Ekonomi Pariwisata
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 25 September 2025
Pendahuluan: Bali, Pariwisata, dan Sumber Daya Keuangan Daerah
Bali tidak hanya menjadi primadona pariwisata nasional, tetapi juga memainkan peran sentral dalam pertumbuhan ekonomi berbasis sektor jasa. Dalam dekade terakhir, sektor pariwisata diposisikan sebagai pengungkit utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) di provinsi ini. Namun, apakah seluruh komponen sektor pariwisata memberikan kontribusi signifikan terhadap PAD? Skripsi karya Afan Wicaksono Izdiharuddin ini menjawab pertanyaan tersebut secara empiris.
Penelitian berjudul "Analisis Pengaruh Sektor Pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Bali Tahun 2009–2019" bertujuan untuk menilai sejauh mana variabel jumlah wisatawan, jumlah hotel, jumlah restoran, dan belanja modal berdampak pada PAD.
Tujuan dan Relevansi Penelitian
Studi ini penting karena memberikan gambaran kuantitatif tentang sektor yang menjadi tumpuan utama ekonomi Bali. Di tengah tantangan pandemi serta tingginya ketergantungan ekonomi pada sektor pariwisata, pemahaman terhadap faktor-faktor penyumbang PAD menjadi krusial bagi perumusan kebijakan daerah yang tangguh dan berkelanjutan.
Metodologi: Regresi Linier dan Validasi Statistik
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bali selama periode 2009–2019. Variabel dependen adalah PAD, sedangkan variabel independen meliputi:
Jumlah Kunjungan Wisatawan
Jumlah Hotel
Jumlah Restoran
Belanja Modal
Teknik analisis utama adalah regresi linier berganda, dilengkapi dengan uji asumsi klasik seperti normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.
Hasil Penelitian dan Interpretasi Data
Hasil Uji Regresi Linier Berganda:
Persamaan regresi: PAD = -576.000.000 + 333,20 (Wisatawan) - 307.407 (Hotel) + 0,00091 (Belanja Modal)
Temuan Utama:
Jumlah Wisatawan → Berpengaruh Signifikan Positif terhadap PAD (t = 7,605, p < 0,01)
Jumlah Hotel → Berpengaruh Signifikan Negatif terhadap PAD (t = -2,95, p < 0,05)
Jumlah Restoran → Tidak signifikan
Belanja Modal → Tidak signifikan
Koefisien Determinasi (R²):
R² = 0,968 → Menunjukkan bahwa model menjelaskan 96,8% variasi dalam PAD
Implikasi:
Wisatawan sebagai pendorong utama PAD terbukti secara statistik.
Temuan negatif dari jumlah hotel mengejutkan, menandakan bahwa kuantitas hotel tidak selalu linear terhadap peningkatan PAD. Bisa jadi karena pajak hotel belum optimal, atau banyak hotel yang belum taat pajak.
Belanja modal dan restoran menunjukkan kontribusi minimal terhadap PAD selama periode tersebut.
Studi Kasus: Bali 2009–2019
Data Penting:
Kunjungan wisatawan naik dari 5,9 juta (2009) menjadi 16,8 juta (2019)
PAD Bali meningkat dari Rp 1,16 triliun (2009) menjadi Rp 4,02 triliun (2019)
Namun demikian, kontribusi PAD dari restoran dan hotel tetap stagnan secara proporsional. Hal ini mengindikasikan ketergantungan PAD pada volume kunjungan, bukan persebaran kontribusi sektor.
Kritik dan Evaluasi Penelitian
Kelebihan:
Rentang waktu data yang panjang (11 tahun)
Uji asumsi regresi dilakukan secara menyeluruh
Relevan secara praktis untuk kebijakan fiskal daerah
Keterbatasan:
Tidak memasukkan pendapatan pajak per sektor sebagai variabel tambahan
Tidak membedakan hotel berbintang dan non-bintang
Tidak mempertimbangkan faktor eksternal seperti bencana atau kebijakan nasional
Perbandingan dengan Studi Sebelumnya
Penelitian ini melengkapi temuan dari Sabrina & Mudzhalifah (2018) di Palembang, yang menyebutkan bahwa penerimaan dari sektor wisata sangat tergantung pada tingkat hunian hotel. Berbeda dari hasil Afan Wicaksono yang menunjukkan bahwa banyaknya hotel justru berdampak negatif terhadap PAD.
Studi di Yogyakarta oleh Novandre (2019) menyebutkan bahwa restoran memberi pengaruh besar pada PAD, bertolak belakang dengan hasil di Bali. Ini memperkuat asumsi bahwa efektivitas pajak dan kepatuhan pelaku usaha lokal menjadi penentu utama.
Rekomendasi Kebijakan Publik
Pengawasan Pajak Hotel dan Restoran
Perkuat sistem digitalisasi dan transparansi pelaporan.
Pendataan Kualitatif Hotel dan Restoran
Klasifikasikan berdasarkan omzet dan lokasi untuk evaluasi pajak yang lebih adil.
