Keselamatan Kerja

Dampak Implementasi Safety Management System (SMS) dalam Industri Transportasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Keselamatan dalam industri transportasi merupakan prioritas utama yang tidak dapat diabaikan. Dengan kompleksitas operasional serta berbagai risiko yang melekat, organisasi di sektor ini terus mencari cara untuk meningkatkan manajemen risiko dan proses pengambilan keputusan. Salah satu pendekatan yang semakin banyak diterapkan adalah Safety Management System (SMS).

Penelitian oleh Kathleen Fox dalam tesisnya di Lund University berjudul How has the implementation of Safety Management Systems (SMS) in the transportation industry impacted on risk management and decision-making? menyoroti bagaimana SMS telah memengaruhi pengelolaan risiko dan pengambilan keputusan di sektor transportasi. Studi ini mengulas laporan investigasi kecelakaan dari Transportation Safety Board of Canada (TSB) yang melibatkan operator yang telah atau sedang menerapkan SMS. Selain itu, penelitian ini membahas tantangan dan manfaat dari implementasi SMS serta dampaknya dalam menciptakan lingkungan keselamatan yang lebih baik.

Latar Belakang dan Teori Dasar

1. Manajemen Risiko dalam Industri Transportasi

Dalam industri transportasi, pengambilan keputusan oleh manajer sering kali melibatkan prioritas yang saling bertentangan, seperti keselamatan, efisiensi operasional, dan keuntungan finansial. Seiring dengan meningkatnya regulasi keselamatan, banyak perusahaan mulai menerapkan SMS sebagai pendekatan sistematis untuk mengelola risiko.

Fox mengacu pada berbagai teori yang mendukung implementasi SMS, seperti model pengambilan keputusan oleh March (1994) dan konsep High-Reliability Organizations (HRO). HRO adalah organisasi yang secara konsisten berhasil menghindari kegagalan meskipun beroperasi dalam kondisi berisiko tinggi, seperti dalam penerbangan dan lalu lintas udara.

2. Definisi dan Komponen Safety Management System (SMS)

SMS didefinisikan sebagai kerangka kerja sistematis untuk mengelola risiko keselamatan, yang mencakup:

  • Kebijakan Keselamatan: Komitmen organisasi terhadap keselamatan.
  • Identifikasi Bahaya dan Manajemen Risiko: Evaluasi risiko yang dapat menyebabkan kecelakaan.
  • Jaminan Keselamatan: Proses pemantauan dan peningkatan berkelanjutan terhadap sistem keselamatan.
  • Promosi Keselamatan: Pelatihan dan komunikasi keselamatan untuk meningkatkan kesadaran pekerja.

SMS telah diadopsi secara luas di berbagai sektor transportasi, termasuk penerbangan, perkapalan, dan perkeretaapian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menganalisis laporan investigasi kecelakaan dari TSB Kanada. Laporan-laporan ini memberikan wawasan mengenai bagaimana kelemahan dalam manajemen risiko dan pengambilan keputusan berkontribusi terhadap kecelakaan. Selain itu, Fox juga melakukan wawancara dengan para manajer dan ahli industri untuk memahami tantangan serta keberhasilan dalam implementasi SMS.

Hasil dan Temuan Utama

1. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan SMS

Studi ini menemukan bahwa keberhasilan implementasi SMS bergantung pada beberapa faktor kunci:

  • Komitmen Manajemen: SMS yang efektif membutuhkan keterlibatan langsung dari pimpinan organisasi.
  • Pelaporan Insiden yang Transparan: Budaya keselamatan yang sehat mendorong karyawan untuk melaporkan insiden tanpa takut mendapat hukuman.
  • Identifikasi Bahaya yang Proaktif: Organisasi yang secara aktif mengidentifikasi dan menilai risiko sebelum terjadi kecelakaan cenderung lebih berhasil dalam menerapkan SMS.

2. Studi Kasus dari Laporan Investigasi TSB

Fox mengulas berbagai kecelakaan yang terjadi di Kanada, di mana kurangnya penerapan SMS atau kelemahan dalam sistem ini berkontribusi terhadap insiden serius.

