Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah
Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 15 September 2025
Latar Belakang Teoretis
Penelitian ini berakar pada sebuah masalah inti dalam rekayasa geoteknik: kebutuhan untuk secara akurat menghitung kapasitas daya dukung tanah, yang didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk menahan beban yang diberikan oleh pondasi. Pengetahuan yang akurat mengenai jenis dan sifat tanah menjadi prasyarat mutlak untuk desain yang aman. Salah satu metode investigasi yang paling umum digunakan adalah uji penetrasi konus atau sondir. Namun, dalam praktiknya, terdapat dua jenis ujung konus yang sering digunakan: konus tunggal (standar) dan bikonus (konus ganda). Bikonus memiliki keunggulan teoretis karena mampu memberikan informasi tambahan mengenai karakteristik tanah, khususnya gesekan lokal.
Masalah yang diangkat oleh penulis adalah kurangnya validasi statistik yang jelas mengenai apakah kedua alat ini menghasilkan data daya dukung yang sebanding. Dengan berlandaskan pada kerangka kerja statistik parametrik, penelitian ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan tersebut. Tujuan utamanya adalah untuk menganalisis dan membandingkan secara komparatif hasil pengujian sondir yang menggunakan konus dan bikonus untuk menilai apakah terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik dalam kapasitas daya dukung tanah yang terukur. Hipotesis nol (H0) yang diajukan adalah bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara rata-rata hasil dari kedua metode tersebut.
Metodologi dan Kebaruan
Penelitian ini mengadopsi metode kuantitatif dengan pendekatan komparatif. Desain penelitian melibatkan pelaksanaan uji sondir di lokasi yang sama dengan menggunakan kedua jenis alat—konus dan bikonus—untuk memastikan bahwa perbandingan dilakukan pada kondisi tanah yang identik.
Metode analisis data utama yang digunakan adalah uji-t sampel tidak berpasangan (independent sample t-test), sebuah teknik statistik yang dirancang khusus untuk membandingkan dua nilai rata-rata dari sampel yang tidak saling berpasangan. Analisis ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak statistik SPSS. Kriteria pengambilan keputusan statistik ditetapkan dengan jelas: jika nilai signifikansi (Sig.) yang dihasilkan lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol (H0) diterima, yang berarti tidak ada perbedaan signifikan. Sebaliknya, jika nilai Sig. lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak, yang mengindikasikan adanya perbedaan yang signifikan.
Kebaruan dari karya ini tidak terletak pada pengembangan teori baru, melainkan pada aplikasi metodologisnya yang rigor untuk menjawab sebuah pertanyaan praktis di bidang teknik sipil. Dengan menerapkan uji statistik formal pada data lapangan, penelitian ini berhasil melampaui perbandingan anekdotal dan menyajikan sebuah kesimpulan berbasis bukti mengenai kesetaraan fungsional dari kedua alat uji tersebut.
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi
Analisis data statistik dari hasil pengujian lapangan menghasilkan temuan yang sangat jelas dan konklusif.
Statistik Deskriptif: Data deskriptif menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh dari pengujian menggunakan konus adalah 82,67, sementara nilai rata-rata dari pengujian menggunakan bikonus adalah 83,33. Perbedaan antara kedua nilai rata-rata ini sangat kecil.
Hasil Uji Hipotesis: Temuan utama dari penelitian ini adalah hasil dari uji-t independen. Nilai signifikansi (Sig. 2-tailed) yang diperoleh dari analisis SPSS adalah 0,416.
Secara kontekstual, temuan ini sangat signifikan. Karena nilai signifikansi 0,416 jauh lebih besar dari tingkat alfa yang ditetapkan (α = 0,05), maka hipotesis nol (H0) diterima. Ini secara statistik membuktikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil pengujian sondir yang menggunakan konus dan bikonus dalam menilai kapasitas daya dukung tanah. Dengan kata lain, kedua alat tersebut menghasilkan data yang secara statistik dapat dianggap setara untuk tujuan pengukuran ini.
Keterbatasan dan Refleksi Kritis
Meskipun menyajikan analisis yang kuat, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu dipertimbangkan. Pertama, sebagai sebuah studi yang kemungkinan besar dilakukan pada satu lokasi dengan kondisi tanah tertentu, generalisasi temuannya ke jenis tanah lain (misalnya, tanah lempung lunak, pasir lepas, atau tanah dengan lapisan yang sangat bervariasi) harus dilakukan dengan hati-hati.
Secara kritis, fokus penelitian ini secara eksklusif pada perbandingan nilai akhir daya dukung. Meskipun ini menjawab pertanyaan utama, ia tidak mengeksplorasi nilai tambah dari data gesekan lokal yang hanya dapat disediakan oleh bikonus. Dalam praktik rekayasa geoteknik, data tambahan ini sering kali sangat berharga untuk klasifikasi tanah dan analisis yang lebih mendalam, sebuah aspek yang berada di luar cakupan analisis statistik ini.
Implikasi Ilmiah di Masa Depan
Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat jelas bagi para praktisi di lapangan. Temuan ini memberikan justifikasi berbasis bukti bahwa untuk tujuan utama menentukan kapasitas daya dukung, kedua alat tersebut dapat digunakan secara bergantian tanpa mengorbankan akurasi statistik. Hal ini dapat memberikan fleksibilitas dalam pemilihan peralatan berdasarkan ketersediaan atau pertimbangan biaya.
