Industri Farmasi
Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 16 Mei 2024
Kita sering mendengar isu penggunaan boraks pada bakso dan formalin pada mie. Selain itu, ternyata ada hal lain yang perlu diwaspadai, yaitu kandungan Bahan Kimia Obat (BKO) yang terdapat pada makanan atau jajanan yang dikonsumsi anak-anak. Hal ini disampaikan oleh Dr. apt. Baitha Palanggatan Maggadani, M.Si. dari Fakultas Farmasi (FF) Universitas Indonesia (UI).
Sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang mudah dibudidayakan. Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk menguasai pasar lokal dan global sebagai negara penghasil bahan baku obat tradisional dari tanaman-tanaman tersebut. Namun, untuk mencapai hal tersebut, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu kualitas bahan baku, persyaratan keamanan, khasiat dan mutu.
"Obat tradisional yang aman dan bermutu tidak boleh mengandung bahan kimia obat atau BKO. BKO adalah bahan kimia obat yang biasanya ditambahkan ke dalam sediaan obat tradisional atau jamu untuk memperkuat indikasi obat tradisional. Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih menemukan produk obat tradisional yang sengaja dicampur dengan bahan kimia obat oleh produsennya agar lebih berkhasiat," ujar Dr. apt. Baitha, Ketua Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) FF UI.
Bersama timnya, ia melakukan penyuluhan tentang bahan kimia berbahaya dalam makanan dan obat tradisional di Desa Sasakpanjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua RW setempat, diperoleh informasi bahwa konsumsi obat tradisional dan jajanan pasar di kalangan warga desa cukup tinggi. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat, tim pengabdian menghadirkan narasumber yang merupakan Guru Besar FFUI di Bidang Kimia Farmasi, yaitu Prof. Hayun, M.Si., yang juga merupakan salah satu Tim Pengabdian Masyarakat FFUI.
"BKO merupakan senyawa sintetik atau bisa juga produk kimia yang berasal dari bahan alam, yang umumnya digunakan dalam pengobatan modern. BKO banyak ditemukan pada obat tradisional yang beredar di pasaran, karena rendahnya kepatuhan produsen terhadap ketentuan yang berlaku di bidang obat tradisional, persaingan yang tidak sehat dalam meningkatkan penjualan produknya, dan keinginan masyarakat untuk cepat sembuh," ujar Prof. Hayun dalam presentasinya, Sabtu (4/11).
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa bahaya BKO disebabkan oleh ketidaktepatan dosis dan kemungkinan terjadinya interaksi antara BKO dengan zat aktif obat tradisional yang dapat menimbulkan efek samping. Beberapa efek samping yang ditimbulkan antara lain iritasi saluran pencernaan, kerusakan hati atau ginjal, gangguan penglihatan, atau gangguan irama jantung.
Ia menambahkan, dalam hal ini, BPOM terus berupaya memberantas peredaran obat tradisional yang mengandung BKO. Beberapa temuan BPOM terkait BKO pada obat tradisional, yaitu pada obat tradisional yang diperuntukkan untuk sakit rematik/asam urat/rematik, sering ditambahkan fenilbutazon, antalgin, deksametason, dan lain-lain. Pada obat tradisional yang diklaim dapat digunakan untuk melangsingkan tubuh, sering ditambahkan sibutramin HCl. Sementara itu, pada obat tradisional yang diklaim dapat digunakan sebagai obat kuat pria, sering ditambahkan sildenafil sitrat.
Selain BKO, juga dijelaskan mengenai zat-zat berbahaya pada jajanan anak. Zat-zat berbahaya tersebut antara lain boraks pada bakso, formalin pada mie dan tahu, pewarna rhodamin B dan metanil yellow. Prof. Hayun mengatakan bahwa bahaya yang ditimbulkan jika anak-anak dan orang dewasa mengkonsumsi zat-zat tersebut adalah mual, muntah, sakit perut, diare serta kerusakan hati dan ginjal.
