekatan ini terbukti tidak efisien dalam menjamin kualitas secara konsisten. Paper ini menandai pergeseran penting menuju Quality by Design (QbD)—sebuah pendekatan sistematis berbasis risiko yang menekankan pentingnya membangun kualitas sejak awal tahap pengembangan.
Penelitian ini menawarkan sebuah studi mendalam mengenai pengembangan partikel fungsional (functionalised particles, FPs) menggunakan teknik pelapisan kering (dry coating), tanpa pelarut atau panas, yang menjadi solusi alternatif terhadap metode konvensional. Dengan mengadopsi kerangka kerja QbD, penulis menjelaskan bagaimana kualitas produk dapat diintegrasikan ke dalam proses itu sendiri, bukan hanya diuji pada akhir.
Kerangka Konseptual: Quality by Design sebagai Dasar Ilmiah
QbD mendasarkan pengembangan produk pada prinsip bahwa kualitas harus dirancang dan tidak sekadar diuji. Dalam konteks ini, penulis memetakan Quality Target Product Profile (QTPP) untuk memastikan pelepasan obat yang terkendali, dan kemudian menetapkan Critical Quality Attributes (CQAs) yang mencerminkan parameter utama produk:
Homogenitas kandungan (RSD)
Laju disolusi ibuprofen
Distribusi ukuran partikel (X10)
Interaksi molekuler melalui spektrum FTIR
Proses produksi dikaji melalui empat Critical Process Parameters (CPPs):
Kecepatan pengaduk
Tekanan udara
Waktu pemrosesan
Ukuran batch
Dengan demikian, paper ini membangun struktur hubungan sebab-akibat antara variabel proses dan atribut mutu akhir.
Metodologi: Integrasi DoE dan Penilaian Risiko
Perancangan Eksperimen:
Desain eksperimen menggunakan pendekatan D-optimal, menghasilkan 26 kombinasi eksperimental (termasuk 4 replikasi) untuk mengevaluasi pengaruh CPP terhadap CQAs.
Penilaian Risiko Awal:
Analisis awal menunjukkan keempat CPP memiliki tingkat risiko sedang hingga tinggi terhadap keseluruhan CQAs, memperkuat urgensi optimasi sistematis.
Hasil Eksperimen dan Refleksi Konseptual
1. Kandungan Homogen (RSD)
Nilai RSD terbaik (2,08%) diperoleh pada kecepatan tinggi (≥1200 rpm), tekanan tinggi (40 psi), waktu singkat (15 menit), dan batch kecil (6 g).
Refleksi teoretis: Ini menunjukkan bahwa gaya mekanis yang optimal memungkinkan partikel ibuprofen terdistribusi merata di permukaan pembawa (MCC), menghindari aglomerasi atau segregasi.
2. Laju Disolusi Ibuprofen
Laju disolusi menurun pada kondisi pelapisan efektif. Campuran fisik menunjukkan 99% pelarutan dalam 60 menit, sedangkan partikel berpelapis hanya 84%—mengindikasikan keberhasilan pembentukan lapisan yang memperlambat pelepasan.
Makna teoritis: Keberhasilan pelapisan mencerminkan modifikasi permukaan yang membatasi kelarutan instan, selaras dengan QTPP pelepasan lambat.
3. Distribusi Ukuran Partikel (X10)
Nilai X10 lebih tinggi tercapai pada kecepatan rendah dan waktu proses panjang, mengindikasikan pembentukan aglomerat. Sebaliknya, batch kecil dan kecepatan tinggi menghasilkan distribusi lebih seragam.
Interpretasi konseptual: Hal ini menunjukkan bahwa kontrol kinetik dan mekanik mendukung pencapaian ukuran partikel target tanpa menciptakan gumpalan tidak diinginkan.
4. Validasi Interaksi Molekuler dengan FTIR
Spektrum FTIR menunjukkan penurunan intensitas pita C=O pada 1708 cm⁻¹ pada partikel berlapis dibandingkan campuran fisik, menandakan terbentuknya ikatan hidrogen antara ibuprofen dan MCC.