Untuk penelitian di masa depan, karya ini membuka beberapa jalan. Studi replikasi yang menerapkan metodologi yang sama pada berbagai jenis dan kondisi tanah yang berbeda akan sangat berharga untuk menguji kekokohan dan generalisasi dari temuan ini. Selain itu, penelitian selanjutnya dapat berfokus pada analisis kuantitatif mengenai nilai dan dampak dari data gesekan lokal yang disediakan oleh bikonus terhadap keputusan desain pondasi, sehingga memberikan gambaran yang lebih holistik mengenai keunggulan relatif dari setiap alat.
Sumber
Sucipto, Hidayati, N., & Kurniawan, D. (2024). Analisis Komparatif Pengujian Sondir Menggunakan Konus Dan Bikonus Dalam Menilai Kapasitas Daya Dukung Tanah. Jurnal Smart Teknologi, 5(3), 403-413.
Pembelajaran Digital
Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 15 September 2025
Latar Belakang Teoretis
Penelitian ini berakar pada sebuah permasalahan fundamental yang dihadapi oleh sistem pendidikan tinggi di Indonesia: kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kualitas secara komprehensif, yang mencakup input, proses, dan output. Para penulis mengidentifikasi bahwa di era digital, Learning Management System (LMS) telah menjadi alat yang tak terhindarkan, berfungsi sebagai platform teknologi informasi yang dirancang untuk mengelola dan mendukung setiap fase proses pembelajaran secara efektif. Di sisi lain, dalam konteks Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten, faktor non-teknologi yang berakar pada nilai-nilai Islam, yaitu sikap Istiqamah, juga diposisikan sebagai variabel krusial. Istiqamah didefinisikan sebagai sikap teguh pendirian, berpegang pada kebenaran, dan komitmen yang konsisten, baik dalam perkataan, tindakan, maupun niat.
Dengan demikian, kerangka teoretis yang diusung oleh studi ini bersifat sosio-teknis, yang secara unik berupaya untuk mengintegrasikan pengaruh dari sebuah alat digital (LMS) dengan sebuah konstruk nilai karakter (Istiqamah) untuk menjelaskan variabel hasil yang kompleks (Kualitas Pendidikan). Hipotesis yang diajukan adalah bahwa baik LMS maupun nilai sikap Istiqamah memiliki pengaruh positif terhadap kualitas pendidikan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki dan mengukur secara kuantitatif pengaruh dari kedua variabel independen tersebut, baik secara parsial maupun simultan, terhadap kualitas pendidikan.
Metodologi dan Kebaruan
Penelitian ini mengadopsi metode kuantitatif dengan pendekatan survei. Pengumpulan data primer dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada populasi target, yaitu mahasiswa aktif di seluruh fakultas di UIN SMH Banten.
Untuk menganalisis data, penulis menggunakan teknik statistik yang canggih, yaitu Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM), dengan bantuan perangkat lunak SmartPLS. Pendekatan ini memungkinkan pengujian simultan terhadap model pengukuran (outer model) dan model struktural (inner model). Proses metodologisnya mencakup serangkaian uji validitas dan reliabilitas yang ketat untuk memastikan kualitas instrumen, termasuk validitas konvergen (berdasarkan nilai loading factor), reliabilitas komposit, Cronbach's Alpha, dan Average Variance Extracted (AVE).
Kebaruan dari karya ini tidak terletak pada pengembangan teori baru, melainkan pada sintesis konseptualnya yang orisinal. Dengan secara eksplisit memodelkan pengaruh gabungan dari sebuah variabel teknologi modern dengan sebuah variabel nilai keislaman tradisional, penelitian ini memberikan sebuah perspektif yang kaya konteks dan sangat relevan bagi institusi pendidikan tinggi berbasis agama yang sedang menavigasi proses transformasi digital.
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi
Analisis data yang komprehensif menghasilkan temuan yang kuat pada tingkat model keseluruhan, namun menyajikan gambaran yang kompleks dan mengandung inkonsistensi dalam pelaporan pada tingkat pengaruh individual.
Pengaruh Gabungan yang Kuat: Temuan utama dari model struktural adalah bahwa variabel LMS dan nilai sikap Istiqamah secara bersama-sama memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap Kualitas Pendidikan. Nilai R-Square yang diperoleh adalah 0.793, yang mengindikasikan bahwa kedua variabel independen tersebut secara kolektif mampu menjelaskan 79,3% dari varians dalam variabel Kualitas Pendidikan. Ini adalah temuan yang signifikan, yang menunjukkan bahwa kombinasi antara infrastruktur teknologi dan karakter pembelajar merupakan prediktor yang sangat kuat bagi persepsi kualitas pendidikan.
Inkonsistensi pada Pengaruh Individual: Analisis terhadap jalur pengaruh individual menyajikan hasil yang kontradiktif di berbagai bagian laporan.
Pada satu sisi (di bagian abstrak dan hasil uji hipotesis awal), dilaporkan bahwa baik LMS (dengan T-statistik 3.526 > 1.96 dan P-value 0.000 < 0.05) maupun nilai sikap Istiqamah (dengan T-statistik 5.665 > 1.96 dan P-value 0.000 < 0.05) masing-masing memiliki pengaruh yang positif dan signifikan secara statistik terhadap Kualitas Pendidikan.
Namun, pada sisi lain (di bagian analisis Path Coefficients dan kesimpulan akhir), penulis menarik kesimpulan yang berbeda secara drastis. Dilaporkan bahwa LMS tidak secara signifikan mempengaruhi Kualitas Pendidikan, dan nilai Istiqamah juga ditemukan tidak memiliki pengaruh (dengan P-value 0.931 > 0.05).