  • Kasus 1: Sebuah kapal kargo mengalami kegagalan sistem navigasi karena manajemen tidak melakukan analisis risiko sebelum mengganti peralatan elektroniknya.
  • Kasus 2: Sebuah maskapai penerbangan mengalami kecelakaan akibat kurangnya pemantauan terhadap prosedur keselamatan oleh manajemen.
  • Kasus 3: Sebuah perusahaan kereta api mengalami kecelakaan fatal akibat kelalaian dalam memperbarui kebijakan keselamatan setelah serangkaian insiden sebelumnya.

Dari studi kasus ini, Fox menyoroti bahwa kegagalan dalam mengelola risiko sering kali terjadi karena adanya tekanan operasional, kurangnya sumber daya, atau ketidakseimbangan antara prioritas keselamatan dan efisiensi bisnis.

3. Tantangan dalam Implementasi SMS

Meskipun SMS memiliki manfaat besar, penerapannya juga menghadapi berbagai tantangan:

  • Hambatan Budaya: Beberapa organisasi masih memiliki budaya keselamatan yang lemah, di mana pelaporan insiden dianggap sebagai tanda kelemahan.
  • Kekurangan Sumber Daya: Implementasi SMS memerlukan investasi dalam pelatihan dan teknologi, yang sering kali menjadi kendala bagi perusahaan kecil.
  • Kurangnya Pemahaman di Tingkat Manajemen: Manajer yang tidak memahami pentingnya SMS cenderung mengabaikan aspek keselamatan dalam pengambilan keputusan.

Implikasi dan Rekomendasi

Fox menyimpulkan bahwa implementasi SMS yang sukses dapat mengurangi risiko kecelakaan secara signifikan dan meningkatkan efisiensi operasional. Untuk memperbaiki sistem ini, ia memberikan beberapa rekomendasi:

  1. Meningkatkan Pelatihan Keselamatan: Program pelatihan harus mencakup simulasi risiko dan studi kasus nyata untuk meningkatkan pemahaman karyawan.
  2. Mendorong Budaya Pelaporan Insiden: Organisasi harus menciptakan lingkungan di mana karyawan merasa aman untuk melaporkan insiden tanpa takut dihukum.
  3. Penggunaan Teknologi dalam Manajemen Risiko: Data analitik dan kecerdasan buatan dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola risiko yang tidak terlihat sebelumnya.
  4. Evaluasi dan Audit Berkala: Organisasi harus melakukan audit SMS secara rutin untuk memastikan efektivitasnya dan melakukan perbaikan yang diperlukan.

Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa SMS merupakan alat yang efektif dalam mengelola risiko keselamatan di industri transportasi. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen manajemen, budaya keselamatan, dan sumber daya yang tersedia. Dengan menerapkan sistem ini secara konsisten, organisasi dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan efisien.

Sumber Asli

Fox, Kathleen. How has the implementation of Safety Management Systems (SMS) in the transportation industry impacted on risk management and decision-making? Thesis submitted in partial fulfillment of the requirements for the MSc in Human Factors and System Safety, Lund University, Sweden, 2009.

Selengkapnya
Dampak Implementasi Safety Management System (SMS) dalam Industri Transportasi

Keselamatan Kerja

Evaluasi dan Pengembangan Manajemen Keselamatan dalam Industri Penerbangan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Manajemen keselamatan dalam industri penerbangan menjadi prioritas utama dalam menjaga keberlangsungan operasional yang aman dan efisien. Sistem Manajemen Keselamatan (Safety Management System/SMS) adalah kerangka kerja yang mencakup prosedur, dokumentasi, serta sistem pengetahuan untuk mengontrol dan meningkatkan kinerja keselamatan suatu organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Sybert Stroeve, Job Smeltink, dan Barry Kirwan dalam jurnal Safety tahun 2022 mengkaji cara-cara menilai dan meningkatkan sistem manajemen keselamatan dalam industri penerbangan. Dengan menggunakan alat penilaian tingkat kematangan SMS serta pendekatan berbasis faktor manusia, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu diperbaiki dalam sistem keselamatan organisasi penerbangan.