Diversifikasi Penerimaan PAD
Bali perlu mengembangkan sektor lain (ekonomi kreatif, pertanian wisata) agar PAD tidak terlalu tergantung pada volume wisatawan.
Optimalisasi Belanja Modal
Efisiensi dalam belanja publik sangat penting agar belanja modal benar-benar berdampak pada peningkatan pendapatan daerah.
Kesimpulan: PAD Bali Masih Bergantung pada Jumlah Wisatawan
Skripsi ini menegaskan bahwa kunjungan wisatawan merupakan pilar utama PAD Provinsi Bali. Namun demikian, komponen lain seperti hotel, restoran, dan belanja modal belum mampu secara optimal mendongkrak PAD. Penelitian ini memberi sinyal kuat bahwa pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata harus dibarengi dengan reformasi fiskal dan tata kelola sektor pendukungnya.
Untuk jangka panjang, kebijakan daerah perlu memprioritaskan penguatan basis pajak, diversifikasi sektor ekonomi, dan peningkatan akuntabilitas belanja publik.
Sumber
Afan Wicaksono Izdiharuddin. (2021). Analisis Pengaruh Sektor Pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Bali Tahun 2009–2019. Skripsi Sarjana Ekonomi Pembangunan, Universitas Tidar.
Proyek Kontruksi
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 25 September 2025
Sektor konstruksi di Afrika Selatan, khususnya pada ranah proyek-proyek publik, menghadapi tantangan multidimensional yang secara signifikan menghambat efisiensi dan efektivitas pengiriman proyek. Keterbatasan sumber daya, kendala waktu, pembengkakan biaya, serta kualitas yang tidak optimal adalah isu-isu kronis yang kerap menghantui inisiatif pembangunan infrastruktur pemerintah.
Dalam konteks ini, laporan penelitian berjudul "Design and Build Procurement Approach as An Alternative For Improving Public Sector Construction Projects Performance In South Africa" oleh Nyiko Jeffrey Gudlhuza, yang disusun sebagai bagian dari persyaratan gelar Master of Science in Engineering di University of the Witwatersrand pada Maret 2020, menawarkan analisis mendalam tentang bagaimana pendekatan pengadaan Design and Build (D&B) dapat menjadi solusi transformatif.
Laporan ini tidak hanya mengkaji potensi D&B dalam mengatasi masalah kinerja proyek, tetapi juga menggali persepsi pemangku kepentingan serta hambatan implementasinya di konteks Afrika Selatan.
Latar Belakang Tantangan Proyek Sektor Publik di Afrika Selatan
Gudlhuza memulai penelitiannya dengan menggarisbawahi urgensi pembangunan infrastruktur di Afrika Selatan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Namun, laporan ini menyoroti bahwa banyak proyek konstruksi sektor publik di negara tersebut mengalami kendala signifikan, seperti:
Pembengkakan Biaya (Cost Overruns): Proyek seringkali melebihi anggaran yang dialokasikan, membebani keuangan negara dan mengurangi jumlah proyek yang dapat direalisasikan.
Keterlambatan Jadwal (Schedule Delays): Penundaan dalam penyelesaian proyek adalah hal yang umum, menyebabkan manfaat infrastruktur tertunda dan meningkatkan biaya tidak langsung.
Kualitas yang Kurang Optimal: Meskipun investasi besar, kualitas hasil akhir proyek terkadang tidak memenuhi standar yang diharapkan.
Penelitian ini mengemukakan bahwa masalah-masalah ini sebagian besar berakar pada pendekatan pengadaan tradisional, yaitu Design-Bid-Build (DBB). Dalam metode DBB, proses desain dan konstruksi dipisahkan, menciptakan fragmentasi tanggung jawab dan seringkali memicu sengketa antara desainer dan kontraktor. Kurangnya integrasi ini dapat menyebabkan keputusan yang tidak efisien, desain yang tidak dapat dibangun (unconstructible), dan perubahan desain yang mahal di kemudian hari.
Munculnya Design and Build sebagai Alternatif Strategis
Sebagai respons terhadap keterbatasan DBB, pendekatan D&B telah mendapatkan popularitas global, baik di sektor swasta maupun publik. D&B mengintegrasikan tanggung jawab desain dan konstruksi di bawah satu entitas kontrak tunggal, yang dikenal sebagai kontraktor D&B atau tim D&B. Integrasi ini diharapkan dapat membawa sejumlah manfaat, antara lain:
Peningkatan Efisiensi: Dengan desainer dan kontraktor bekerja sama sejak awal, potensi konflik berkurang dan pengambilan keputusan menjadi lebih cepat.
Inovasi: Tim D&B memiliki insentif untuk mengembangkan solusi desain dan konstruksi yang lebih inovatif yang dapat menghemat waktu dan biaya.
