Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025
Dalam beberapa dekade terakhir, proyek konstruksi skala besar telah menjadi indikator penting dalam pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang. Namun, seiring bertambahnya kompleksitas proyek, muncul tantangan besar yang tidak dapat dihindari, yaitu risiko. Artikel karya Nasser Alsaadi dan Norhayatizakuan yang berjudul “The Impact of Risk Management Practices on the Performance of Construction Projects” memusatkan kajiannya pada keterkaitan antara praktik manajemen risiko dan kinerja proyek konstruksi di Oman, dengan hasil empiris yang menegaskan pentingnya pendekatan proaktif dalam menghadapi ketidakpastian di sektor ini.
Urgensi Penerapan Manajemen Risiko dalam Industri Konstruksi
Penelitian ini menyoroti kenyataan bahwa industri konstruksi merupakan tulang punggung pembangunan infrastruktur modern, sekaligus rentan terhadap berbagai jenis risiko. Di Oman, meskipun pembangunan sedang tumbuh pesat dengan proyek-proyek besar di sektor gas, pariwisata, dan infrastruktur dasar, masih banyak perusahaan konstruksi yang menjalankan proyek secara intuitif tanpa pendekatan manajemen risiko yang sistematis.
Hal ini berdampak serius pada kinerja proyek—diukur melalui tiga parameter utama: ketepatan waktu, efisiensi biaya, dan kualitas hasil pekerjaan. Para peneliti mencatat bahwa ketidaksiapan dalam menghadapi risiko menyebabkan peningkatan kegagalan proyek dari tahun ke tahun di Oman, yang pada akhirnya merugikan perusahaan secara finansial dan reputasi.
Studi Kasus dan Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif berbasis survei dengan menyasar perusahaan-perusahaan konstruksi di Oman yang terdaftar pada Oman Tender Board, dari kategori “grade excellent” hingga “grade second”. Sebanyak 400 kuesioner didistribusikan dan 376 valid dikembalikan. Data dianalisis menggunakan Structural Equation Modeling (SEM), dengan pengolahan statistik yang menyoroti keterkaitan antara empat faktor manajemen risiko—identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, dan respons terhadap risiko—terhadap kinerja proyek.
Hasil statistik menunjukkan bahwa seluruh indikator memiliki nilai critical ratio (C.R.) di atas 1.96, dan signifikansi di bawah 0.05. Artinya, hubungan antar variabel valid secara statistik dan signifikan. Sebagai contoh, hubungan antara risk evaluation dan risk response memiliki nilai C.R. sebesar 5.727, menunjukkan kekuatan hubungan yang tinggi antara evaluasi risiko dengan strategi respons.
Manajemen Risiko sebagai Faktor Penentu Keberhasilan Proyek
Artikel ini menekankan bahwa keberhasilan proyek tidak semata-mata bergantung pada aspek teknis atau pembiayaan, melainkan juga pada kemampuan manajerial dalam mengantisipasi dan mengelola risiko. Dalam konteks Oman, mayoritas perusahaan masih mengandalkan pengalaman subjektif tanpa sistem yang baku. Risiko lebih sering dihindari daripada ditangani, yang memperburuk masalah jangka panjang.
Penerapan manajemen risiko yang efektif memungkinkan perusahaan untuk:
Pembelajaran dari Literatur dan Teori Pendukung
Penulis mengutip berbagai teori dan pendekatan yang mendukung gagasan bahwa manajemen risiko harus dipahami sebagai proses siklikal dan kolaboratif. Model risk management yang digunakan merujuk pada pendekatan dari Hillson (2020) dan Bazin (2017) yang mencakup empat tahap utama: identifikasi risiko, analisis, evaluasi, dan respons. Proses ini dinamis, dan semakin terintegrasi dengan sistem komunikasi serta pengambilan keputusan, semakin besar dampak positifnya terhadap performa proyek.
Penelitian ini juga menggarisbawahi pentingnya peran manajer proyek yang memiliki kompetensi tinggi dalam mengelola risiko. Tanpa keterampilan ini, proyek akan cenderung gagal memenuhi target waktu, biaya, dan kualitas, bahkan dengan dukungan sumber daya yang memadai.
Temuan dan Implikasi Praktis
Analisis data dari 376 responden menunjukkan bahwa praktik manajemen risiko secara signifikan meningkatkan kinerja proyek konstruksi. Ditemukan bahwa keempat elemen manajemen risiko memiliki hubungan korelatif yang kuat satu sama lain, dan semuanya berdampak positif terhadap keberhasilan proyek. Nilai RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) sebesar 0.044 dan CFI (Comparative Fit Index) sebesar 0.960 menunjukkan bahwa model yang digunakan memiliki tingkat kecocokan yang sangat baik dengan data.
Implikasi praktis dari temuan ini sangat luas, terutama bagi negara-negara berkembang yang tengah giat membangun infrastruktur. Penulis menyarankan perlunya kebijakan strategis dari pemerintah dan pemangku kepentingan industri konstruksi untuk:
Kritik dan Rekomendasi
Meskipun artikel ini berhasil menjawab pertanyaan utama penelitian, yaitu bagaimana manajemen risiko memengaruhi kinerja proyek di Oman, terdapat beberapa kekurangan yang bisa diperbaiki dalam penelitian selanjutnya. Pertama, cakupan penelitian masih terbatas pada Oman, padahal hasilnya bisa lebih kuat jika dibandingkan dengan negara-negara Teluk lainnya. Kedua, meskipun metode kuantitatif memberikan validitas statistik, pendekatan kualitatif seperti wawancara mendalam dengan manajer proyek akan memberikan wawasan yang lebih kontekstual.
Untuk penelitian lanjutan, disarankan dilakukan studi lintas negara di kawasan Timur Tengah atau Asia Tenggara, dengan mempertimbangkan faktor budaya organisasi dan regulasi pemerintah yang memengaruhi penerapan manajemen risiko. Penelitian juga bisa dikembangkan dengan menambahkan variabel lain seperti penggunaan teknologi (misalnya Building Information Modeling/BIM) dalam mitigasi risiko.