Studi ini menggunakan pendekatan berbasis Hesitant Fuzzy Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mengevaluasi tingkat kematangan SMS. Pendekatan ini memungkinkan organisasi penerbangan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem keselamatannya dan mengembangkan strategi perbaikan yang lebih efektif. Penelitian ini juga membandingkan berbagai metode manajemen keselamatan yang digunakan oleh organisasi penerbangan di Eropa.

Komponen Utama Sistem Manajemen Keselamatan (SMS)

Menurut ICAO (International Civil Aviation Organization), SMS terdiri dari empat komponen utama:

  1. Kebijakan dan Tujuan Keselamatan (Safety Policy and Objectives)
    • Menetapkan kebijakan keselamatan yang jelas dan tanggung jawab masing-masing individu dalam organisasi.
    • Manajemen harus menunjukkan komitmen yang kuat terhadap keselamatan.
  2. Manajemen Risiko Keselamatan (Safety Risk Management)
    • Mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko dalam operasi penerbangan.
    • Melibatkan analisis risiko berdasarkan data historis dan kejadian nyata.
  3. Jaminan Keselamatan (Safety Assurance)
    • Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kebijakan dan prosedur keselamatan.
    • Menggunakan data dan indikator kinerja keselamatan untuk meningkatkan sistem.
  4. Promosi Keselamatan (Safety Promotion)
    • Memberikan pelatihan dan komunikasi yang efektif untuk meningkatkan budaya keselamatan di dalam organisasi.

Penelitian ini menerapkan model evaluasi SMS pada beberapa organisasi penerbangan, termasuk maskapai, bandara, dan penyedia layanan navigasi udara di Eropa. Hasil studi menunjukkan beberapa temuan penting:

  • Kematangan SMS:
    • 60% organisasi memiliki sistem keselamatan yang cukup matang tetapi masih perlu perbaikan dalam integrasi faktor manusia.
    • 25% organisasi masih berada pada tahap pengembangan dan membutuhkan lebih banyak dukungan dari manajemen senior.
    • 15% organisasi memiliki sistem yang sangat maju dengan pendekatan berbasis budaya keselamatan yang kuat.
  • Kelemahan utama yang ditemukan:
    • Kurangnya keterlibatan manajemen dalam implementasi kebijakan keselamatan.
    • Kurangnya pelatihan keselamatan yang berkelanjutan untuk pekerja.
    • Sistem pelaporan keselamatan yang kurang efisien dan kurangnya budaya just culture.
  • Dampak dari Implementasi SMS yang Buruk:
    • 35% insiden yang terjadi disebabkan oleh kegagalan dalam mengelola risiko keselamatan secara efektif.
    • Penyimpangan dari prosedur keselamatan meningkat sebesar 20% di organisasi dengan tingkat SMS yang rendah.

Berdasarkan temuan penelitian ini, beberapa strategi utama disarankan untuk meningkatkan efektivitas SMS dalam industri penerbangan:

  1. Meningkatkan Peran Manajemen dalam Keselamatan
    • Manajemen senior harus terlibat langsung dalam evaluasi dan perbaikan kebijakan keselamatan.
    • Pemimpin organisasi harus menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung budaya keselamatan.
  2. Mengadopsi Pendekatan Berbasis Data dan Teknologi
    • Menggunakan big data dan machine learning untuk memprediksi potensi risiko keselamatan.
    • Menerapkan sistem pelaporan yang lebih efisien dengan teknologi berbasis real-time monitoring.
  3. Meningkatkan Pelatihan dan Kesadaran Keselamatan
    • Mengembangkan program pelatihan yang lebih interaktif dan berbasis simulasi.
    • Mendorong budaya just culture agar pekerja tidak takut melaporkan insiden atau penyimpangan prosedur.
  4. Meningkatkan Integrasi Faktor Manusia dalam SMS
    • Memastikan desain sistem dan prosedur mendukung kapasitas manusia dalam mengelola keselamatan.
    • Mengurangi beban kerja berlebih yang dapat menyebabkan kelelahan mental dan kesalahan operasional.
  5. Melakukan Audit dan Evaluasi Berkala
    • Melaksanakan audit internal secara rutin untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem.
    • Menggunakan umpan balik dari pekerja sebagai bagian dari proses evaluasi.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan SMS yang efektif sangat bergantung pada keterlibatan manajemen, integrasi teknologi, serta faktor manusia dalam organisasi penerbangan. Dengan meningkatkan aspek-aspek ini, industri penerbangan dapat secara signifikan mengurangi insiden keselamatan dan meningkatkan efisiensi operasional.