Pengurangan Risiko Pemilik: Sebagian besar risiko terkait koordinasi desain dan konstruksi dialihkan kepada tim D&B, mengurangi beban pemilik proyek.
Percepatan Jadwal: Proses desain dan konstruksi dapat tumpang tindih (fast-tracking), mempercepat waktu penyelesaian proyek.
Satu Titik Akuntabilitas: Pemilik hanya berurusan dengan satu entitas kontrak, menyederhanakan komunikasi dan manajemen.
Gudlhuza berargumen bahwa potensi manfaat ini menjadikan D&B pilihan yang menarik untuk meningkatkan kinerja proyek sektor publik di Afrika Selatan.
Metodologi Penelitian: Menggali Persepsi Pemangku Kepentingan
Untuk menguji hipotesis tentang efektivitas D&B, Gudlhuza mengadopsi pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan survei kuesioner. Populasi target adalah para profesional yang terlibat dalam proyek konstruksi sektor publik di Afrika Selatan, termasuk:
Kantor Kementerian Pekerjaan Umum (DPWI): Sebagai entitas utama yang bertanggung jawab atas pengadaan proyek konstruksi publik.
Dewan Pembangunan Industri Konstruksi (CIDB): Lembaga regulasi yang berperan dalam pengembangan kapasitas dan kebijakan industri konstruksi.
Perusahaan Konsultan: Desainer, insinyur, dan manajer proyek yang menyediakan layanan kepada sektor publik.
Perusahaan Kontraktor: Perusahaan yang melaksanakan pekerjaan konstruksi.
Total 89 kuesioner didistribusikan, dan 65 respons yang valid berhasil dikumpulkan, menghasilkan tingkat respons yang sehat sekitar 73%. Analisis data dilakukan menggunakan perangkat lunak statistik seperti SPSS (Statistical Package for the Social Sciences), dengan teknik analisis deskriptif dan inferensial (misalnya, uji reliabilitas Cronbach's Alpha, analisis frekuensi, dan uji t).
Temuan Kunci: Persepsi Positif dan Potensi D&B
Hasil penelitian Gudlhuza mengonfirmasi bahwa sebagian besar responden di Afrika Selatan memiliki persepsi yang positif terhadap D&B sebagai pendekatan pengadaan. Beberapa temuan kunci yang menarik meliputi:
D&B sebagai Alternatif yang Efektif: Mayoritas responden (sekitar 70%) setuju atau sangat setuju bahwa D&B adalah alternatif yang layak dan efektif untuk meningkatkan kinerja proyek sektor publik. Ini menunjukkan adanya penerimaan yang signifikan di kalangan praktisi.
Manfaat Utama D&B: Responden mengidentifikasi berbagai manfaat D&B, dengan pengurangan waktu proyek dan pengurangan cost overrun sebagai manfaat yang paling sering disebut. Ini sejalan dengan temuan literatur global tentang keunggulan D&B. Sebagai contoh, laporan yang lebih awal oleh Molenaar, Songer, dan Barash (1999) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa proyek D&B rata-rata selesai 6% lebih cepat dari jadwal dan memiliki 50% lebih sedikit klaim dibandingkan metode DBB. Temuan Gudlhuza di Afrika Selatan mengkonfirmasi tren global ini.
Pengurangan Risiko: Responden juga setuju bahwa D&B membantu mengurangi risiko bagi pemilik proyek, memperkuat argumen bahwa D&B adalah metode yang lebih aman dalam menghadapi ketidakpastian.
Tantangan Implementasi: Meskipun pandangan positif, responden juga mengidentifikasi tantangan dalam mengadopsi D&B. Kekhawatiran terbesar adalah kurangnya pemahaman dan pengalaman dengan D&B di sektor publik, serta kerangka regulasi yang belum sepenuhnya mendukung. Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara potensi teoretis D&B dan realitas praktis implementasinya.
Kebutuhan untuk Panduan dan Legislasi: Mayoritas responden percaya bahwa CIDB harus menyediakan lebih banyak panduan dan kerangka kebijakan untuk implementasi proyek D&B. Selain itu, ada dukungan yang kuat (sekitar 75%) untuk diberlakukannya undang-undang yang mempromosikan pendekatan D&B di Afrika Selatan. Ini menunjukkan adanya konsensus bahwa dukungan institusional dan regulasi sangat dibutuhkan untuk mendorong adopsi D&B secara lebih luas.
Analisis Mendalam dan Nilai Tambah
Penelitian Gudlhuza memberikan nilai tambah yang signifikan melalui beberapa aspek:
Fokus Kontekstual: Berbeda dengan banyak penelitian D&B yang bersifat global atau di negara maju, penelitian ini secara spesifik berfokus pada konteks Afrika Selatan. Ini sangat penting karena setiap negara memiliki kerangka hukum, praktik industri, dan tantangan unik yang memengaruhi adopsi D&B. Temuan ini memberikan wawasan yang relevan secara lokal bagi pembuat kebijakan di Afrika Selatan.