Relevansi dengan Tren Industri Konstruksi Global
Saat ini, sektor konstruksi global tengah menghadapi tantangan ganda: meningkatnya tekanan biaya dan ketidakpastian rantai pasok akibat faktor geopolitik dan perubahan iklim. Dalam konteks ini, penerapan manajemen risiko bukan lagi pilihan melainkan keharusan. Artikel ini memberikan dasar teoretis dan empiris yang kuat tentang bagaimana pendekatan ini tidak hanya mengurangi kerugian, tetapi juga menciptakan keunggulan kompetitif.
Penting juga dicatat bahwa praktik manajemen risiko saat ini semakin berbasis data dan otomatisasi. Di beberapa negara maju, sistem manajemen risiko telah terintegrasi dengan perangkat lunak proyek seperti Primavera atau MS Project yang dipadukan dengan analitik prediktif. Jika Oman dan negara-negara berkembang lainnya mampu mengadopsi inovasi ini, mereka akan lebih siap menghadapi tantangan masa depan.
Kesimpulan
Resensi ini menegaskan bahwa artikel karya Nasser Alsaadi dan Norhayatizakuan menyuguhkan kontribusi penting dalam pemahaman tentang hubungan antara praktik manajemen risiko dan performa proyek konstruksi. Dengan studi kasus di Oman, mereka berhasil membuktikan secara statistik bahwa penerapan manajemen risiko yang sistematis memiliki dampak signifikan terhadap kesuksesan proyek, baik dari segi waktu, biaya, maupun kualitas.
Secara keseluruhan, artikel ini menjadi rujukan penting bagi akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan yang ingin memahami dan mengimplementasikan manajemen risiko sebagai alat strategis dalam industri konstruksi. Dengan pendekatan yang lebih holistik dan berbasis bukti, diharapkan praktik manajemen risiko dapat menjadi budaya baru yang mendukung keberhasilan proyek-proyek infrastruktur, terutama di negara-negara berkembang.
Sumber Artikel:
Alsaadi, Nasser & Norhayatizakuan. "The Impact of Risk Management Practices on the Performance of Construction Projects." Revista de Estudios Empresariales. Segunda Época, Volumen 39-4, 2020.
Perencanaan tata ruang wilayah
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025
Megaproject bukanlah proyek biasa. Dengan anggaran yang sering melebihi 1 miliar dolar AS, masa pelaksanaan hingga lebih dari satu dekade, dan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan dari sektor publik dan swasta, megaproject menjadi medan uji paling ekstrem dalam manajemen proyek. Seperti ditunjukkan oleh Sanchez-Cazorla et al. (2017), karakteristik megaproject — mulai dari ketidakpastian, ambiguitas, dinamika sosial-politik, hingga antarmuka teknis — membuat pengelolaan risikonya lebih penting dan jauh lebih kompleks dibanding proyek skala kecil-menengah.
Tujuan Penelitian: Mengisi Kesenjangan Pengetahuan
Penelitian ini bertujuan menyusun tinjauan sistematis tentang manajemen risiko dalam megaproject, dengan fokus utama pada fase identifikasi risiko. Penulis menyusun:
Kerangka Teori: Mengapa Identifikasi Risiko Itu Kritis?
Manajemen risiko, menurut Project Management Institute (2013), merupakan proses sistematis untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan merespons risiko. Dalam konteks megaproject, proses ini menjadi kunci keberhasilan, karena keterlambatan, pembengkakan biaya, dan konflik kepentingan dapat menyebabkan proyek gagal total — bahkan hingga merugikan negara atau instansi pengelola.
Identifikasi risiko menjadi fase paling krusial. Tanpa identifikasi, risiko tidak bisa ditangani. Bahkan, semakin dini risiko dikenali, semakin rendah biaya dan upaya mitigasi yang dibutuhkan (Fukayama et al., 2008).
Metodologi: Tinjauan Literatur Sistematis
Proses Penelitian
Tim penulis menggunakan pendekatan systematic literature review dengan lima tahap:
Statistik Bibliometrik
Temuan Utama: Kategori Risiko dalam Megaproject
Penulis menyusun sembilan kategori risiko utama sebagai panduan praktis:
1. Risiko Desain
Terkait pemilihan metode pelaksanaan, studi kelayakan, dan akuisisi lahan. Risiko ini lazim di tahap awal dan dapat berdampak sistemik ke seluruh siklus proyek.
2. Risiko Legal dan Politik
Misalnya, perubahan regulasi, pembatalan izin, atau intervensi pemerintah. Sebagai contoh, proyek di Turki yang dianalisis oleh Owens et al. (2012) menunjukkan betapa cepatnya lingkungan regulasi bisa berubah.
3. Risiko Kontraktual
Melibatkan ketidakjelasan isi kontrak, renegosiasi sepihak, atau konflik antar pihak dalam PPP (Public–Private Partnership). Contoh muncul dalam proyek jalan tol di Brasil.
Kategori paling dominan (43,37%) dalam literatur. Mencakup keterlambatan, kesalahan teknis, atau kegagalan spesifikasi teknis. Salah satu studi menarik berasal dari Heathrow Terminal 5, yang mengalami penundaan karena kesalahan perencanaan teknis.
5. Risiko Operasional dan Pemeliharaan
Biasanya muncul pasca konstruksi, seperti kesalahan manajemen fasilitas, inefisiensi operasional, atau ketidaksesuaian performa.
6. Risiko Tenaga Kerja
Meliputi pelatihan, keselamatan kerja, dan tantangan komunikasi lintas budaya — terutama relevan dalam proyek internasional dengan tenaga kerja multinasional.
7. Risiko Sosial dan Konsumen
Dibagi menjadi:
8. Risiko Finansial dan Ekonomi
Termasuk devaluasi mata uang, inflasi, masalah likuiditas, atau kesalahan prediksi pendapatan jangka panjang.
9. Force Majeure
Bencana alam, perang, atau terorisme yang tidak dapat dikendalikan dan berdampak sistemik terhadap jadwal dan anggaran.
