Sumber Daya Air

Analisis Kualitas Air dan Strategi Pengendalian Pencemaran di Danau Batur Menggunakan Analisis Force Field

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025


Tantangan Kualitas Air Danau Batur di Bali

Danau Batur, danau terbesar di Bali dengan peranan penting sebagai sumber air dan pengatur hidrologi di kawasan Kintamani, menghadapi tekanan pencemaran yang signifikan akibat aktivitas manusia di sekitarnya. Aktivitas pertanian, budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA), serta limbah domestik rumah tangga menjadi sumber utama pencemaran yang berpotensi menurunkan kualitas air danau. Kondisi ini diperparah oleh sistem perairan yang tertutup dan tingginya volume limbah yang dihasilkan masyarakat sekitar.

Penelitian oleh Ni Komang Ayu Septiani dkk. (2022) bertujuan menganalisis kualitas air Danau Batur berdasarkan parameter fisika, kimia, dan mikrobiologi, mengukur status mutu air menggunakan metode indeks pencemaran, serta merumuskan strategi pengendalian pencemaran dengan menggunakan analisis force field.

Pengambilan Sampel dan Analisis Parameter

Pengambilan sampel air dilakukan tiga kali di lima lokasi strategis yaitu Songan, Toya Bungkah, Kedisan, Abang, dan Trunyan pada bulan Maret dan April 2021. Pengujian parameter dilakukan secara in situ (suhu, pH, DO) dan di laboratorium (TDS, TSS, BOD, COD, nitrat, fosfat, sulfat, timbal, total coliform, fecal coliform).

Status mutu air ditentukan dengan metode indeks pencemaran berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 dan Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016. Strategi pengendalian pencemaran dirumuskan menggunakan analisis force field yang mengidentifikasi faktor pendorong dan penghambat pengendalian pencemaran melalui wawancara dan observasi terhadap aktivitas masyarakat di sekitar danau.

Hasil Penelitian: Indikasi Pencemaran dan Status Mutu Air

  • Total Dissolved Solids (TDS): Nilai TDS berkisar antara 1025,67 mg/L hingga 1030 mg/L, melebihi baku mutu maksimum 1000 mg/L. Nilai tertinggi ditemukan di Desa Abang dan Kedisan, dipengaruhi oleh limbah rumah tangga yang mengandung deterjen dan surfaktan.
  • Dissolved Oxygen (DO): DO di sebagian besar lokasi pengambilan sampel berada di bawah baku mutu, kecuali di Toya Bungkah dengan kisaran 4,81–6,01 mg/L. Rendahnya DO di lokasi lain menunjukkan adanya tekanan pencemaran organik yang mengurangi oksigen terlarut.
  • Chemical Oxygen Demand (COD): Nilai COD tertinggi terdapat di Desa Abang, mencapai 23 mg/L, melebihi baku mutu yang ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas pertanian intensif dan budidaya ikan KJA yang menghasilkan limbah organik berlebih.
  • Mikrobiologi: Total coliform dan fecal coliform secara keseluruhan masih berada di bawah baku mutu, dengan nilai total coliform antara >1,8–33 MPN/100 ml dan fecal coliform rata-rata >1,8–13 MPN/100 ml.
  • Indeks Pencemaran (IP): Semua lokasi menunjukkan status cemar ringan dengan nilai IP berkisar 1,52–2,07. Nilai tertinggi di Desa Abang, yang merupakan kawasan dengan aktivitas pertanian dan KJA paling intensif.

Dampak Aktivitas Pertanian dan Keramba Jaring Apung

Desa Abang menjadi contoh nyata bagaimana aktivitas pertanian dan budidaya ikan dapat meningkatkan pencemaran air danau. Penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan serta pakan ikan yang tidak termakan menyebabkan peningkatan bahan organik dan nutrien di perairan. Akumulasi limbah ini berkontribusi pada tingginya nilai COD dan TDS serta penurunan kadar DO, yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem danau dan kesehatan ikan.

Faktor Pendorong dan Penghambat Pengendalian Pencemaran

Analisis force field mengidentifikasi beberapa faktor pendorong pengendalian pencemaran, antara lain:

  • Kesadaran sebagian masyarakat dan pelaku usaha terhadap pentingnya menjaga kelestarian danau.
  • Dukungan pemerintah melalui penyuluhan dan pengawasan.
  • Upaya pengelolaan air danau sebagai sumber air minum dalam skala kecil.

Sementara faktor penghambat meliputi:

  • Kurangnya sosialisasi yang merata dan inovatif terkait dampak aktivitas pencemar.
  • Minimnya kebijakan desa yang mengatur penggunaan lahan pertanian dan KJA.
  • Terbatasnya pengawasan dan pemantauan terutama selama pandemi COVID-19.
  • Sistem pengelolaan sampah yang belum terpadu dan kurangnya fasilitas bank sampah di beberapa desa.
  • Minimnya IPAL mandiri dan pengujian air limbah secara berkala oleh pelaku usaha pariwisata.

Strategi Pengendalian Pencemaran yang Direkomendasikan

Berdasarkan analisis tersebut, strategi pengendalian yang diusulkan meliputi:

  1. Peningkatan Sosialisasi Inovatif: Mengedukasi masyarakat secara berkelanjutan tentang dampak pencemaran dan solusi alternatif.
  2. Promosi Pelestarian Danau: Mengangkat keunggulan produk organik dan bioflok sebagai alternatif bahan kimia dan pakan KJA.
  3. Sinergi Kebijakan Pemerintah: Koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan desa dalam pengendalian pencemaran.
  4. Pembentukan Satgas Pengendalian: Melibatkan unsur desa dan pemerintah untuk pengawasan dan penegakan kebijakan.
  5. Pelatihan Kewirausahaan: Diversifikasi mata pencaharian masyarakat untuk mengurangi ketergantungan pada pertanian dan KJA.
  6. Pengelolaan Sampah Terpadu: Pengembangan fasilitas bank sampah dan tempat pengelolaan sampah di desa penunjang.
  7. Pengelolaan Limbah Usaha: Mewajibkan pelaku usaha menengah memiliki IPAL mandiri dan melakukan pengujian air limbah secara berkala, serta meningkatkan keterlibatan CSR.

