Industri Berkelanjutan

Solusi Industri Manufaktur Berkelanjutan di Era Industri 4.0

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025


Pendahuluan: Menjawab Tantangan Kualitas di Industri Manufaktur Modern

Di era Industri 4.0, manufaktur tidak lagi sekadar berfokus pada produksi massal, tetapi juga mengedepankan kualitas, efisiensi energi, dan keberlanjutan. Salah satu tantangan besar dalam industri injection molding adalah memastikan kualitas produk konsisten tanpa meningkatkan biaya produksi atau menambah beban tenaga kerja. Terlebih lagi, meningkatnya tuntutan untuk menerapkan prinsip keberlanjutan (sustainability) membuat industri perlu beradaptasi.

Paper yang ditulis oleh Hail Jung, Jinsu Jeon, Dahui Choi, dan Jung-Ywn Park (2021) ini mengangkat solusi machine learning (ML) untuk prediksi kualitas di industri injection molding, yang diklaim lebih efektif dibandingkan metode konvensional. Penelitian ini tidak hanya menawarkan pendekatan teknis, tetapi juga memberikan wawasan strategis bagi perusahaan manufaktur yang ingin mempertahankan daya saingnya dalam pasar global yang semakin kompetitif.

Latar Belakang Penelitian: Kualitas Produk sebagai Pilar Utama Keberlanjutan

Injection molding merupakan proses krusial dalam produksi komponen plastik untuk berbagai industri seperti otomotif, elektronik, hingga kesehatan. Kegagalan menjaga kualitas pada tahap ini akan merugikan secara ekonomi dan lingkungan. Dalam praktiknya, banyak perusahaan masih bergantung pada inspeksi manual, yang membutuhkan banyak tenaga kerja dan mahal, khususnya di negara dengan tingkat upah tinggi.

Penelitian ini berangkat dari fakta bahwa data real-time dari mesin injection molding memiliki potensi besar jika dimanfaatkan secara optimal menggunakan teknologi machine learning. Dengan kata lain, transformasi digital melalui ML menawarkan solusi prediksi kualitas produk secara otomatis dan presisi.

Tujuan dan Kontribusi Penelitian

Paper ini bertujuan untuk:

  • Mengidentifikasi algoritma machine learning yang paling efektif untuk prediksi kualitas produk injection molding.
  • Meningkatkan efisiensi produksi sekaligus menurunkan biaya inspeksi kualitas.
  • Memperkuat keberlanjutan industri manufaktur dengan mengurangi limbah produksi akibat produk cacat.

Penelitian ini juga mengkaji feature importance, atau variabel kunci dalam proses produksi yang paling berpengaruh terhadap kualitas, seperti suhu cetakan (mold temperature) dan waktu siklus (cycle time).

 

Metodologi Penelitian: Mengolah Data Produksi Nyata Menjadi Model Prediktif

Dataset

Data dikumpulkan dari Hanguk Mold, perusahaan injection molding di Korea Selatan, yang memproduksi komponen otomotif. Dataset mencakup lebih dari 8.000 data siklus produksi, dengan lebih dari 50 variabel real-time seperti:

  • Injection Time
  • Filling Time
  • Cycle Time
  • Clamp Close Time
  • Mold Temperature
  • Injection Pressure
  • Screw Speed

Data ini merepresentasikan dinamika nyata di lini produksi, sehingga hasil penelitian dapat langsung diimplementasikan.

Algoritma yang Digunakan

  1. Tree-based Algorithms
    • Random Forest
    • Gradient Boost
    • XGBoost
    • LightGBM
    • CatBoost
  2. Regression-based Algorithms
    • Logistic Regression
    • Support Vector Machine (SVM)
  3. Autoencoder (Deep Learning)

Autoencoder, yang berfokus pada anomaly detection, terbukti menjadi model terbaik karena mampu mendeteksi cacat tanpa membutuhkan data dari produk cacat itu sendiri.

 

Hasil Penelitian: Autoencoder Mengungguli Semua Model Lainnya

Kinerja Model

  • Autoencoder meraih akurasi hingga 99,59% dengan F1-score 97,27%.
  • Random Forest mengikuti di posisi kedua dengan akurasi 99,18% dan F1-score 72,22%.
  • Model regresi seperti Logistic Regression dan SVM mencatat akurasi lebih rendah, karena keterbatasan dalam menangani data non-linear kompleks.

Faktor Utama Penentu Kualitas

Melalui analisis feature importance, ditemukan bahwa variabel berikut paling mempengaruhi kualitas produk:

  • Mold Temperature
  • Hopper Temperature
  • Injection Time
  • Cycle Time

Hasil ini sejalan dengan studi sebelumnya yang menekankan pentingnya kontrol suhu dalam injection molding, seperti penelitian oleh Qi et al. (2019) dan Lee et al. (2020).

 

Studi Kasus: Efisiensi Produksi Injection Molding di Hanguk Mold

Sebelum implementasi ML, Hanguk Mold mengandalkan 200 inspektur kualitas untuk memeriksa produk dari 100 mesin injection molding. Setelah penerapan Autoencoder, kebutuhan tenaga kerja untuk pemeriksaan kualitas menurun drastis, sehingga perusahaan menghemat biaya operasional hingga 30%.

Selain itu, prediksi kualitas yang akurat memungkinkan pengurangan limbah produksi hingga 25%, mendukung target keberlanjutan perusahaan dan mengurangi jejak karbon.

 

Analisis Kritis dan Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya

Kelebihan Penelitian Ini

✅ Data Real-World: Dataset berasal dari produksi nyata, bukan simulasi.
✅ Pendekatan Komprehensif: Perbandingan antara berbagai model ML memberikan gambaran menyeluruh.
✅ Efisiensi Biaya: Implementasi Autoencoder mengurangi ketergantungan pada inspeksi manual.

Kekurangan dan Tantangan

❌ Generalisasi Terbatas: Dataset spesifik dari satu perusahaan di Korea.
❌ Penjelasan Sebab-Akibat Minim: Fokus penelitian lebih pada akurasi prediksi, bukan pemahaman mendalam terhadap akar penyebab cacat.
❌ Belum Integrasi IoT Secara Penuh: Implementasi real-time membutuhkan integrasi dengan sensor IoT yang lebih kompleks.