Studi Kasus: Heathrow Terminal 5 dan Gideon’s Gang
Studi pada proyek Terminal 5 di Heathrow menunjukkan kompleksitas manajemen risiko di lingkungan berisiko tinggi. Isu desain dan konstruksi menjadi hambatan utama, ditambah tekanan publik yang kuat karena pengaruh media. Sementara proyek "Gideon’s Gang" (sebuah inisiatif infrastruktur lingkungan) menunjukkan pentingnya keterlibatan masyarakat sejak dini untuk menghindari risiko reputasi dan resistensi sosial.
Kelemahan dan Rekomendasi Penelitian Lanjutan
Penelitian ini mengakui keterbatasan berikut:
Penulis merekomendasikan penelitian lebih lanjut dalam:
Implikasi Praktis: Panduan bagi Manajer Proyek
Bagi praktisi, artikel ini menyediakan peta risiko yang komprehensif dan aplikatif untuk tahap identifikasi risiko awal. Dalam praktik, daftar risiko dan klasifikasinya dapat digunakan untuk:
Kesimpulan: Identifikasi Risiko sebagai Pondasi Kesuksesan Megaproject
Melalui tinjauan literatur yang sistematis, Sanchez-Cazorla dan tim memberikan kontribusi penting dalam memahami dan mengkategorikan risiko megaproject. Penelitian ini menjadi dasar kuat untuk menyusun strategi manajemen risiko sejak tahap paling awal, yaitu identifikasi. Dalam konteks industri yang semakin sarat proyek berskala besar — seperti infrastruktur IKN, proyek kereta cepat, atau pembangkit energi terbarukan — pendekatan ini menjadi semakin relevan dan mendesak untuk diterapkan.
Sumber Asli:
Sanchez-Cazorla, A., Alfalla-Luque, R., & Irimia-Diéguez, A. (2017). Risk Identification in Megaprojects as a Crucial Phase of Risk Management: A Literature Review. Project Management Journal, 47(6), 75–93. DOI: 10.1177/875697281604700606.
Perencanaan tata ruang wilayah
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025
Dalam era perubahan iklim dan urbanisasi yang kian pesat, kebutuhan akan sistem pendukung keputusan berbasis risiko dalam perencanaan tata ruang menjadi semakin penting. Artikel bertajuk “Integrating Risk Assessment into Spatial Planning: RiskOTe Decision Support System” oleh Nelson Mileu dan Margarida Queirós memaparkan bagaimana sistem pendukung keputusan spasial (SDSS) yang dikembangkan melalui RiskOTe dapat membantu perencana kota memahami, menganalisis, dan menanggapi risiko bencana secara lebih sistematis. Dengan menggunakan studi kasus di kota Oeiras, Portugal, artikel ini menggabungkan pendekatan kuantitatif dan spasial untuk mengintegrasikan risiko ke dalam kebijakan tata guna lahan, menghasilkan wawasan berharga yang sangat relevan bagi banyak kota yang rentan terhadap risiko alam dan teknologi.
Tantangan dalam Perencanaan Spasial dan Peran Risiko
Artikel ini dibuka dengan latar belakang meningkatnya relevansi sistem pendukung keputusan (DSS) dalam manajemen risiko bencana, terutama karena dampak bencana alam yang semakin besar terhadap komunitas dan ekonomi global. Ditekankan bahwa meskipun pemetaan risiko telah menjadi alat yang umum, cara penggunaannya dalam proses perencanaan ruang belum optimal. Inilah celah yang coba diisi oleh RiskOTe SDSS, sebuah sistem pendukung keputusan berbasis spasial yang dirancang untuk membantu pengambil kebijakan memahami kompleksitas hubungan antara bahaya, kerentanan, dan konsekuensi risiko.
Arsitektur dan Metodologi RiskOTe
RiskOTe dibangun berdasarkan kerangka penilaian risiko semi-kuantitatif yang memadukan indeks bahaya dan indeks konsekuensi. Rumus dasar yang digunakan adalah:
Risk = Hazard × Consequences
Komponen konsekuensi ini mencakup empat dimensi kerentanan utama—fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan—yang masing-masing dihitung dengan indeks tersendiri. Misalnya, indeks kerentanan sosial dihitung menggunakan formula yang mempertimbangkan rasio usia, gender, status pengangguran, kewarganegaraan, dan struktur keluarga. Demikian pula, indeks fisik mempertimbangkan populasi, bangunan, dan infrastruktur.
Data untuk model ini berasal dari database lokal dan sensus penduduk tahun 2011, yang kemudian dianalisis melalui sistem berbasis PostgreSQL dan PostGIS dengan antarmuka visual berbasis HTML5, JavaScript, dan pustaka GIS seperti OpenLayers dan GeoExt.
Studi Kasus: Kota Oeiras
Untuk menguji RiskOTe, penulis menggunakan kota Oeiras—sebuah kawasan metropolitan di pinggiran Lisbon—sebagai laboratorium nyata. Kota ini memiliki 172.120 penduduk dan karakteristik urbanisasi yang tinggi, serta ancaman multi-risiko seperti banjir, kebakaran hutan, gempa bumi, tsunami, dan tanah longsor.
Skenario Pertama: Evaluasi Dasar
Skenario awal menggunakan bobot default dan memetakan daerah di paroki Porto Salvo. Risiko utama adalah kebakaran semak dengan nilai indeks bahaya 2.89 dan konsekuensi rendah (0.92). Sistem menyimpulkan bahwa risiko keseluruhan adalah "rendah", dengan rekomendasi bahwa pembangunan diizinkan, tetapi masyarakat perlu sadar terhadap bahaya yang ada. Hanya tiga infrastruktur jalan lokal yang terpapar, dan waktu respons ke rumah sakit sekitar 13–14 menit serta ke stasiun pemadam kebakaran 6–7 menit.
Skenario Kedua: Dampak Peningkatan Kerentanan
Skenario ini mensimulasikan pembangunan baru yang menambah 70 penduduk dan 10 bangunan, tanpa mengubah bobot atau lokasi. Hasilnya menunjukkan peningkatan indeks konsekuensi menjadi 1.59 dan peningkatan level risiko menjadi "sedang". Meskipun demikian, model tetap merekomendasikan pembangunan dengan syarat adanya demonstrasi kondisi keamanan dan langkah mitigasi.