Pada kegiatan ini juga dilakukan demo test zat berbahaya pada sampel yang telah disiapkan oleh tim. Pengujian dilakukan dengan menggunakan rapid test kit, yang dilakukan dengan cara meneteskan suatu zat pada sampel untuk menunjukkan perubahan warna. Pengujian dilakukan terhadap boraks, formalin, metanil yellow, dan rhodamin B. Tim pengabdian menyediakan sampel yang sebelumnya telah diberi bahan kimia untuk menunjukkan kepada warga perubahan warnanya saat dilakukan pengecekan. Warga juga menguji teh bunga rosela dan butterfly pea mereka sendiri dengan menggunakan alat uji rhodamin B, dan hasilnya negatif, yang menunjukkan bahwa teh tersebut 100% alami.
Dalam pelaksanaannya, Dekan FFUI Prof. Arry Yanuar, M.Si. dan Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pendidikan dan Kemahasiswaan FUI Prof. Fadlina Chany Saputri, M.Si. juga turut hadir. Dalam sambutan pembukaannya, Prof. Arry berharap sosialisasi yang disampaikan dapat dipahami oleh warga, karena mengkonsumsi bahan kimia obat dengan dosis yang tidak sesuai akan menimbulkan efek jangka pendek dan jangka panjang yang berbahaya bagi kesehatan. "Kami menghimbau agar warga berhati-hati dalam mengkonsumsi obat tradisional yang tidak memiliki sertifikat dari BPOM, dan selalu mengawasi apa yang dikonsumsi oleh anak-anaknya," ujar Prof.
Bersama Dr. apt Baitha dan Prof. Hayun, Tim Pengabdian Masyarakat FFUI yang terdiri dari Prof. Yahdiana Harahap, M.Si; Dr. apt. Febrina Amelia Saputri, M.Farm; Dr. apt. Taufiq Indra Rukmana, M. Farm; dan apt. Widya Dwi Aryati, M. Farm. Selain itu, terdapat juga anggota tambahan lainnya yang terdiri dari dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa FUI.
Disadur dari: www.ui.ac.id
Industri Farmasi
Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 16 Mei 2024
Setelah meraup untung di puncak pandemi COVID-19, industri farmasi Indonesia kini menghadapi pelemahan ekonomi. Perusahaan farmasi milik negara paling terpukul, dengan masalah yang mencakup utang yang signifikan, vaksin yang kedaluwarsa, dan risiko kebangkrutan yang tinggi. Sementara itu, perusahaan-perusahaan farmasi swasta telah membukukan kinerja yang positif.
Menurut Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GP Farmasi) Elfiano Rizaldi, perubahan kinerja perusahaan farmasi di Indonesia dipengaruhi oleh menurunnya permintaan obat-obatan dan peralatan medis yang sebelumnya merajalela selama pandemi. Selama masa itu, perusahaan farmasi telah membeli obat-obatan dan peralatan medis yang dibutuhkan untuk menghadapi pandemi, tetapi kini banyak yang tersisa seiring dengan bergeraknya negara melewati pandemi.
Hal ini tercermin pada PT Indofarma (INAF), perusahaan milik negara, yang telah berjuang secara finansial selama beberapa tahun terakhir. Dalam enam bulan pertama tahun ini, Indofarma mengalami kerugian sebesar Rp 120,3 miliar. Dari tahun 2020 hingga 2022, perusahaan juga membukukan kerugian berturut-turut sebesar Rp 3,6 miliar, Rp 37,5 miliar, dan Rp 428,4 miliar. Lebih buruk lagi, Indofarma membukukan utang yang sangat besar yaitu Rp 1,49 triliun, membuat perusahaan memiliki ekuitas negatif sehingga tidak dapat memperoleh pinjaman baru. Akibatnya, perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya.
Baru-baru ini, perusahaan mengumumkan bahwa mereka telah menyelesaikan gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh dua mitra bisnisnya, PT Solarindo Energi Internasional dan PT Trimitra Wisesa Abadi, pada tanggal 8 Juni. Indofarma memiliki utang kepada kedua perusahaan tersebut masing-masing sebesar Rp 17,1 miliar dan Rp 19,8 miliar. Selain itu, perusahaan-perusahaan lain juga masih memiliki tagihan kepada Indofarma, termasuk PT Widatra Bakti Laboratories, PT Catur Dakwah Crane Farmasi dan PT Merapi Utama Pharma.
Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menempatkan Indofarma dalam pengawasan khusus sejak bulan Agustus sebagai upaya untuk melindungi para investor. Harga saham Indofarma merosot ke salah satu level terendah dalam sejarahnya di Rp 430 pada hari Kamis, turun dari level tertinggi Rp 5.650 pada Januari 2021 dan Rp 6.500 pada Desember 2018.
Perusahaan farmasi milik negara lainnya, PT Kimia Farma (KAEF), juga mengalami masalah. KAEF membukukan rugi bersih sebesar Rp 21,7 miliar dalam enam bulan pertama tahun ini. Untuk keseluruhan periode tahun lalu, perusahaan ini membukukan rugi bersih sebesar Rp 206,3 miliar. Kimia Farma saat ini menanggung beban vaksin yang tidak terjual senilai Rp 339 miliar untuk program Vaksinasi Gotong Royong pemerintah yang melibatkan bisnis swasta.
Direktur Utama Kimia Farma David Utama mengaku optimis perusahaan dapat meraih pendapatan hingga Rp 11 triliun dan laba bersih Rp 130 miliar tahun ini. Namun, dengan tidak terjualnya vaksin-vaksin Kimia Farma, potensi perusahaan untuk mengalami kerugian semakin besar.
Situasi Indofarma dan Kimia Farma yang memburuk telah menambah beban bagi perusahaan induk farmasi milik negara, PT Bio Farma, yang merupakan bagian dari Indofarma dan Kimia Farma. Pada Juli 2023, Bio Farma memiliki beban keuangan sebesar Rp 700 miliar karena stok kedaluwarsa, terutama produk COVID-19. Selain itu, arus kas operasional perusahaan induk juga memburuk dengan total penurunan saldo sebesar Rp 900 miliar dari tahun 2021 hingga 2023. Produk kadaluarsa ini disebut-sebut mempengaruhi perputaran modal kerja perusahaan.
Meskipun perusahaan-perusahaan farmasi milik negara menghadapi berbagai masalah, hal yang sama tidak berlaku untuk perusahaan-perusahaan farmasi swasta yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang telah menunjukkan kinerja yang membaik dan peningkatan laba dalam beberapa tahun terakhir, menurut data BEI.
PT Kalbe Farma (KLBF), misalnya, mencatatkan kenaikan laba hingga Rp 2,73 triliun pada 2020, Rp 3,18 triliun pada 2021, dan Rp 3,38 triliun pada 2022. Pada semester pertama tahun ini, perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp 1,5 triliun dari total pendapatan sebesar Rp 15,1 triliun. Kapitalisasi pasar perusahaan di BEI saat ini mencapai Rp 84 triliun. Produsen produk jamu PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul (SIDO) membukukan laba bersih sebesar Rp 1,10 triliun pada tahun 2022. Meskipun turun dari laba bersih tahun sebelumnya sebesar Rp 1,3 triliun, laba bersih tahun 2021 mengalami peningkatan 35 persen dari tahun sebelumnya. Pada enam bulan pertama tahun ini, SIDO membukukan laba bersih sebesar Rp 448 miliar, dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 17 triliun. Segmen farmasi perusahaan, meskipun menyumbang segmen kecil sebesar 3,7 persen dari total pendapatan, secara khusus mengalami peningkatan penjualan, dari Rp 137,1 miliar pada tahun 2021 menjadi Rp 143 miliar pada tahun 2021.
Perusahaan farmasi swasta lainnya, PT Tempo Scan Pacific, juga membukukan laba sebesar Rp 834 miliar pada tahun 2020, Rp 823 miliar pada tahun 2021, dan Rp 1 triliun pada tahun 2022. Pada paruh pertama tahun ini, perusahaan membukukan laba bersih sebesar 692,8 miliar, dengan total penjualan mencapai Rp 6,4 triliun. Kapitalisasi pasar perusahaan mencapai Rp 8 triliun. Perusahaan farmasi swasta terbuka lainnya seperti PT Pharos (PEHA), PT Pyridam Farma (PYFA), PT Darya-Varia Laboratoria (DVLA), PT Soho Global Health (SOHO) juga membukukan kinerja yang positif hingga akhir tahun lalu. Pada semester pertama tahun ini, perusahaan-perusahaan tersebut, kecuali PYFA, membukukan peningkatan laba.