Komparasi dengan Studi Lain

  • Ribeiro (2005): Menggunakan SVM untuk monitoring kualitas injection molding, namun akurasinya lebih rendah dibanding Autoencoder.
  • Nagorny et al. (2017): Menerapkan LSTM berbasis gambar produk, sedangkan penelitian ini berbasis data proses mesin, yang lebih praktis untuk implementasi pabrik.

 

Implikasi Praktis untuk Industri Manufaktur

  1. Efisiensi Operasional
    Mengurangi biaya kualitas (quality cost) dengan prediksi otomatis berbasis data, tanpa perlu banyak tenaga kerja.
  2. Sustainability & Lingkungan
    Mengurangi produk cacat berarti mengurangi limbah dan konsumsi energi yang tidak perlu, mendukung Net Zero Emission.
  3. Kesiapan Industri 4.0
    Memungkinkan integrasi dengan IoT dan MES (Manufacturing Execution System) untuk produksi yang lebih adaptif dan otomatis.

 

Rekomendasi dan Arah Pengembangan Masa Depan

✅ Integrasi Sensor IoT & Big Data untuk meningkatkan akurasi prediksi real-time.
✅ Explainable AI (XAI) agar alasan di balik keputusan model lebih transparan bagi insinyur produksi.
✅ Transfer Learning untuk memudahkan adopsi di perusahaan injection molding lain dengan parameter produksi berbeda.
✅ Mobile & Cloud-Based Monitoring agar manajemen kualitas dapat dilakukan secara remote.

 

Kesimpulan: Menuju Masa Depan Manufaktur Tanpa Cacat

Penelitian ini menunjukkan bahwa machine learning, khususnya Autoencoder, dapat merevolusi cara industri injection molding menjaga kualitas produk. Dengan meningkatkan efisiensi, mengurangi limbah, dan mendukung prinsip keberlanjutan, teknologi ini memberikan nilai tambah yang nyata.

Di era Industri 4.0, perusahaan manufaktur yang tidak mengadopsi teknologi seperti ML akan tertinggal. Penelitian ini memberikan bukti bahwa dengan strategi data yang tepat, perusahaan bisa mengurangi biaya, meningkatkan kualitas, dan memenuhi standar keberlanjutan global.

📖 Sumber Paper Asli:
Jung, H., Jeon, J., Choi, D., & Park, J.-Y. (2021). Application of Machine Learning Techniques in Injection Molding Quality Prediction: Implications on Sustainable Manufacturing Industry. Sustainability, 13(8), 4120.
 

Selengkapnya
Solusi Industri Manufaktur Berkelanjutan di Era Industri 4.0

Partisipasi Masyarakat

Keretakan di Balik Kecepatan: Menelisik Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dari Perspektif Konsultasi Publik dan Pengadaan Tanah

Dipublikasikan oleh Anisa pada 08 Mei 2025


Pendahuluan:

Di Balik Ambisi Infrastruktur Indonesia
Indonesia tengah berpacu dengan waktu untuk membangun infrastruktur sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi. Salah satu proyek unggulan adalah Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), kereta berkecepatan tinggi pertama di Asia Tenggara. Proyek ini menjadi simbol kemajuan, tetapi di balik lajunya yang menjanjikan, tersimpan persoalan pelik: mulai dari konflik lahan, pembengkakan anggaran, hingga konsultasi publik yang kurang bermakna.

Paper yang ditulis oleh Androvaga Renandra Tetama dan timnya dalam Jurnal Widya Bhumi mengupas persoalan tersebut secara mendalam. Fokus utamanya adalah pentingnya proses konsultasi publik dan partisipasi masyarakat dalam pengadaan tanah, yang selama ini seringkali hanya formalitas.

Antara Target dan Realita Pembangunan

Data per akhir 2022 menunjukkan:

  • Pengadaan tanah telah selesai 100% mencakup 7,6 juta m² sepanjang 142,3 km.

  • Pembangunan fisik proyek mencapai 88,8%.

  • Pembiayaan membengkak dari Rp 2 triliun menjadi Rp 113,9 triliun.

KCJB dirancang untuk menghubungkan empat stasiun utama: Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar. Meski demikian, berbagai kendala seperti pembebasan lahan, persoalan pembiayaan, dan perubahan skema kerja sama membuat proyek ini berjalan jauh lebih lambat dari rencana semula.

Akar Masalah: Pengadaan Tanah yang Tidak Partisipatif

  1. Dari skema B2B ke campur tangan negara
    Awalnya proyek dibiayai lewat skema business-to-business antara konsorsium BUMN Indonesia dan China. Namun, karena pembengkakan biaya dan konflik agraria, pemerintah Indonesia akhirnya ikut campur lewat Penyertaan Modal Negara (PMN).

  2. Permasalahan teknis dan sosial
    Masalah utama dalam pengadaan tanah adalah:

    • Ketidakpastian hukum kepemilikan tanah meski bersertifikat.

    • Penolakan warga atas nilai ganti rugi.

    • Perubahan trase yang tidak dikomunikasikan dengan baik.

    • Konsultasi publik yang hanya formalitas.

Padahal, UU No. 2 Tahun 2012 menegaskan bahwa setiap pengadaan tanah harus melalui tahapan: perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil—dengan melibatkan masyarakat secara aktif.

Studi Kasus: Ketimpangan Ganti Rugi dan Ketegangan Sosial

Salah satu konflik mencuat di wilayah Walini dan Tegalluar. Warga menolak nilai ganti rugi yang dianggap terlalu rendah dibanding harga pasar. Terdapat pula laporan intimidasi kepada warga yang tidak mau melepas tanahnya.

Data dari PT KCIC menunjukkan bahwa 75% dana proyek berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), dengan bunga 2% untuk USD dan 3,4% untuk yuan. Ketergantungan pada pinjaman luar negeri, ditambah ketidakterbukaan soal nilai lahan, memicu ketegangan sosial dan memperlambat proyek.