Skenario Ketiga: Area Perkotaan Rentan Banjir
Skenario ini diterapkan di pusat kota Oeiras, dekat sungai Laje dan stasiun kereta. Daerah tersebut memiliki indeks bahaya banjir sebesar 2.98 dan indeks konsekuensi sebesar 1.26, menghasilkan klasifikasi risiko “sedang”. Rekomendasi tetap sama: pembangunan diizinkan dengan catatan harus ada langkah mitigasi yang jelas.
Evaluasi Model dan Keterbatasan
Hasil skenario menunjukkan bahwa RiskOTe cenderung tidak terlalu restriktif terhadap perubahan tata guna lahan kecuali kedua komponen—bahaya dan konsekuensi—bernilai tinggi secara bersamaan. Hal ini mencerminkan pendekatan yang lebih fleksibel dan kontekstual daripada sistem konvensional yang biasanya berbasis larangan absolut.
Namun, artikel ini juga dengan jujur menyoroti sejumlah keterbatasan. Pertama adalah kesulitan memperoleh data moneter atau nilai strategis untuk semua elemen yang terekspos. Kedua, penggabungan indeks kerentanan yang sangat kompleks dapat menimbulkan persoalan dalam pembobotan dan perbandingan. Ketiga, unit analisis terkecil yang digunakan adalah blok statistik, yang menimbulkan isu klasik seperti modifiable areal unit problem (MAUP). Keempat, keterbatasan dalam memperhitungkan dinamika populasi harian dan musiman juga menambah tantangan dalam akurasi penilaian risiko.
Nilai Tambah dan Implikasi Industri
Keunggulan utama RiskOTe adalah pada fleksibilitasnya. Model ini tidak hanya menyediakan perhitungan risiko, tetapi juga dilengkapi alat perbandingan skenario dan visualisasi berbasis web yang mudah diakses tanpa memerlukan keahlian GIS tingkat lanjut. Bagi pemerintah kota, alat ini memungkinkan proses perencanaan yang lebih adaptif dan responsif terhadap kondisi lokal.
Dalam konteks tren global, RiskOTe sangat relevan mengingat kebutuhan akan integrasi antara tata ruang dan manajemen risiko semakin mendesak, terutama pasca-pandemi dan di tengah ancaman perubahan iklim. Kota-kota yang berkembang cepat, seperti Jakarta, Manila, atau Lagos, dapat sangat diuntungkan dari penerapan sistem serupa yang disesuaikan dengan data lokal.
Sebagai catatan tambahan, langkah ke depan yang direkomendasikan penulis adalah memigrasikan sistem sepenuhnya ke platform open-source seperti Python dan GitHub, sehingga dapat digunakan oleh lebih banyak pemerintah daerah.
Kesimpulan
RiskOTe SDSS merupakan inovasi penting dalam bidang perencanaan tata ruang berbasis risiko. Dengan pendekatan semi-kuantitatif yang menggabungkan analisis bahaya, kerentanan, dan eksposur, sistem ini menghadirkan platform yang tidak hanya informatif tetapi juga strategis. Meski terdapat keterbatasan data dan metodologi, fleksibilitas sistem memungkinkan penyesuaian lebih lanjut. Implementasinya di kota Oeiras membuktikan bahwa pengambilan keputusan dalam transformasi penggunaan lahan dapat dilakukan secara lebih cermat dan berbasis bukti. Bagi perencana kota dan pembuat kebijakan, RiskOTe bisa menjadi contoh konkret bagaimana teknologi dapat menjembatani antara analisis spasial dan tindakan nyata dalam pengelolaan risiko perkotaan.
Sumber artikel asli:
Mileu, N., & Queirós, M. (2018). Integrating Risk Assessment into Spatial Planning: RiskOTe Decision Support System. International Journal of Geo-Information, 7(5), 184.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025
Dalam dunia konstruksi, risiko adalah keniscayaan yang melekat dalam setiap fase proyek. Artikel “Identifikasi dan Mitigasi Risiko pada Proyek Konstruksi Menggunakan Metode House of Risk: Studi Kasus” oleh Heri Tri Irawan dan rekan-rekannya menghadirkan analisis tajam terhadap risiko yang dihadapi dalam proyek perumahan Grand Keutapang oleh PT. Rigis Beukarya Property. Dengan menggunakan metode House of Risk (HOR), penelitian ini berhasil menyusun strategi mitigasi berbasis data dan analisis matematis yang relevan dengan kondisi lapangan.
Latar Belakang dan Urgensi Penelitian
Proyek perumahan Grand Keutapang yang dikerjakan oleh PT. Rigis Beukarya Property di Aceh Barat mengalami berbagai kendala, mulai dari pembengkakan biaya (over budget), keterlambatan pengiriman material, hingga cuaca buruk yang menghambat aktivitas konstruksi. Masalah ini bukan sekadar gangguan kecil, melainkan berpotensi menyebabkan kerugian besar secara finansial dan reputasi perusahaan.
Artikel ini menegaskan bahwa risiko dalam proyek konstruksi bersifat tak terhindarkan, namun bukan berarti tak bisa dikendalikan. Dalam konteks ini, metode HOR menjadi alat yang tepat untuk mengidentifikasi, mengukur, dan merancang strategi mitigasi terhadap risiko-risiko utama.
Metode Penelitian: House of Risk sebagai Kerangka Analisis
Metode House of Risk yang digunakan terbagi menjadi dua fase. Fase pertama bertujuan mengidentifikasi dan memetakan kejadian risiko (risk event) serta agen risiko (risk agent), kemudian menghitung nilai Aggregate Risk Potential (ARP) untuk menentukan prioritas risiko. Fase kedua fokus pada penyusunan aksi mitigasi dan perhitungan nilai Effectiveness to Difficulty Ratio (ETDk) guna menentukan prioritas tindakan yang paling efektif dan realistis diterapkan.
