Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025
Pendahuluan: Transformasi Paradigma Validasi Metode Analitik dalam Farmasi
Dalam dinamika pengembangan farmasi modern, keandalan metode analitik menjadi elemen kunci dalam memastikan mutu obat. Paper ini membahas penerapan Quality by Design (QbD) sebagai pendekatan sistematis dalam mengembangkan dan memvalidasi metode spektrofotometri untuk estimasi Pregabalin. QbD bukan hanya pendekatan teknis, melainkan paradigma ilmiah yang menekankan pada desain berbasis risiko, identifikasi parameter kritis, dan penciptaan ruang desain yang robust.
Penulis mengarahkan fokus pada integrasi prinsip QbD ke dalam metode spektrofotometri UV, guna menghasilkan metode yang tidak hanya valid dan akurat, tetapi juga stabil terhadap variasi operasional, sehingga cocok untuk digunakan dalam pengawasan mutu dan kontrol regulatori.
Kerangka Teoretis: Quality by Design sebagai Pilar Pengembangan Metode Analitik
QbD berakar dari ide bahwa kualitas tidak boleh menjadi hasil akhir pengujian, melainkan harus dibangun sejak awal proses pengembangan. Dalam konteks metode analitik, pendekatan ini diterjemahkan ke dalam beberapa komponen kunci:
Analytical Target Profile (ATP): Menetapkan target metode, yaitu akurasi dan presisi dalam estimasi Pregabalin.
Critical Analytical Attributes (CAA): Parameter kualitas seperti panjang gelombang optimum dan stabilitas linearitas.
Critical Method Parameters (CMPs): Variabel yang memengaruhi hasil analisis, seperti pH larutan, pelarut, dan waktu pengukuran.
Pendekatan QbD menjadikan metode analitik sebagai sistem yang dapat dimodelkan, divalidasi, dan direproduksi dengan jaminan mutu tinggi.
Metodologi: Eksperimen Sistematis Berbasis Desain dan Validasi
Desain Eksperimen dan Penentuan Panjang Gelombang
Metode yang dikembangkan berfokus pada pengukuran absorbansi Pregabalin pada panjang gelombang optimal 210 nm menggunakan pelarut air murni. Konsentrasi standar berkisar antara 5–30 µg/mL.
Dalam menentukan parameter kritis, penulis menggunakan prinsip DoE (Design of Experiments), meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan perangkat lunaknya. Evaluasi dilakukan untuk melihat:
Linearitas
Presisi (intra-day dan inter-day)
Akurasi
Stabilitas larutan
Robustness terhadap perubahan kondisi
Hasil Eksperimen dan Refleksi Teoretis
1. Linearitas
Metode menunjukkan hubungan linear antara konsentrasi Pregabalin dan absorbansi dengan nilai R² = 0,998 pada rentang 5–30 µg/mL.
🔍 Refleksi: Nilai korelasi yang mendekati sempurna ini menandakan bahwa metode mampu memprediksi kandungan Pregabalin secara kuantitatif tanpa penyimpangan signifikan, sesuai dengan prinsip ATP dalam QbD.
2. Presisi
Presisi dievaluasi melalui RSD (%), dengan hasil:
Intra-day: 0,36%
Inter-day: 0,89%
🔍 Interpretasi: Nilai RSD di bawah 2% membuktikan bahwa metode ini sangat konsisten baik dalam penggunaan harian maupun antar hari. Ini mencerminkan kestabilan parameter metode terhadap variabel operasional jangka pendek.
3. Akurasi dan Recovery
Uji recovery menunjukkan hasil antara 99,0%–101,0%, membuktikan metode memiliki akurasi tinggi.
🔍 Refleksi konseptual: Capaian ini mengindikasikan bahwa metode tidak dipengaruhi oleh interferensi matriks larutan. Ini merupakan aspek penting dalam estimasi obat yang disertakan dalam formulasi kompleks.
4. Stabilitas Larutan
Absorbansi Pregabalin tetap stabil hingga 48 jam pada suhu kamar, menunjukkan ketahanan larutan terhadap degradasi jangka pendek.
📌 Catatan: Stabilitas ini menjadikan metode ini cocok untuk digunakan dalam pengujian farmasi rutin, di mana penundaan analisis kadang tak terhindarkan.