Inkonsistensi pelaporan ini menjadi temuan yang paling menonjol secara metodologis, yang mengindikasikan adanya kemungkinan kesalahan dalam interpretasi atau penyajian data akhir.
Keterbatasan dan Refleksi Kritis
Keterbatasan yang paling fundamental dari penelitian ini adalah adanya inkonsistensi internal yang signifikan dalam pelaporan hasil statistiknya. Kontradiksi antara hasil uji hipotesis awal dengan kesimpulan akhir mengenai pengaruh parsial dari LMS dan Istiqamah membuat interpretasi temuan menjadi sangat sulit dan mengurangi keandalan kesimpulan spesifiknya.
Selain itu, beberapa keterbatasan lain dapat diidentifikasi. Pertama, penelitian ini sepenuhnya bergantung pada data persepsi dari mahasiswa untuk mengukur ketiga konstruk, termasuk "Kualitas Pendidikan" yang merupakan konsep yang sangat luas dan multi-dimensi. Kedua, detail mengenai metode sampling dan ukuran sampel akhir tidak disajikan secara rinci, yang membatasi kemampuan untuk menilai generalisasi temuan. Terakhir, sifat penelitian yang bersifat cross-sectional hanya dapat mengidentifikasi hubungan asosiatif, bukan hubungan kausalitas yang definitif.
Implikasi Ilmiah di Masa Depan
Meskipun terdapat kelemahan dalam pelaporan, penelitian ini secara praktis memberikan implikasi yang berharga. Ia menegaskan bahwa dalam upaya peningkatan mutu, institusi pendidikan tinggi (khususnya yang berbasis agama) perlu mempertimbangkan secara seimbang antara investasi dalam infrastruktur teknologi dengan program-program pembinaan karakter. Diskusi dalam paper ini mengenai bagaimana LMS dapat digunakan untuk mendukung internalisasi nilai-nilai seperti Istiqamah (misalnya, melalui forum diskusi atau pelacakan kemajuan) menawarkan wawasan yang dapat ditindaklanjuti.
Untuk penelitian di masa depan, karya ini secara jelas menggarisbawahi perlunya studi replikasi yang dilakukan dengan rigor metodologis yang lebih tinggi dan pelaporan yang konsisten untuk mengklarifikasi hubungan kausal yang sebenarnya. Selain itu, penelitian kualitatif melalui studi kasus mendalam dapat memberikan pemahaman yang lebih kaya mengenai bagaimana dan mengapa sikap Istiqamah (atau ketiadaannya) berinteraksi dengan penggunaan teknologi pembelajaran dalam membentuk pengalaman dan hasil belajar mahasiswa.
Sumber
Ansori, A., Tarihoran, N., & Nugraha, E. (2024). The Influence of Learning Management Systems (LMS) and the Value of Istiqamah Attitude on the Quality of Education. International Journal of Education, Teaching, and Social Science, 4(1).
Manajemen Proyek Konstruksi
Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 15 September 2025
Latar Belakang Teoretis
Penelitian ini berakar pada sebuah dilema fundamental dalam manajemen proyek konstruksi: kebutuhan akan data produktivitas yang andal sering kali berbenturan dengan realitas di lapangan, di mana metode pengukuran non-ilmiah (seperti menghitung jumlah produksi harian) lebih sering digunakan karena dianggap lebih cepat. Padahal, metode ilmiah seperti
Crew Balance Chart (CBC) menawarkan wawasan yang jauh lebih mendalam. Sebagaimana didefinisikan oleh Yates (2014) dan Dozzi & AbouRizk (1993), CBC adalah sebuah teknik untuk mencatat dan menganalisis aktivitas setiap anggota kru dan peralatan selama periode waktu tertentu, dengan tujuan utama untuk mengidentifikasi kapan pekerja melakukan tugas secara efektif dan kapan terjadi waktu non-produktif.
Masalah inti yang diidentifikasi oleh para penulis adalah bahwa meskipun CBC sangat bermanfaat, proses pengolahan datanya secara konvensional—yang melibatkan transkripsi manual dan perhitungan—sangat memakan waktu dan rentan terhadap kesalahan, sehingga menjadi penghalang utama adopsinya secara luas. Dengan latar belakang ini, penelitian ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan tersebut dengan memperkenalkan dan mengevaluasi sebuah solusi digital: aplikasi berbasis Android bernama CBC Calculator. Hipotesis implisit yang diajukan adalah bahwa penggunaan alat bantu digital ini akan secara signifikan meningkatkan efisiensi (yaitu, mengurangi waktu yang dibutuhkan) dalam proses pengolahan data untuk pengukuran produktivitas menggunakan metode CBC.
Metodologi dan Kebaruan
Penelitian ini mengadopsi metode kuantitatif dengan pendekatan eksperimental. Desain penelitian melibatkan perbandingan langsung antara dua metode pengolahan data yang berasal dari rekaman video aktivitas konstruksi:
Metode Konvensional: Melibatkan proses manual seperti mencatat durasi aktivitas ke dalam tabel, memindahkan data ke Microsoft Excel, dan mengolahnya untuk menghasilkan diagram batang CBC.
Metode dengan Alat Bantu: Melibatkan penggunaan aplikasi CBC Calculator, di mana pengguna dapat langsung memasukkan nama pekerjaan dan menekan tombol untuk setiap siklus aktivitas, dan aplikasi secara otomatis mengolah data tersebut untuk menghasilkan diagram batang CBC.