Metode ini telah terbukti efektif dalam berbagai proyek, termasuk pembangkit listrik, konstruksi sipil, dan rantai pasok. Dalam konteks proyek Grand Keutapang, HOR diaplikasikan untuk menyaring dari sekian banyak risiko hanya lima agen risiko paling dominan berdasarkan nilai ARP.
Identifikasi Risiko: Lima Agen Risiko Dominan
Dari total 19 agen risiko yang teridentifikasi, lima dinyatakan sebagai prioritas utama berdasarkan nilai ARP tertinggi:
Sebagai contoh, A14 merupakan agen risiko dengan dampak paling besar karena buruknya koordinasi antara pemilik proyek, kontraktor, dan subkontraktor sering kali menyebabkan miskomunikasi, keterlambatan, serta pekerjaan ulang yang merugikan.
Studi Kasus: Risiko dalam Proyek Grand Keutapang
Penelitian ini memanfaatkan observasi lapangan dan wawancara dengan tenaga ahli proyek Grand Keutapang untuk mengidentifikasi kejadian risiko. Contoh nyata dari risiko yang terjadi adalah keterlambatan proyek akibat izin yang lambat (E1), serta kenaikan harga material yang tidak terantisipasi dalam kontrak (E2). Selain itu, ditemukan juga adanya pekerjaan yang harus diulang karena kesalahan teknis (E5), serta hambatan akibat cuaca ekstrem (E9).
Setiap kejadian ini dikaitkan dengan satu atau beberapa agen risiko. Melalui wawancara dan kuesioner, tim peneliti memberikan bobot pada setiap relasi antara risk event dan risk agent, yang menjadi dasar kalkulasi ARP.
Fase Mitigasi: Menyusun Strategi Berdasarkan Data
Setelah agen risiko dominan teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah menyusun strategi mitigasi. Lima aksi mitigasi yang dirancang antara lain:
Strategi PA5 menjadi prioritas tertinggi karena komunikasi yang efektif terbukti mampu mengurangi miskomunikasi, mempercepat pengambilan keputusan, dan memperkuat koordinasi antar pihak. Strategi ini menjadi krusial dalam mengatasi agen risiko A14 yang memiliki nilai ARP tertinggi.
Sementara itu, strategi PA3 relevan untuk meminimalisasi kesalahan teknis dan pengulangan pekerjaan. Dengan checklist yang jelas, pengawasan terhadap proses pembangunan dapat lebih akurat. Sedangkan PA1 membantu membangun disiplin kerja melalui sistem sanksi dan reward yang terstruktur.
Visualisasi Risiko dan Evaluasi Strategi
Penggunaan diagram Pareto menjadi nilai tambah dari penelitian ini. Diagram tersebut menunjukkan bahwa 27,3% dari total agen risiko menyumbang terhadap 72,7% potensi kerugian, menegaskan prinsip Pareto 80:20. Dengan berfokus pada lima agen risiko dominan, upaya mitigasi dapat diarahkan secara lebih efisien dan berdampak luas.
Diagram ETD juga menegaskan bahwa tiga strategi mitigasi pertama (PA5, PA3, PA1) menyumbang 62% dari total efektivitas mitigasi, menjadikannya prioritas utama untuk implementasi di lapangan.
Kekuatan dan Kontribusi Penelitian
Salah satu kekuatan utama dari artikel ini adalah pendekatan empiris berbasis data lapangan dan integrasi metode kuantitatif yang kuat. Penggunaan House of Risk, disertai dengan wawancara expert dan kuesioner, menghasilkan analisis risiko yang tajam dan actionable. Selain itu, artikel ini juga menunjukkan aplikasi nyata dari teori manajemen risiko dalam dunia konstruksi, menjadikannya referensi penting baik untuk akademisi maupun praktisi.
Penelitian ini juga memberi kontribusi pada literatur lokal Indonesia terkait manajemen risiko proyek konstruksi, terutama untuk proyek berskala regional yang sering diabaikan dalam kajian besar.
Kritik dan Catatan Tambahan
Meskipun penelitian ini sangat sistematis, ada beberapa hal yang bisa ditingkatkan. Pertama, strategi mitigasi sebaiknya dilengkapi dengan estimasi biaya implementasi agar pengambil keputusan dapat menimbang cost-benefit secara konkret. Kedua, partisipasi responden dari berbagai level manajemen (bukan hanya expert teknis) dapat memberi perspektif yang lebih luas, terutama terkait strategi komunikasi dan pengawasan.
Dari sisi metode, meskipun HOR sangat cocok untuk pendekatan struktural, integrasinya dengan metode FMEA atau Monte Carlo Simulation bisa memperkaya pemodelan risiko dan prediksi dampaknya.
Relevansi dengan Tren Industri Konstruksi
Dalam era pascapandemi dan ketidakstabilan global, proyek konstruksi semakin rentan terhadap risiko eksternal seperti inflasi, gangguan pasokan, hingga perubahan kebijakan. Dalam konteks ini, metodologi seperti HOR menjadi semakin relevan. Industri konstruksi dituntut bukan hanya menyelesaikan proyek tepat waktu, tetapi juga meminimalkan potensi kerugian di tengah ketidakpastian.
Proyek-proyek infrastruktur di Indonesia, terutama perumahan rakyat, bisa mengadopsi model mitigasi yang sama untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas proyek.
Kesimpulan: Perencanaan Risiko Bukan Pilihan, Tapi Keharusan
Paper ini menyajikan contoh konkret bagaimana identifikasi dan mitigasi risiko dapat mengurangi potensi kerugian dalam proyek konstruksi. PT. Rigis Beukarya Property menunjukkan bahwa pendekatan struktural seperti House of Risk bukan hanya alat bantu analisis, melainkan juga strategi pengambilan keputusan yang praktis dan berdampak.
Dengan mengutamakan komunikasi efektif, checklist komprehensif, serta sistem pengawasan yang disiplin, perusahaan dapat mengelola proyek dengan lebih terkendali. Studi kasus ini menjadi inspirasi bagaimana proyek-proyek lokal di Indonesia bisa mengadopsi manajemen risiko modern untuk mencapai hasil yang optimal.