Mengapa Konsultasi Publik Itu Esensial

Paper ini menekankan bahwa proyek strategis nasional seperti KCJB memerlukan pelibatan warga, bukan sekadar pemberitahuan sepihak. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020, terdapat tiga pilar penting:

  • Hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat.

  • Hak agar pendapat tersebut dipertimbangkan.

  • Hak untuk mendapatkan penjelasan atas pendapatnya.

Sayangnya, konsultasi publik dalam proyek ini sering kali hanya bersifat simbolik dan tidak berdampak pada keputusan.

Belajar dari Praktik Internasional

Asian Development Bank (ADB) menetapkan standar partisipasi publik bermakna yang mencakup:

  • Konsultasi sejak awal hingga akhir proyek.

  • Penyediaan informasi yang mudah dipahami dan inklusif

  • Proses bebas intimidasi dan menjangkau kelompok rentan.

  • Pengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan.

Standar ini masih jauh dari implementasi dalam proyek KCJB. Jika diterapkan, kemungkinan besar banyak konflik bisa dicegah sejak dini.

Dampak Sosial dan Peluang yang Terlewatkan

Meskipun bertujuan meningkatkan konektivitas dan menurunkan biaya logistik, manfaat langsung proyek belum banyak dirasakan masyarakat sekitar. Beberapa temuan penting:

  • Sebagian besar pekerja proyek adalah tenaga asing, bukan warga lokal.

  • UMKM lokal belum banyak dilibatkan.

  • Warga kehilangan lahan tanpa mendapat kompensasi yang layak.

Proyek ini justru bisa menjadi peluang besar jika masyarakat dilibatkan secara menyeluruh, misalnya dalam pelatihan kerja, penyediaan material lokal, dan pengawasan proyek secara partisipatif.

Kritik terhadap Penelitian dan Usulan Perbaikan

Penelitian ini unggul karena memberikan narasi lengkap dari pra-perencanaan hingga pasca-konstruksi. Namun, akan lebih kuat jika penulis menambahkan:

  • Wawancara langsung dengan warga terdampak.

  • Perbandingan internasional dengan proyek serupa (misalnya kereta cepat Mumbai-Ahmedabad di India).

  • Kajian tentang dampak terhadap perempuan dan kelompok rentan dalam pengadaan tanah.

Dengan pendekatan ini, kajian bisa menjadi rujukan utama dalam penyusunan kebijakan agraria dan infrastruktur.

Kesimpulan: Pembangunan Inklusif adalah Kunci

Pembangunan infrastruktur tak hanya soal fisik, tetapi juga soal etika, keadilan, dan partisipasi. KCJB adalah pelajaran penting bahwa megastruktur tanpa partisipasi publik dapat menimbulkan konflik berkepanjangan dan inefisiensi anggaran.

Untuk proyek-proyek strategis ke depan, partisipasi publik bermakna harus menjadi fondasi, bukan hanya formalitas. Pemerintah dan investor harus mengubah cara pandang: dari sekadar mengejar target pembangunan, menjadi membangun bersama rakyat.

Sumber
Paper asli:
“Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Memaknai Konsultasi Publik dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengadaan Tanah”
Penulis: Androvaga Renandra Tetama, Suharno, Yaritza Nafa Tyola
Jurnal Widya Bhumi, Vol. 2 No. 2, 2022
DOI: https://doi.org/10.31292/wb.v2i2.25

 

Selengkapnya
Keretakan di Balik Kecepatan: Menelisik Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dari Perspektif Konsultasi Publik dan Pengadaan Tanah

Kontruksi Modern

Membedah Risiko Proyek Design and Build: Studi Kasus Proyek Gedung Jakarta dan Strategi Mitigasinya

Dipublikasikan oleh Anisa pada 08 Mei 2025


Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan design and build (D&B) semakin populer dalam industri konstruksi Indonesia, terutama untuk proyek-proyek gedung bertingkat di kawasan metropolitan seperti Jakarta. Metode ini dianggap efisien karena menggabungkan proses desain dan konstruksi dalam satu kontrak. Namun, di balik efisiensinya, metode ini menyimpan berbagai potensi risiko yang, jika tidak dikelola dengan tepat, dapat menimbulkan kerugian signifikan.

Artikel ini meresensi dan menganalisis secara mendalam hasil penelitian dari [paper asli], yang berfokus pada identifikasi, evaluasi, dan mitigasi risiko dalam proyek D&B, khususnya melalui studi kasus sebuah proyek gedung di Jakarta.

Sekilas tentang Metode Design and Build

Metode design and build memungkinkan pemilik proyek menunjuk satu kontraktor untuk menangani desain sekaligus pelaksanaan pembangunan. Konsep ini berbeda dari pendekatan tradisional yang memisahkan kontrak desain dan konstruksi. Keuntungan utamanya adalah efisiensi waktu dan biaya karena proses berjalan paralel.

Namun, model ini menyatukan tanggung jawab besar pada satu entitas, sehingga potensi risiko—baik teknis, administratif, maupun eksternal—juga menjadi tanggungannya secara penuh.

Kategori Risiko dalam Proyek Design and Build

Penelitian ini berhasil mengelompokkan risiko ke dalam beberapa kategori utama, yaitu:

  • Risiko Proyek Internal

    • Perubahan desain oleh pemilik proyek

    • Ketidaksesuaian spesifikasi teknis

  • Risiko Keuangan

    • Keterlambatan pembayaran

    • Fluktuasi harga material

  • Risiko Hukum dan Kontrak

    • Ambiguitas dalam dokumen kontrak

    • Sengketa antara pemilik dan kontraktor

  • Risiko Lingkungan dan Eksternal

    • Perizinan

    • Gangguan sosial atau politik
       

Melalui metode Probability-Impact Matrix, risiko-risiko ini dipetakan berdasarkan tingkat kemungkinan dan dampaknya, yang kemudian menjadi dasar dalam penyusunan strategi mitigasi.