5. Robustness
Uji robustness dilakukan dengan mengubah parameter minor, seperti waktu pengukuran dan panjang gelombang (±2 nm). Tidak ditemukan perbedaan signifikan.
🔍 Makna teoritis: Ini menunjukkan bahwa metode memiliki ruang toleransi yang cukup luas tanpa kehilangan akurasi, sejalan dengan konsep MODR (Method Operable Design Region) dalam QbD.
Narasi Argumentatif: Mewujudkan Metode Analitik sebagai Sistem yang Dirancang
Penulis berargumen bahwa pendekatan QbD menawarkan lebih dari sekadar validasi teknis—ia menciptakan metode yang dapat diadaptasi, direplikasi, dan diaudit dengan efisiensi tinggi. Pengembangan metode tidak lagi reaktif terhadap masalah, melainkan proaktif dalam mencegah ketidaksesuaian mutu.
Studi ini menempatkan pengembangan metode spektrofotometri dalam kerangka ilmiah yang strategis, dengan mempertimbangkan fleksibilitas dan jangka panjang aplikasi metode.
Kontribusi Ilmiah Utama
Penerapan QbD dalam spektrofotometri sederhana, yang sering kali terabaikan dalam pengembangan farmasi.
Model validasi menyeluruh termasuk linearitas, presisi, akurasi, dan robustness.
Pengembangan metode yang sesuai untuk pengawasan mutu Pregabalin dalam skenario laboratorium umum maupun kontrol rutin industri.
Kritik dan Opini terhadap Metodologi
Kekuatan:
Pendekatan berbasis QbD diterapkan secara utuh, bahkan pada teknik analitik sederhana seperti UV.
Validasi dilakukan menyeluruh dengan parameter klasik dan berbasis risiko.
Fokus pada kestabilan dan robustnes menjadikan metode praktis untuk digunakan secara rutin.
Kelemahan:
Tidak digunakan pendekatan software statistik eksplisit seperti DoE berbasis perangkat lunak, sehingga pengaruh interaksi parameter tidak terkuantifikasi dengan optimal.
Rentang konsentrasi terbatas (5–30 µg/mL), belum menguji batas deteksi bawah (LOD) atau batas kuantifikasi (LOQ).
Kurangnya uji spesifisitas terhadap kemungkinan gangguan dari eksipien dalam formulasi tablet Pregabalin.
📌 Saran: Studi lanjutan dapat memperluas rentang konsentrasi, memasukkan uji LOD/LOQ, serta menguji metode pada matriks nyata (tablet komersial) untuk menilai spesifisitas dan kesesuaian formulasi.
Implikasi Ilmiah dan Aplikatif
Penerapan QbD dalam pengembangan metode spektrofotometri sederhana membuka kemungkinan besar untuk laboratorium dengan sumber daya terbatas:
Metode sederhana dapat menjadi tangguh dan valid secara regulatori.
Pengembangan metode tidak harus mahal atau kompleks, selama mengikuti prinsip desain dan validasi sistematis.
AQbD bisa diterapkan untuk metode analisis awal maupun pengujian rutin.
Studi ini juga menegaskan bahwa QbD bukan hanya milik metode kromatografi canggih, tapi dapat dimanfaatkan dalam berbagai platform teknik analitik.
Kesimpulan: Menyatukan Kualitas, Efisiensi, dan Relevansi dalam Analisis Farmasi
Dengan merancang metode analitik Pregabalin berdasarkan prinsip QbD, studi ini memperlihatkan bahwa kualitas metode tidak bergantung pada kompleksitas alat, tetapi pada kekuatan pendekatan ilmiah yang menyusunnya. Metode yang dikembangkan bukan hanya akurat dan presisi, tetapi juga praktis, stabil, dan robust—menjadi solusi nyata dalam pengawasan mutu farmasi berbasis efisiensi dan integritas ilmiah.
📎 Catatan:
Dokumen ini tidak mencantumkan link DOI atau tautan jurnal secara eksplisit. Jika Anda memiliki akses ke data publikasi resminya, saya dapat bantu format ulang dengan mencantumkan DOI bila tersedia.