Sumber Asli
Heri Tri Irawan, Iing Pamungkas, Hasnita, T. Soleh Fauza. “Identifikasi dan Mitigasi Risiko pada Proyek Konstruksi Menggunakan Metode House of Risk: Studi Kasus.” Jurnal Optimalisasi, Vol. 10, No. 01, April 2024.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025
Dalam dunia konstruksi, risiko adalah hal yang tak bisa dihindari. Setiap proyek mengandung ketidakpastian, mulai dari biaya, waktu, hingga kualitas hasil pekerjaan. Artikel karya Muhammad Zainuddin Fathoni yang dimuat dalam Jurnal Penelitian dan Aplikasi Sistem & Teknik Industri (PASTI) Vol. XIV No. 2 tahun 2020, menyajikan sebuah studi penting mengenai bagaimana pendekatan manajemen risiko kualitatif diterapkan pada proyek pembuatan lintel set point oleh PT. XYZ. Dengan pendekatan sistematis berbasis standar AS/NZS 4360:2004, artikel ini tidak hanya mengidentifikasi berbagai potensi risiko tetapi juga menawarkan strategi mitigasi yang konkret. Resensi ini akan mengupas lebih dalam temuan-temuan utama dalam artikel tersebut, menghubungkannya dengan tren manajemen risiko konstruksi, dan menawarkan perspektif tambahan dalam konteks proyek-proyek besar yang kompleks.
Proyek Konstruksi dan Pentingnya Manajemen Risiko
Artikel ini berangkat dari realitas bahwa proyek konstruksi selalu diwarnai oleh berbagai risiko. Khususnya, proyek pembuatan lintel set point yang menjadi objek studi merupakan bagian dari pengembangan tambang Deep Mill Level Zone (DMLZ), sebuah fasilitas ekstraksi bawah tanah yang berada sekitar 1.600 meter di bawah permukaan. Proyek ini bukan hanya kompleks secara teknis, tetapi juga beroperasi dalam lingkungan yang penuh tantangan dari sisi geografis, cuaca, dan sosial.
Lintel set point sendiri merupakan struktur baja penyangga penting dalam sistem tambang bawah tanah. Oleh karena itu, keberhasilan proyek ini sangat tergantung pada manajemen risiko yang efektif untuk memastikan keselamatan kerja, ketepatan waktu, efisiensi biaya, dan mutu konstruksi.
Metodologi: Pendekatan Kualitatif yang Sistematis
Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah analisis risiko kualitatif dengan mengukur tingkat probabilitas dan dampak dari masing-masing risiko menggunakan matriks risiko berbasis standar AS/NZS 4360:2004. Proses pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara kepada pemangku kepentingan proyek, termasuk manajer proyek dan pemilik perusahaan.
Pendekatan ini dinilai tepat untuk jenis proyek yang berisiko tinggi namun masih berada dalam tahap eksplorasi dan perencanaan rinci. Dalam praktik industri, pendekatan kualitatif kerap menjadi tahap awal untuk kemudian dilanjutkan dengan pendekatan kuantitatif apabila diperlukan alokasi anggaran lebih rinci atau keputusan investasi besar.
Hasil: Identifikasi dan Klasifikasi Risiko
Penelitian berhasil mengidentifikasi 27 jenis risiko yang dikelompokkan ke dalam 10 kategori besar, yaitu: material, peralatan, tenaga kerja, kontrak, kondisi lokasi fisik, kondisi alam, kondisi sosial, manajemen kontraktor, metode konstruksi, dan aspek kesehatan serta keselamatan kerja (K3).
Dari seluruh risiko tersebut, klasifikasi berdasarkan tingkat risiko menunjukkan 4 risiko dalam kategori “sangat tinggi”, 11 risiko “tinggi”, 11 risiko “sedang”, dan 1 risiko “rendah”. Risiko yang berada di kategori sangat tinggi adalah:
Sebagai contoh konkret, keterlambatan pengiriman material dipetakan memiliki kemungkinan sering terjadi (level B) dengan dampak yang sangat tinggi (level 5), terutama karena proyek ini beroperasi dalam lingkungan terpencil yang sulit dijangkau logistik. Sementara itu, faktor cuaca juga menjadi tantangan besar karena lingkungan tambang yang rawan hujan dan membutuhkan pengeringan sebelum pengerjaan tahap-tahap kritis.
Studi Kasus: PT. XYZ dan Proyek Lintel Set Point
PT. XYZ adalah kontraktor pemenang tender proyek ini, yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur. Dalam menjalankan proyek, perusahaan ini menghadapi tantangan seperti lokasi sempit, cuaca tak menentu, dan tekanan deadline dari klien. Data dari proyek menunjukkan bahwa risiko material—seperti keterlambatan pengiriman dan kenaikan harga—berdampak langsung pada jadwal dan margin keuntungan perusahaan.
Salah satu strategi mitigasi risiko yang diterapkan adalah pemilihan supplier berdasarkan kriteria ketat. Langkah ini menjadi penting dalam memastikan pengiriman tepat waktu serta kualitas material yang sesuai spesifikasi. Selain itu, PT. XYZ menerapkan strategi teknis seperti pemasangan tenda atau terpal di area kerja, penggunaan blower fan dan lampu pijar untuk mempercepat pengeringan material, serta pemasangan atap lebih awal untuk mengantisipasi hujan.
Strategi mitigasi risiko lainnya adalah penerapan sanksi bagi pekerja atau supplier yang lalai. Di sisi K3, perusahaan mulai menerapkan pelatihan rutin, mewajibkan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), dan membentuk divisi khusus K3 sebagai bentuk komitmen terhadap keselamatan kerja.
Analisis Kritis: Kelebihan, Kekurangan, dan Relevansi Industri
Artikel ini memiliki kekuatan utama pada kelengkapan proses identifikasi risiko dan kejelasan dalam menetapkan klasifikasi berdasarkan kombinasi probabilitas dan dampak. Standar AS/NZS 4360:2004 memberikan kerangka kerja yang kredibel dan dapat diandalkan. Selain itu, penggunaan pendekatan kualitatif relevan bagi proyek-proyek awal atau yang belum memiliki data numerik cukup untuk kuantifikasi risiko.