Sumber Asli

Stroeve, S., Smeltink, J., & Kirwan, B. Assessing and Advancing Safety Management in Aviation. Safety 2022, 8(20). https://doi.org/10.3390/safety8020020

Selengkapnya
Evaluasi dan Pengembangan Manajemen Keselamatan dalam Industri Penerbangan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Industri Galangan Kapal Kecil

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi aspek fundamental dalam operasional industri yang berisiko tinggi, termasuk industri galangan kapal kecil. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2012 mengatur penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebagai standar wajib bagi perusahaan yang memiliki potensi bahaya besar atau mempekerjakan minimal 100 pekerja. Penelitian oleh Hugo Nainggolan dan Hendra dalam Jurnal Kesehatan Tambusai mengkaji implementasi SMK3 di industri galangan kapal kecil PT. X, menggunakan audit awal berdasarkan 64 kriteria yang ditetapkan dalam PP No. 50 Tahun 2012. Hasilnya menunjukkan tingkat kepatuhan hanya 21,88%, sementara ketidaksesuaian mencapai 78,12%, mencerminkan tantangan besar dalam implementasi SMK3 di sektor ini.

Hasil Evaluasi Penerapan SMK3 di PT. X

Penelitian ini mengungkapkan bahwa tingkat penerapan SMK3 di PT. X masih jauh dari optimal, dengan rincian sebagai berikut:

  • Kesesuaian penerapan SMK3: 21,88%.
  • Ketidaksesuaian penerapan SMK3: 78,12%.
    • Temuan mayor: 51%.
    • Temuan minor: 45%.
    • Temuan kritikal: 4%.

Kekurangan utama yang ditemukan meliputi kurangnya kebijakan keselamatan yang efektif, minimnya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), serta kurangnya pelatihan keselamatan bagi pekerja. Selain itu, belum adanya prosedur standar operasional (SOP) untuk beberapa pekerjaan berisiko tinggi semakin memperburuk kondisi K3 di perusahaan.

Beberapa faktor utama yang menyebabkan rendahnya penerapan SMK3 di industri galangan kapal kecil meliputi:

  1. Kurangnya Kepemimpinan dalam Keselamatan Kerja
    • Manajer dan pemimpin di PT. X belum menunjukkan komitmen penuh terhadap implementasi SMK3.
    • Tidak adanya sistem evaluasi rutin untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan keselamatan.
  2. Minimnya Pelatihan Keselamatan
    • Hanya 32% pekerja yang pernah mendapatkan pelatihan K3 formal.
    • Tidak ada prosedur kerja standar untuk pekerjaan berisiko tinggi seperti pengelasan dan penggunaan alat berat.
  3. Kurangnya Fasilitas dan Peralatan K3
    • 55% fasilitas keselamatan seperti rambu-rambu dan jalur evakuasi tidak tersedia atau dalam kondisi rusak.
    • APD yang tersedia tidak mencukupi jumlah pekerja yang ada.
  4. Tingkat Kepatuhan yang Rendah terhadap Regulasi
    • Perusahaan hanya memiliki tingkat kesesuaian sebesar 21,88% dengan PP No. 50 Tahun 2012.
    • Proses audit internal jarang dilakukan, sehingga banyak pelanggaran tidak teridentifikasi.