Bioteknologi Mikroba
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025
Pendahuluan: Ilmu Kristalografi di Simpul Persimpangan Akademik dan Publik
Kristalografi, sebagai disiplin ilmiah yang menyingkap struktur atom dan molekul dalam ruang tiga dimensi, telah mengalami evolusi tak hanya dalam aspek metodologis, tetapi juga dalam cara ia dikomunikasikan kepada publik. Disertasi ini mengeksplorasi bagaimana pendekatan berbasis pendidikan, visualisasi, dan diseminasi dapat mengintegrasikan kristalografi sebagai pengetahuan yang tidak eksklusif bagi kalangan ilmuwan, tetapi juga dapat diapresiasi oleh publik luas.
Berbeda dengan penelitian laboratorium konvensional, karya ini menyajikan sebuah proyek konseptual dan praktikal yang berakar dari pengalaman kuratorial, pedagogis, dan sosial. Fokus utamanya bukan pada penemuan ilmiah dalam arti sempit, melainkan pada cara-cara inovatif untuk menyampaikan kompleksitas struktur kristal melalui pameran, visual, dan keterlibatan masyarakat.
Kerangka Teoretis: Edukasi Ilmiah dan Komunikasi Visual sebagai Medium Kristalografi
Secara konseptual, landasan disertasi ini terletak pada premis bahwa pengetahuan ilmiah seharusnya tidak terbatas pada konteks akademik. Penulis membangun argumennya di atas kerangka interdisipliner antara sains, seni, dan edukasi. Ia memanfaatkan kekuatan visualisasi dalam menyampaikan konsep kompleks yang umumnya tersandera oleh terminologi teknis dan simbolik.
Kristalografi, yang tradisionalnya berbasis pada representasi angka dan parameter ruang kisi, didekati melalui media visual dan interaktif. Dengan cara ini, informasi struktural tidak hanya diuraikan, tapi juga “diterjemahkan” menjadi bentuk yang dapat dinikmati oleh indera dan nalar awam.
Tujuan dan Metodologi: Dari Struktur ke Narasi Visual
Disertasi ini tidak menggunakan metodologi eksperimen kuantitatif, melainkan menggunakan pendekatan deskriptif, kualitatif, dan partisipatif. Tujuan utamanya adalah:
Menyusun dan menyelenggarakan pameran ilmiah bertema kristalografi.
Mengembangkan materi visual edukatif berbasis struktur kristal.
Menganalisis dampak dan keterlibatan publik dalam kegiatan ini.
Mengembangkan sinergi antara komunitas akademik, sekolah, dan masyarakat.
Dalam beberapa bagian, disertasi ini menggunakan pendekatan action research di mana penulis terlibat langsung dalam implementasi proyek dan refleksi atas hasilnya.
Eksplorasi dan Realisasi Proyek: Kristal dalam Ruang Publik
1. Pameran Kristalografi di Strasbourg
Salah satu puncak kegiatan adalah penyelenggaraan pameran visual berjudul "Crystals, an organized matter". Pameran ini menampilkan gambar-gambar molekul dan struktur kristal dari berbagai senyawa, dengan gaya visual yang mendekati seni grafis. Penulis menyusun narasi edukatif berbasis ilustrasi yang dapat diakses publik umum, termasuk anak-anak sekolah dasar.
📌 Refleksi Konseptual: Ini merupakan bentuk transposisi dari data ilmiah menjadi narasi budaya. Di sini, kristal bukan hanya objek ilmiah, tetapi artefak estetik yang bisa menembus batas kognisi dan emosi.
2. Kolaborasi dengan Sekolah dan Lembaga Pendidikan
Melalui kerja sama dengan guru dan fasilitator, materi kristalografi diterjemahkan ke dalam modul pembelajaran visual, permainan edukatif, dan diskusi interaktif. Fokusnya adalah pada struktur geometri dasar seperti kubus, heksagonal, dan segi enam.
📌 Refleksi Teoretis: Strategi ini menunjukkan bagaimana kristalografi, jika dipisahkan dari konteks eksklusif laboratorium, dapat menjadi sarana untuk mengembangkan literasi visual, spasial, dan logika anak-anak sejak dini.
3. Visualisasi Molekuler sebagai Jembatan Komunikasi
Disertasi menampilkan berbagai representasi struktur molekul menggunakan perangkat lunak visualisasi seperti Jmol. Gambar-gambar tersebut dicetak dalam format besar dan didesain secara estetis agar mampu menarik perhatian, tanpa mengorbankan integritas ilmiahnya.