Namun, terdapat beberapa hal yang bisa ditingkatkan. Pertama, artikel belum menyertakan simulasi dampak risiko secara finansial, yang sangat penting dalam perhitungan nilai ekspektasi kerugian atau alokasi cadangan risiko. Kedua, meskipun analisis kualitatif dilakukan cukup komprehensif, pendekatan kuantitatif seperti Monte Carlo Simulation atau analisis sensitivity bisa ditambahkan untuk memperkuat validitas keputusan mitigasi. Ketiga, responden hanya terbatas pada internal perusahaan (owner dan manajer proyek), padahal wawasan dari pihak ketiga seperti konsultan atau pengguna akhir juga bisa memperkaya perspektif.
Dari sisi relevansi industri, artikel ini sangat cocok untuk diterapkan dalam berbagai proyek infrastruktur dan konstruksi skala menengah hingga besar, terutama pada sektor pertambangan, energi, dan industri berat. Banyak perusahaan konstruksi lokal di Indonesia masih minim dalam penerapan manajemen risiko terstruktur. Penelitian seperti ini dapat menjadi acuan untuk mengembangkan sistem dokumentasi dan pengendalian risiko internal perusahaan secara sistematis.
Kesimpulan: Manajemen Risiko Sebagai Pilar Keberhasilan Proyek
Keseluruhan, artikel karya Fathoni ini membuktikan bahwa pendekatan kualitatif berbasis matriks risiko dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengelolaan proyek konstruksi. Dalam kasus proyek pembuatan lintel set point, identifikasi dan pengendalian risiko dilakukan secara sistematis dan memberikan hasil konkret dalam mencegah kerugian dan mempercepat penyelesaian proyek. Penelitian ini juga menekankan pentingnya integrasi fungsi manajemen risiko ke dalam seluruh tahapan proyek, dari perencanaan hingga eksekusi.
Penggunaan strategi mitigasi seperti seleksi supplier, pengawasan intensif, hingga penguatan aspek K3 membuktikan bahwa dengan tindakan yang tepat, risiko tinggi sekalipun dapat dikendalikan. Dalam jangka panjang, model yang digunakan PT. XYZ ini dapat direplikasi untuk proyek lain dengan risiko serupa, dengan tetap mempertimbangkan adaptasi terhadap kondisi spesifik proyek.
Sebagai penutup, artikel ini memberikan pesan kuat kepada dunia konstruksi Indonesia: bahwa investasi pada sistem manajemen risiko bukanlah beban tambahan, melainkan jaminan keberhasilan proyek. Perusahaan konstruksi yang mampu memetakan dan merespons risiko secara sistematis memiliki peluang lebih besar untuk menyelesaikan proyek dengan efisien, aman, dan sesuai target.
Sumber asli artikel:
Fathoni, Muhammad Zainuddin. (2020). Analisis Risiko Pada Proyek Pembuatan Lintel Set Point Dengan Metode Kualitatif (Studi Kasus: PT. XYZ). Jurnal Penelitian dan Aplikasi Sistem & Teknik Industri (PASTI), Vol. XIV No. 2, Agustus 2020, pp. 113–126.
Manajemen Risiko
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025
Dalam dunia konstruksi yang semakin dinamis dan penuh tekanan waktu, keterlambatan proyek bukan lagi sekadar isu teknis, tetapi dapat berdampak sistemik terhadap biaya, kepuasan klien, bahkan reputasi perusahaan. Artikel ilmiah berjudul “Analisis Faktor Risiko terhadap Keterlambatan Proyek Konstruksi The Himana Condotel” karya Ni Made Sintya Rani dan Ni Kadek Sri Ebtha Yuni memberikan gambaran konkret mengenai bagaimana berbagai elemen risiko dapat menggagalkan rencana proyek secara keseluruhan, khususnya melalui studi kasus pembangunan The Himana Condotel di Badung, Bali.
Konteks dan Urgensi Penelitian
Proyek The Himana Condotel diinisiasi dengan durasi target 18 bulan, namun kenyataan di lapangan menunjukkan penyimpangan dari jadwal akibat berbagai kendala. Dalam konteks pembangunan gedung yang pesat di Kabupaten Badung, proyek ini menjadi studi kasus yang sangat relevan untuk memahami mengapa keterlambatan bisa terjadi dan bagaimana cara menanganinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan instrumen berupa kuesioner dan wawancara kepada para pelaku inti proyek seperti project manager, site manager, hingga quality control.
Lima Pilar Risiko Keterlambatan
Hasil analisis dari penelitian ini berhasil mengidentifikasi lima variabel utama yang menyumbang terhadap keterlambatan proyek, yakni aspek perencanaan, dokumen pekerjaan dan kontrak, pelaksanaan, sumber daya, serta lingkungan. Kelima aspek ini dirinci menjadi 48 uraian risiko, di mana 17 di antaranya diklasifikasikan sebagai risiko tinggi.
Pada aspek perencanaan, misalnya, ketidaktepatan dalam menentukan durasi kerja dan kurangnya rincian jadwal menjadi penyebab awal yang berdampak domino. Sedangkan dari sisi dokumen dan kontrak, ketidakjelasan dalam gambar kerja dan seringnya terjadi perubahan desain selama pelaksanaan proyek membuat proses menjadi tidak efisien. Pelaksanaan di lapangan juga tak lepas dari masalah, termasuk perbedaan antara volume pekerjaan aktual dengan yang direncanakan, hingga kelalaian terhadap standar keselamatan kerja.
Salah satu faktor yang paling mencolok adalah kurangnya ketersediaan tenaga kerja terampil dan alat yang memadai. Dalam aspek sumber daya, keterlambatan pembayaran termin oleh pemilik proyek dan ketidaksesuaian bahan yang tersedia dengan kebutuhan lapangan menjadi pemicu utama hambatan eksekusi. Lingkungan pun tak bisa diabaikan, termasuk gangguan karena bencana alam, kerusuhan, atau kegiatan adat yang tidak terjadwal.