Studi Kasus – Proyek Gedung di Jakarta

Studi ini menggunakan proyek pembangunan gedung perkantoran bertingkat di Jakarta sebagai studi kasus. Berdasarkan wawancara dengan pihak-pihak terlibat (pemilik proyek, kontraktor, konsultan), didapatkan daftar 20 risiko dominan yang dikaji secara kuantitatif dan kualitatif.

Temuan Penting:

  • Risiko paling dominan: perubahan desain dari pemilik proyek, dengan skor dampak tinggi dan probabilitas menengah.

  • Risiko keuangan: keterlambatan pembayaran oleh pemilik proyek menduduki posisi kedua.

  • Risiko teknis: desain struktural awal yang tidak lengkap sering menimbulkan penundaan saat pelaksanaan.

Menariknya, hasil pengukuran menunjukkan bahwa 40% risiko utama berasal dari faktor internal (desain & manajemen), bukan dari faktor eksternal seperti regulasi atau cuaca.

Strategi Mitigasi Risiko: Pendekatan Preventif & Korektif

Penelitian ini menyarankan strategi mitigasi berbasis dua pendekatan: preventif (sebelum terjadi) dan korektif (sesudah terjadi). Beberapa contoh langkah mitigasi adalah:

  • Perubahan desain: Menyusun spesifikasi desain yang lebih rigid dan menetapkan periode 'freezing' desain setelah fase awal.

  • Keterlambatan pembayaran: Penjadwalan ulang pembayaran dengan milestone yang fleksibel namun mengikat.

  • Ambiguitas kontrak: Menyusun dokumen kontrak berbasis FIDIC yang terstandarisasi secara internasional.

  • Desain awal yang kurang lengkap: Mewajibkan proses desain tahap awal divalidasi oleh tim teknis independen.
    Langkah-langkah ini mencerminkan pentingnya sistem manajemen risiko yang terstruktur dan berbasis data, bukan sekadar reaksi spontan terhadap masalah di lapangan.

Analisis Tambahan – Pembelajaran dan Relevansi Industri

Meskipun studi kasus terbatas pada satu proyek di Jakarta, temuan ini merefleksikan tantangan umum dalam sistem D&B di Indonesia. Beberapa insight tambahan:

1. Budaya Perubahan Desain yang Terlalu Longgar

Perubahan desain mendadak sering kali terjadi karena kurangnya keputusan tegas di awal. Ini menunjukkan perlunya edukasi kepada pemilik proyek mengenai pentingnya komitmen terhadap keputusan desain awal.

2. Tantangan Legal dan Administratif

Banyak proyek D&B masih menggunakan dokumen kontrak yang tidak standar, membuka peluang multitafsir. Penggunaan kontrak berbasis FIDIC atau NEC bisa meningkatkan kejelasan dan mengurangi potensi konflik.

3. Integrasi Teknologi Masih Lemah

Belum banyak proyek D&B yang memanfaatkan teknologi seperti BIM (Building Information Modeling) secara optimal. Padahal BIM dapat meminimalkan risiko desain dan koordinasi antar-disiplin teknik.

Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini sejalan dengan studi oleh Rahman & Kumaraswamy (2004) yang juga mengidentifikasi desain dan komunikasi sebagai sumber utama risiko dalam proyek D&B di Asia. Namun, studi ini memberikan konteks lokal yang lebih kuat karena berbasis proyek nyata di Indonesia, memperkaya pustaka literatur yang sebelumnya masih didominasi studi dari luar negeri.

Implikasi Praktis bagi Pelaku Industri

Penelitian ini memberikan panduan nyata bagi pelaku konstruksi, terutama:

  • Developer: Perlu membuat keputusan desain yang tegas dan komitmen terhadap spesifikasi awal.

  • Kontraktor: Harus memiliki tim desain in-house yang kuat dan sistem manajemen risiko.

  • Konsultan: Perannya penting dalam menjembatani komunikasi antara pemilik dan kontraktor.

Rekomendasi untuk Penelitian Lanjutan

Beberapa ruang yang dapat dieksplorasi dalam studi lanjutan:

  • Analisis risiko proyek D&B di luar gedung bertingkat, seperti infrastruktur transportasi.

  • Perbandingan efektivitas mitigasi risiko antara proyek D&B dan metode konvensional.

  • Integrasi digitalisasi dalam manajemen risiko proyek D&B.

Kesimpulan: Design and Build Bukan Solusi Instan, Tapi Memerlukan Strategi Matang

Meskipun metode design and build menawarkan banyak keuntungan, seperti efisiensi waktu dan biaya, keberhasilannya sangat bergantung pada kemampuan para pelaku proyek dalam mengelola risiko yang muncul. Paper ini memberikan kontribusi nyata dengan tidak hanya mengidentifikasi risiko, tapi juga menyajikan strategi mitigasi yang praktis dan aplikatif di lapangan.

Kehadiran sistem manajemen risiko yang kuat, kontrak yang jelas, dan desain yang matang sejak awal adalah kunci sukses bagi proyek D&B, terutama dalam konteks kompleksitas urban seperti Jakarta.

Sumber Artikel

Penelitian ini berasal dari:
“Analisis Risiko dan Mitigasi dalam Proyek Design and Build (Studi Kasus: Proyek Gedung di Jakarta)”, dapat diakses melalui repository resmi institusi akademik penulis. [Silakan masukkan DOI atau tautan resmi jika tersedia]

Selengkapnya
Membedah Risiko Proyek Design and Build: Studi Kasus Proyek Gedung Jakarta dan Strategi Mitigasinya

Manajemen Risiko

Strategi Manajemen Risiko di Sektor Publik dalam Perspektif Teoritis

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Menelusuri Konsep Risiko: Definisi, Dimensi, dan Aplikasinya

Artikel ini membuka diskusi dengan mendefinisikan risiko sebagai kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang berpotensi mengganggu pencapaian tujuan organisasi. Dalam konteks sektor publik, risiko tidak hanya berkutat pada aspek keuangan, tetapi juga menyangkut dimensi sosial, politik, dan teknologis. Penulis mengadopsi pendekatan Althaus (2005) yang membagi pemahaman risiko berdasarkan berbagai disiplin ilmu, seperti logika (risiko sebagai fenomena kalkulatif), ekonomi (risiko sebagai peluang dan ancaman terhadap nilai), hingga sosiologi (risiko sebagai konstruksi sosial).