Opini dan Hubungan dengan Tren Pengelolaan Lingkungan

Penelitian ini memberikan gambaran komprehensif mengenai kondisi kualitas air Danau Batur dan mengintegrasikan pendekatan teknis dan sosial dalam merumuskan strategi pengendalian pencemaran. Pendekatan force field analysis sangat efektif dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pengelolaan lingkungan.

Strategi yang diusulkan sejalan dengan tren global pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dan berbasis partisipasi masyarakat. Pengembangan kewirausahaan dan pengelolaan sampah terpadu merupakan langkah penting untuk mengatasi tekanan sosial-ekonomi yang berdampak pada lingkungan.

Kesimpulan

  • Kualitas air Danau Batur menunjukkan indikasi pencemaran ringan, terutama pada parameter TDS, DO, dan COD yang tidak memenuhi baku mutu Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016.
  • Aktivitas pertanian dan budidaya ikan keramba jaring apung di sekitar danau menjadi sumber utama pencemaran.
  • Strategi pengendalian yang efektif harus menggabungkan peningkatan sosialisasi, sinergi kebijakan, pengelolaan sampah, pelatihan kewirausahaan, dan pengawasan limbah usaha.
  • Pemantauan kualitas air secara rutin dan koordinasi antar stakeholder sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian Danau Batur.

Sumber:
Septiani, N.K.A., Suyasa, I.W.B., & Rai, I.N. (2022). Analisis Kualitas Air dan Strategi Pengendalian Pencemaran di Danau Batur Menggunakan Analisis Force Field. Ecotrophic, 16(1), 10-19.

Selengkapnya
Analisis Kualitas Air dan Strategi Pengendalian Pencemaran di Danau Batur Menggunakan Analisis Force Field

Sumber Daya Air

Peran Aturan Hukum dalam Sistem Hukum Indonesia: Studi tentang Hukum Lingkungan dan Reformasi Pengelolaan Kualitas Air

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025


Tantangan Implementasi Hukum Lingkungan di Indonesia

Indonesia menghadapi krisis kualitas air yang serius, dengan hanya sekitar 42% penduduk memiliki akses air minum bersih. Sungai-sungai di kota-kota besar seperti Jakarta mengalami pencemaran berat, yang terlihat dari warna air yang gelap dan kondisi anaerobik. Meskipun terdapat regulasi yang mengatur pengelolaan sumber daya air dan lingkungan, penegakan hukum dan efektivitasnya masih sangat rendah.

Fokus Penelitian dan Pertanyaan Kunci

Penelitian ini berfokus pada tiga pertanyaan utama:

  1. Bagaimana karakterisasi hukum lingkungan Indonesia dari perspektif yurisprudensi umum?
  2. Apakah legislasi lingkungan terkait pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran sudah memadai? Jika tidak, mengapa?
  3. Dalam kondisi apa hukum lingkungan yang lebih memadai dapat dikembangkan di era reformasi?

Waddell menegaskan bahwa meskipun faktor-faktor seperti kurangnya sumber daya manusia, dana, dan kelembagaan berkontribusi pada kegagalan implementasi, aspek fundamental yang sering diabaikan adalah lemahnya fondasi aturan hukum itu sendiri.

Positivisme Hukum dan Konsep Aturan Hukum

Disertasi ini menggunakan pendekatan yurisprudensi positivis, khususnya teori H.L.A. Hart yang membedakan antara aturan primer (yang mengatur perilaku) dan aturan sekunder (yang mengatur pengakuan, perubahan, dan penegakan aturan primer). Waddell mengadaptasi konsep ini untuk menganalisis aturan legislatif, administratif, dan regulasi publik dalam hukum lingkungan Indonesia.

Penulis menyoroti bahwa aturan hukum yang efektif harus memiliki struktur logis yang jelas, dapat dipahami, dan mampu memberikan kepastian hukum. Namun, dalam konteks hukum lingkungan Indonesia, aturan-aturan tersebut sering kali bersifat kabur, tidak spesifik, dan menggunakan bahasa pasif yang mengaburkan tanggung jawab.

Temuan Utama: Kelemahan Sistem Hukum Lingkungan Indonesia

Analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan lingkungan menunjukkan beberapa kelemahan mendasar:

  • Ketiadaan Aturan Administratif yang Jelas: Banyak ketentuan yang bersifat pemberian izin tanpa aturan prosedural yang rinci, sehingga mengaburkan pembagian tugas dan tanggung jawab antar lembaga.
  • Bahasa Hukum yang Kabur dan Kompleks: Penggunaan istilah yang tidak terdefinisi dengan jelas, kalimat pasif, dan struktur bahasa yang tidak efektif menyebabkan aturan sulit dipahami dan diinterpretasikan secara konsisten.
  • Minimnya Ketentuan Larangan yang Tegas: Sebagian besar aturan hanya berupa kewajiban yang samar tanpa sanksi yang jelas atau larangan yang tegas, sehingga mengurangi efektivitas penegakan hukum.
  • Ketergantungan pada Peraturan Turunan dan Pedoman: Banyak ketentuan penting diserahkan pada peraturan pemerintah atau pedoman yang memiliki kekuatan hukum lebih rendah, sehingga mengurangi kepastian hukum.
  • Kelemahan dalam Penegakan Hukum dan Peran Pengadilan: Kasus-kasus lingkungan yang masuk pengadilan sering kali tidak mendapatkan interpretasi hukum yang kuat, sebagian karena aturan yang lemah dan tidak jelas.

Studi Kasus dan Contoh Kasus

Dalam disertasi ini, Waddell juga membahas sejumlah kasus hukum lingkungan di Indonesia yang menunjukkan bagaimana lemahnya aturan hukum dan ketidakjelasan tanggung jawab menyebabkan kegagalan penegakan. Misalnya, kasus pencemaran yang melibatkan industri besar yang sulit ditindak karena ketidakjelasan aturan administratif dan prosedur sanksi.

Selain itu, penulis menyoroti bagaimana reformasi politik dan otonomi daerah yang diperkenalkan pasca-Suharto tidak diikuti dengan pembaruan hukum lingkungan yang memadai, sehingga menimbulkan kekosongan hukum dan tumpang tindih kewenangan di tingkat daerah.