Pendekatan Multi-Pemangku Kepentingan: Dengan mengumpulkan persepsi dari berbagai kelompok pemangku kepentingan (pemerintah, regulator, konsultan, kontraktor), penelitian ini menyajikan gambaran yang komprehensif tentang tantangan dan peluang D&B dari berbagai sudut pandang. Ini adalah fondasi yang kuat untuk mengembangkan strategi implementasi yang holistik.
Identifikasi Hambatan Kritis: Laporan ini secara jelas mengidentifikasi kurangnya pengetahuan dan pengalaman, serta kerangka regulasi yang belum matang, sebagai hambatan utama. Ini bukan hanya masalah teoretis, tetapi tantangan nyata yang perlu diatasi melalui capacity building dan reformasi kebijakan. Misalnya, di banyak negara berkembang, ketidakpahaman terhadap kompleksitas kontrak D&B dan alokasi risiko sering menjadi penyebab kegagalan proyek.
Rekomendasi Kebijakan Berbasis Bukti: Berdasarkan temuan survei, Gudlhuza mengajukan rekomendasi yang jelas, seperti perlunya legislasi pro-D&B dan panduan dari CIDB. Ini adalah rekomendasi yang sangat praktis dan dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah Afrika Selatan.
Kritik dan Keterbatasan Penelitian
Meskipun kuat, laporan penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan:
Metode Penelitian Kuantitatif Semata: Meskipun survei kuantitatif memberikan gambaran umum persepsi, penelitian ini dapat diperkaya dengan metode kualitatif, seperti wawancara mendalam atau studi kasus, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih kaya tentang "mengapa" di balik persepsi tersebut. Misalnya, wawancara dengan manajer proyek yang berpengalaman dalam D&B dapat mengungkap detail operasional dan tantangan yang tidak tertangkap oleh kuesioner.
Generalisasi Hasil: Meskipun sampel cukup representatif untuk tujuan tesis master, generalisasi ke seluruh sektor konstruksi publik di Afrika Selatan perlu dilakukan dengan hati-hati. Wilayah geografis atau jenis proyek yang tidak terwakili mungkin memiliki persepsi atau tantangan yang berbeda.
Kinerja Aktual vs. Persepsi: Penelitian ini mengukur persepsi tentang manfaat D&B, bukan kinerja aktual proyek D&B yang telah selesai. Meskipun persepsi positif adalah langkah awal yang baik, validasi empiris melalui analisis kinerja proyek D&B yang sebenarnya (misalnya, perbandingan biaya dan jadwal proyek D&B dengan DBB) akan memberikan bukti yang lebih kuat. Pekerjaan selanjutnya dapat merujuk pada penelitian seperti Gordon (1994) atau Konchar dan Sanvido (1998) yang secara langsung membandingkan kinerja D&B dan DBB.
Kaitannya dengan Tren Industri dan Tantangan Global
Temuan Gudlhuza sangat relevan dengan tren global dalam manajemen proyek konstruksi:
Globalisasi D&B: D&B terus menjadi metode pengiriman proyek yang dominan di banyak negara maju. Tantangan yang dihadapi Afrika Selatan dalam adopsi D&B (kurangnya pengalaman, regulasi) adalah cerminan dari kurva pembelajaran yang dialami negara-negara lain.
Pentingnya Kerangka Hukum: Dorongan untuk legislasi pro-D&B di Afrika Selatan mencerminkan kesadaran akan pentingnya kerangka hukum yang jelas dan mendukung untuk memfasilitasi metode pengadaan inovatif. Banyak negara telah mereformasi undang-undang pengadaan mereka untuk mengakomodasi D&B dan model pengiriman proyek terintegrasi lainnya.
Pembangunan Kapasitas: Kesadaran akan kebutuhan capacity building di kalangan pemangku kepentingan adalah kunci. Keberhasilan D&B tidak hanya bergantung pada adanya peraturan, tetapi juga pada kemampuan praktisi untuk memahami dan mengelola kontrak yang lebih kompleks serta risiko yang terintegrasi. Ini termasuk pelatihan untuk pemilik proyek dalam merumuskan kebutuhan proyek yang jelas dan mengevaluasi penawaran D&B yang komprehensif.
Efisiensi dan Akuntabilitas: Di tengah tekanan fiskal dan tuntutan publik untuk transparansi dan akuntabilitas, D&B menawarkan jalan untuk mencapai proyek infrastruktur yang lebih efisien dan akuntabel. Ini sangat penting di negara-negara berkembang di mana setiap anggaran memiliki dampak besar.
Kesimpulan
Laporan penelitian Nyiko Jeffrey Gudlhuza memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman tentang potensi pendekatan pengadaan Design and Build dalam meningkatkan kinerja proyek konstruksi sektor publik di Afrika Selatan. Dengan bukti empiris berbasis survei, Gudlhuza berhasil menunjukkan bahwa para profesional di Afrika Selatan memiliki pandangan yang positif terhadap D&B, mengakui kemampuannya untuk menghemat waktu, mengurangi biaya, dan memitigasi risiko.