Penting untuk dicatat bahwa artikel ini membedakan risiko dan ketidakpastian. Risiko mengacu pada probabilitas yang dapat dikuantifikasi, sedangkan ketidakpastian sering kali tidak dapat diukur dan sulit diprediksi. Distingsi ini penting karena pengelolaan keduanya membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam kebijakan publik.

Studi Kasus: Risiko Korupsi dan Dampaknya pada Belanja Publik

Salah satu bagian paling mencolok dari artikel ini adalah sorotan terhadap risiko korupsi dalam pengadaan barang dan jasa publik. Berdasarkan data OECD, belanja publik untuk pengadaan barang dan jasa mencakup 13–20% dari PDB, dengan nilai sekitar USD 9,5 triliun per tahun. Namun, 20–25% dari anggaran ini—setara dengan USD 2 triliun—diperkirakan hilang akibat praktik korupsi.

Sebagai contoh konkret, artikel ini mengutip laporan OECD tahun 2021 yang mencatat lonjakan pengeluaran pemerintah untuk pengadaan publik selama pandemi COVID-19. Di 22 negara OECD-UE, proporsinya meningkat dari 13,7% PDB (2019) menjadi 14,9% (2020), memperbesar eksposur terhadap penyalahgunaan wewenang dan manipulasi tender. Risiko ini menjadi sangat tinggi dalam proyek infrastruktur besar atau pembelian di sektor pertahanan, di mana kompleksitas teknis dan minimnya transparansi menciptakan ruang untuk kolusi dan penyalahgunaan.

Evolusi Standar Internasional dan Implikasi Praktisnya

Perkembangan teori manajemen risiko di sektor publik tidak bisa dilepaskan dari peran standar internasional seperti ISO 31000 dan COSO II. Penulis menyoroti bagaimana ISO 31000 menekankan pentingnya konteks organisasi dan umpan balik berkelanjutan dalam siklus manajemen risiko. Lima tahapan inti—identifikasi, penilaian, pengendalian, pembiayaan, dan pemantauan risiko—harus disesuaikan dengan budaya dan struktur organisasi publik.

Sementara COSO melihat manajemen risiko sebagai proses yang melibatkan seluruh entitas organisasi, dari dewan pengarah hingga staf paling bawah. Hal ini mendukung paradigma Enterprise Risk Management (ERM) yang kini mulai diadopsi di berbagai pemerintahan, seperti Kanada dan Selandia Baru, sebagai upaya membangun tata kelola berbasis akuntabilitas dan efisiensi layanan publik.

Klasifikasi Risiko dalam Konteks Publik

Artikel ini memperluas kerangka klasifikasi risiko yang relevan untuk sektor publik ke dalam dua kategori utama: risiko strategis dan operasional. Risiko strategis mencakup risiko politik, sosial, teknologi, ekonomi, dan lingkungan. Misalnya, perubahan undang-undang (seperti perlindungan data atau hak asasi manusia) bisa memengaruhi kinerja operasional lembaga secara signifikan.

Di sisi lain, risiko operasional muncul dari aktivitas harian, seperti risiko hukum (pelanggaran regulasi), risiko fisik (kecelakaan kerja), risiko kontraktual (gagalnya rekanan), serta risiko teknologi akibat ketergantungan pada sistem informasi. Dalam kerangka ini, pejabat pelayanan publik seperti polisi, dokter, atau pegawai sosial menjadi garda terdepan yang harus peka terhadap potensi risiko di lapangan.

Penulis juga mengutip pendekatan Fone dan Young (2005) yang membedakan antara “social risk” (seperti bencana, epidemi, atau migrasi massal) dan “organizational risk” (seperti kebangkrutan lembaga, litigasi hukum, atau kegagalan kebijakan).

Perbandingan Manajemen Risiko di Sektor Publik dan Swasta

Artikel ini menyoroti perbedaan fundamental antara pendekatan sektor publik dan swasta terhadap manajemen risiko. Sektor swasta cenderung berorientasi pada keuntungan dan menggunakan metrik seperti “risk-adjusted return on capital.” Sebaliknya, sektor publik memiliki mandat pelayanan sosial dan akuntabilitas publik yang lebih luas.

Sebagai contoh, perusahaan swasta bisa menutup unit bisnis yang tidak menguntungkan, sementara instansi pemerintah harus tetap menyediakan layanan penting meski tidak menghasilkan keuntungan. Perubahan rezim politik pun dapat langsung memengaruhi arah kebijakan dan alokasi sumber daya.

Namun, tantangan terbesar sektor publik adalah fragmentasi pendekatan, di mana manajemen risiko belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam strategi organisasi. Banyak lembaga pemerintah mengelola risiko secara terpisah dan ad hoc, tanpa koordinasi lintas departemen, yang menyebabkan inkonsistensi dalam pengambilan keputusan dan rendahnya efektivitas pengendalian risiko.

Integrasi Manajemen Risiko dalam Budaya Organisasi Publik

Penulis menegaskan bahwa manajemen risiko tidak boleh dianggap sebagai tanggung jawab individu atau unit tertentu. Sebaliknya, pendekatan ini harus melekat dalam seluruh struktur organisasi, mulai dari strategi hingga pelaksanaan. Pendekatan ERM memungkinkan organisasi publik untuk memetakan skenario risiko, merancang respons yang proporsional, dan menilai implikasi keuangan dari keputusan yang diambil.

Langkah-langkah yang disarankan mencakup identifikasi misi organisasi, analisis risiko, kontrol dan mitigasi risiko, evaluasi finansial, serta implementasi berkelanjutan dengan sistem pelaporan yang kuat. Selain itu, strategi penanganan risiko seperti risk avoidance, risk reduction, dan risk transfer juga dibahas secara komprehensif.