Implikasi Reformasi dan Rekomendasi

Waddell menegaskan bahwa reformasi hukum lingkungan di Indonesia harus dimulai dari pengakuan terhadap pentingnya aturan hukum yang kuat sebagai fondasi sistem hukum yang efektif. Beberapa rekomendasi utama meliputi:

  • Penyusunan Aturan yang Jelas dan Spesifik: Penggunaan bahasa hukum yang tegas, jelas, dan mudah dipahami dengan struktur aturan yang logis dan koheren.
  • Penguatan Aturan Administratif: Menetapkan prosedur yang rinci untuk pelaksanaan kewenangan dan pembagian tanggung jawab antar lembaga pemerintah.
  • Pengembangan Aturan Larangan dan Sanksi yang Tegas: Memastikan adanya ketentuan larangan yang jelas dan sanksi yang efektif untuk pelanggaran lingkungan.
  • Pengurangan Ketergantungan pada Peraturan Turunan: Memperkuat peraturan induk agar memiliki kekuatan hukum yang memadai dan mengurangi ketidakpastian.
  • Peningkatan Kapasitas Penegakan Hukum dan Peran Peradilan: Mendorong pengadilan untuk memberikan interpretasi hukum yang konsisten dan memperkuat mekanisme penegakan hukum.

Penulis juga menekankan pentingnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam penyusunan peraturan agar dapat menciptakan pemahaman hukum yang sama di antara para pembuat dan pelaksana hukum.

Konteks Sosial dan Politik: Reformasi dan Tantangan Masa Depan

Disertasi ini ditempatkan dalam konteks perubahan politik Indonesia pasca-reformasi 1998 yang membuka peluang bagi pembaruan hukum dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Namun, Waddell menunjukkan bahwa tanpa fondasi aturan hukum yang kuat, reformasi tersebut belum mampu mengatasi masalah lingkungan secara efektif.

Selain itu, disertasi ini mengkaji bagaimana konsep negara hukum (Rechtsstaat) dan Pancasila sebagai dasar negara mempengaruhi perkembangan hukum lingkungan di Indonesia. Penulis mengkritik adanya kecenderungan romantisisme hukum yang mengaburkan batasan kekuasaan dan tanggung jawab, sehingga menghambat terciptanya sistem hukum yang rasional dan efektif.

Nilai Tambah dan Perbandingan dengan Studi Lain

Penelitian ini memberikan kontribusi penting dengan pendekatan yurisprudensial yang mendalam dan kritis terhadap hukum lingkungan Indonesia, berbeda dengan studi yang lebih fokus pada aspek teknis atau kebijakan lingkungan. Pendekatan ini membuka wawasan baru tentang bagaimana struktur, bentuk, dan gaya aturan hukum mempengaruhi efektivitas pengelolaan lingkungan.

Dibandingkan dengan negara lain yang telah mengembangkan sistem hukum lingkungan yang kuat, Indonesia masih tertinggal dalam hal penyusunan aturan yang sistematis dan penegakan hukum yang konsisten. Studi ini menjadi referensi penting bagi pembuat kebijakan, akademisi, dan praktisi hukum yang ingin memperkuat sistem hukum lingkungan di Indonesia.

Kesimpulan

Disertasi S.K. Waddell mengungkap bahwa masalah utama dalam pengelolaan kualitas air dan hukum lingkungan di Indonesia bukan hanya kegagalan implementasi, tetapi juga terletak pada lemahnya fondasi aturan hukum itu sendiri. Aturan yang kabur, tidak spesifik, dan kompleks menghambat kepastian hukum dan penegakan yang efektif.

Reformasi hukum lingkungan harus dimulai dengan memperkuat aturan hukum melalui penyusunan yang jelas, penguatan aturan administratif dan sanksi, serta peningkatan kapasitas penegakan hukum. Selain itu, perubahan budaya hukum dan penggunaan bahasa yang tepat dalam legislasi sangat penting untuk menciptakan sistem hukum lingkungan yang efektif dan berkelanjutan.

Penelitian ini menjadi pijakan penting dalam upaya reformasi hukum lingkungan di Indonesia, khususnya dalam konteks pengelolaan kualitas air yang merupakan isu krusial bagi kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Sumber:
Waddell, S.K. (2004). The Role of the ‘Legal Rule’ in Indonesian Law: Environmental Law and Reformasi of Water Quality Management. Doctorate of Philosophy, University of Sydney.

Selengkapnya
Peran Aturan Hukum dalam Sistem Hukum Indonesia: Studi tentang Hukum Lingkungan dan Reformasi Pengelolaan Kualitas Air

Sumber Daya Air

Pemantauan Kualitas Air Sungai Cisadane Secara Online dan Analisis Status Mutu Air Menggunakan Metode STORET

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025


Dinamika Kualitas Air Sungai Cisadane dan Tantangan Pemantauan

Sungai Cisadane merupakan salah satu sungai penting di Indonesia yang melintasi lima wilayah administratif, yaitu Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Tangerang Selatan. Sungai sepanjang 126 km ini memiliki peran vital sebagai sumber air baku untuk PDAM, industri, pertanian, dan kebutuhan rumah tangga masyarakat di sekitarnya. Namun, tingginya aktivitas manusia dan industri di sepanjang aliran sungai menyebabkan beban pencemaran yang signifikan, sehingga kualitas air mengalami penurunan yang dinamis dan berkelanjutan.

Penurunan kualitas air ini menuntut adanya pemantauan yang cepat, akurat, dan berkelanjutan agar pencemaran dapat dicegah dan dikendalikan secara efektif. Selama ini, pemantauan kualitas air dilakukan secara manual dan parsial yang memiliki keterbatasan waktu, biaya, dan cakupan. Oleh karena itu, penelitian oleh Ramadhawati dkk. (2021) memperkenalkan pemantauan kualitas air Sungai Cisadane secara online menggunakan teknologi telemetri Onlimo yang dapat memberikan data real-time dan kontinu.

Metode Penelitian: Teknologi Telemetri Onlimo dan Analisis Metode STORET

Penelitian ini menggunakan tiga stasiun pengamatan yang strategis di Sungai Cisadane, yaitu:

  • Stasiun 1 (Bendung Empang Bogor): Bagian hulu dengan topografi tinggi, didominasi pemukiman, industri, dan lahan pertanian.
  • Stasiun 2 (Bendung Pasar Baru Tangerang): Bagian hilir di kawasan pusat Kota Tangerang dengan aktivitas permukiman, industri, dan irigasi.
  • Stasiun 3 (Pos Pemantauan DLH Tangerang): Bagian hilir dekat area permukiman dan industri.