Namun, laporan ini juga dengan jujur mengidentifikasi hambatan utama yang perlu diatasi, terutama terkait kurangnya pengetahuan dan perlunya kerangka regulasi yang lebih kuat. Rekomendasi untuk memberlakukan legislasi pro-D&B dan menyediakan panduan yang komprehensif dari lembaga seperti CIDB adalah langkah-langkah praktis yang dapat diambil untuk mempercepat adopsi D&B.
Pada akhirnya, laporan ini bukan hanya sekadar analisis akademis, tetapi juga panggilan untuk bertindak. Dengan menerapkan pendekatan D&B secara strategis dan didukung oleh kebijakan yang tepat serta peningkatan kapasitas, Afrika Selatan memiliki peluang besar untuk merevolusi pengiriman proyek-proyek infrastruktur publiknya, membuka jalan bagi pembangunan yang lebih efisien, tepat waktu, dan berkualitas, yang pada akhirnya akan bermanfaat bagi seluruh rakyat.
Sumber Artikel: Gudlhuza, N. J. (2020). DESIGN AND BUILD PROCUREMENT APPROACH AS AN ALTERNATIVE FOR IMPROVING PUBLIC SECTOR CONSTRUCTION PROJECTS PERFORMANCE IN SOUTH AFRICA. [Master's Research Report, University of the Witwatersrand]. ResearchGate. (Tidak ada DOI eksplisit dalam dokumen yang diberikan, namun ini adalah laporan penelitian yang kredibel dari institusi akademik).
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 25 September 2025
Mengapa Efisiensi Investasi Air Menjadi Kunci Masa Depan?
Di tengah krisis air global, Afrika Selatan menjadi contoh nyata negara yang menghadapi tantangan berat dalam membiayai, mengelola, dan memelihara infrastruktur air. Meski prinsip tarif dan pembiayaan air telah diatur dalam undang-undang, implementasinya kerap jauh dari harapan.
Artikel ini membedah secara kritis temuan utama, studi kasus, serta angka-angka penting dari riset Cornelius Ruiters dan Joe Amadi-Echendu (2022) tentang biaya ekonomi, efisiensi, dan tantangan investasi infrastruktur air di Afrika Selatan. Dengan mengaitkan tren global, opini, dan rekomendasi, artikel ini diharapkan memberi insight strategis bagi pembuat kebijakan, pelaku industri, dan masyarakat luas.
Latar Belakang: Krisis Air, Investasi, dan Kesenjangan Infrastruktur
Fakta dan Tren
Tantangan Utama
Kerangka Analisis: Dari Biaya Ekonomi hingga Efisiensi Operasional
Komponen Biaya Air
Prinsip Ekonomi
Studi Kasus: Potret Infrastruktur Air di Afrika Selatan
Sampel dan Metodologi
Temuan Kunci
1. Kerugian Ekonomi Akibat Inefisiensi
2. Gap Investasi dan Dampaknya
3. Non-Revenue Water (NRW)
4. Efisiensi Anggaran dan Eksekusi Proyek
5. Multiplikasi Tarif Air
6. Return on Capital dan Revenue Management
Analisis Kritis: Kelebihan, Keterbatasan, dan Komparasi Global
Kelebihan Studi
Keterbatasan
Komparasi dengan Negara Lain
Kota Rural (Kategori B4)
Implikasi Praktis dan Rekomendasi Strategis
1. Reformasi Tarif dan Kebijakan Subsidi
2. Investasi pada Pemeliharaan dan Teknologi
3. Penguatan Kapasitas dan Tata Kelola
4. Diversifikasi Sumber Pendanaan
5. Perencanaan Investasi Berbasis Prioritas
Opini dan Kritik: Paradoks Air Murah, Investasi Mahal
Studi ini menegaskan paradoks klasik: air yang terlalu murah justru membuat investasi infrastruktur menjadi mahal akibat inefisiensi, kebocoran, dan backlog pemeliharaan. Tanpa reformasi tarif dan tata kelola, gap investasi akan terus melebar dan krisis air makin sulit diatasi.
Kritik utama terhadap praktik saat ini adalah lemahnya political will untuk menaikkan tarif air secara rasional, serta kecenderungan mengorbankan pemeliharaan saat terjadi tekanan fiskal. Selain itu, ketergantungan pada dana hibah pusat membuat banyak kota tidak punya insentif untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi.
Komparasi dengan Tren Global dan Industri
Kesimpulan: Menuju Ekosistem Air yang Efisien dan Berkelanjutan
Afrika Selatan menjadi cermin tantangan global dalam pembiayaan, efisiensi, dan pengelolaan infrastruktur air. Studi Ruiters dan Amadi-Echendu menegaskan bahwa solusi bukan sekadar menambah dana, melainkan menata ulang tarif, memperkuat tata kelola, dan berinvestasi pada pemeliharaan serta teknologi. Indonesia dan negara berkembang lain dapat mengambil pelajaran penting: air murah tanpa efisiensi dan investasi hanya akan memperbesar krisis di masa depan. Reformasi tarif, diversifikasi pendanaan, dan penguatan kapasitas SDM adalah kunci menuju layanan air yang berkelanjutan dan inklusif.