Untuk memastikan validitas temuan, eksperimen ini dilakukan sebanyak empat kali pengulangan untuk setiap metode. Pendekatan ini sangat penting karena memungkinkan peneliti untuk mengamati dan memperhitungkan adanya kurva belajar (learning curve), di mana efisiensi pengguna cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya pengulangan. Variabel dependen utama yang diukur adalah durasi pengerjaan (dalam detik) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh tahap pengolahan data.
Kebaruan dari karya ini tidak terletak pada pengembangan teori baru, melainkan pada kontribusinya yang sangat praktis. Dengan merancang, membangun, dan kemudian menguji secara empiris sebuah alat digital yang dapat diakses (aplikasi Android), penelitian ini menawarkan sebuah solusi konkret untuk masalah yang telah lama diketahui dalam praktik manajemen konstruksi, sehingga menjembatani kesenjangan antara metode ilmiah yang rigor dengan kebutuhan akan efisiensi di lapangan.
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi
Analisis data dari eksperimen perbandingan menghasilkan temuan yang sangat jelas dan signifikan secara statistik.
Peningkatan Efisiensi yang Drastis: Temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa penggunaan CBC Calculator secara dramatis lebih efisien dibandingkan dengan metode konvensional. Data dari pengulangan keempat—yang dianggap paling merepresentasikan kondisi normal setelah kurva belajar terbentuk—menunjukkan bahwa metode konvensional membutuhkan waktu 17.000 detik, sementara metode dengan alat bantu hanya membutuhkan 2.000 detik. Ini merupakan peningkatan efisiensi yang luar biasa, di mana alat digital mampu menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang jauh lebih singkat.
Validasi Adanya Kurva Belajar: Temuan penting lainnya adalah konfirmasi adanya kurva belajar yang jelas pada kedua metode. Durasi pengerjaan untuk kedua metode secara konsisten menurun dari pengulangan pertama hingga keempat, dan cenderung stabil pada pengulangan terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan yang dilakukan pada pengulangan keempat memberikan gambaran yang akurat mengenai potensi efisiensi alat setelah pengguna terbiasa dengan antarmukanya.
Secara kontekstual, temuan ini memberikan bukti empiris yang kuat bahwa digitalisasi pada tahap pengolahan data dapat secara signifikan mengurangi beban kerja dan waktu yang terkait dengan metode pengukuran produktivitas ilmiah. Penghematan waktu yang masif ini berpotensi membuat metode CBC menjadi jauh lebih menarik dan layak untuk diimplementasikan secara rutin oleh para manajer proyek di lapangan.
Keterbatasan dan Refleksi Kritis
Meskipun menyajikan temuan yang kuat, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu dipertimbangkan. Pertama, sebagai sebuah studi yang dilakukan dalam lingkungan simulasi terkontrol, generalisasi temuannya ke kondisi lapangan yang sebenarnya harus dilakukan dengan hati-hati. Faktor-faktor seperti gangguan di lokasi proyek, kondisi pencahayaan, atau keterbatasan perangkat mungkin mempengaruhi kinerja aplikasi di dunia nyata.
Secara kritis, penelitian ini berfokus secara eksklusif pada efisiensi tahap pengolahan data. Perlu dicatat bahwa tahap pengumpulan data awal (yaitu, observasi dan perekaman video aktivitas kru) masih merupakan proses manual yang memakan waktu. Meskipun CBC Calculator berhasil merampingkan satu bagian dari alur kerja, efisiensi keseluruhan dari metode CBC dari awal hingga akhir masih bergantung pada proses pengumpulan data di lapangan.
Implikasi Ilmiah di Masa Depan
Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat langsung. CBC Calculator terbukti menjadi alat yang efektif dan efisien yang dapat membantu para praktisi konstruksi untuk mengadopsi metode pengukuran produktivitas yang lebih ilmiah tanpa harus mengorbankan waktu yang berharga.
Untuk penelitian di masa depan, karya ini membuka beberapa jalan yang menjanjikan. Pertama, diperlukan studi validasi di lapangan (field studies) untuk menguji keandalan dan kegunaan aplikasi ini dalam proyek-proyek konstruksi yang nyata. Kedua, penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi pengembangan fitur-fitur tambahan pada aplikasi, seperti kemampuan untuk mencatat waktu aktivitas secara langsung selama observasi (mengeliminasi kebutuhan akan video), atau integrasi dengan teknologi lain seperti analitik data untuk memberikan rekomendasi perbaikan produktivitas secara otomatis.
Sumber
Aziz, M. A., Januardi, R., & Alium, M. S. (2024). Efisiensi Penggunaan CBC Calculator sebagai Alat Bantu Pengukuran Produktivitas Metode Crew Balance Chart. Journal of Infrastructure Policy and Management, 7(2), 125-138. DOI: 10.35166/jipm.v7i2.593
Pendidikan Digital & Teknologi Informasi
Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 15 September 2025
Latar Belakang Teoretis
Penelitian ini berakar pada sebuah masalah praktis yang dihadapi oleh universitas modern: bagaimana cara mengintegrasikan sumber daya dari MOOCs ke dalam lingkungan LMS yang sudah ada secara efektif. Para penulis mengidentifikasi bahwa model desain untuk integrasi semacam ini bukanlah sekadar platform teknis, melainkan sebuah lingkungan yang kompleks yang harus mempertimbangkan berbagai komponen teknologi dan kebutuhan pemangku kepentingan (dosen dan mahasiswa). Kegagalan dalam memahami faktor-faktor yang mendorong penerimaan teknologi ini dapat berujung pada adopsi yang rendah dan investasi yang sia-sia.