Pemantauan menggunakan sensor multiparameter Onlimo yang mengukur suhu, daya hantar listrik (DHL), total dissolved solids (TDS), kekeruhan, dissolved oxygen (DO), pH, dan nitrat secara otomatis dan mengirim data ke pusat secara online dengan interval yang dapat diatur, termasuk fitur early warning system (EWS).

Data yang diperoleh dianalisis dengan metode STORET, sebuah metode evaluasi status mutu air yang menggunakan data time series untuk memberikan gambaran kualitas air secara menyeluruh dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan.

Hasil dan Pembahasan

Suhu dan Dissolved Oxygen (DO)

  • Suhu air di Stasiun 1 berkisar 24,6–26,2°C, Stasiun 2 antara 26,78–29,43°C, dan Stasiun 3 antara 26,4–29,34°C. Suhu bagian hulu cenderung lebih rendah dibanding hilir, dipengaruhi oleh topografi dan tekanan udara.
  • Nilai DO menurun dari hulu ke hilir, dengan Stasiun 1 mencapai 4,86 mg/L, Stasiun 2 hanya 1,36 mg/L, dan Stasiun 3 berkisar 0,41–4,46 mg/L. Nilai DO di hilir tidak memenuhi baku mutu minimum 4 mg/L untuk kelas II, menunjukkan tekanan pencemaran organik yang tinggi.

Penurunan DO ini berkaitan dengan peningkatan bahan organik dari limbah domestik dan industri yang terdekomposisi, mengurangi oksigen terlarut. Selain itu, nilai kekeruhan yang tinggi di Stasiun 1 (13,89–105,5 NTU) menghambat difusi oksigen.

TDS, Daya Hantar Listrik (DHL), dan Kekeruhan

  • Nilai TDS di ketiga stasiun relatif rendah, berkisar 0–100 mg/L, memenuhi baku mutu kelas II (<1000 mg/L).
  • DHL berkisar antara 0,7–16,67 μS/cm, menunjukkan dominasi zat organik yang tidak terionisasi sehingga nilai DHL rendah meski TDS ada.
  • Kekeruhan bervariasi, dengan nilai tertinggi di Stasiun 3 mencapai 269,69 NTU, akibat akumulasi sedimen dan limpasan permukaan terutama saat curah hujan tinggi (440,1 mm di Stasiun 3).

Kekeruhan yang tinggi dapat menghambat fotosintesis dan mengganggu ekosistem perairan.

pH dan Nitrat

  • pH di Stasiun 1 berfluktuasi antara 4,48–8,18, Stasiun 2 antara 6,43–6,8, dan Stasiun 3 antara 4,48–6,98. Hanya Stasiun 2 yang secara konsisten memenuhi baku mutu kelas II (6–9).
  • Nitrat di Stasiun 1 dan 2 cukup tinggi, mencapai 17,93 mg/L dan 105,59 mg/L, melebihi batas baku mutu 10 mg/L, terutama di Stasiun 2 yang dipengaruhi oleh limbah domestik dan industri. Stasiun 3 memiliki nitrat lebih rendah (1,23–2,43 mg/L).

Nitrat tinggi umumnya berasal dari limbah pertanian, domestik, dan aktivitas MCK di sepanjang sungai.

Status Mutu Air Berdasarkan Metode STORET

  • Stasiun 1 (Bendung Empang) menunjukkan status mutu air bervariasi dari baik hingga tercemar sedang dengan skor STORET bulanan -14.
  • Stasiun 2 (Bendung Pasar Baru) berada pada kategori tercemar ringan hingga sedang dengan skor bulanan -18, kualitas air menurun akibat aktivitas permukiman, industri, dan perkantoran.
  • Stasiun 3 (DLH Tangerang) juga tercemar ringan hingga sedang dengan skor bulanan -13, dipengaruhi oleh limbah domestik dan industri.

Secara keseluruhan, Sungai Cisadane berada dalam kategori tercemar sedang, dengan parameter utama yang tidak memenuhi baku mutu adalah DO, pH, TDS, dan nitrat.

Dampak Aktivitas Manusia terhadap Kualitas Air Sungai Cisadane

Sungai Cisadane bagian hilir (Stasiun 2 dan 3) mengalami penurunan kualitas air yang signifikan akibat limbah domestik dan industri dari permukiman padat, kawasan perkantoran, pusat perbelanjaan, dan kuliner. Limbah ini meningkatkan bahan organik dan nutrien yang menyebabkan penurunan DO dan pH, serta peningkatan TDS dan nitrat.

Curah hujan yang tinggi di hilir juga berkontribusi terhadap peningkatan kekeruhan dan pengangkutan limbah ke sungai. Aktivitas MCK di sepanjang sungai memperparah kontaminasi nitrat, sehingga berpotensi menimbulkan risiko kesehatan masyarakat.

Opini dan Perbandingan dengan Penelitian Lain

Pemanfaatan teknologi pemantauan online seperti Onlimo memberikan keunggulan signifikan dibandingkan metode manual, yaitu data real-time, efisiensi waktu dan biaya, serta kemampuan early warning system. Hal ini sesuai dengan tren global dalam pengelolaan sumber daya air yang mengutamakan teknologi digital dan partisipasi multi-pihak.

Penelitian ini konsisten dengan temuan Siahaan et al. (2011) dan Namara et al. (2016) yang menunjukkan penurunan kualitas air dari hulu ke hilir Sungai Cisadane. Namun, teknologi Onlimo memberikan data yang lebih cepat dan akurat sehingga dapat mendukung pengambilan keputusan yang lebih responsif.

Kesimpulan dan Rekomendasi

  • Kualitas air Sungai Cisadane secara umum tergolong tercemar sedang, terutama di bagian hilir, dengan parameter DO, pH, TDS, dan nitrat yang tidak memenuhi baku mutu kelas II.
  • Penurunan kualitas air disebabkan oleh limbah domestik, industri, pertanian, dan aktivitas masyarakat di sepanjang sungai.
  • Teknologi pemantauan online Onlimo efektif memberikan data kualitas air secara real-time dan mendukung analisis metode STORET.
  • Diperlukan pengelolaan limbah yang lebih baik, pengawasan ketat, serta edukasi masyarakat untuk mengurangi beban pencemaran.
  • Monitoring kualitas air secara terus-menerus dengan teknologi online harus menjadi standar pengelolaan sumber daya air sungai.