Untuk meningkatkan implementasi SMK3 di industri galangan kapal kecil, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan meliputi:

  1. Meningkatkan Kepemimpinan dalam K3
    • Manajemen harus menunjukkan komitmen yang lebih kuat dalam mendukung kebijakan keselamatan.
    • Menetapkan sistem penghargaan dan sanksi bagi pekerja yang patuh atau melanggar aturan K3.
  2. Meningkatkan Pelatihan dan Kesadaran Pekerja
    • Mengadakan pelatihan K3 secara rutin untuk seluruh pekerja.
    • Mengintegrasikan pelatihan dengan sertifikasi kompetensi K3 untuk pekerjaan berisiko tinggi.
  3. Menyediakan Fasilitas dan APD yang Memadai
    • Menyediakan APD berkualitas dan memastikan penggunaannya oleh seluruh pekerja.
    • Melakukan inspeksi rutin terhadap peralatan keselamatan dan memperbaiki fasilitas yang rusak.
  4. Meningkatkan Kepatuhan terhadap Regulasi
    • Mengimplementasikan sistem audit internal yang ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap SMK3.
    • Berkolaborasi dengan pihak eksternal, seperti Dinas Tenaga Kerja dan BPJS Ketenagakerjaan, untuk meningkatkan pengawasan terhadap implementasi SMK3.

Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa penerapan SMK3 di industri galangan kapal kecil PT. X masih jauh dari standar yang diharapkan. Dengan tingkat kepatuhan hanya 21,88%, banyak aspek yang perlu diperbaiki untuk memastikan keselamatan dan kesehatan pekerja di lingkungan kerja yang berisiko tinggi ini. Implementasi kebijakan yang lebih ketat, pelatihan yang memadai, serta peningkatan fasilitas dan pengawasan merupakan langkah kunci dalam meningkatkan efektivitas SMK3 di sektor ini.

Sumber Asli

Nainggolan, Hugo & Hendra. Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Industri Galangan Kapal Kecil di Indonesia. Jurnal Kesehatan Tambusai, Volume 4, Nomor 4, Desember 2023. ISSN: 2774-5848 (Online), ISSN: 2774-0524 (Cetak).

Selengkapnya
Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Industri Galangan Kapal Kecil

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Peran Karyawan dan Manajemen dalam Menjaga Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Sekolah Menengah

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi perhatian utama dalam berbagai sektor, termasuk di lingkungan pendidikan. Studi yang dilakukan oleh Grace Katunge Jonathan dan Rosemary Wahu Mbogo (2016) menyoroti bagaimana peran karyawan dan manajemen dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman di sekolah menengah, khususnya di Mbooni West, Kenya.

Penelitian ini menunjukkan bahwa kurangnya keterlibatan guru dalam kebijakan keselamatan kerja dapat memengaruhi kesejahteraan dan kinerja mereka. Dengan menggunakan metode survei deskriptif, penelitian ini mengumpulkan data dari guru dan kepala sekolah dengan total 49 responden, yang terdiri dari 25 pria (51%) dan 24 wanita (49%).

Temuan Utama dan Studi Kasus

1. Kesadaran dan Keterlibatan Karyawan dalam K3

  • 57,1% guru tidak terlibat dalam program pelatihan K3.
  • 44,9% responden menyatakan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam diskusi kebijakan keselamatan kerja.
  • Hanya 26,5% guru yang berpartisipasi dalam diskusi kebijakan keselamatan secara berkala.

2. Tingkat Kecelakaan dan Kejadian di Sekolah

  • Tercatat lebih dari 3000 cedera akibat kecelakaan kerja di sektor pendidikan Inggris selama enam tahun terakhir.
  • Beberapa insiden umum melibatkan jatuh, kontak dengan peralatan laboratorium, dan ventilasi yang buruk.
  • 75,5% responden menyatakan bahwa administrasi sekolah merespons laporan keselamatan dengan cepat.

3. Peran Manajemen dalam Keselamatan Kerja

  • Pemerintah Kenya melalui Kementerian Pendidikan diharapkan lebih aktif dalam menyusun kebijakan keselamatan yang mengakomodasi guru.
  • Beberapa sekolah telah mulai menerapkan komite keselamatan untuk memantau kondisi kerja.
  • Hanya 20% sekolah di wilayah tersebut yang memiliki rencana tanggap darurat.