Untuk mengatasi masalah ini, kerangka teoretis yang diusung oleh studi ini adalah sebuah model hibrida yang inovatif, yang menggabungkan dua teori adopsi teknologi yang telah mapan: Technology Acceptance Model (TAM) dan Task-Technology Fit (TTF). TAM, yang merupakan model yang paling dominan dan prediktif dalam literatur, berfokus pada bagaimana persepsi kegunaan (Perceived Usefulness) dan persepsi kemudahan penggunaan (Perceived Ease of Use) mempengaruhi niat untuk mengadopsi sebuah teknologi. Namun, penulis berargumen bahwa TAM saja tidak cukup. Oleh karena itu, mereka mengintegrasikannya dengan model TTF, yang menambahkan dimensi kesesuaian antara karakteristik tugas (Task Characteristics) dan karakteristik teknologi (Technology Characteristics) sebagai prediktor utama. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan adalah bahwa faktor-faktor dari kedua model ini—karakteristik tugas, karakteristik teknologi, kesesuaian tugas-teknologi, persepsi kemudahan penggunaan, dan persepsi kegunaan—secara signifikan mempengaruhi niat untuk mengadopsi model integrasi LMS-MOOC yang diusulkan.
Metodologi dan Kebaruan
Penelitian ini mengadopsi metode kuantitatif dengan pendekatan survei untuk menguji model konseptual yang telah dirumuskan. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang disebar kepada para pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa, dosen, dan ahli rekayasa perangkat lunak.
Untuk menganalisis data, penulis menggunakan teknik statistik Structural Equation Modeling (SEM), yang memungkinkan pengujian simultan terhadap hubungan kausal yang kompleks antar berbagai variabel laten (konstruk). Proses metodologisnya mencakup evaluasi model pengukuran (measurement model) untuk memastikan validitas dan reliabilitas instrumen, diikuti oleh evaluasi model struktural (structural model) untuk menguji hipotesis penelitian.
Kebaruan dari karya ini tidak terletak pada pengembangan teori baru dari awal, melainkan pada sintesis dan aplikasinya yang spesifik. Dengan menggabungkan TAM dan TTF untuk mengevaluasi sebuah artefak desain perangkat lunak dalam konteks pendidikan tinggi, penelitian ini memberikan sebuah kerangka kerja yang lebih komprehensif dan bernuansa dibandingkan studi-studi yang hanya mengandalkan satu model saja. Selain itu, pendekatan yang melibatkan para pemangku kepentingan sejak tahap elisitasi kebutuhan hingga evaluasi akhir menunjukkan sebuah praktik rekayasa perangkat lunak yang berpusat pada pengguna.
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi
Analisis data kuantitatif menghasilkan serangkaian temuan yang memberikan wawasan mendalam mengenai dinamika adopsi model integrasi ini.
Pengaruh Konstruk TTF: Ditemukan bahwa baik Karakteristik Tugas maupun Karakteristik Teknologi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kesesuaian Tugas-Teknologi (TTF). Hal ini mengonfirmasi validitas inti dari model TTF dalam konteks ini, menunjukkan bahwa persepsi mengenai seberapa baik teknologi tersebut cocok untuk tugas-tugas pembelajaran sangat bergantung pada fitur-fitur spesifik dari teknologi dan sifat dari tugas itu sendiri.
Peran Sentral Persepsi Kegunaan (Perceived Usefulness): Sejalan dengan banyak studi TAM sebelumnya, Persepsi Kegunaan ditemukan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan secara statistik terhadap Niat untuk Mengadopsi model tersebut. Ini menegaskan bahwa faktor terpenting yang mendorong penerimaan adalah keyakinan pengguna bahwa sistem tersebut akan benar-benar membantu mereka meningkatkan kinerja belajar atau mengajar.
Temuan Kontra-Intuitif: Insignifikansi Kemudahan Penggunaan: Salah satu temuan yang paling menarik dan bertentangan dengan model TAM klasik adalah bahwa hubungan antara Persepsi Kemudahan Penggunaan dengan Niat untuk Mengadopsi ditemukan negatif dan tidak signifikan secara statistik.
Secara kontekstual, temuan ini sangat signifikan. Ia menyiratkan bahwa dalam konteks pendidikan tinggi, di mana para pengguna (dosen dan mahasiswa) sangat termotivasi oleh hasil, kemudahan penggunaan sebuah sistem menjadi faktor sekunder. Selama sebuah alat terbukti sangat berguna dan efektif dalam mendukung proses pembelajaran, para pengguna bersedia untuk mengatasi kurva belajar atau antarmuka yang kurang intuitif. Sebaliknya, sistem yang mudah digunakan namun tidak menawarkan nilai tambah yang jelas kemungkinan besar akan diabaikan.
Keterbatasan dan Refleksi Kritis
Meskipun menyajikan analisis yang kuat, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu dipertimbangkan. Pertama, sebagai sebuah studi yang kemungkinan besar dilakukan dalam konteks geografis dan institusional yang spesifik, generalisasi temuannya ke lingkungan pendidikan lain harus dilakukan dengan hati-hati. Kedua, ketergantungan pada data survei berarti bahwa hasil yang diperoleh didasarkan pada persepsi dan niat, bukan pada perilaku adopsi aktual dalam jangka panjang.
Secara kritis, temuan mengenai insignifikansi kemudahan penggunaan merupakan hasil yang provokatif yang menuntut eksplorasi lebih lanjut. Penelitian kualitatif di masa depan dapat menggali lebih dalam untuk memahami mengapa faktor ini tidak menjadi pendorong utama dalam konteks ini, apakah karena tingkat literasi digital yang tinggi di kalangan responden, atau karena sifat tugas yang begitu menantang sehingga manfaat fungsional jauh lebih diutamakan daripada kemudahan interaksi.