Sumber:
Ramadhawati, D., Wahyono, H. D., & Santoso, A. D. (2021). Pemantauan Kualitas Air Sungai Cisadane Secara Online dan Analisa Status Mutu Menggunakan Metode STORET. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, 13(2), 76-91.

Selengkapnya
Pemantauan Kualitas Air Sungai Cisadane Secara Online dan Analisis Status Mutu Air Menggunakan Metode STORET

Sumber Daya Air

Analisis Kualitas Air di Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025


Signifikansi Danau Toba dan Tantangan Kualitas Air

Danau Toba, sebagai danau vulkanik terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara dengan luas permukaan 1.124 km² dan kedalaman maksimum 508 meter, merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting. Terletak di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, danau ini memiliki peranan vital bagi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat setempat, termasuk sebagai sumber air bersih, pariwisata, pembangkit listrik tenaga air, dan budidaya perikanan, khususnya keramba jaring apung (KJA).

Namun, perkembangan pesat aktivitas manusia di sekitar danau, terutama budidaya ikan dengan KJA dan limbah domestik dari pemukiman dan penginapan, menimbulkan tekanan yang signifikan terhadap kualitas air. Limbah organik berlebih dari KJA menyebabkan penurunan oksigen terlarut, munculnya gas beracun seperti hidrogen sulfida dan amoniak, serta peningkatan nutrien (nitrogen dan fosfor) yang memicu eutrofikasi dan ledakan populasi alga (algae bloom), berpotensi menyebabkan kematian ikan massal.

Penelitian oleh Winarto Silaban dan Mastiur Verawaty Silalahi (2021) bertujuan menganalisis kualitas air Danau Toba di Kecamatan Pangururan berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi, serta menentukan status mutu air menggunakan metode Storet.

Pengambilan Sampel dan Parameter Pengujian

Penelitian menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif dan deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga titik representatif di Danau Toba Kecamatan Pangururan selama periode Januari hingga Desember 2021. Parameter yang diukur meliputi suhu, pH, biochemical oxygen demand (BOD5), chemical oxygen demand (COD), dissolved oxygen (DO), nitrat (NO3), nitrit (NO2), amoniak, salinitas, dan fitoplankton.

Analisis laboratorium dilakukan di Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar. Status mutu air ditentukan menggunakan metode Storet yang mengklasifikasikan mutu air ke dalam empat kelas: baik sekali (kelas A), baik (kelas B), tercemar sedang (kelas C), dan tercemar berat (kelas D).

Hasil dan Pembahasan

Parameter Fisik dan Kimia

  • Suhu Air: Rata-rata suhu berkisar antara 28,5°C hingga 33°C. Titik sampel III menunjukkan suhu tertinggi 33°C, masih dalam rentang yang dapat ditoleransi organisme akuatik dan mendukung budidaya perikanan.
  • pH: Nilai pH stabil antara 7,10 hingga 7,51, menunjukkan kondisi netral yang ideal untuk kehidupan akuatik.
  • Dissolved Oxygen (DO): DO berkisar antara 11 mg/L hingga 14 mg/L, dengan nilai terendah di titik sampel I sebesar 11 mg/L. Nilai ini menunjukkan kadar oksigen yang cukup tinggi, mendukung kehidupan biota air.
  • Biochemical Oxygen Demand (BOD5): Nilai BOD tertinggi 2,55 mg/L di titik sampel I dan terendah 1,97 mg/L di titik sampel III. Nilai ini masih dalam kategori air tidak tercemar (≤2,9 mg/L).
  • Chemical Oxygen Demand (COD): Berkisar antara 10 mg/L hingga 11,57 mg/L, dengan nilai tertinggi di titik sampel I. Nilai COD yang relatif rendah ini menandakan kandungan bahan organik yang tidak berlebihan.
  • Nitrat (NO3): Kadar nitrat bervariasi antara 12,5 mg/L hingga 25 mg/L, melebihi baku mutu air (10 mg/L), sehingga dikategorikan tercemar ringan. Peningkatan nitrat ini diduga berasal dari limbah pertanian dan domestik.
  • Nitrit (NO2): Konsentrasi nitrit ≤0,3 mg/L, juga melebihi batas baku mutu (0,05 mg/L), menunjukkan pencemaran ringan.
  • Amoniak: Kadar amoniak antara 0,55 mg/L hingga 0,6 mg/L, sedikit melebihi baku mutu (0,5 mg/L), akibat aktivitas budidaya ikan keramba jaring apung yang menghasilkan limbah organik.
  • Salinitas: Nol, sesuai dengan karakteristik air tawar danau.

Fitoplankton

Analisis fitoplankton menunjukkan dominasi dua jenis utama, yaitu Oocystis sp. (Chlorophyta) dan Anabaena sp. (Cyanophyta). Oocystis sp. berperan sebagai penghasil oksigen dan sumber pakan alami, sedangkan Anabaena sp. merupakan indikator kondisi eutrofik dan dapat menghasilkan racun yang mengancam ekosistem dan kesehatan manusia.

Kelimpahan fitoplankton relatif rendah (20–400 individu/L) dengan jumlah jenis sekitar 25, menunjukkan kondisi perairan yang tidak subur secara umum, tetapi potensi eutrofikasi tetap ada terutama karena keberadaan Anabaena sp.

Status Mutu Air Berdasarkan Metode Storet

Berdasarkan metode Storet, kualitas air Danau Toba di Kecamatan Pangururan dikategorikan sebagai tercemar ringan (kelas B dan C) terutama karena parameter nitrat, nitrit, dan amoniak yang melebihi baku mutu. Parameter lain seperti suhu, pH, BOD5, DO, dan COD masih dalam kategori baik.

Dampak Budidaya Keramba Jaring Apung

Budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA) di Danau Toba telah berkembang pesat dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun, limbah organik dari KJA yang berlebihan menyebabkan penurunan oksigen terlarut dan peningkatan amoniak serta nutrien di perairan. Limbah ini juga memicu pertumbuhan alga berlebih (Anabaena sp.) yang berpotensi menyebabkan ledakan alga dan kematian ikan massal.

Fenomena ini menegaskan perlunya pengelolaan limbah budidaya yang lebih baik dan pengawasan ketat agar daya dukung danau tidak terlampaui.