📌 Interpretasi: Penulis secara implisit menyatakan bahwa ilmu dapat dan perlu dikomunikasikan bukan hanya dalam bahasa verbal atau numerik, tetapi juga melalui bahasa visual dan spasial—sesuatu yang lebih universal dan lintas batas budaya.
Narasi Argumentatif: Menggeser Kristalografi dari Eksklusivitas Menuju Inklusivitas
Penulis mengembangkan argumen utama bahwa kristalografi tidak hanya penting dalam ranah akademik (seperti farmasi atau kimia), tetapi juga berpotensi besar sebagai alat pendidikan, komunikasi publik, dan bahkan estetika visual. Penulis menekankan bahwa sains tidak harus “dilunakkan” untuk masyarakat, melainkan harus disusun ulang cara penyampaiannya agar lebih akrab secara kognitif dan emosional.
Sorotan Data dan Refleksi Kualitatif
Meskipun tidak ada angka statistik, data observasional dari interaksi pengunjung pameran, umpan balik dari guru, dan partisipasi siswa menjadi landasan validasi narasi. Penulis mencatat bahwa:
Siswa usia SD lebih tertarik pada pola simetri dan bentuk tiga dimensi.
Visualisasi berwarna lebih efektif dibanding model hitam-putih.
Keterlibatan pengunjung meningkat jika narasi pameran bersifat interaktif.
📌 Refleksi Teoretis: Ini memperkuat teori bahwa pemahaman ilmiah sangat ditentukan oleh bentuk penyajiannya, dan bahwa pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning) jauh lebih kuat dibanding pengajaran abstrak.
Kritik Terhadap Pendekatan Penulis
Kekuatan:
Inovatif dalam mengemas kristalografi sebagai medium lintas disiplin.
Memanfaatkan pendekatan partisipatif yang kuat untuk pendidikan sains.
Membangun sinergi antara institusi riset dan masyarakat umum.
Kelemahan:
Kurangnya pengukuran dampak kuantitatif: Efektivitas metode tidak divalidasi dengan data numerik yang solid.
Bergantung pada konteks lokal: Sebagian besar aktivitas hanya dilakukan di wilayah Strasbourg dan sekitarnya.
Kurangnya pengembangan aspek pedagogi: Meskipun banyak intervensi di sekolah, struktur pedagogis formal tidak dibahas secara mendalam.
📌 Saran: Studi lanjutan dapat menggunakan instrumen kuantitatif (seperti pre-post test) untuk menilai perubahan pemahaman atau minat siswa, serta melakukan ekspansi ke wilayah geografis lain untuk mengevaluasi replikasi pendekatan.
Daftar Poin: Kontribusi Ilmiah dan Sosial dari Disertasi
Menghubungkan kristalografi dengan pendidikan sains berbasis visual dan pengalaman.
Menyusun pameran ilmiah yang bersifat inklusif dan artistik.
Mengubah persepsi kristal dari struktur teknis menjadi objek estetik.
Mengintegrasikan komunitas non-ilmiah dalam diseminasi sains.
Membuka ruang baru bagi ilmuwan untuk berperan sebagai komunikator sains.
Implikasi Ilmiah dan Masa Depan Diseminasi Kristalografi
Disertasi ini membawa kita pada pemahaman bahwa struktur ilmiah (seperti kristal) bukan hanya milik jurnal akademik, tetapi juga bisa menjadi bagian dari ruang publik. Jika pendekatan seperti ini diadopsi lebih luas, maka bukan tidak mungkin bahwa sains bisa menjadi bagian dari budaya sehari-hari, dan bukan lagi sesuatu yang “asing” bagi publik.
Implikasinya sangat besar: dari pengembangan kurikulum STEM yang lebih visual dan kontekstual, hingga peningkatan apresiasi publik terhadap riset sains yang selama ini tersembunyi di balik layar laboratorium.
Kesimpulan: Merayakan Kristal sebagai Ilmu, Seni, dan Edukasi
Disertasi ini tidak hanya menjelaskan kristalografi, tetapi memperluasnya ke dalam dimensi sosial, estetis, dan edukatif. Dengan menjadikan struktur kristal sebagai titik temu antara ilmuwan dan masyarakat, penulis memperlihatkan potensi besar sains sebagai bahasa universal. Ini bukan sekadar kontribusi akademik, tetapi juga seruan etis untuk membuka laboratorium kepada dunia.
Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025
Pendahuluan: Menggagas Kualitas dari Awal dalam Formulasi Obat Herbal
Formulasi obat berbasis tanaman sering kali dihadapkan pada tantangan besar terkait konsistensi, efektivitas, dan standarisasi mutu. Paper ini menunjukkan bahwa mengadopsi pendekatan Quality by Design (QbD)—yang sebelumnya lebih sering diterapkan dalam farmasi modern—dapat memperkuat kredibilitas dan kualitas produk herbal.
Penelitian ini tidak hanya berfokus pada formulasi tablet herbal antidiabetik, tetapi secara konseptual menunjukkan bagaimana QbD dapat membentuk struktur sistematis untuk mengidentifikasi dan mengontrol variabel kritis dalam pengembangan produk alami. Dengan pendekatan reflektif dan kuantitatif, penulis berhasil membangun model formulasi yang memenuhi ekspektasi kualitas, stabilitas, dan efektivitas.
Kerangka Teori: Quality by Design sebagai Pilar Rancangan Mutu Farmasi
QbD merupakan pendekatan ilmiah terstruktur untuk mengembangkan produk dan proses manufaktur yang konsisten terhadap kualitas. Dalam konteks paper ini, QbD digunakan untuk:
Mengidentifikasi parameter kritis dalam pembuatan tablet herbal
Menetapkan atribut mutu penting atau Critical Quality Attributes (CQAs)
Mengembangkan design space sebagai batas aman proses produksi
QTPP (Quality Target Product Profile) dari tablet ini mengacu pada sifat-sifat seperti kemudahan dikonsumsi, kecepatan disintegrasi, kekerasan, dan stabilitas penyimpanan. Dengan memperjelas QTPP sejak awal, formulasi dapat dirancang untuk mengantisipasi tantangan sejak tingkat molekuler hingga kompresi tablet.
Komposisi dan Rasionalisasi Formula
Formulasi terdiri atas ekstrak tanaman dengan efek antidiabetik, yakni:
Gymnema sylvestre
Momordica charantia
Salacia reticulata
Pterocarpus marsupium
Trigonella foenum-graecum
Kelima bahan herbal ini diformulasikan dalam berbagai konsentrasi menggunakan metode wet granulation. Evaluasi menyeluruh mencakup uji pre-kompresi (alur serbuk, kepadatan), pasca-kompresi (kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi), serta uji aktivitas antidiabetik in vivo.
Desain Eksperimen dan Optimasi Statistik
Peneliti menerapkan pendekatan Design of Experiments (DoE) menggunakan Design Expert software versi 11.0 dengan model Simplex Lattice Design, menilai tiga bahan utama (ekstrak herbal) sebagai variabel bebas (X₁, X₂, X₃) terhadap respon kualitas (Y₁ hingga Y₄) seperti:
Kekerasan tablet
Waktu disintegrasi
Aktivitas hipoglikemik
Rendemen produksi
Hasil DoE menunjukkan model statistik yang signifikan dengan F-value tinggi dan p-value <0,05, membuktikan hubungan linear antara komposisi ekstrak dan atribut kualitas.
Hasil Penelitian dan Refleksi Teoretis
1. Evaluasi Pre-Kompresi
Serbuk menunjukkan properti alir baik dengan sudut istirahat (angle of repose) berkisar 28,13°–30,21°, rasio Hausner di bawah 1,25, dan indeks kompresibilitas dalam batas optimal.
🔍 Refleksi: Stabilitas alir serbuk yang baik sangat penting dalam formulasi berbasis granulat basah karena berdampak langsung pada homogenitas campuran dan pengisian cetakan secara seragam.
2. Evaluasi Post-Kompresi
Tablet memiliki kekerasan 4,1–4,7 kg/cm², waktu disintegrasi 3–6 menit, dan kerapuhan kurang dari 0,8%. Hasil ini mendekati standar optimal tablet oral.
