Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025
Keselamatan kebakaran merupakan bagian penting dalam mitigasi bencana, namun sering kali kurang mendapatkan perhatian dalam sistem pendidikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, komparatif, dan korelasional untuk menilai kesadaran dan praktik keselamatan kebakaran di kalangan siswa kelas 12 STEM. Sampel penelitian terdiri dari 94 siswa yang dipilih secara acak dari sekolah menengah di Filipina bagian tengah. Metode pengumpulan data meliputi kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, serta analisis statistik menggunakan Mann-Whitney U test dan Spearman Rank correlation.
Variabel yang Dikaji
Tingkat Kesadaran Keselamatan Kebakaran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa memiliki kesadaran tinggi terhadap keselamatan kebakaran dengan nilai rata-rata kesadaran sebesar 4,46 (SD=0,52) dari skala 5. Tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam kesadaran keselamatan kebakaran berdasarkan jenis kelamin dan pendapatan keluarga, yang menunjukkan bahwa faktor demografis tidak berpengaruh besar terhadap pemahaman siswa mengenai keselamatan kebakaran.
Meskipun kesadaran siswa cukup tinggi, praktik keselamatan kebakaran yang mereka lakukan masih perlu ditingkatkan. Nilai rata-rata praktik keselamatan kebakaran adalah 4,14 (SD=0,57). Beberapa temuan utama:
Hubungan antara Kesadaran dan Praktik Keselamatan Kebakaran
Terdapat korelasi signifikan antara kesadaran dan praktik keselamatan kebakaran dengan nilai korelasi rs = 0,625 (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang memiliki kesadaran lebih tinggi tentang keselamatan kebakaran cenderung lebih patuh dalam menerapkan prosedur keselamatan yang benar.
Data menunjukkan bahwa selama tahun ajaran 2009-2018, terdapat 15.662 insiden kebakaran di sekolah-sekolah Filipina, dengan mayoritas terjadi di wilayah Visayas. Salah satu penyebab utama kebakaran adalah kelalaian dalam penggunaan peralatan listrik dan kurangnya pemeliharaan terhadap bahan mudah terbakar. Insiden ini menegaskan pentingnya peningkatan kesadaran dan praktik keselamatan kebakaran di lingkungan sekolah.
Kesimpulan
Saran
Sumber Artikel
Michelle Delaliarte, Joji Davila Linaugo, & Dennis Villasor Madrigal. Fire Safety Awareness and Practices of Science, Technology, Engineering, and Mathematics Students in a Philippine Public Secondary School. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, March 2024, 14(1), 175-188.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan industri manufaktur merupakan aspek penting yang harus diperhatikan untuk mencegah kecelakaan kerja, termasuk kebakaran. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara dengan petugas EHS Officer, serta analisis dokumen perusahaan. Standar yang digunakan meliputi NFPA 10 (2018), NFPA 72 (1995), NFPA 101 (1995), dan SNI 03-1735-2000. Evaluasi dilakukan terhadap organisasi tanggap darurat, prosedur ERP, latihan evakuasi (evacuation drill), serta sistem proteksi kebakaran seperti APAR dan hidran.
Gedung Upper 2 memiliki luas 6.136 m² dan terdiri dari dua area, yaitu produksi dan kantor. Area produksi memiliki risiko kebakaran sedang karena adanya bahan mudah terbakar seperti kulit, lem, dan cairan primer. Area kantor memiliki risiko kebakaran ringan. Menurut Kepmenaker No. 186 Tahun 1999, bangunan ini diklasifikasikan sebagai bahaya kebakaran Sedang II, yang berarti memerlukan sistem proteksi kebakaran yang memadai.
Perusahaan telah membentuk tim tanggap darurat dengan struktur organisasi yang terdiri dari Commander Emergency Preparedness & Response Plan sebagai pemimpin, Coordinator Fire Fighter & Combat Disaster untuk tim pemadam kebakaran, dan Coordinator Evacuation & Rescue untuk evakuasi serta pertolongan pertama. Tim ini sudah memiliki pelatihan khusus dan sertifikasi fire brigade, sesuai dengan regulasi K3 di Indonesia.