Isu dan Tantangan Implementasi

Kendati teori manajemen risiko telah mapan, implementasinya di sektor publik masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah “lack of integration,” yakni ketika pengelolaan risiko tidak menyatu dengan sistem pengambilan keputusan atau hanya dijalankan sebagai kewajiban administratif.

Selain itu, masih terdapat miskonsepsi bahwa manajemen risiko identik dengan kepatuhan, bukan alat strategis untuk meningkatkan kinerja organisasi. Ketidakharmonisan komunikasi antara tingkatan manajerial dan operasional juga menjadi penghambat utama efektivitas.

Tantangan lainnya adalah tekanan politik, perubahan cepat dalam teknologi dan regulasi, serta menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi negara pasca krisis keuangan global. Di sinilah pentingnya pendekatan berbasis data dan sistematis agar risiko tidak hanya dihindari tetapi juga dimitigasi dengan perencanaan kontinjensi yang matang.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Melalui artikel ini, Bentahar dan Rifai berhasil membangun kerangka teoritis yang kuat mengenai pentingnya manajemen risiko dalam sektor publik. Mereka menggarisbawahi bahwa risiko bukanlah sekadar ancaman, tetapi juga peluang untuk berinovasi dan meningkatkan nilai layanan publik.

Implikasi praktis dari artikel ini sangat luas, mulai dari reformasi pengadaan barang dan jasa, penguatan fungsi audit internal, hingga penerapan manajemen risiko terpadu di semua lini birokrasi. Dalam konteks globalisasi, digitalisasi, dan krisis multidimensi, sektor publik tidak lagi bisa menunda adopsi sistem pengelolaan risiko yang profesional dan terintegrasi.

Bagi negara-negara berkembang seperti Maroko (fokus konteks penulis), penguatan kapasitas institusi publik dalam mengenali dan mengelola risiko merupakan prasyarat untuk mencapai good governance, mengurangi korupsi, dan memperkuat kepercayaan warga terhadap negara.

Akhirnya, artikel ini menjadi kontribusi penting dalam literatur manajemen publik, khususnya dalam memperluas pemahaman teoritis dan aplikatif terhadap tantangan manajemen risiko di sektor yang kompleks, politis, dan serba dinamis.

Sumber Artikel dalam Bahasa Asli:

Bentahar Abdelrhani & Rifai Adnan. (2022). Risk and Risk Management in the Public Sector: A Theoretical Contribution. Journal of Economics, Finance and Management Studies, Vol. 5 Issue 09, September 2022, Hal. 2492–2506. DOI: 10.47191/jefms/v5-i9-03.

Selengkapnya
Strategi Manajemen Risiko di Sektor Publik dalam Perspektif Teoritis

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Peneliti Xi’an Uji Penyebab Penurunan Tanah Akibat Terowongan di Wilayah Loess

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 08 Mei 2025


Mengupas Risiko Penurunan Tanah Akibat Konstruksi Terowongan di Tanah Loess: Studi Komprehensif Xi’an Metro

Penurunan tanah permukaan (surface settlement/SS) akibat konstruksi terowongan dengan metode shield tunneling menjadi tantangan serius dalam teknik sipil, khususnya di wilayah tanah loess seperti Xi’an, Tiongkok. Artikel oleh Caihui Zhu (2021) dari Advances in Materials Science and Engineering mengulas secara mendalam sembilan faktor utama yang menyebabkan SS dan menyajikan model prediksi serta analisis sensitivitas dari setiap faktor tersebut.

Dengan mengangkat studi kasus pada Xi’an Metro Line 2, artikel ini menggabungkan pendekatan teori analitik, simulasi numerik, dan data geoteknik aktual untuk memberikan panduan teknis dalam pengendalian risiko penurunan tanah di wilayah loess yang rawan konsolidasi dan perubahan kadar air tanah.

Kenapa Penurunan Tanah Penting untuk Dikaji?

Terowongan di Xi’an dibangun di bawah situs kuno, gedung tinggi, jaringan pipa air dan gas, serta struktur infrastruktur penting lainnya. Penurunan tanah yang tidak terkendali dapat menyebabkan:

  • Retakan pada segmen lapisan pelapis terowongan

  • Infiltrasi air

  • Kerusakan pada pipa bawah tanah

  • Kemiringan bangunan dan pondasi

Studi ini mengklasifikasikan penurunan tanah menjadi dua jenis:

  1. Selama masa konstruksi (karena kontrol buruk dalam penggalian)

  2. Setelah konstruksi selesai (karena perubahan geoteknik seperti penyusutan air tanah atau getaran kereta)

Sembilan Faktor Penyebab Penurunan Tanah

Artikel ini mengidentifikasi sembilan penyebab utama, yaitu:

  1. Tekanan pendukung shield yang tidak memadai

  2. Grouting di bagian ekor shield yang tidak mencukupi

  3. Tekanan grouting yang kurang optimal

  4. Penggalian berlebih akibat gerakan shield

  5. Posisi atau kemiringan shield yang tidak tepat

  6. Rekompresi tanah di zona longgar

  7. Dissipasi tekanan air pori berlebih

  8. Penurunan muka air tanah

  9. Getaran dari operasi kereta

Studi Kasus: Xi’an Metro Line 2

Dalam proyek ini, kedalaman terowongan berkisar antara 14–22 meter, menembus lapisan tanah seperti:

  • Loess jenuh

  • Tanah kuno

  • Tanah liat berpasir

Parameter seperti modulus elastisitas tanah, tekanan air pori, dan koefisien konsolidasi digunakan untuk menghitung penurunan berdasarkan rumus analitik. Artikel memuat detail rinci, misalnya:

Rata-rata modulus kompresi loess jenuh: 6.0 MPa
Koefisien konsolidasi: 0.50 MPa⁻¹

Estimasi Penurunan: Teori yang Diterapkan

Selama Konstruksi: Digunakan pendekatan seperti Peck Curve untuk mengukur volume kehilangan tanah. Lima faktor dihitung kontribusinya terhadap penurunan tanah melalui:

  • Rasio tekanan shield terhadap tekanan tanah sekitarnya

  • Efektivitas grouting dan celah fisik antara lapisan pelapis dan tanah

  • Sudut penyimpangan shield

Setelah Konstruksi: Empat faktor tambahan dipertimbangkan, seperti:

  • Konsolidasi akibat hilangnya tekanan air pori

  • Penurunan air tanah yang mendorong konsolidasi tambahan

  • Kompaksi akibat getaran kereta

Hasil Analisis Sensitivitas

Faktor paling berpengaruh terhadap penurunan tanah (MSS):

  1. Rasio radius zona tanah longgar (η): 98,97

  2. Penurunan muka air tanah (θ): 11,20

  3. Efisiensi grouting di ekor shield (ω): 4,00

Faktor paling kecil dampaknya:

  • Kemiringan shield (ξ): 0,99

  • Penggalian berlebih (κ): 0,99

Opini Fadil:
Artikel ini menunjukkan bahwa kontrol terhadap gangguan tanah saat penggalian shield adalah faktor dominan. Menariknya, efek jangka panjang akibat penurunan air tanah punya dampak yang hampir tak kalah signifikan, menyoroti pentingnya sistem drainase yang baik pada proyek bawah tanah.

Pendekatan Praktis untuk Pengendalian

Artikel ini tidak hanya teoritis, namun menyarankan tindakan praktis:

  • Penguatan struktur tanah dalam radius 3–5 meter di sekitar terowongan

  • Penggunaan grouting bertekanan tinggi dengan pengawasan ketat

  • Sistem drainase dan isolasi air yang solid untuk mencegah infiltrasi

  • Monitoring getaran dan penggunaan bahan peredam getaran pada rel

Kritik dan Perbandingan

Meski lengkap dan sistematis, studi ini masih mengandalkan model matematika deterministik. Di era AI dan machine learning, pendekatan berbasis data besar bisa memperkaya akurasi prediksi, terutama untuk daerah yang memiliki keragaman geoteknik tinggi.

Perbandingan:
Penelitian Soga et al. (2006) di London Underground menunjukkan bahwa kombinasi pemantauan real-time dengan model numerik bisa menurunkan risiko kerusakan struktur secara signifikan. Pendekatan serupa perlu diadopsi di proyek-proyek Asia yang menghadapi urbanisasi cepat.

Kesimpulan

Penelitian Caihui Zhu menawarkan peta jalan sistematis dalam memahami dan mengendalikan penurunan tanah akibat konstruksi terowongan di tanah loess. Dengan analisis sembilan faktor utama dan sensitivitasnya, artikel ini menjadi referensi penting bagi:

  • Kontraktor dan konsultan teknik sipil

  • Perencana metro atau MRT di wilayah rawan longsor

  • Akademisi dan peneliti geoteknik

Dalam konteks urbanisasi cepat dan pembangunan transportasi bawah tanah, pendekatan seperti ini penting untuk memastikan keamanan struktur, efisiensi biaya, dan kelestarian lingkungan bawah tanah.

Sumber : Zhu, C. (2021). Surface Settlement Analysis Induced by Shield Tunneling Construction in the Loess Region. Advances in Materials Science and Engineering, 2021, Article ID 5573372.

Selengkapnya
Peneliti Xi’an Uji Penyebab Penurunan Tanah Akibat Terowongan di Wilayah Loess

Building Information Modeling

Optimalisasi Perencanaan dan Konstruksi Bangunan melalui BIM Studi Kasus dan Simulasi Proyek di AS

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025


Di tengah dinamika industri konstruksi yang terus berkembang, tantangan klasik seperti keterlambatan proyek, pembengkakan anggaran, hingga rendahnya koordinasi antar pemangku kepentingan menjadi hambatan yang tak kunjung hilang. Dalam menjawab tantangan ini, teknologi Building Information Modeling (BIM) hadir sebagai terobosan revolusioner yang menyatukan proses desain, manajemen proyek, estimasi biaya, hingga pemeliharaan bangunan dalam satu sistem digital terintegrasi. Dalam artikel ilmiah berjudul "Application of Building Information Modeling (BIM) in the Planning and Construction of a Building" oleh Renata Maria Abrantes Baracho dan rekan dari Universidade Federal de Minas Gerais, dibahas secara mendalam penerapan BIM melalui studi kasus renovasi bangunan di Florida, AS. Studi ini tidak hanya menawarkan pendekatan teoritis, namun juga menerapkan simulasi praktis dengan hasil yang terukur.

Latar Belakang: BIM sebagai Solusi Holistik dalam Konstruksi

BIM dalam studi ini tidak hanya dipahami sebagai perangkat lunak pemodelan 3D, melainkan sebagai metodologi multidimensi (1D hingga 7D) yang mengintegrasikan seluruh informasi proyek. Dimensi tersebut mencakup representasi dua dimensi (1D-2D), pemodelan parametrik 3D, perencanaan waktu (4D), perhitungan biaya (5D), aspek keberlanjutan (6D), dan manajemen fasilitas (7D). Pendekatan ini menempatkan BIM sebagai sistem informasi konstruksi yang mampu mensimulasikan proyek secara menyeluruh, sehingga potensi kesalahan dapat dicegah sejak tahap perencanaan.

Studi Kasus: Simulasi Renovasi Bangunan di Florida, AS

Untuk membuktikan efektivitas BIM, tim peneliti melakukan simulasi renovasi bangunan di Florida, Amerika Serikat. Proses dimulai dengan survei lokasi dan pembuatan gambar 2D menggunakan AutoCAD. Selanjutnya, data tersebut diimpor ke Autodesk Revit untuk dibuat model 3D. Proyek ini tidak hanya menampilkan struktur bangunan, tetapi juga mengintegrasikan informasi seperti spesifikasi bahan bangunan, rincian finishing, hingga pemodelan furnitur berdasarkan katalog produsen seperti Home Depot® dan Lowe's®.