Implikasi Ilmiah di Masa Depan
Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat jelas bagi para pengembang perangkat lunak pendidikan dan administrator universitas. Pesan utamanya adalah: prioritaskan fungsionalitas dan kegunaan di atas segalanya. Dalam merancang dan memilih sistem integrasi, fokus utama harus diberikan pada fitur-fitur yang secara langsung mendukung tujuan pedagogis dan meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Untuk penelitian di masa depan, karya ini membuka beberapa jalan. Studi replikasi di berbagai negara dan jenis institusi akan sangat berharga untuk menguji kekokohan model hibrida TAM-TTF ini. Selain itu, penelitian longitudinal yang melacak adopsi aktual dari waktu ke waktu dapat memberikan validasi yang lebih kuat terhadap hubungan antara niat dan perilaku. Terakhir, investigasi lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang memoderasi hubungan antara kemudahan penggunaan dan niat adopsi (misalnya, pengalaman teknologi sebelumnya atau kompleksitas tugas) akan menjadi kontribusi yang signifikan bagi literatur.
Sumber
Rugube, T. T., & Govender, D. (2022). Evaluation of a Software Model for Integrating Learning Management Systems and Massive Open Online Courses. International Journal of Innovative Research and Scientific Studies, 5(3), 170-183.
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 15 September 2025
Latar Belakang Teoretis
Penelitian ini berakar pada tantangan eksistensial yang dihadapi oleh industri konstruksi selama pandemi COVID-19. Penulis menggarisbawahi bahwa organisasi konstruksi, dalam operasional normal sekalipun, dipaksa untuk terus berinvestasi dalam membangun pengalaman kumulatif untuk meningkatkan peluang keberhasilan. Krisis pandemi secara dramatis mengamplifikasi kebutuhan ini, menciptakan lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian, mulai dari kebijakan mitigasi global yang mengganggu rantai pasokan hingga peraturan spesifik negara yang menyebabkan penutupan proyek dan peningkatan risiko PHK.
Kerangka teoretis yang diusung oleh AlMaian dan Bu Qammaz memposisikan Organizational Learning (OL)—yang didefinisikan sebagai sebuah filosofi dan proses untuk mengamati serta memperbaiki kesalahan—sebagai variabel penentu utama dalam kemampuan sebuah organisasi untuk bertahan dan beradaptasi. Masalah inti yang diidentifikasi adalah bahwa meskipun banyak studi telah menentukan strategi untuk mengendalikan dampak pandemi, pemahaman mengenai peran fundamental dari praktik OL dalam membangun resiliensi organisasi masih kurang dieksplorasi secara sistematis. Dengan demikian, hipotesis implisit yang mendasari karya ini adalah bahwa organisasi konstruksi yang telah menanamkan budaya OL yang kuat secara inheren lebih siap untuk menghadapi dan bahkan memanfaatkan disrupsi. Tujuan utama dari studi ini adalah untuk menyelidiki secara mendalam peran praktik OL dalam resiliensi organisasi konstruksi selama pandemi COVID-19.
Metodologi dan Kebaruan
Penelitian ini mengadopsi metodologi kualitatif yang kuat, yang berpusat pada analisis data yang kaya dari wawancara semi-terstruktur. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk menggali wawasan yang mendalam dan bernuansa dari para ahli industri. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan para ahli di lokasi konstruksi, dengan durasi rata-rata 60 menit per sesi, memastikan bahwa data yang diperoleh tertanam dalam konteks praktis di lapangan.
Kerangka analisis utama yang digunakan adalah analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats). Pendekatan ini menjadi kebaruan utama dari penelitian ini. Alih-alih hanya membuat daftar dampak pandemi, penulis secara inovatif menggunakan kerangka SWOT untuk memetakan secara sistematis bagaimana praktik OL berinteraksi dengan lingkungan internal dan eksternal organisasi. Pertanyaan-pertanyaan wawancara dirancang secara spesifik untuk mengelompokkan respons ke dalam empat kuadran SWOT, sehingga memungkinkan analisis yang terstruktur mengenai bagaimana kekuatan dan kelemahan internal (terkait OL) berinteraksi dengan peluang dan ancaman eksternal (yang diciptakan oleh pandemi).
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi
Analisis data kualitatif yang dibingkai dalam kerangka SWOT menghasilkan serangkaian temuan yang saling terkait, yang melukiskan gambaran komprehensif mengenai peran OL dalam resiliensi.
Aspek Kekuatan (Strengths): Ditemukan bahwa kekuatan internal organisasi yang paling signifikan terkait dengan proses manajemen yang sudah mapan, seperti perencanaan, pemantauan, dan peninjauan. Organisasi yang memiliki praktik OL yang kuat cenderung memiliki mekanisme yang lebih baik untuk belajar dari proyek-proyek sebelumnya, yang memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan lebih cepat terhadap kondisi yang berubah.
Aspek Kelemahan (Weaknesses): Kelemahan internal utama yang diidentifikasi adalah persistensi masalah dari satu proyek ke proyek berikutnya dan adanya penghambat implementasi OL. Ini mencakup faktor-faktor seperti kurangnya motivasi dan kemauan untuk belajar di kalangan beberapa karyawan, serta resistensi untuk mendokumentasikan pelajaran yang didapat (lessons learned). Pandemi secara efektif mengekspos kelemahan-kelemahan ini, di mana organisasi tanpa budaya belajar yang kuat merasa lebih sulit untuk beradaptasi.