Apa yang kami dengar
Beberapa sumber di BUMN menyebutkan bahwa kerugian yang diderita Indofarma merupakan akibat dari perusahaan yang terlalu berlebihan dalam melakukan pengadaan alat kesehatan selama pandemi. Indofarma, bersama dengan perusahaan farmasi BUMN lainnya seperti Kimia Farma, tidak mengantisipasi pandemi yang berakhir lebih cepat dari prediksi mereka.
Indofarma telah melakukan pengadaan obat-obatan dan produk kesehatan yang terkait dengan penanganan COVID-19 secara berlebihan. Proses pengadaan produk kesehatan ini diduga bermasalah dan bertentangan dengan tata kelola perusahaan. Hal ini termasuk pengadaan masker (INAmask) dan obat-obatan COVID-19 seperti remdesivir dan oseltamivir, yang kini menumpuk di gudang Indofarma.
Dalam kasus pengadaan INAmask, Indofarma diduga melakukan penggelembungan kinerja perusahaan dengan cara mencatatkan transaksi dengan pembeli sebagai penjualan kepada Promedik, salah satu anak usaha Indofarma. Di atas kertas, Indofarma dan Promedik memiliki perjanjian distribusi. Namun, pada praktiknya, semua penjualan dan pengiriman ke pembeli masih ditangani oleh Indofarma. Kini, jutaan masker INAmask sulit terjual karena harganya yang lebih tinggi dari masker sejenis dari penyedia lain.
Salah satu sumber mengungkapkan bahwa tim bisnis Indofarma tidak menghitung dengan cermat proyeksi bisnis peralatan kesehatan yang dibutuhkan untuk menangani COVID-19. Selain perhitungan yang tidak akurat, penugasan pemerintah kepada perusahaan farmasi milik negara selama pandemi juga menambah kerugian Indofarma.
Sebagian besar peralatan kesehatan tersebut diperoleh dengan cara meminjam dari berbagai vendor. Selain itu, pada akhirnya terungkap bahwa produk Indofarma tidak kompetitif di pasar seperti yang diharapkan. Karena kurangnya permintaan, Indofarma mengalami kerugian dari tahun 2020 hingga 2022.
Perusahaan menunda pembayaran utang, yang membuatnya menghadapi tuntutan hukum dari para pemasoknya. Yang membuat para vendor geram adalah uang hasil penjualan produk kesehatan diinvestasikan kembali oleh Indofarma untuk membeli produk dan obat-obatan COVID-19 lainnya, bukan untuk melunasi utang-utangnya. Akibatnya, peralatan kesehatan dan obat-obatan terus menumpuk. Ketika pandemi mulai mereda, perjuangan Indofarma untuk menjual produk-produk ini semakin berat.
Selain itu, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa Indofarma dan mendeteksi kemungkinan adanya kecurangan dalam pengadaan peralatan kesehatan. Auditor mencurigai adanya transaksi fiktif antara Indofarma dan salah satu vendornya.
Disadur dari: www.thejakartapost.com
Industri Otomotif
Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 16 Mei 2024
NUSA DUA, KOMPAS.com - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mendukung rencana Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk mengakuisisi saham pabrik mobil Jerman.
Bahlil menyebutkan langkah tersebut merupakan salah satu upaya untuk untuk menggaet investasi baterai mobil listrik ke Indonesia, selaian promosi dan memberikan kemudahan perizinan.
"BUMN kan punya IBC, perusahaan untuk handle (urus) ekosistem baterai mobil dan mobil. Itu ada rencana mau akuisisi saham pabrik mobil di Jerman. Cuma dua kan caranya, kalau enggak bisa bangun, ya kita akuisisi," kata Bahlil seperti dilansir Antara.,Minggu (19/12/2021).
Bahlil menegaskan meski mengambil langkah akuisisi, ia memastikan harganya tetap harus ekonomis dan prosesnya transparan. Mantan Ketua Umum Hipmi itu menjelaskan upaya promosi juga tetap dilakukan, termasuk promosi dalam kemudahan perizinan investasi.
Bahlil menyebutkan bahwa Indonesia memegang 22-24 persen cadangan nikel dunia. Kualitas kadar nikel Indonesia sebut dia, merupakan yang terbaik. Selain itu, jarak lokasi tambang nikel Indonesia masih terhitung dekat ke pelabuhan sehingga ongkos produksinya jauh lebih ekonomis.