Pemilihan bangunan di Florida dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan data, kemudahan lisensi perangkat lunak, dan kesiapan infrastruktur digital. Hasil pemodelan digunakan untuk menyusun anggaran proyek secara otomatis melalui integrasi antara Revit dan Microsoft Excel. Tahapan berikutnya mencakup perencanaan jadwal proyek, pengawasan pekerjaan, dan evaluasi pascapelaksanaan. Seluruh data disusun dalam bentuk "digital mock-up" yang memudahkan visualisasi serta dokumentasi proyek.

Hasil dan Dampak Implementasi BIM

Hasil akhir dari simulasi menunjukkan bahwa BIM mampu menciptakan representasi visual yang sangat mendekati kenyataan. Render dari model Revit memperlihatkan renovasi tiap ruangan, dibandingkan dengan kondisi bangunan sebelum dan sesudah pekerjaan. Proyek ini juga memungkinkan ekstraksi data seperti grafik biaya, durasi pekerjaan, dan kebutuhan bahan secara otomatis. Hasil tersebut menunjukkan:

  • Penurunan potensi rework melalui identifikasi masalah sejak dini.
  • Integrasi informasi lintas disiplin yang mempermudah kolaborasi tim.
  • Estimasi biaya yang lebih akurat, dengan penghematan signifikan dibandingkan metode manual.
  • Pemantauan proyek yang real time dan dinamis.

Beberapa keterbatasan juga tercatat, seperti:

  • Ketiadaan beberapa "families" bahan dalam katalog Revit.
  • Format tabel dari Revit yang harus diatur ulang ketika diekspor ke Excel.
  • Distorsi visual dari objek generik yang tidak mewakili kondisi nyata.
  • Ukuran file yang besar dan membutuhkan spesifikasi komputer tinggi.

Namun secara keseluruhan, keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar dibandingkan hambatan yang dihadapi.

Signifikansi Perencanaan dan Kontrol Konstruksi

Dalam bagian teori manajemen proyek, penulis menjelaskan pentingnya perencanaan dan pengendalian sebagai jantung dari sistem manajemen konstruksi. Ketika perencanaan tidak dilakukan secara menyeluruh atau hanya dianggap sebagai formalitas, maka kegagalan proyek menjadi keniscayaan. Dengan BIM, perencanaan menjadi terintegrasi dan berbasis data real-time. Proyek dapat dipantau melalui jadwal interaktif, alokasi sumber daya yang efisien, serta perbandingan antara target dan capaian aktual.

Beberapa manfaat yang disoroti antara lain:

  • Deteksi dini terhadap ketidaksesuaian desain.
  • Akses data bersama yang mempercepat proses pengambilan keputusan.
  • Penghematan biaya akibat pengurangan pemborosan material.
  • Dokumentasi digital sebagai referensi proyek masa depan.

Strategi Implementasi BIM: Kolaborasi dan Digitalisasi

Penggunaan AutoCAD dan Revit dalam simulasi memperlihatkan pentingnya interoperabilitas antar perangkat lunak. Studi ini menegaskan bahwa meskipun Revit dapat berdiri sendiri, integrasi dengan perangkat lunak lain tetap diperlukan untuk memfasilitasi adopsi BIM secara bertahap di industri konstruksi. Kolaborasi antar profesional AEC (Architecture, Engineering, and Construction) menjadi kunci, terutama dalam sinkronisasi data antar tim lintas disiplin.

Studi juga menunjukkan bahwa kolaborasi dengan produsen dan pemasok bahan bangunan (seperti Home Depot®) memperkaya akurasi data dan mendekatkan model digital dengan kenyataan pasar. Dengan penggunaan katalog produk dalam format digital (families), model BIM menjadi alat yang sangat presisi dalam estimasi biaya dan perencanaan pengadaan material.

Implikasi Global dan Konteks Brasil

BIM telah menjadi standar di negara-negara maju seperti AS, Inggris, dan Norwegia, sementara Brasil baru mewajibkan BIM untuk proyek publik sejak 2021. Studi ini mencatat bahwa meski implementasi BIM di Brasil masih berkembang, dukungan institusional dari Departemen Inovasi dan Keterampilan Bisnis (BIS) sudah mulai menunjukkan arah positif. Ke depan, strategi implementasi nasional yang sistematis menjadi syarat mutlak agar teknologi ini dapat mengubah wajah industri konstruksi secara menyeluruh.

Penelitian ini, meski berbasis simulasi di AS, tetap relevan bagi konteks negara berkembang seperti Brasil dan Indonesia, karena permasalahan yang dihadapi dalam proyek konstruksi sangat serupa: rendahnya koordinasi, pemborosan sumber daya, dan rendahnya kualitas manajemen proyek.

Kesimpulan

Studi ini memberikan bukti konkret bahwa penerapan BIM tidak hanya berdampak pada efisiensi teknis, tetapi juga pada kualitas kolaborasi, pengambilan keputusan, dan pencapaian standar keberlanjutan. Melalui pendekatan multidimensi, BIM memperkuat integrasi lintas tahap proyek dan mendorong transformasi digital di sektor konstruksi.

Meski tantangan teknis masih ada, seperti keterbatasan keluarga objek atau konversi data antar perangkat lunak, hasil yang diperoleh membuktikan bahwa BIM adalah investasi strategis untuk masa depan industri konstruksi. Studi ini menjadi inspirasi sekaligus pedoman implementasi BIM dalam proyek-proyek nyata, dengan menggabungkan pendekatan teoritis dan simulasi praktis berbasis data.

Sumber asli:

Baracho, Renata Maria Abrantes; Santiago, Luiz Gustavo da Silva; Silva, Antonio Tagore Assumpção Mendoza e; Porto, Marcelo Franco. (2024). Application of Building Information Modeling (BIM) in the Planning and Construction of a Building. Journal of Systemics, Cybernetics and Informatics, 22(4), 14–19.

 

Selengkapnya
Optimalisasi Perencanaan dan Konstruksi Bangunan melalui BIM Studi Kasus dan Simulasi Proyek di AS
« First Previous page 416 of 1.298 Next Last »