🔍 Interpretasi: Nilai-nilai ini mencerminkan keberhasilan dalam mengoptimalkan parameter proses seperti ukuran granula, jumlah pengikat, dan tekanan kompresi. Dengan mempertahankan waktu disintegrasi di bawah 6 menit, tablet tetap efektif tanpa kehilangan kekuatan mekanik.
3. Aktivitas Antidiabetik In Vivo
Uji hipoglikemik pada tikus diabetes menunjukkan penurunan kadar glukosa darah signifikan dalam 6 jam setelah pemberian tablet. Formulasi terpilih menghasilkan penurunan 36–44% kadar glukosa, menyamai efek standar glibenklamid.
🔍 Makna teoritis: Hal ini menunjukkan bahwa sinergi bahan herbal dalam formulasi berhasil dipertahankan dalam bentuk tablet tanpa menurunkan bioaktivitas. Ini mendukung asumsi bahwa QbD mampu mempertahankan integritas farmakologi zat aktif herbal.
4. Optimasi Statistik dan Validasi Model
Model DoE menghasilkan formula optimal dengan proporsi bahan aktif sebagai berikut:
Momordica charantia – 0,2
Gymnema sylvestre – 0,3
Salacia reticulata – 0,5
Model menghasilkan prediksi kekerasan tablet 4,36 kg/cm², waktu disintegrasi 4,2 menit, dan aktivitas hipoglikemik 43,9%. Eksperimen aktual menunjukkan deviasi <5% dari prediksi.
✅ Refleksi teoretis: Ini membuktikan bahwa QbD tidak hanya bersifat teoritik, tetapi dapat memprediksi dengan akurat kinerja produk akhir dalam batas variasi yang sangat rendah.
Narasi Argumentatif Penulis: QbD sebagai Transformasi Praktik Formulasi Herbal
Penulis menyusun argumen bahwa formulasi herbal memerlukan validasi ilmiah yang setara dengan obat sintetik. QbD menyediakan jembatan antara kearifan tradisional dan teknologi modern dengan:
Menetapkan sistem kontrol kualitas sejak awal
Meningkatkan efisiensi eksperimental melalui desain statistik
Memastikan replikasi dan kestabilan produk di tingkat manufaktur
Dalam konteks ini, penulis menghapus batas antara produk “alami” dan “ilmiah,” mengusulkan bahwa semua formulasi—herbal sekalipun—harus tunduk pada prinsip validasi berbasis data.
Kekuatan dan Kritik terhadap Pendekatan Metodologi
Kekuatan:
Aplikasi penuh dari framework QbD dalam formulasi herbal
Integrasi DoE dalam mendesain, menguji, dan mengoptimalkan variabel
Validasi in vivo yang memperkuat klaim bioaktivitas
Kelemahan:
Variasi tanaman tidak dijelaskan secara mendalam — faktor geografis, musim, dan teknik ekstraksi bisa memengaruhi konsistensi bahan baku.
Skalabilitas belum diuji secara industri — formula terbukti di laboratorium, tetapi tidak dibahas dalam konteks batch besar.
Hanya tiga ekstrak utama dalam DoE — tidak melibatkan semua lima tanaman yang digunakan, sehingga potensi sinergi total belum sepenuhnya dieksplorasi.
📌 Saran: Studi lanjutan dapat fokus pada:
Standardisasi bahan baku (misal melalui marker compound)
Simulasi skala pilot
Penambahan variabel organoleptik atau stabilitas jangka panjang
Implikasi Ilmiah dan Potensi Pengembangan
Paper ini menunjukkan bahwa produk herbal dapat ditingkatkan secara ilmiah dengan:
Validasi statistik dalam desain dan evaluasi
Kemampuan prediktif terhadap atribut mutu
Standarisasi proses sebagai bagian dari compliance industri farmasi
Penelitian ini dapat menjadi model awal bagi pengembangan fitofarmaka yang tidak hanya efektif tetapi juga stabil, reproducible, dan memenuhi standar regulasi. Ini mempercepat adopsi terapi alami dalam sistem kesehatan arus utama.
Kesimpulan: Mengintegrasikan Tradisi dan Inovasi melalui QbD
Formulasi tablet antidiabetik herbal dalam studi ini menunjukkan bahwa ketika sains formulasi digabungkan dengan prinsip QbD, hasilnya bukan hanya produk yang efektif, tapi juga dapat diandalkan dan dikendalikan. Dengan mengutamakan prediksi, konsistensi, dan kontrol dari awal, penelitian ini menegaskan bahwa pendekatan berbasis desain bukan hanya masa depan farmasi modern, tetapi juga jembatan antara ilmu tradisional dan teknologi kontemporer.