Prosedur ERP telah disusun dengan mengacu pada berbagai regulasi seperti UU No. 1/1970, Kepmenaker No. 186/1999, dan Permen PU No. 6/2008. Beberapa elemen penting dalam ERP meliputi sistem komunikasi darurat, identifikasi bahaya, struktur organisasi tanggap darurat, jalur evakuasi dan titik kumpul, pelatihan dan simulasi, serta pelaporan dan investigasi pasca kejadian. Namun, paper ini menemukan bahwa prosedur teknis pemadaman kebakaran belum disusun secara mendetail, sehingga perlu perbaikan.
Latihan evakuasi dilakukan rutin setiap 6 bulan sekali. Dari hasil simulasi pada tahun 2023, sebanyak 1.498 pekerja berhasil dievakuasi dalam 2 menit 49 detik, lebih cepat dari target 3 menit. Tidak ada kecelakaan atau korban luka selama simulasi. Namun, ditemukan satu alarm manual tidak berfungsi, sehingga perlu diperbaiki. Sistem proteksi kebakaran meliputi detektor asap, panas, dan beam detector yang sesuai dengan NFPA 72 (1995). Alarm terintegrasi dengan detektor dan diuji setiap 6 bulan. Namun, ditemukan alarm manual yang tidak berfungsi saat simulasi, yang perlu segera diperbaiki.
Gedung 2 memiliki 26 APAR jenis Dry Chemical Powder, yang sesuai untuk kebakaran kelas A (bahan padat) dan kelas C (listrik). Berdasarkan standar NFPA 10 (2018), jumlah dan distribusi APAR di gedung ini sudah memenuhi syarat. Gedung ini memiliki 4 hidran indoor dan 7 hidran outdoor, yang sesuai dengan standar NFPA 14 (1995) dan sudah ditempatkan pada lokasi yang mudah dijangkau tanpa terhalang. Jalan keluar dari bangunan tersedia di tiga lokasi berbeda. Koridor evakuasi tidak terhalang oleh benda lain. Rute evakuasi dibuat menggunakan stiker fluoresen agar tetap terlihat dalam kondisi gelap. Titik kumpul telah disediakan di dua lokasi yang aman dari reruntuhan. Emergency lamp tersedia di tangga dan exit.
Kesimpulan
Saran
Sumber Artikel
Moch. Luqman Ashari, Aulia Yasfa Azzahra, Utsman Hanif Ramadhani, dan Moch Nehru Andhy Qirana. Analisis Emergency Response Procedure dan Sistem Proteksi Kebakaran di Gedung Upper 2 Perusahaan Manufaktur Produksi Footwear. IJESPG Journal, Vol. 1, No. 3 (2023).
Limbah Berbahaya dan Beracun
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025
Dalam lingkungan akademik, laboratorium memiliki peran penting dalam penelitian dan pembelajaran. Namun, aktivitas laboratorium sering kali menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang berpotensi merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Penelitian ini mengidentifikasi berbagai jenis limbah B3 yang dihasilkan oleh laboratorium Fakultas MIPA UNS, termasuk:
Limbah-limbah ini memiliki potensi bahaya yang tinggi, seperti menyebabkan iritasi, kerusakan organ, hingga reaksi eksplosif jika tidak ditangani dengan baik.
Laboratorium telah menerapkan strategi pengurangan limbah dengan membatasi penggunaan bahan kimia serta meminimalkan konsentrasi dan volume zat yang digunakan. Namun, efektivitas strategi ini masih perlu dievaluasi lebih lanjut. Limbah B3 disimpan dalam wadah khusus yang telah diberi label sesuai karakteristik bahannya. Beberapa permasalahan yang diidentifikasi adalah:
Limbah yang telah dikumpulkan diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu PT. Arah Environmental Indonesia, untuk dikelola lebih lanjut. Namun, dalam proses ini ditemukan bahwa:
Tantangan dalam Pengelolaan Limbah B3
Rekomendasi untuk Perbaikan
Pengelolaan limbah B3 di Fakultas MIPA UNS telah memiliki sistem yang cukup baik, tetapi masih ada beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki, terutama dalam aspek penyimpanan, edukasi, dan infrastruktur. Dengan perbaikan yang tepat, UNS dapat menjadi model dalam pengelolaan limbah laboratorium yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sumber Artikel:
Wirodimurti, I., Yulia, I.T., Astikasari, L., Aprianto, M.K., Afifah, R. N., & Hermawan, W.G. "An Analysis of Hazardous and Toxic Waste Management (Case Study: Faculty of Mathematics and Natural Sciences Laboratory, Sebelas Maret University)." Journal of Global Environmental Dynamics, 3(1), 2022, 26-33.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025
Keselamatan kerja di ruang terbatas merupakan salah satu aspek paling kritis dalam manajemen keselamatan di industri. Berdasarkan dokumen "Safety in Confined Spaces" yang diterbitkan oleh Occupational Safety and Health Service, Departemen Tenaga Kerja Selandia Baru, bekerja di ruang terbatas 150 kali lebih berbahaya dibandingkan pekerjaan serupa di lingkungan terbuka. Oleh karena itu, standar keselamatan seperti AS 2865:1995 dirancang untuk memitigasi risiko ini dengan menetapkan prosedur dan tanggung jawab yang jelas bagi pekerja dan pemberi kerja.