Sumber
Cornelius Ruiters, Joe Amadi-Echendu. (2022). Economic costs, efficiencies and challenges of investments in the provision of sustainable water infrastructure supply systems in South Africa. Journal of Infrastructure Asset Management, doi: 10.1680/jinam.21.00014.
Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 25 September 2025
Mengapa Pelatihan Berbasis Kompetensi Menjadi Kunci Transformasi SDM Konstruksi?
Industri konstruksi Indonesia menghadapi tantangan berat di era digitalisasi dan persaingan global. Produktivitas proyek, kualitas hasil, dan keselamatan kerja sangat dipengaruhi oleh kompetensi tenaga kerja yang terlibat. Namun, realitas di lapangan menunjukkan masih rendahnya proporsi pekerja konstruksi bersertifikat hanya sekitar 7,4% dari total 8,3 juta pekerja pada 2018. Pemerintah merespons dengan menerbitkan regulasi pelatihan berbasis kompetensi dan mewajibkan sertifikasi melalui UU No. 2 Tahun 2017 serta Permen PUPR No. 24/PRT/M/2014. Namun, seberapa efektif pelatihan ini dalam meningkatkan kompetensi riil tenaga kerja?
Artikel ini mengulas secara kritis hasil penelitian Dwifitra Jumas, Vivi Ariani, dan Asrini (2021) yang mengevaluasi efektivitas pelatihan berbasis kompetensi untuk tenaga kerja konstruksi di Sumatera Barat menggunakan model Kirkpatrick. Dengan mengangkat studi kasus, data statistik, serta membandingkan dengan tren industri dan penelitian lain, artikel ini bertujuan memberikan insight strategis bagi pelaku industri, pembuat kebijakan, dan pembaca umum.
Latar Belakang: Tantangan Kompetensi dan Sertifikasi di Industri Konstruksi
Fakta Industri
Mengapa Kompetensi Penting?
Kerangka Evaluasi: Model Kirkpatrick dalam Mengukur Efektivitas Pelatihan
Empat Level Evaluasi Kirkpatrick
Model ini dipilih karena mampu mengevaluasi pelatihan secara holistik, dari persepsi awal hingga dampak riil di lapangan.
Studi Kasus: Evaluasi Pelatihan di Sumatera Barat (2017–2018)
Metodologi Penelitian
Profil Responden
Hasil Evaluasi: Efektivitas Pelatihan Berbasis Kompetensi
1. Level Reaction (Kepuasan Peserta)
2. Level Learning (Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan)
3. Level Behavior (Perubahan Perilaku di Tempat Kerja)
4. Level Results (Dampak Nyata di Lapangan)
Analisis Data dan Angka-Angka Kunci
Studi Kasus Lapangan: Tantangan dan Realitas Implementasi
Studi Kasus 1: Peserta Berpengalaman vs Peserta Baru
Studi Kasus 2: Dampak pada Produktivitas Proyek
Analisis Kritis: Kelebihan, Keterbatasan, dan Perbandingan dengan Penelitian Lain
Kelebihan Studi
Keterbatasan
Komparasi dengan Penelitian Lain
Implikasi Praktis dan Rekomendasi Strategis
1. Rekrutmen Peserta Berbasis Standar Kompetensi
2. Penguatan Kualitas Instruktur dan Materi
3. Integrasi Pelatihan dengan Proyek Nyata
4. Evaluasi dan Pembaruan Kurikulum
5. Insentif dan Pengakuan Industri
6. Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan
Tren Global: Digitalisasi, Lifelong Learning, dan Kolaborasi Industri
Opini dan Kritik: Pelatihan Bukan Sekadar Formalitas
Pelatihan berbasis kompetensi adalah fondasi penting untuk membangun SDM konstruksi yang produktif dan kompeten. Namun, tanpa seleksi peserta yang tepat, materi yang relevan, dan tindak lanjut di tempat kerja, pelatihan hanya akan menjadi formalitas administratif. Pemerintah dan industri harus berani mereformasi sistem pelatihan—dari sekadar memenuhi target kuantitas menjadi fokus pada kualitas dan dampak nyata di lapangan.
Kritik utama terhadap praktik saat ini adalah kurangnya sinergi antara lembaga pelatihan, perusahaan, dan asosiasi profesi. Selain itu, insentif bagi pekerja dan perusahaan yang aktif dalam pelatihan masih minim. Indonesia perlu belajar dari negara-negara yang sukses membangun ekosistem pelatihan berbasis kompetensi, di mana pelatihan, sertifikasi, dan pengakuan industri berjalan beriringan.