Tantangan dalam Implementasi K3

  1. Kurangnya Kesadaran dan Pelatihan
    • Banyak guru yang tidak memahami hak mereka dalam hal keselamatan kerja.
    • Tidak ada program pelatihan berkelanjutan yang terstruktur.
  2. Minimnya Fasilitas Keselamatan
    • Beberapa sekolah tidak memiliki alat pemadam kebakaran yang memadai.
    • Tidak ada pemeriksaan rutin terhadap infrastruktur sekolah.
  3. Kurangnya Insentif untuk Kepatuhan K3
    • Tidak ada penghargaan bagi guru atau staf yang mematuhi standar keselamatan.
    • Keselamatan kerja sering kali tidak dianggap sebagai prioritas utama oleh pihak sekolah.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan di Sekolah

  1. Penyusunan dan Implementasi Kebijakan Keselamatan
    • Sekolah harus memiliki dokumen kebijakan keselamatan yang jelas.
    • Pemerintah perlu membuat regulasi yang mewajibkan program pelatihan keselamatan.
  2. Peningkatan Infrastruktur dan Fasilitas Keselamatan
    • Sekolah harus memastikan setiap ruang kelas memiliki sistem ventilasi yang baik.
    • Penyediaan alat pelindung diri bagi guru dan staf laboratorium.
  3. Pelibatan Guru dalam Keputusan Keselamatan
    • Pembentukan komite keselamatan di setiap sekolah.
    • Mengadakan pertemuan berkala untuk membahas kebijakan keselamatan.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa keselamatan kerja di sekolah menengah masih kurang diperhatikan, terutama dalam keterlibatan guru dan staf dalam perumusan kebijakan K3. Dengan menerapkan pelatihan berkala, penyediaan fasilitas keselamatan, serta pelibatan lebih aktif dari pihak manajemen dan pemerintah, lingkungan kerja yang lebih aman dan sehat dapat diwujudkan.

Sumber: Jonathan, G. K. & Mbogo, R. W. (2016). ‘Maintaining Health and Safety at Workplace: Employee and Employer’s Role in Ensuring a Safe Working Environment’. Journal of Education and Practice, 7(29), 1-10.

Selengkapnya
Peran Karyawan dan Manajemen dalam Menjaga Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Sekolah Menengah

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Manufaktur: Studi Kasus Akaki Basic Metal Industry

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam industri manufaktur. Studi terbaru oleh Fasil Kebede Tesfaye, Development of Industrial Occupational Safety and Health Models in Manufacturing Industries: The Case of Akaki Basic Metal Industry, menyoroti tantangan dan solusi dalam meningkatkan keselamatan kerja di industri logam di Ethiopia. Dengan menganalisis data dari 215 responden, penelitian ini menawarkan model struktural yang menghubungkan budaya keselamatan, kebijakan, dan iklim kerja terhadap produktivitas perusahaan.

Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Manufaktur

Industri manufaktur, khususnya di negara berkembang, memiliki tingkat kecelakaan kerja yang tinggi. Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), sekitar 125 juta pekerja mengalami kecelakaan atau penyakit akibat kerja setiap tahunnya, dengan 220.000 kematian. Di Ethiopia, laporan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Urusan Sosial (MOLSA, 2016) mencatat 25.812 kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan cacat permanen atau kematian.

Penelitian ini menemukan bahwa pada tahun 2009, jumlah kecelakaan di Akaki Basic Metal Industry mencapai 125 kasus dengan 2.336 jam kerja, menghasilkan rasio kecelakaan sebesar 0,0535 per jam kerja. Angka ini menurun menjadi 0,0210 per jam kerja pada tahun 2013, menunjukkan perbaikan yang masih belum cukup signifikan.