Ruang terbatas adalah area yang tidak dirancang untuk okupansi manusia secara terus-menerus dan memiliki risiko atmosfer berbahaya. Beberapa contoh ruang terbatas termasuk tangki, silo, sumur, terowongan, dan ruang bawah tanah dengan ventilasi terbatas. Potensi bahaya utama dalam ruang terbatas mencakup:
Terdapat beberapa studi kasus kecelakaan fatal akibat kelalaian dalam mengikuti prosedur keselamatan.
Pekerja Pabrik Cat Terpapar Uap Pelarut Seorang pekerja masuk ke dalam wadah pencampur cat untuk mengambil pulpen yang jatuh tanpa menggunakan alat pelindung diri. Ia kehilangan kesadaran akibat paparan uap pelarut yang tinggi, dan meskipun berhasil diselamatkan, ia mengalami kerusakan otak permanen.
Kematian di Lubang Offal akibat Kekurangan Oksigen Seorang petani meninggal setelah turun ke dalam lubang offal untuk mengambil alat pertanian yang jatuh. Investigasi OSH menunjukkan bahwa kadar oksigen dalam lubang hanya 3%, jauh di bawah ambang batas aman 21%.
Ledakan di Kapal Akibat Uap Cat Dua pekerja sedang melakukan pengecatan di dalam kapal tanpa ventilasi yang memadai. Uap cat yang terkumpul akhirnya terbakar akibat percikan listrik dari lampu portabel, menyebabkan satu pekerja tewas dan yang lain mengalami luka bakar serius.
Sebelum memasuki ruang terbatas, perlu dilakukan evaluasi risiko oleh tenaga ahli yang kompeten. Evaluasi ini mencakup identifikasi jenis pekerjaan yang akan dilakukan, metode kerja yang paling aman, potensi bahaya, serta prosedur darurat jika terjadi kecelakaan. Atmosfer dalam ruang terbatas harus diuji sebelum dan selama pekerjaan berlangsung. Jika ditemukan kadar oksigen rendah atau gas beracun, langkah-langkah seperti ventilasi paksa atau pemurnian atmosfer harus diterapkan sebelum pekerja diizinkan masuk. APD seperti respirator, pakaian pelindung, dan alat bantu pernapasan harus disediakan sesuai dengan risiko yang diidentifikasi. Misalnya:
Sebelum masuk ke ruang terbatas, pekerja harus mendapatkan izin kerja yang dikeluarkan oleh petugas keselamatan. Sistem ini memastikan bahwa semua langkah keselamatan telah dipenuhi, termasuk adanya tenaga pengawas di luar ruang terbatas untuk memantau kondisi pekerja di dalamnya. Pelatihan keselamatan bagi pekerja, pengawas, dan tim penyelamat sangat penting untuk memitigasi risiko kecelakaan. Simulasi keadaan darurat secara berkala dapat meningkatkan kesiapan tim dalam menangani insiden secara cepat dan efektif.
Dokumen "Safety in Confined Spaces" menegaskan bahwa keselamatan dalam ruang terbatas memerlukan kombinasi kebijakan yang ketat, prosedur yang jelas, serta pelatihan berkelanjutan. Penerapan standar AS 2865:1995 menjadi krusial dalam mencegah kecelakaan kerja yang sering kali berujung pada korban jiwa. Dengan pendekatan yang terstruktur, termasuk evaluasi risiko, penggunaan APD, izin kerja, dan pelatihan rutin, angka kecelakaan dapat ditekan secara signifikan.