Analisis dan Perbandingan dengan Penelitian Lain

Hasil penelitian ini konsisten dengan studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa Danau Toba mengalami tekanan pencemaran organik dan nutrien akibat aktivitas manusia, terutama budidaya ikan dan limbah domestik (Garno et al., 2020; Harianja et al., 2018). Kondisi eutrofikasi yang ditandai oleh keberadaan Anabaena sp. juga ditemukan di danau lain seperti Danau Limboto dan Danau Batur, yang menunjukkan tren pencemaran serupa di danau-danau Indonesia.

Dibandingkan dengan standar nasional dan internasional, kadar nitrat dan amoniak yang melebihi batas menunjukkan perlunya intervensi pengelolaan limbah dan konservasi perairan untuk mencegah degradasi lebih lanjut.

Rekomendasi dan Nilai Tambah

Penelitian ini memberikan rekomendasi penting bagi pengelolaan Danau Toba, antara lain:

  • Pengendalian limbah budidaya ikan dengan penerapan teknologi pengolahan limbah dan pengelolaan pakan yang efisien.
  • Pengawasan dan pengelolaan limbah domestik dari pemukiman dan penginapan di sekitar danau.
  • Monitoring kualitas air secara berkala menggunakan parameter kimia dan biologi untuk mendeteksi perubahan kualitas air.
  • Edukasi dan partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga kelestarian danau.
  • Pengembangan kebijakan terpadu yang mengintegrasikan sektor perikanan, pariwisata, dan lingkungan.

Pendekatan ini sejalan dengan tren global pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dan berbasis ekosistem, serta pentingnya peran masyarakat dalam konservasi.

Kesimpulan

Kualitas air Danau Toba di Kecamatan Pangururan tergolong tercemar ringan, terutama pada parameter nitrat, nitrit, dan amoniak yang melebihi baku mutu. Parameter suhu, pH, BOD5, DO, dan COD masih dalam kondisi baik. Keberadaan fitoplankton Oocystis sp. dan Anabaena sp. menunjukkan kondisi perairan yang mulai mengalami tekanan nutrien dan potensi eutrofikasi.

Penelitian ini menjadi dasar penting untuk pengelolaan kualitas air Danau Toba yang lebih baik, dengan fokus pada pengendalian limbah budidaya dan domestik serta pelibatan masyarakat dalam konservasi.

Sumber:
Silaban, W., & Silalahi, M. V. (2021). Analisis Kualitas Air di Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Jurnal Sains dan Teknologi, 10(2), 299-307.

Selengkapnya
Analisis Kualitas Air di Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir

Sumber Daya Air

Petunjuk Teknis Restorasi Kualitas Air Sungai oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025


Krisis Kualitas Air Sungai di Indonesia dan Kebutuhan Restorasi

Indonesia, sebagai negara dengan potensi sumber daya air terbesar kelima di dunia, menghadapi tantangan serius dalam menjaga kualitas air sungai. Sebagian besar sungai mengalami penurunan mutu akibat pencemaran limbah domestik, industri, dan aktivitas manusia lainnya. Data tahun 2015 menunjukkan 68% mutu air di 33 provinsi tercemar berat, terutama di Pulau Jawa yang menjadi pusat aktivitas ekonomi dan kepadatan penduduk. Sungai yang tercemar tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga mengurangi fungsi ekologis dan produktivitas sumber daya air.

Menghadapi kondisi ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyusun Petunjuk Teknis Restorasi Kualitas Air Sungai sebagai panduan komprehensif untuk pemulihan kualitas air sungai di Indonesia. Dokumen ini menyajikan referensi akademis dan teknis yang dapat diterapkan oleh berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, akademisi, hingga dunia industri.

Identifikasi Masalah Utama

Penurunan kualitas air sungai disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:

  • Pembuangan limbah domestik dan industri tanpa pengolahan yang memadai.
  • Kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan limbah.
  • Sistem drainase dan sanitasi yang belum terpisah.
  • Alih fungsi lahan dan degradasi daerah tangkapan air.
  • Beban pencemaran yang melebihi daya tampung sungai.

Sebagai contoh, di Pulau Jawa, indeks kualitas air (IKA) pada tahun 2011 menunjukkan nilai di bawah 60 untuk sebagian besar provinsi, dengan DKI Jakarta memiliki nilai terendah 35,65. Dari 47 sungai yang dipantau, 7 sungai tercemar berat, 21 tercemar ringan, dan 19 tercemar sedang, dengan parameter pencemar utama adalah total coliform dan BOD.

Konsep Restorasi Kualitas Air Sungai

Restorasi kualitas air sungai adalah upaya sistemik dan komprehensif untuk mengembalikan fungsi dan mutu air sungai ke kondisi optimal. Pendekatan restorasi tidak hanya fokus pada aspek teknis pengolahan limbah, tetapi juga melibatkan aspek hidrologi, ekologi, sosial-ekonomi, budaya, serta kelembagaan dan peraturan.

Konsep restorasi sungai yang diusung KLHK meliputi lima elemen utama:

  1. Restorasi Hidrologi: Memperbaiki aliran air dan siklus hidrologi agar mendukung kualitas air yang baik.
  2. Restorasi Ekologi: Mengembalikan keanekaragaman hayati dan fungsi ekologis sungai, termasuk vegetasi riparian.
  3. Restorasi Morfologi: Memperbaiki bentuk dan struktur fisik sungai agar sesuai dengan kondisi alami.
  4. Restorasi Sosial-Ekonomi-Budaya: Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sungai dengan memperhatikan aspek sosial dan budaya.
  5. Restorasi Kelembagaan dan Peraturan: Penguatan regulasi dan kelembagaan yang mendukung pengelolaan sungai secara terpadu.

Pendekatan dan Metode Restorasi

Petunjuk teknis ini menguraikan berbagai metode restorasi yang dapat diterapkan, antara lain:

  • Pengelolaan Limbah Padat: Meliputi pemilahan, pewadahan, pengangkutan, dan edukasi sosial untuk mencegah pembuangan sampah ke sungai.
  • Pengelolaan Limbah Cair: Melalui pembangunan dan pengoperasian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal dan teknologi pengolahan limbah fisika, kimia, dan biologi.
  • Restorasi Ekologi: Penanaman vegetasi riparian asli untuk menahan erosi, menyaring polutan, dan menyediakan habitat bagi biota sungai.
  • Eko-Hidraulik dan Eko-Engineering: Pendekatan yang mengintegrasikan aspek ekologi dan hidraulik, seperti penggantian talud beton dengan talud alami berbasis vegetasi, serta rekayasa bangunan air yang ramah lingkungan.
  • Gerakan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat: Melibatkan komunitas lokal melalui pembentukan komunitas sungai, sekolah sungai, susur sungai, kerja bakti, dan kegiatan budaya untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat.