📎 Link resmi paper (jurnal):
https://www.ijper.org/article/2021/55/4/1207-1215
Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025
Pendahuluan: Transformasi Pendekatan Kualitas dalam Sains Farmasi
Industri farmasi telah lama didominasi oleh paradigma Quality by Testing (QbT), di mana kualitas produk diuji pasca-produksi. Namun, pendekatan ini terbukti tidak efisien dalam menjamin kualitas secara konsisten. Paper ini menandai pergeseran penting menuju Quality by Design (QbD)—sebuah pendekatan sistematis berbasis risiko yang menekankan pentingnya membangun kualitas sejak awal tahap pengembangan.
Penelitian ini menawarkan sebuah studi mendalam mengenai pengembangan partikel fungsional (functionalised particles, FPs) menggunakan teknik pelapisan kering (dry coating), tanpa pelarut atau panas, yang menjadi solusi alternatif terhadap metode konvensional. Dengan mengadopsi kerangka kerja QbD, penulis menjelaskan bagaimana kualitas produk dapat diintegrasikan ke dalam proses itu sendiri, bukan hanya diuji pada akhir.
Kerangka Konseptual: Quality by Design sebagai Dasar Ilmiah
QbD mendasarkan pengembangan produk pada prinsip bahwa kualitas harus dirancang dan tidak sekadar diuji. Dalam konteks ini, penulis memetakan Quality Target Product Profile (QTPP) untuk memastikan pelepasan obat yang terkendali, dan kemudian menetapkan Critical Quality Attributes (CQAs) yang mencerminkan parameter utama produk:
Homogenitas kandungan (RSD)
Laju disolusi ibuprofen
Distribusi ukuran partikel (X10)
Interaksi molekuler melalui spektrum FTIR
Proses produksi dikaji melalui empat Critical Process Parameters (CPPs):
Kecepatan pengaduk
Tekanan udara
Waktu pemrosesan
Ukuran batch
Dengan demikian, paper ini membangun struktur hubungan sebab-akibat antara variabel proses dan atribut mutu akhir.
Metodologi: Integrasi DoE dan Penilaian Risiko
Perancangan Eksperimen:
Desain eksperimen menggunakan pendekatan D-optimal, menghasilkan 26 kombinasi eksperimental (termasuk 4 replikasi) untuk mengevaluasi pengaruh CPP terhadap CQAs.
Penilaian Risiko Awal:
Analisis awal menunjukkan keempat CPP memiliki tingkat risiko sedang hingga tinggi terhadap keseluruhan CQAs, memperkuat urgensi optimasi sistematis.
Hasil Eksperimen dan Refleksi Konseptual
1. Kandungan Homogen (RSD)
Nilai RSD terbaik (2,08%) diperoleh pada kecepatan tinggi (≥1200 rpm), tekanan tinggi (40 psi), waktu singkat (15 menit), dan batch kecil (6 g).
Refleksi teoretis: Ini menunjukkan bahwa gaya mekanis yang optimal memungkinkan partikel ibuprofen terdistribusi merata di permukaan pembawa (MCC), menghindari aglomerasi atau segregasi.
2. Laju Disolusi Ibuprofen
Laju disolusi menurun pada kondisi pelapisan efektif. Campuran fisik menunjukkan 99% pelarutan dalam 60 menit, sedangkan partikel berpelapis hanya 84%—mengindikasikan keberhasilan pembentukan lapisan yang memperlambat pelepasan.
Makna teoritis: Keberhasilan pelapisan mencerminkan modifikasi permukaan yang membatasi kelarutan instan, selaras dengan QTPP pelepasan lambat.
3. Distribusi Ukuran Partikel (X10)
Nilai X10 lebih tinggi tercapai pada kecepatan rendah dan waktu proses panjang, mengindikasikan pembentukan aglomerat. Sebaliknya, batch kecil dan kecepatan tinggi menghasilkan distribusi lebih seragam.