Sumber
Safety in Confined Spaces, Occupational Safety and Health Service, Department of Labour, Wellington, New Zealand.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025
Ruang terbatas (confined spaces) merupakan area kerja yang memiliki risiko tinggi bagi pekerja, terutama karena keterbatasan ventilasi, akses yang sempit, dan potensi paparan gas beracun atau bahaya lainnya. Pentingnya pemahaman terhadap risiko di ruang terbatas serta penerapan prosedur keselamatan yang ketat guna mengurangi angka kecelakaan kerja. Dengan mengikuti pedoman yang disajikan dalam paper ini, perusahaan dapat mengembangkan sistem keselamatan yang lebih efektif dan melindungi pekerja dari potensi bahaya.
Data dari berbagai sumber, termasuk:
Menurut definisi dari NIOSH, ruang terbatas dikategorikan sebagai area kerja yang memiliki akses masuk dan keluar yang terbatas, tidak dirancang untuk hunian pekerja dalam jangka panjangdan berpotensi mengandung atmosfer berbahaya seperti gas beracun atau kadar oksigen yang tidak memadai.
Contoh ruang terbatas meliputi:
Ruang terbatas dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi Permit-Required Confined Space (PRCS) jika memiliki bahaya tambahan seperti:
Berdasarkan data NIOSH, dalam rentang tahun 1983 hingga 1993 terdapat 480 kematian akibat kecelakaan di ruang terbatas dalam 423 insiden berbeda. Dari jumlah 109 pekerja tewas dalam 70 investigasi kecelakaan besar. Lebih dari 60% korban merupakan penyelamat yang mencoba membantu pekerja yang terjebak. OSHA memperkirakan bahwa di sektor industri umum, terdapat sekitar 239.000 tempat kerja dengan ruang terbatas, yang mempekerjakan 12 juta pekerja. Setiap tahun, sekitar 1,6 juta pekerja memasuki ruang terbatas, sehingga penting bagi perusahaan untuk memiliki sistem keselamatan yang kuat guna mengurangi potensi kecelakaan.
Berbagai bahaya utama yang terdapat di ruang terbatas, termasuk:
Atmosfer beracun dan kekurangan oksigen, Atmosfer dengan kadar oksigen di bawah 19,5% dapat menyebabkan sesak napas dan kehilangan kesadaran. Gas beracun seperti hidrogen sulfida (H₂S) dan karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Risiko kebakaran dan ledakan, Beberapa ruang terbatas mengandung gas mudah terbakar, seperti metana dan uap bahan kimia, yang dapat menyebabkan ledakan. Bahaya fisik, Terjebak dalam ruang sempit atau tertimbun oleh material seperti pasir atau biji-bijian. Permukaan licin atau basah yang meningkatkan risiko tergelincir. Suhu ekstrem yang menyebabkan dehidrasi atau sengatan panas.
Beberapa contoh kecelakaan kerja yang terjadi akibat kurangnya kepatuhan terhadap prosedur keselamatan:
Beberapa rekomendasi utama:
A Guide to Safety in Confined Spaces oleh N.C. Department of Labor memberikan panduan komprehensif mengenai prosedur keselamatan dalam ruang terbatas. Dengan memahami klasifikasi ruang terbatas, bahaya yang ada, serta metode mitigasi yang efektif, perusahaan dapat mengurangi angka kecelakaan kerja yang terkait dengan pekerjaan di ruang terbatas. Implementasi prosedur perizinan yang ketat, deteksi atmosfer yang lebih baik, serta pelatihan dan teknologi pengawasan yang lebih maju merupakan langkah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman. Dengan menerapkan rekomendasi ini, diharapkan angka kecelakaan di ruang terbatas dapat dikurangi secara signifikan.
Sumber Artikel
North Carolina Department of Labor. (2014). A Guide to Safety in Confined Spaces.