Kesimpulan: Menuju Ekosistem Pelatihan Konstruksi yang Efektif dan Berkelanjutan
Penelitian Jumas dkk. menegaskan bahwa efektivitas pelatihan berbasis kompetensi di sektor konstruksi masih perlu banyak perbaikan, baik dari sisi seleksi peserta, kualitas instruktur, relevansi materi, hingga tindak lanjut pasca pelatihan. Dengan reformasi sistem pelatihan, penguatan kolaborasi industri, dan adopsi teknologi digital, Indonesia dapat membangun SDM konstruksi yang tidak hanya kompeten di atas kertas, tetapi juga produktif dan adaptif di lapangan.
Sumber
Dwifitra Jumas, Vivi Ariani, Asrini. (2021). Effectiveness of Competency-Based Training for Construction Labor in West Sumatera. Jurnal Rekayasa Sipil, Vol. 17 No. 1, Maret 2021, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas.
Bencana Alam
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 25 September 2025
Mengapa Transisi Kekeringan ke Banjir Jadi Sorotan Global?
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia menyaksikan semakin banyak fenomena cuaca ekstrem yang melampaui aturan normal. Salah satu yang kian sering terjadi adalah transisi atau perubahan cepat dari kekeringan parah ke banjir besar, yang dikenal sebagai drought-to-flood transition. Dampaknya kompleks: dari kerugian ekonomi, rusaknya ekosistem, hingga korban jiwa.
Hal ini tak hanya menjadi isu global, tapi juga berdampak lokal di banyak tempat, mulai dari Eropa, Amerika, hingga Asia Tenggara. Sebuah studi yang dirilis oleh Anderson dkk. pada tahun 2025 mencoba menjawab pertanyaan mendasar: bagaimana kita mendefinisikan dan mendeteksi fenomena seperti ini secara akurat?
Artikel ini membahas secara mendalam temuan dari studi Anderson dkk., dan mengaitkannya dengan kondisi nyata, termasuk studi kasus dengan angka-angka relevan, serta menyertakan perspektif kritis untuk membuatnya berguna bagi perencana, ilmuwan, dan masyarakat umum.
Banjir Besar Setelah Kemarau Panjang: Realitas yang Mengerikan
Transisi dari kekeringan ke banjir bukan sekadar perubahan cuaca biasa. Di banyak wilayah, kejadian ini justru menjadi pemicu krisis besar. Misalnya, Italia mengalami periode kekeringan dari awal 2022 hingga Mei 2023. Pada saat itu, Sungai Po menyusut drastis dan banyak lahan pertanian gagal panen. Dampaknya, Italia mengalami kerugian ekonomi lebih dari 6 miliar euro hanya dari sektor pertanian dan industri air.
Namun belum usai pulih dari krisis air, wilayah Emilia-Romagna justru dihantam banjir besar pada awal Mei 2023. Hujan ekstrem menyebabkan sungai meluap dan menewaskan sedikitnya 17 orang, serta memicu lebih dari 400 tanah longsor. Transisi ini memperlihatkan betapa cepat dan destruktif satu peristiwa dapat berubah menjadi yang lainnya, ketika sistem alami tak lagi bisa meredam tekanan ekstrem akibat perubahan iklim.
Contoh serupa juga terjadi di Texas, Amerika Serikat. Awal tahun 2023, daerah Sungai Llano menghadapi kekeringan ekstrem selama berbulan-bulan. Tanah mengering, permintaan air melonjak, dan sistem irigasi kolaps. Namun pada akhir Oktober 2023, badai besar datang dan menyebabkan banjir bandang. Air meluap hingga ke jalan raya dan menenggelamkan sejumlah permukiman pinggiran. Transisi tersebut terjadi hanya dalam hitungan hari.
Masalah Utama: Sulitnya Mendeteksi dan Mendefinisikan Transisi
Salah satu kontribusi utama dari studi Anderson dkk. adalah menunjukkan bahwa definisi dan metode deteksi drought-to-flood transition saat ini masih bermasalah. Meski kasus-kasus transisi ekstrem sering terjadi, metode formal sering gagal mendeteksinya atau bahkan salah mengidentifikasi kejadian.
Masalahnya terletak pada tiga hal utama:
Studi Kasus Lintas Negara dan Penemuan Penting
Penulis menyertakan delapan kasus nyata di Eropa, Amerika, hingga Australia dan Chili. Beberapa contohnya menunjukkan hasil-hasil menarik:
Studi ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun metode deteksi yang bekerja optimal di semua jenis sungai atau iklim. Sebaliknya, pendekatan harus kontekstual, disesuaikan dengan karakter hidrologi lokal dan kebutuhan aplikasi (misalnya keperluan pengelolaan air, cuaca ekstrem, atau pertanian).