"Baterai mobil itu bahannya nikel, mangan, kobalt dan lithium. Dari empat itu, kita cuma tidak punya lithium. Jadi 85 persen bahan baku baterai mobil itu ada di negara kita. Makanya orang semua sedang obok-obok kita untuk kita ekspor barang ini. Kita enggak mau, " katanya.
Bahlil menuturkan, sebagaimana rencana strategis nasional, Indonesia sudah harus beralih penuh ke kendaraan listrik pada 2040. Rencana tersebut pun sudah mulai digenjot sejak 2019 lalu di mana pemerintah akhirnya berhasil menggaet Hyundai asal Korea Selatan, untuk masuk ke Indonesia.
Tidak hanya Korea Selatan, pemerintah juga membidik produsen baterai listrik dan industri kendaraan listrik dunia untuk menanamkan modal di Indonesia. Komitmen investasi juga sudah datang dari CATL asal China dan Foxconn asal Taiwan.
"Foxconn juga akan bangun mobil listrik juga 2022. Sekarang ada CATL akan bangun pabrik baterai, tapi dia juga menggandeng pabrik mobil dari China," kata Bahlil.
Sumber: money.kompas.com
Organisasi Nirlaba
Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 16 Mei 2024
Organisasi nirlaba (bahasa Inggris: Nonprofit organization, disingkat NPO) adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter).
Organisasi nirlaba meliputi rumah ibadah, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan beberapa para petugas pemerintah.
Perbedaan organisasi nirlaba dengan organisasi laba
Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya (laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi.
Pajak bagi organisasi nirlaba
Sebagai entitas atau lembaga, maka organisasi nirlaba merupakan subjek pajak. Artinya, seluruh kewajiban subjek pajak harus dilakukan tanpa terkecuali. Akan tetapi, tidak semua penghasilan yang diperoleh yayasan merupakan objek pajak.
Pemerintah Indonesia memperhatikan bahwa badan sosial bukan bergerak untuk mencari laba, sehingga pendapatannya diklasifikasikan atas pendapatan yang objek pajak dan bukan objek pajak. Namun di banyak negara, organisasi nirlaba boleh melamar status sebagai bebas pajak, sehingga dengan demikian mereka akan terbebas dari pajak penghasilan dan jenis pajak lainnya.
Organisasi nirlaba di beberapa negara
Amerika Serikat
Perkembangan organisasi nirlaba di Amerika Serikat telah sangat jauh lebih maju dibanding Indonesia, terutama dalam bidang keagamaan. Amendemen Pertama Amerika Serikat menjamin kebebasan beragama bagi masyarakatnya. Bagaimanapun, organisasi nirlaba relijius seperti gereja, tunduk kepada lebih sedikit sistem pelaporan pemerintah pusat dibanding dengan banyak organisasi lain. Dalam hal perpajakan, organisasi nirlaba relijius di Amerika Serikat juga dikecualikan dari beberapa pemeriksaan ataupun peraturan, yang membedakannya dengan organisasi non relijius.
Kanada
Di Kanada, organisasi nirlaba yang mengambil format derma biasanya harus dicatatkan di dalam Agen Pendapatan Kanada (Canada Revenue Agency).
Britania Raya
Di Inggris dan Wales, organisasi nirlaba yang mengambil format derma biasanya harus dicatatkan di dalam Komisi Pengawasan Derma. Di Skotlandia, Kantor Pengatur Derma Skotlandia juga melayani fungsi yang sama. Berbeda dengan organisasi nirlaba di Amerika Serikat, seperti serikat buruh, biasanya tunduk kepada peraturan yang terpisah, dan tidak begitu dihormati sebagaimana halnya derma dalam hal pengertian teknis.
Sumber: id.wikipedia.org
Sertifikasi Profesi dan Tenaga Kerja
Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 16 Mei 2024
Badan Nasional Sertifikasi Profesi disingkat (BNSP) adalah sebuah lembaga independen yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Badan ini bekerja untuk menjamin mutu kompetensi dan pengakuan tenaga kerja pada seluruh sektor bidang profesi di Indonesia melalui proses sertifikasi kompetensi kerja bagi tenaga kerja, baik yang berasal dari lulusan pelatihan kerja maupun dari pengalaman kerja.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah melantik 7 anggota Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) periode 2023-2028 15 November 2023.