Studi Kasus dan Implementasi Gerakan Restorasi Sungai

Dokumen ini memberikan contoh nyata implementasi gerakan restorasi sungai di berbagai daerah di Indonesia, seperti:

  • Sekolah Sungai: Program edukasi non-formal yang menggabungkan teori dan praktik langsung untuk membangun kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam menjaga sungai. Sekolah sungai sudah tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia dengan jumlah gerakan mencapai 63 komunitas.
  • Susur Sungai: Kegiatan bersama masyarakat dan berbagai pihak untuk mengidentifikasi kondisi sungai, membersihkan limbah, dan melakukan diskusi tindak lanjut. Contohnya adalah susur Sungai Gajahwong di Yogyakarta dan Sungai di Kabupaten Klaten.
  • Kerja Bakti Bersih Sungai: Melibatkan warga bantaran sungai, pelajar, mahasiswa, dan pengusaha untuk membersihkan sungai dari limbah padat dan vegetasi yang menghambat aliran.
  • Festival dan Kegiatan Budaya: Menggunakan budaya sebagai alat perekat masyarakat untuk merawat sungai, seperti festival di Kali Code, Yogyakarta.
  • Kegiatan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Pengembangan wisata sungai seperti river tubing di Sungai Pusur, Klaten, dan pasar ikan serta kuliner di pinggir sungai sebagai upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Regulasi dan Kebijakan Pendukung

Petunjuk teknis ini juga membahas berbagai regulasi yang mendukung pengelolaan kualitas air sungai, antara lain:

  • Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  • Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai.
  • Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
  • Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2014 tentang Pengelolaan Air Hujan pada Bangunan Gedung dan Persilnya.

Regulasi ini mengatur aspek teknis dan kelembagaan pengelolaan sungai, termasuk penetapan daya tampung beban pencemaran, pengawasan limbah, pengelolaan sempadan sungai, serta partisipasi masyarakat.

Analisis dan Opini

Petunjuk teknis ini memberikan panduan yang sangat komprehensif dan sistemik dalam upaya restorasi kualitas air sungai di Indonesia. Pendekatan yang mengintegrasikan aspek teknis, ekologi, sosial, dan kelembagaan sangat relevan untuk menangani permasalahan kompleks yang terjadi di lapangan.

Konsep pemberdayaan masyarakat melalui gerakan restorasi sungai dan sekolah sungai merupakan langkah strategis yang tidak hanya meningkatkan kualitas lingkungan, tetapi juga memperkuat kesadaran dan peran aktif warga sebagai pelaku perubahan. Hal ini sejalan dengan tren global dalam pengelolaan sumber daya air yang menekankan partisipasi masyarakat dan pendekatan berbasis ekosistem.

Namun, tantangan terbesar tetap pada konsistensi pelaksanaan, sinergi antar lembaga, dan ketersediaan sumber daya untuk mendukung program-program tersebut secara berkelanjutan. Penguatan regulasi dan penegakan hukum juga menjadi kunci keberhasilan restorasi.

Kesimpulan

  • Kualitas air sungai di Indonesia mengalami penurunan serius akibat limbah domestik, industri, dan aktivitas manusia lainnya, terutama di Pulau Jawa.
  • Restorasi kualitas air sungai harus dilakukan dengan pendekatan sistemik yang melibatkan aspek hidrologi, ekologi, morfologi, sosial-ekonomi, dan kelembagaan.
  • Pengelolaan limbah padat dan cair, penanaman vegetasi riparian, serta penerapan eko-hidraulik dan eko-engineering merupakan metode efektif restorasi.
  • Pemberdayaan masyarakat melalui gerakan restorasi sungai dan sekolah sungai sangat penting untuk keberlanjutan program.
  • Regulasi yang kuat dan sinergi antar pemangku kepentingan menjadi faktor penentu keberhasilan restorasi kualitas air sungai di Indonesia.

Dokumen ini menjadi acuan penting bagi pemerintah, akademisi, praktisi, dan masyarakat dalam upaya menjaga dan memulihkan kualitas air sungai demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

Sumber:
Petunjuk Teknis Restorasi Kualitas Air Sungai, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, 2017.

Selengkapnya
Petunjuk Teknis Restorasi Kualitas Air Sungai oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Sumber Daya Air

Evaluasi Kualitas Air Danau Batur Berdasarkan Parameter Fisikokimia dan NSF-WQI

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Juni 2025


Pentingnya Kualitas Air Danau Batur untuk Ekonomi dan Sosial Masyarakat

Danau Batur, yang terletak di Kabupaten Bangli, Bali, memiliki luas sekitar 15,9 km² dengan kedalaman maksimum mencapai 88 meter. Danau ini memegang peranan penting bagi masyarakat setempat, baik dari aspek sosial maupun ekonomi, terutama sebagai sumber air dan tempat aktivitas pertanian, perikanan, pariwisata, dan pemukiman. Namun, perkembangan industri pariwisata yang pesat, aktivitas pertanian intensif, serta limbah domestik dan pariwisata berpotensi menyebabkan pencemaran dan pendangkalan danau.

Penelitian oleh Ni Made Hegard Sukmawati dan rekan (2019) bertujuan untuk mengkaji kondisi kualitas air Danau Batur berdasarkan parameter fisikokimia dan National Sanitation Foundation Water Quality Index (NSF-WQI). Studi ini penting untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai kondisi air danau, sekaligus menjadi dasar pengelolaan dan konservasi sumber daya air yang berkelanjutan.

Sampling dan Parameter yang Diukur

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2018 dengan pengambilan sampel air di lima titik strategis yang dipilih secara purposif di sekitar dermaga danau, mewakili area akses, keramba ikan, kawasan pariwisata, area hijau, dan bagian tengah danau. Sampel disimpan dalam coolbox dan dianalisis kurang dari 24 jam setelah pengambilan.

Dua belas parameter kualitas air diukur, meliputi logam berat (tembaga, kadmium, timbal), ammonia, nitrat, biochemical oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), dissolved oxygen (DO), fosfat, pH, residu terlarut (TDS), dan temperatur. Parameter kimia dan koliform tinja dianalisis di laboratorium kesehatan provinsi, sedangkan parameter fisika diukur langsung di lokasi.