Aspek Peluang (Opportunities): Krisis pandemi, meskipun merupakan ancaman, juga menciptakan peluang fundamental untuk perubahan. Ditemukan bahwa disrupsi ini mendorong organisasi untuk mengevaluasi kembali praktik bisnis mereka, yang pada gilirannya menciptakan keunggulan kompetitif berbasis OL. Organisasi yang mampu belajar dengan cepat dari tantangan baru—misalnya, dengan mengadopsi teknologi digital untuk kerja jarak jauh atau menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat—dapat mengubah krisis menjadi peluang untuk inovasi jangka panjang.
Aspek Ancaman (Threats): Ancaman eksternal utama yang diidentifikasi tidak hanya berasal dari virus itu sendiri, tetapi juga dari lingkungan operasional, seperti birokrasi pemerintah dan proses yang panjang untuk persetujuan rutin. Ancaman-ancaman ini menyoroti pentingnya resiliensi yang tidak hanya bersifat teknis tetapi juga adaptif secara organisasional.
Secara kontekstual, temuan ini menegaskan bahwa resiliensi bukanlah sebuah kondisi statis, melainkan sebuah proses dinamis yang dimungkinkan oleh pembelajaran. Organisasi yang berhasil adalah mereka yang mampu memanfaatkan kekuatan internal (praktik OL yang baik) untuk menangkap peluang eksternal (kebutuhan akan inovasi), sambil secara bersamaan memitigasi kelemahan internal (resistensi terhadap perubahan) untuk menghadapi ancaman eksternal.
Keterbatasan dan Refleksi Kritis
Sebagai sebuah studi kualitatif, keterbatasan utama dari penelitian ini adalah generalisasi temuannya. Hasil yang didasarkan pada wawancara dengan sekelompok ahli yang terbatas dalam konteks geografis atau industri tertentu mungkin tidak sepenuhnya dapat diterapkan secara universal. Selain itu, sifat retrospektif dari analisis—melihat kembali pengalaman selama pandemi—dapat dipengaruhi oleh bias ingatan (recall bias) dari para responden.
Secara kritis, meskipun kerangka SWOT memberikan struktur yang jelas, ia berisiko menyederhanakan realitas yang sangat dinamis dan sering kali kacau dari sebuah krisis. Analisis yang lebih dalam mengenai bagaimana faktor-faktor non-OL, seperti dukungan finansial pemerintah atau keberuntungan semata, berinteraksi dengan kemampuan belajar organisasi dapat memperkaya pemahaman lebih lanjut.
Implikasi Ilmiah di Masa Depan
Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat jelas dan dapat ditindaklanjuti. Ia memberikan argumen yang kuat bagi para pemimpin di industri konstruksi untuk secara proaktif berinvestasi dalam membangun budaya dan praktik OL sebagai strategi mitigasi risiko jangka panjang. Kerangka SWOT yang digunakan dapat diadopsi sebagai alat diagnostik internal bagi organisasi untuk menilai kesiapan mereka sendiri dalam menghadapi krisis di masa depan.
Untuk penelitian di masa depan, karya ini meletakkan fondasi kualitatif yang kokoh. Ada kebutuhan untuk studi kuantitatif pada skala yang lebih besar untuk menguji secara statistik hubungan antara berbagai praktik OL dengan metrik resiliensi organisasi (misalnya, kinerja keuangan, kelangsungan proyek). Studi longitudinal yang melacak organisasi dari waktu ke waktu, sebelum, selama, dan setelah krisis, juga akan memberikan wawasan yang tak ternilai mengenai evolusi proses pembelajaran dan adaptasi.
Sumber
AlMaian, R., & Bu Qammaz, A. (2023). The Organizational Learning Role in Construction Organizations Resilience during the COVID-19 Pandemic. Sustainability, 15(2), 1082. https://doi.org/10.3390/su15021082
Wirausaha
Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko pada 15 September 2025
Latar Belakang Teoretis
Industri konstruksi, sebuah sektor yang menuntut kolaborasi intensif dan sering kali menghilangkan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, menghadapi tantangan kronis dalam mempertahankan talenta, terutama di kalangan generasi baru. Karya Norawit Sang-rit dan Bhumiphat Gilitwala yang berjudul, "The factors affecting employee retention in construction-related small-medium enterprises," secara tajam menginvestigasi permasalahan ini dalam konteks spesifik Usaha Kecil Menengah (UKM) di Krung Thep Maha Nakhon (Bangkok), Thailand. Latar belakang masalah yang diangkat adalah adanya pergeseran fundamental dalam ekspektasi kerja, di mana karyawan generasi baru (Milenial dan Gen Z) lebih menyukai lingkungan kerja yang tangkas (agile) dan transparan, sebuah kontras yang tajam dengan pola pikir konservatif dan hierarkis yang sering kali masih dianut oleh para senior.
Kerangka teoretis penelitian ini dibangun untuk membedah dinamika kompleks ini dengan menguji sebuah model yang mengintegrasikan beberapa variabel kunci. Penulis memposisikan Retensi Karyawan sebagai variabel dependen utama, yang dipengaruhi secara langsung oleh Kerja Tangkas dan Niat Kewirausahaan. Sementara itu, Kerja Tangkas itu sendiri dipandang sebagai hasil dari dua anteseden penting: Saling Ketergantungan Tugas dan Penghargaan dan Pengakuan. Dengan demikian, hipotesis yang mendasari studi ini adalah bahwa dengan memahami hubungan kausal antar variabel-variabel ini, para manajer dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam mengenai faktor-faktor yang benar-benar mendorong karyawan untuk bertahan di industri yang penuh tuntutan ini.