Adapun 7 anggota BNSP yang dilantik, yaitu Syamsi Hari (ketua merangkap anggota), Ulfah Masfufah (wakil ketua merangkap anggota), Amilin (anggota), Miftahul Azis (anggota), Adi Mahfudz Wuhadji (anggota), Nurwijoyo Satrio Aji Martono (anggota), dan Muhammad Nur Hayid (anggota).
Tugas pokok dan fungsi
Tugas pokok dan fungsi BNSP sebagai otoritas sertifikasi personel sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi, utamanya pasal 4 Ayat 1): Guna terlaksananya tugas sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, BNSP dapat memberikan lisensi kepada lembaga sertifikasi profesi yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja. Ayat 2): Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian lisensi lembaga sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1) ditetapkan lebih lanjut oleh BNSP.
Sumber: id.wikipedia.org
Industri Otomotif
Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani pada 16 Mei 2024
JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) PT Kereta Api Indonesia (Persero) resmi dapatkan lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
“Lisensi BNSP ini adalah bentuk pengakuan dan pemberian izin dari BNSP, sehingga LSP KAI dapat melaksanakan sertifkasi kompetensi kerja atas nama BNSP,” ujar Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo dalam keterangan tertulis, Selasa (29/9/2020).
Didiek mengatakan, dengan lisensi ini, seluruh pekerja yang telah disertifikasi oleh LSP KAI dinilai telah memiliki standar yang tinggi dan dapat bekerja di seluruh perusahaan perkeretaapian nasional bahkan internasional.
“LSP KAI hadir untuk mengembangkan sumber daya manusia KAI yang unggul dalam mencapai visi KAI yakni menjadi solusi ekosistem transportasi terbaik untuk Indonesia,” sebut Didiek.
LSP KAI dibentuk pada 13 Februari 2019 dengan tujuan utama melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja terhadap sumber daya manusia lembaga induknya, sumber daya dari pemasoknya dan/atau sumber daya manusia dari jejaring kerjanya, sesuai ruang lingkup yang diberikan oleh BNSP.
Menurut Didiek, visiLSP KAI adalah menjadi lembaga sertifikasi profesi bidang perkeretaapian dan penunjangnya untuk menciptakan sumber daya manusia yang kompeten dalam profesional serta diakui secara nasional, regional dan internasional.
“Kami berprinsip bahwa 30.000 pegawai yang KAI punya adalah aset utama. Maka dari itu, kami bertekad untuk meningkatkan kompetensi talent-talent KAI sehingga dapat berkontribusi maksimal dalam mendukung performansi perusahaan menjadi lebih baik ke depan,” kata Didiek.
LSP KAI memiliki 10 skema yang terverifikasi BNSP yaitu Awak Sarana Perkeretaapian Tingkat Pertama, Awak Sarana Perkeretaapian Tingkat Muda, dan Awak Sarana Perkeretaapian Tingkat Muda sebagai Penyelia Masinis.
Kemudian, Awak Sarana Perkeretaapian Tingkat Madya, Awak Sarana Perkeretaapian Tingkat Madya sebagai Penyelia Masinis, Awak Sarana Perkeretaapian Tingkat Madya sebagai Instruktur Masinis, dan Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) Setempat.
Selanjutnya, Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) Daerah, Pengendali Perjalanan Kereta Api (PPKP), dan Petugas Penjaga Pintu Perlintasan (PJL). Terdapat pula 24 asesor yang siap melakukan pengujian kompetensi Bidang Operasi karena sudah mendapat Sertifikat Kompetensi dari BNSP, serta 80 Tempat Uji Kompetensi.
LSP KAI tetap menjamin mutu dengan menjaga proses sertifikasi sesuai dengan standar yang berlaku karena telah membuat Standar Kompetensi Kerja Khusus (SK3) yang sudah teregister di Kementerian Ketenagakerjaan.
“Diharapkan keberadaan LSP KAI dapat menciptakan tenaga kerja profesional yang kompeten sehingga dapat memajukan perkeretaapian Indonesia dan bisa bersaing baik di kancah nasional, regional, maupun internasional,” terang Didiek.
Sumber: amp.kompas.com