Statistik dan Pemeringkatan Risiko
Penelitian ini menggunakan skala pengukuran frekuensi dan konsekuensi risiko berbasis model AS/NZS 4360:2004. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar risiko tergolong sebagai “high risk” (36%) dan “extreme risk” (25%). Misalnya, 44% responden menilai konsekuensi risiko proyek berada dalam kategori tinggi, walaupun frekuensi kejadiannya cenderung jarang (40%). Ini berarti walau risiko tertentu jarang terjadi, dampaknya dapat sangat besar jika tidak ditangani dengan tepat.
Modus frekuensi risiko teridentifikasi pada skala “sangat jarang” (40%), tetapi yang mengejutkan adalah bahwa konsekuensi yang timbul justru dominan di kategori “tinggi” (44%). Hal ini menyiratkan perlunya perhatian manajemen terhadap kejadian yang mungkin jarang muncul namun berdampak besar.
Studi Kasus Lapangan dan Realitas Proyek
Di lapangan, keterlambatan paling krusial teridentifikasi pada sejumlah titik vital, seperti penundaan dalam persetujuan gambar kerja oleh pemilik proyek, adanya pekerjaan tambahan yang tidak direncanakan sebelumnya, dan tidak sinkronnya volume pekerjaan aktual dengan perhitungan awal. Selain itu, kualitas manajerial yang buruk dari personel proyek, kekurangan tenaga kerja, serta alat yang tidak sesuai spesifikasi menjadi penopang utama keterlambatan.
Dalam satu contoh konkret, terjadi mismatch antara jumlah pekerja yang dibutuhkan dan yang tersedia. Upaya menyiasatinya adalah dengan lembur atau penambahan pekerja secara mendadak, yang berdampak pada peningkatan biaya dan potensi penurunan produktivitas.
Strategi Mitigasi: Solusi yang Ditawarkan
Setelah mengidentifikasi risiko dominan, penelitian ini mengajukan berbagai strategi mitigasi yang aplikatif. Salah satunya adalah memperjelas alokasi waktu setiap pekerjaan dan menyusun jadwal kerja yang lebih realistis. Untuk mengatasi risiko pada aspek dokumen dan kontrak, disarankan adanya SOP pengajuan dan revisi gambar yang lebih ketat serta penyusunan ulang BQ saat terjadi perubahan desain.
Dalam aspek pelaksanaan, penting dilakukan evaluasi berkala terhadap BQ dan spesifikasi teknis serta briefing keselamatan kerja harian kepada tenaga proyek. Masalah sumber daya disiasati dengan penggantian pekerja yang tidak kompeten, evaluasi metode pengadaan bahan, dan penggantian alat dengan teknologi yang lebih memadai.
Strategi mitigasi lingkungan seperti menyusun ulang jadwal saat terjadi bencana, melakukan koordinasi intensif dengan pihak keamanan saat ada potensi kerusuhan, serta menyiasati hari libur adat dengan penambahan tenaga kerja juga menjadi bagian integral dari pendekatan holistik yang ditawarkan.
Kekuatan dan Keterbatasan Penelitian
Kekuatan utama dari penelitian ini terletak pada pendekatan sistematis dan data lapangan yang kaya. Dengan melibatkan tujuh responden kunci yang berpengalaman lebih dari 10 tahun, penelitian ini menjamin kredibilitas data yang diperoleh. Selain itu, pemanfaatan skala penilaian berbasis standar internasional membuat hasilnya memiliki daya banding yang baik dengan proyek-proyek lainnya.
Namun demikian, penelitian ini masih terbatas pada satu proyek saja, yaitu The Himana Condotel, sehingga generalisasi ke proyek lain di lokasi dan skala berbeda memerlukan studi lanjutan. Selain itu, mitigasi yang diajukan cenderung normatif dan belum diuji efektivitasnya secara longitudinal.
Relevansi dengan Tren Industri
Dalam konteks industri konstruksi saat ini, di mana proyek harus diselesaikan cepat, efisien, dan dengan kualitas tinggi, temuan dari penelitian ini sangat relevan. Penekanan terhadap koordinasi lintas tim, kejelasan dokumen kerja, dan pentingnya tenaga kerja profesional sejalan dengan praktik manajemen proyek berbasis lean construction dan agile project delivery.
Tren digitalisasi seperti penggunaan BIM (Building Information Modeling) dan project scheduling software juga bisa menjadi jawaban terhadap permasalahan teknis seperti ketidaksesuaian spesifikasi dan volume pekerjaan yang kerap terjadi. Artikel ini bisa menjadi batu loncatan bagi pelaku industri untuk mengintegrasikan pendekatan konvensional dengan teknologi mutakhir.
Kesimpulan: Menjawab Tantangan Melalui Manajemen Risiko Proaktif
Resensi ini menunjukkan bahwa manajemen risiko bukan hanya alat bantu tambahan dalam proyek konstruksi, melainkan pondasi untuk keberhasilan proyek secara keseluruhan. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Sintya Rani dan Ni Kadek Sri Ebtha Yuni membuktikan bahwa identifikasi dan mitigasi risiko yang tepat mampu mengurangi dampak keterlambatan secara signifikan.
Dengan pendekatan kuantitatif yang sistematis dan disertai data lapangan aktual, artikel ini tidak hanya menawarkan analisis tetapi juga solusi nyata. Bagi pelaku industri, akademisi, maupun mahasiswa teknik sipil, temuan ini dapat menjadi referensi penting dalam memahami bahwa suksesnya proyek bukan semata pada rancang bangun fisik, tetapi juga pada kemampuan mengelola ketidakpastian.
Sumber asli artikel:
Ni Made Sintya Rani dan Ni Kadek Sri Ebtha Yuni. (2021). Analisis Faktor Risiko terhadap Keterlambatan Proyek Konstruksi The Himana Condotel. PADURAKSA: Volume 10 Nomor 1, Juni 2021. P-ISSN: 2303-2693 | E-ISSN: 2581-2939.