Model Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Dikembangkan

Penelitian menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) dan Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk membangun model keselamatan yang dapat meningkatkan produktivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

  • Budaya keselamatan, kebijakan keselamatan, dan iklim keselamatan memiliki pengaruh langsung terhadap produktivitas perusahaan.
  • Kepemimpinan keselamatan dan promosi keselamatan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keselamatan.
  • Pelatihan keselamatan, komunikasi internal, dan pengawasan tidak memiliki dampak signifikan terhadap produktivitas perusahaan.

Model ini membuktikan bahwa peningkatan budaya dan kebijakan keselamatan lebih efektif dibandingkan hanya memberikan pelatihan atau komunikasi terkait keselamatan kerja.

Faktor yang Mempengaruhi Keselamatan dan Produktivitas

Beberapa faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja di industri ini adalah:

  1. Kepemimpinan Keselamatan: 65% pekerja merasa kepemimpinan perusahaan tidak memberikan perhatian cukup pada keselamatan.
  2. Iklim Keselamatan: Lebih dari 50% pekerja merasa bahwa lingkungan kerja tidak cukup aman.
  3. Kebijakan Keselamatan: 50% pekerja tidak puas dengan kebijakan keselamatan yang diterapkan.
  4. Manajemen Bahaya: 71% pekerja menyatakan bahwa perusahaan tidak mengelola risiko dengan baik.
  5. Pelatihan Keselamatan: 68% pekerja merasa bahwa pelatihan keselamatan tidak memadai.

Perusahaan ini mengalami tantangan serius dalam penerapan keselamatan kerja. Beberapa temuan utama dari penelitian ini antara lain:

  • Minimnya Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD): Banyak pekerja di area produksi tidak menggunakan masker atau pelindung mata.
  • Ventilasi yang Buruk: Pekerja di area peleburan terpapar asap berbahaya tanpa perlindungan yang memadai.
  • Kurangnya Pengawasan: Tidak ada departemen khusus yang bertanggung jawab atas pencatatan kecelakaan kerja dan implementasi kebijakan keselamatan.

Dampak dari kondisi ini adalah tingginya angka absensi karena kecelakaan kerja, yang pada akhirnya menurunkan produktivitas perusahaan.

Penelitian ini menawarkan beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan di industri manufaktur lain:

  1. Meningkatkan Kepemimpinan Keselamatan: Manajer harus lebih aktif dalam mempromosikan budaya keselamatan.
  2. Menerapkan Kebijakan Keselamatan yang Lebih Ketat: Penggunaan APD harus diwajibkan dan diawasi secara ketat.
  3. Meningkatkan Kesadaran Keselamatan melalui Pelatihan Berkelanjutan.
  4. Membentuk Departemen K3 yang Khusus untuk mengawasi dan mencatat semua insiden terkait keselamatan.
  5. Meningkatkan Insentif bagi Pekerja agar mereka lebih sadar akan pentingnya keselamatan kerja.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa keselamatan kerja tidak hanya berhubungan dengan kesejahteraan pekerja, tetapi juga berdampak langsung pada produktivitas perusahaan. Dengan meningkatkan budaya keselamatan, menerapkan kebijakan yang ketat, dan memastikan lingkungan kerja yang aman, industri manufaktur dapat mengurangi kecelakaan kerja dan meningkatkan efisiensi produksi.

Sumber Asli

Tesfaye, Fasil Kebede. Development of Industrial Occupational Safety and Health Models in Manufacturing Industries: The Case of Akaki Basic Metal Industry. College of Engineering and Technology, Mechanical Engineering, Mizan Tepi University, Tepi, Ethiopia. Preprints.org, 4 August 2023. doi:10.20944/preprints202308.0401.v1.

Selengkapnya
Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Manufaktur: Studi Kasus Akaki Basic Metal Industry

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Analisis Ekonomi dari Penelitian Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Studi Kasus oleh NIOSH

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Maret 2025


Penelitian di bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) memiliki peran penting dalam mengurangi cedera dan penyakit akibat kerja. Namun, pengukuran dampak ekonomi dari penelitian ini masih menjadi tantangan. Studi oleh Bushnell, Pana-Cryan, Howard, Quay, dan Ray (2022) membahas upaya National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dalam menilai manfaat penelitian K3 dengan metrik ekonomi. Dengan menggandeng RAND Corporation, NIOSH melakukan enam studi kasus untuk menghitung manfaat penelitian dalam biaya yang dihemat, cedera dan penyakit yang dicegah, serta nilai ekonomi dari pengurangan risiko kematian atau penyakit.