Industri Manufaktur
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 11 Maret 2025
Keselamatan kerja di industri manufaktur menjadi perhatian utama dalam mencegah kecelakaan akibat pengoperasian mesin. Penelitian ini dilakukan melalui inspeksi menyeluruh terhadap mesin-mesin di area industri, dengan fokus pada tiga aspek utama:
Evaluasi mekanis: Menilai potensi bahaya dari bagian mesin yang bergerak, Evaluasi kelistrikan: Memastikan sistem interlock dan sakelar pengaman berfungsi dengan baik Dan Evaluasi lingkungan kerja: Mengidentifikasi faktor eksternal seperti tata letak mesin dan pencahayaan.
Hasil penelitian mengklasifikasikan faktor penyebab bypassing perlindungan mesin ke dalam lima kategori:
Ergonomi: Kesulitan dalam menggunakan pelindung mesin yang tidak dirancang dengan baik. Produktivitas: Tekanan untuk meningkatkan efisiensi sering kali membuat pekerja mengabaikan pengaman. Keandalan Perangkat Keselamatan: Sistem keamanan yang sering gagal atau menyebabkan keterlambatan produksi. Perilaku Pekerja: Kurangnya kesadaran dan kepatuhan terhadap prosedur keselamatan. Lingkungan Kerja: Budaya perusahaan yang tidak menempatkan keselamatan sebagai prioritas utama.
Dalam penelitian ini, berbagai jenis mesin industri diuji untuk menilai efektivitas sistem pengaman yang digunakan. Beberapa temuan utama meliputi:
70% kecelakaan kerja terjadi akibat bypassing perangkat keselamatan. 40% pekerja mengaku pernah melewati pengaman mesin untuk meningkatkan kecepatan kerja. 35% dari total insiden kecelakaan di industri terjadi di area dengan sistem keamanan yang tidak optimal. Studi kasus ini menunjukkan bahwa meskipun banyak perusahaan telah menerapkan sistem pengaman, masih terdapat tantangan dalam memastikan bahwa pekerja benar-benar menggunakannya.
Penelitian ini mengidentifikasi beberapa kategori bahaya utama yang harus diatasi melalui sistem perlindungan yang efektif:
Bahaya mekanis: Termasuk risiko tertarik, terjepit, atau terkena benda tajam. Bahaya kelistrikan: Seperti sengatan listrik akibat kabel terbuka atau sistem interlock yang tidak berfungsi. Bahaya lingkungan: Termasuk pencahayaan buruk dan tata letak yang tidak ergonomis.
Kelebihan
Menyediakan klasifikasi penyebab bypassing sistem keamanan mesin yang jelas. Studi kasus konkret memberikan gambaran nyata tentang tantangan dalam implementasi sistem keselamatan. Fokus pada budaya keselamatan menunjukkan bahwa faktor manusia sama pentingnya dengan teknologi pengaman.
Kekurangan
Tidak membahas strategi yang lebih mendalam dalam perubahan budaya keselamatan di perusahaan. Tidak ada perbandingan langsung dengan metode perlindungan mesin di industri lain atau di negara dengan regulasi keselamatan yang berbeda. Minimnya analisis biaya terhadap implementasi sistem keamanan yang lebih ketat.
Meskipun demikian, penelitian ini tetap menjadi referensi yang berharga bagi perusahaan yang ingin meningkatkan keselamatan kerja dengan pendekatan holistik.
Untuk meningkatkan efektivitas sistem keselamatan mesin, beberapa langkah dapat diambil:
Dengan menerapkan strategi ini, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan mengurangi risiko kecelakaan akibat pengoperasian mesin yang tidak aman.
Pentingnya sistem perlindungan mesin dalam meningkatkan keselamatan kerja dan mengurangi bypassing perangkat keamanan. Dengan memahami faktor penyebab bypassing dan menerapkan strategi mitigasi yang tepat, perusahaan dapat secara signifikan mengurangi risiko kecelakaan di tempat kerja.
Meskipun masih ada tantangan dalam implementasi yang efektif, kombinasi antara desain pengaman yang ergonomis, pelatihan pekerja, serta pemanfaatan teknologi modern dapat membantu menciptakan budaya keselamatan yang lebih baik di industri manufaktur.
Sumber Artikel
Panneerselvam, N., & Vignesh, P. (2024). Machine Guarding – To Improve Safety Culture Driving Machine Safety. Journal of Xi’an Shiyou University, Natural Science Edition, 17(3), 58-68.