Selanjutnya, 9 parameter utama dianalisis menggunakan metode NSF-WQI, yaitu perubahan temperatur, pH, TSS, DO, BOD, fosfat, nitrat, kekeruhan, dan koliform tinja. Hasil pengukuran dibandingkan dengan baku mutu air kelas I menurut Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016.

Hasil Penelitian: Kondisi Kualitas Air Danau Batur

Parameter Fisikokimia

  • Residu Terlarut (TDS): Nilai residu terlarut di Danau Batur berada pada rentang 1340–1860 mg/L dengan rata-rata 1644 ± 189,2 mg/L. Nilai ini jauh melebihi baku mutu kelas I (maksimum 1000 mg/L) dan masuk ke kelas IV, mengindikasikan tingginya kandungan garam anorganik dan organik yang mempengaruhi rasa dan kualitas air. Tingginya TDS ini diduga berasal dari kontaminasi limbah domestik, pertanian, dan perikanan serta kelarutan mineral di wilayah geologi sekitar danau.
  • Chemical Oxygen Demand (COD): COD berkisar antara 20,8 hingga 187,2 mg/L dengan rata-rata 110,24 ± 67,23 mg/L, jauh melebihi batas baku mutu kelas I (≤10 mg/L). Tingginya COD menunjukkan kandungan materi organik yang signifikan dan adanya polutan yang sulit terurai secara biologis. Nilai COD yang melebihi dua kali lipat nilai BOD menandakan adanya bahan organik non-biodegradable.
  • Total Fosfat: Konsentrasi fosfat total berkisar antara 0,404 hingga 0,739 mg/L dengan rata-rata 0,56 ± 0,14 mg/L, melebihi batas baku mutu kelas I (0,2 mg/L). Fosfat yang tinggi ini berpotensi menyebabkan eutrofikasi dan blooming alga yang dapat mengganggu ekosistem danau.
  • Parameter Lain: Logam berat seperti tembaga, kadmium, dan timbal berada di bawah batas deteksi (<0,0153 mg/L, <0,001 mg/L, dan <0,03 mg/L secara berturut-turut), ammonia dan nitrat juga sangat rendah (<0,001 mg/L), BOD rata-rata 1,30 mg/L, DO rata-rata 7,5 mg/L, pH berkisar 8,1–8,9, dan temperatur air sekitar 23,2–23,6°C.

NSF-WQI dan Interpretasi Kualitas Air

Berdasarkan perhitungan NSF-WQI yang mengintegrasikan sembilan parameter utama, nilai indeks kualitas air Danau Batur adalah 82, yang dikategorikan sebagai baik. Namun, terdapat dua parameter penting yang memiliki skor di bawah 60, yaitu fosfat (57) dan residu terlarut (20), yang menandakan perlunya perbaikan khusus pada aspek nutrien dan kandungan padatan terlarut.

Studi Kasus: Dampak Aktivitas Domestik, Pertanian, dan Perikanan terhadap Kualitas Air

Aktivitas domestik, pertanian, dan perikanan di sekitar Danau Batur menjadi sumber utama pencemaran yang menyebabkan tingginya nilai residu terlarut, COD, dan fosfat. Misalnya, penggunaan pestisida dan pupuk anorganik di area pertanian hilir dan limbah domestik dari pemukiman serta aktivitas budidaya ikan keramba jaring apung berkontribusi terhadap peningkatan nutrien dan bahan organik.

Fenomena ini mengindikasikan bahwa meskipun secara umum kualitas air masih baik, tekanan pencemaran dari aktivitas manusia telah mulai mengancam keseimbangan ekosistem danau. Kondisi ini berpotensi memicu eutrofikasi yang dapat menurunkan kualitas air dan mengganggu keberlanjutan fungsi danau sebagai sumber air dan habitat.

Analisis dan Perbandingan dengan Penelitian Lain

Penelitian ini sejalan dengan temuan Purnamawati dan Arthana (2019) yang melaporkan tingginya kandungan fosfat di Danau Buyan, Bali, akibat aktivitas budidaya ikan. Tingginya fosfat dan COD merupakan indikator umum pencemaran nutrien dan bahan organik di danau-danau yang mengalami tekanan antropogenik.

Dibandingkan dengan standar internasional, nilai COD Danau Batur jauh melebihi batas yang direkomendasikan oleh American Public Health Association (≤2 mg/L) untuk air minum, menunjukkan perlunya pengelolaan limbah yang lebih efektif.

Tren global dalam pengelolaan kualitas air danau menekankan pentingnya pengurangan beban nutrien, pengelolaan limbah domestik dan pertanian, serta konservasi ekosistem perairan untuk mencegah degradasi kualitas air dan menjaga fungsi ekologis.

Kesimpulan dan Rekomendasi

  • Dari 12 parameter fisikokimia yang diuji, 9 memenuhi baku mutu kelas I menurut Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016, sedangkan 3 parameter (residu terlarut, COD, dan total fosfat) tidak memenuhi dan berada pada kelas mutu yang lebih rendah.
  • Tingginya nilai residu terlarut (1644 mg/L), COD (110,24 mg/L), dan fosfat (0,56 mg/L) menunjukkan adanya pencemaran yang signifikan akibat aktivitas domestik, pertanian, dan perikanan di sekitar Danau Batur.
  • NSF-WQI menunjukkan kualitas air secara umum baik (skor 82), namun parameter fosfat dan residu terlarut perlu perhatian khusus karena memiliki skor di bawah 60.
  • Disarankan dilakukan upaya pengurangan limbah domestik dan pertanian, pengelolaan budidaya ikan yang ramah lingkungan, serta monitoring kualitas air secara berkala.
  • Pemerintah dan masyarakat perlu berkolaborasi dalam menjaga kelestarian Danau Batur agar tetap berfungsi sebagai sumber daya air yang berkualitas dan mendukung kesejahteraan masyarakat.

Sumber:
Sukmawati, N.M.H., Pratiwi, A.E., & Rusni, N.W. (2019). Kualitas Air Danau Batur Berdasarkan Parameter Fisikokimia dan NSFWQI. Wicaksana: Jurnal Lingkungan & Pembangunan, Vol. 3 No. 2, 53-60. ISSN 2597-7555.

Selengkapnya
Evaluasi Kualitas Air Danau Batur Berdasarkan Parameter Fisikokimia dan NSF-WQI
« First Previous page 90 of 1.119 Next Last »