Interpretasi konseptual: Hal ini menunjukkan bahwa kontrol kinetik dan mekanik mendukung pencapaian ukuran partikel target tanpa menciptakan gumpalan tidak diinginkan.
4. Validasi Interaksi Molekuler dengan FTIR
Spektrum FTIR menunjukkan penurunan intensitas pita C=O pada 1708 cm⁻¹ pada partikel berlapis dibandingkan campuran fisik, menandakan terbentuknya ikatan hidrogen antara ibuprofen dan MCC.
Refleksi konseptual: Penurunan ini bukan sekadar data analitik, melainkan representasi molekuler dari terbentuknya interaksi yang mengatur pelepasan obat. Ini memperluas definisi CQA menjadi sesuatu yang juga bersifat kimiawi, bukan hanya fisik.
Visualisasi Desain Ruang Proses (Design Space)
Peta desain mengidentifikasi zona proses optimal:
Kecepatan: 850–1500 rpm
Waktu: 15–60 menit
Tekanan: 40 psi
Ukuran batch: 6 g
Model prediktif menghasilkan R² ≥ 0,85 untuk semua CQAs, membuktikan kekuatan desain DoE dalam memodelkan hasil. Verifikasi kondisi optimal menunjukkan hasil aktual berada dalam deviasi <10% dari prediksi.
Argumentasi Penulis: Dari Eksperimen Menuju Sistem Mutu
Penulis membangun narasi bahwa teknik pelapisan kering, jika diintegrasikan dengan prinsip QbD, mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang tidak hanya terukur, tetapi juga terprediksi. Alih-alih memperbaiki kualitas di akhir, proses ini mengarahkan desain sejak awal agar sesuai dengan profil produk target.
Daftar Poin: Kontribusi Ilmiah Utama Paper Ini
Inovasi teknik: Penggunaan pelapisan kering tanpa pelarut sebagai alternatif ramah lingkungan dan hemat energi.
Validasi molekuler: Integrasi FTIR sebagai CQA menambah dimensi kimia dalam pengendalian mutu.
Prediktivitas proses: Desain eksperimen memungkinkan pencapaian design space yang stabil dan direplikasi.
Penerapan penuh QbD: Dari QTPP hingga verifikasi eksperimental dilakukan secara menyeluruh.
Kritik dan Refleksi Metodologis
Kekuatan:
Pendekatan sistematis dan menyeluruh terhadap prinsip QbD.
Model statistik robust dengan validasi eksperimental aktual.
Integrasi pengukuran molekuler (FTIR) memperkaya dimensi evaluasi.
Kelemahan:
Skalabilitas: Ukuran batch maksimum hanya 20 g, belum mencerminkan kondisi industri.
Model API tunggal: Hanya menggunakan ibuprofen, sehingga generalisasi masih terbatas.
Ketergantungan pada alat prototipe: Implementasi komersial bisa terhambat tanpa spesifikasi peralatan terbuka.
Saran:
Studi lanjutan sebaiknya mencakup skala pilot dan bahan aktif yang memiliki sifat kelarutan berbeda untuk menguji generalisasi metode ini secara lebih luas.
Implikasi dan Potensi Ilmiah
Penelitian ini membuka cakrawala baru dalam formulasi farmasi, terutama dalam:
Menyederhanakan proses manufaktur tanpa kehilangan kontrol mutu.
Mengurangi dampak lingkungan dengan menghilangkan pelarut.
Meningkatkan efisiensi validasi regulasi dengan model yang dapat dijustifikasi secara statistik dan molekuler.
Secara konseptual, studi ini memperlihatkan bagaimana QbD bukan hanya alat manajemen mutu, tetapi kerangka kerja ilmiah untuk memahami dan mengendalikan proses formulasi secara menyeluruh.
Kesimpulan: Memformulasikan Ulang Definisi Kualitas dalam Farmasi
Dengan menyandingkan teknik pelapisan kering dan kerangka kerja QbD, paper ini menunjukkan bahwa kualitas adalah hasil desain yang cermat, bukan sekadar hasil akhir yang diperiksa. Dengan memvalidasi seluruh proses melalui data dan pemahaman molekuler, pendekatan ini membuktikan bahwa masa depan formulasi farmasi terletak pada interseksi antara inovasi proses dan sains mutu.
📎 Link resmi paper (DOI):
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0206651