Refleksi konseptual: Penurunan ini bukan sekadar data analitik, melainkan representasi molekuler dari terbentuknya interaksi yang mengatur pelepasan obat. Ini memperluas definisi CQA menjadi sesuatu yang juga bersifat kimiawi, bukan hanya fisik.
Visualisasi Desain Ruang Proses (Design Space)
Peta desain mengidentifikasi zona proses optimal:
Kecepatan: 850–1500 rpm
Waktu: 15–60 menit
Tekanan: 40 psi
Ukuran batch: 6 g
Model prediktif menghasilkan R² ≥ 0,85 untuk semua CQAs, membuktikan kekuatan desain DoE dalam memodelkan hasil. Verifikasi kondisi optimal menunjukkan hasil aktual berada dalam deviasi <10% dari prediksi.
Argumentasi Penulis: Dari Eksperimen Menuju Sistem Mutu
Penulis membangun narasi bahwa teknik pelapisan kering, jika diintegrasikan dengan prinsip QbD, mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang tidak hanya terukur, tetapi juga terprediksi. Alih-alih memperbaiki kualitas di akhir, proses ini mengarahkan desain sejak awal agar sesuai dengan profil produk target.
Daftar Poin: Kontribusi Ilmiah Utama Paper Ini
Inovasi teknik: Penggunaan pelapisan kering tanpa pelarut sebagai alternatif ramah lingkungan dan hemat energi.
Validasi molekuler: Integrasi FTIR sebagai CQA menambah dimensi kimia dalam pengendalian mutu.
Prediktivitas proses: Desain eksperimen memungkinkan pencapaian design space yang stabil dan direplikasi.
Penerapan penuh QbD: Dari QTPP hingga verifikasi eksperimental dilakukan secara menyeluruh.
Kritik dan Refleksi Metodologis
Kekuatan:
Pendekatan sistematis dan menyeluruh terhadap prinsip QbD.
Model statistik robust dengan validasi eksperimental aktual.
Integrasi pengukuran molekuler (FTIR) memperkaya dimensi evaluasi.
Kelemahan:
Skalabilitas: Ukuran batch maksimum hanya 20 g, belum mencerminkan kondisi industri.
Model API tunggal: Hanya menggunakan ibuprofen, sehingga generalisasi masih terbatas.
Ketergantungan pada alat prototipe: Implementasi komersial bisa terhambat tanpa spesifikasi peralatan terbuka.
Saran:
Studi lanjutan sebaiknya mencakup skala pilot dan bahan aktif yang memiliki sifat kelarutan berbeda untuk menguji generalisasi metode ini secara lebih luas.
Implikasi dan Potensi Ilmiah
Penelitian ini membuka cakrawala baru dalam formulasi farmasi, terutama dalam:
Menyederhanakan proses manufaktur tanpa kehilangan kontrol mutu.
Mengurangi dampak lingkungan dengan menghilangkan pelarut.
Meningkatkan efisiensi validasi regulasi dengan model yang dapat dijustifikasi secara statistik dan molekuler.
Secara konseptual, studi ini memperlihatkan bagaimana QbD bukan hanya alat manajemen mutu, tetapi kerangka kerja ilmiah untuk memahami dan mengendalikan proses formulasi secara menyeluruh.
Kesimpulan: Memformulasikan Ulang Definisi Kualitas dalam Farmasi
Dengan menyandingkan teknik pelapisan kering dan kerangka kerja QbD, paper ini menunjukkan bahwa kualitas adalah hasil desain yang cermat, bukan sekadar hasil akhir yang diperiksa. Dengan memvalidasi seluruh proses melalui data dan pemahaman molekuler, pendekatan ini membuktikan bahwa masa depan formulasi farmasi terletak pada interseksi antara inovasi proses dan sains mutu.
📎 Link resmi paper (DOI):
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0206651