NIOSH dan RAND Corporation menganalisis enam studi kasus utama:

  1. Paparan Silika dalam Penggilingan Aspal
    • Implementasi sistem kontrol debu baru mengurangi paparan silika secara signifikan.
    • Prediksi pengurangan penyakit paru-paru dan kanker terkait silika.
  2. Risiko Kanker pada Petugas Pemadam Kebakaran
    • Penelitian epidemiologis oleh NIOSH mengungkapkan tingginya risiko kanker akibat paparan asap dan bahan kimia berbahaya.
    • Mendorong penerapan standar baru dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) dan prosedur dekontaminasi.
  3. Program Hibah untuk Peralatan Keselamatan
    • Program hibah multi-industri meningkatkan penggunaan peralatan keselamatan.
    • Cedera di tempat kerja menurun secara signifikan setelah implementasi program ini.
  4. Monitor Debu untuk Penambang Batu Bara
    • Penggunaan monitor debu pribadi mengurangi paparan debu batubara secara real-time.
    • Penyakit paru-paru hitam pada pekerja tambang dapat ditekan dengan sistem ini.
  5. Redesain Kompartemen Pasien dalam Ambulans
    • Modifikasi desain untuk meningkatkan keselamatan tenaga medis dalam ambulans.
    • Cedera akibat kecelakaan ambulans berkurang secara drastis setelah perubahan desain.
  6. Surveilans Amputasi di Tempat Kerja
    • Sistem pemantauan cedera amputasi membantu mengidentifikasi area kerja berisiko tinggi.
    • Targeted inspection oleh lembaga keselamatan kerja lebih efektif dalam mengurangi kasus amputasi.

NIOSH menggunakan dua pendekatan utama untuk menghitung manfaat ekonomi dari penelitian K3:

  1. Analisis Biaya Cedera dan Penyakit
    • Menghitung biaya medis dan produktivitas yang hilang akibat cedera kerja.
    • Data menunjukkan penghematan biaya jutaan dolar dari program pencegahan.
  2. Pendekatan Willingness-to-Pay (WTP)
    • Mengukur nilai ekonomi dari pengurangan risiko kematian atau penyakit.
    • Dalam beberapa studi kasus, manfaat ekonomi penelitian K3 melebihi anggaran tahunan NIOSH.

Tantangan dalam Pengukuran Manfaat Penelitian K3

  1. Kesulitan dalam Mengisolasi Dampak Penelitian
    • Pencegahan cedera dan penyakit sering melibatkan banyak faktor, bukan hanya satu penelitian.
  2. Keterbatasan Data Keselamatan
    • Kurangnya data jangka panjang mengenai perubahan risiko akibat penelitian.
  3. Kompleksitas Implementasi Teknologi Baru
    • Resistensi perusahaan dalam mengadopsi inovasi keselamatan dapat memperlambat manfaat yang terlihat.

Kesimpulan

Penelitian oleh NIOSH menunjukkan bahwa pendekatan berbasis data dan analisis ekonomi dapat digunakan untuk mengukur manfaat penelitian K3. Dengan studi kasus yang beragam, penelitian ini memberikan wawasan baru tentang bagaimana investasi dalam penelitian keselamatan kerja dapat menghasilkan penghematan ekonomi yang besar dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Sumber: Bushnell, P. T., Pana-Cryan, R., Howard, J., Quay, B., & Ray, T. K. (2022). ‘Measuring the Benefits of Occupational Safety and Health Research with Economic Metrics: Insights from the National Institute for Occupational Safety and Health’. American Journal of Industrial Medicine, 65(5), 323-342.

Selengkapnya
Analisis Ekonomi dari Penelitian Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Studi Kasus oleh NIOSH
« First Previous page 59 of 865 Next Last »