Bagaimana Seharusnya Kita Merespons? Rekomendasi Praktis dari Studi
Penulis menyarankan sejumlah langkah konkrit bagi peneliti, praktisi, dan pengambil kebijakan untuk memahami dan menghadapi fenomena ini secara lebih efektif:
Kritik dan Pandangan Tambahan
Salah satu kekuatan besar studi ini adalah keberaniannya untuk tidak mengklaim “solusi final”. Alih-alih, penulis justru mengungkap kerumitan definisi dan pentingnya penyesuaian metode secara dinamis. Namun, beberapa kekurangan tetap layak dicatat:
Apa Relevansinya Untuk Indonesia?
Dengan lokasi di zona tropis dan curah hujan yang tak menentu akibat perubahan iklim, Indonesia berisiko tinggi mengalami transisi jenis ini. Contoh tahun 2019 dan 2020 menunjukkan fluktuasi ekstrem dari musim kemarau panjang ke banjir mendadak. Kota-kota seperti Jakarta, Bandung, dan Makassar sudah punya pengalaman pahit soal curah hujan ekstrem setelah musim panas yang berkepanjangan.
Sayangnya, Indonesia masih kurang dalam hal data hidrologi resolusi tinggi dan sistem peringatan dini yang mampu mendeteksi dua ekstrem secara berurutan. Kajian seperti ini memberi landasan ilmiah yang kuat bagi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BMKG, dan pemerintah daerah untuk membentuk sistem deteksi dan respons bencana yang lebih holistik.
Penutup dan Kesimpulan
Fenomena drought-to-flood transition bukan hanya istilah teknis, tetapi nyata di kehidupan sehari-hari. Ketika hujan ekstrem menggantikan kemarau panjang, masyarakat rentan terjebak dalam krisis beruntun tanpa jeda pemulihan. Studi Anderson dkk. memperingatkan bahwa tanpa pemahaman metodologis yang tepat, kita berisiko mengabaikan peringatan dini dan gagal mengelola kedua ekstrem ini secara terintegrasi.
Masa depan perencanaan bencana dan perubahan iklim menuntut pendekatan baru yang tidak hanya fokus pada satu bencana dalam satu waktu, tetapi pada transisi di antara keduanya. Indonesia dan dunia perlu segera merespons, sebelum siklus ekstrem ini menjadi norma yang menyakitkan.
Sumber:
Anderson, B. J., Muñoz-Castro, E., Tallaksen, L. M., Matano, A., Götte, J., Armitage, R., Magee, E., & Brunner, M. I. (2025). What is a drought-to-flood transition? Pitfalls and recommendations for defining consecutive hydrological extreme events.
Pendidikan Tinggi
Dipublikasikan oleh Raihan pada 25 September 2025
Dalam era digital saat ini, literasi informasi menjadi salah satu keterampilan inti bagi mahasiswa. Literasi informasi mencakup kemampuan untuk mencari, mengevaluasi, mengelola, dan menggunakan informasi secara efektif dari berbagai sumber. Keterampilan ini sangat krusial dalam pendidikan tinggi, terutama dalam mata kuliah yang menuntut mahasiswa untuk merancang, menganalisis, dan mempresentasikan rencana pembelajaran secara sistematis.
Penelitian ini berfokus pada pengaruh kemampuan literasi informasi terhadap hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Perencanaan Pembelajaran. Mata kuliah ini membutuhkan banyak referensi, baik teori pendidikan, kurikulum, maupun strategi pembelajaran, sehingga mahasiswa dituntut mampu mengakses sumber akademik yang valid.
Metodologi penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan instrumen tes literasi informasi dan mengukur hasil belajar mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan. Analisis statistik dilakukan untuk melihat korelasi antara tingkat literasi informasi dan capaian akademik.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan: semakin tinggi kemampuan literasi informasi mahasiswa, semakin baik pula hasil belajarnya dalam mata kuliah Perencanaan Pembelajaran.
Sorotan Data Kuantitatif
Data ini mengindikasikan bahwa literasi informasi bukan sekadar keterampilan tambahan, melainkan faktor kunci dalam pencapaian hasil belajar yang optimal.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Penelitian ini mempertegas pentingnya literasi informasi dalam pendidikan tinggi, khususnya dalam konteks perencanaan pembelajaran:
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Keterbatasan penelitian ini antara lain:
Pertanyaan terbuka yang muncul:
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan
Ajakan Kolaboratif
Penelitian ini membuka peluang kolaborasi antara perguruan tinggi, perpustakaan digital, dan pengembang teknologi informasi pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ, Perpustakaan Nasional RI, serta pengembang aplikasi akademik dapat bersinergi untuk merancang program literasi informasi yang lebih sistematis. Dengan kolaborasi ini, mahasiswa tidak hanya unggul dalam perencanaan pembelajaran, tetapi juga siap menghadapi tantangan akademik dan profesional di era informasi.
Baca Selengkapnya di: Pelita Sukma, T. C. (2020). BUKU PROSIDING SEMINAR PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2020 "Inovasi Pembangunan dalam Teknologi dan Pendidikan". Buku Prosiding SPKTS 2020 Jilid 1.