Metodologi dan Kebaruan
Penelitian ini mengadopsi pendekatan kuantitatif yang kuat, dengan menggunakan Regresi Linear Berganda (Multiple Linear Regression - MLR) sebagai teknik analisis utama untuk menguji serangkaian hipotesis yang telah dirumuskan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui penyebaran kuesioner daring yang dirancang dengan cermat, yang terdiri dari pertanyaan demografis dan item-item pengukuran variabel menggunakan skala Likert.
Populasi target adalah para profesional yang bekerja di UKM terkait konstruksi di wilayah Krung Thep. Dengan menggunakan teknik judgement sampling, peneliti berhasil mengumpulkan sampel sebanyak 386 responden yang valid. Untuk memastikan keandalan instrumen, uji reliabilitas menggunakan Cronbach's alpha dilakukan pada tahap uji coba (pilot test) dan pada sampel akhir, dengan hasil yang menunjukkan bahwa kuesioner tersebut dapat diterima untuk analisis lebih lanjut.
Kebaruan dari karya ini tidak terletak pada variabel-variabelnya secara individual, yang sebagian besar telah mapan dalam literatur manajemen. Sebaliknya, kontribusi utamanya adalah pada sintesis dan validasi empiris dari model spesifik ini dalam konteks yang sering kali kurang terwakili dalam penelitian akademis: UKM di sektor konstruksi negara berkembang. Dengan secara eksplisit menghubungkan konsep-konsep modern seperti "kerja tangkas" dan "niat kewirausahaan" dengan retensi, penelitian ini memberikan sebuah perspektif yang relevan dengan dinamika tenaga kerja saat ini.
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi
Analisis data kuantitatif menghasilkan serangkaian temuan yang memberikan wawasan bernuansa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi retensi karyawan.
Anteseden dari Kerja Tangkas:
Saling Ketergantungan Tugas (H2): Ditemukan bahwa saling ketergantungan tugas memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap kerja tangkas (p < 0.05). Namun, temuan yang paling menarik dan agak kontra-intuitif adalah bahwa hubungan ini bersifat negatif (B = -0.228). Ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat ketergantungan antar tugas, semakin rendah persepsi terhadap kerja tangkas. Hal ini mungkin mencerminkan bahwa dalam praktik, ketergantungan yang tinggi dapat menciptakan friksi atau birokrasi yang justru menghambat fleksibilitas.
Penghargaan dan Pengakuan (H3): Sebaliknya, penghargaan dan pengakuan ditemukan memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kerja tangkas (B = 0.279). Temuan ini sejalan dengan teori motivasi klasik, yang menegaskan bahwa pengakuan atas kontribusi individu mendorong lingkungan kerja yang lebih dinamis dan kolaboratif.
Determinan dari Retensi Karyawan:
Niat Kewirausahaan (H1a): Ditemukan bahwa niat kewirausahaan memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap retensi karyawan (B = 0.328). Temuan ini pada awalnya tampak paradoksal, namun dapat diinterpretasikan bahwa karyawan yang memiliki ambisi wirausaha cenderung bertahan lebih lama di sebuah perusahaan untuk menyerap pengetahuan dan pengalaman sebanyak mungkin sebelum memulai bisnis mereka sendiri.
Kerja Tangkas (H4): Kerja tangkas juga ditemukan memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap retensi karyawan (B = 0.357). Ini mengonfirmasi bahwa lingkungan kerja yang fleksibel, berpusat pada manusia, dan memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat sangat dihargai oleh para profesional konstruksi dan menjadi faktor pendorong yang kuat bagi mereka untuk tetap tinggal.
Secara kontekstual, model ini menunjukkan bahwa untuk mempertahankan karyawan, perusahaan tidak hanya perlu menciptakan lingkungan kerja yang tangkas, tetapi juga harus menyadari dan bahkan mungkin memfasilitasi ambisi kewirausahaan dari para staf mereka.
Keterbatasan dan Refleksi Kritis
Penulis secara eksplisit mengakui bahwa penelitian ini memiliki keterbatasan karena kendala waktu, yang menyebabkan fokus hanya pada retensi karyawan secara umum tanpa membedah lebih dalam dinamika antar generasi. Sebagai refleksi kritis, penggunaan judgement sampling membatasi kemampuan untuk menggeneralisasi temuan ini ke seluruh populasi industri konstruksi di Thailand. Selain itu, sifat penelitian yang bersifat cross-sectional hanya dapat mengidentifikasi korelasi, bukan kausalitas definitif dari waktu ke waktu. Temuan yang paling provokatif—yaitu hubungan negatif antara saling ketergantungan tugas dan kerja tangkas—memerlukan investigasi kualitatif lebih lanjut untuk membongkar mekanisme di baliknya.
Implikasi Ilmiah di Masa Depan
Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat jelas bagi departemen Sumber Daya Manusia dan para manajer proyek. Temuan ini memberikan argumen berbasis bukti untuk memprioritaskan implementasi praktik kerja tangkas dan mengembangkan sistem penghargaan dan pengakuan yang adil. Lebih jauh lagi, alih-alih memandang niat kewirausahaan sebagai ancaman, perusahaan dapat mempertimbangkan untuk mengembangkan program "intrapreneurship" yang memungkinkan karyawan untuk menyalurkan ide-ide inovatif mereka di dalam struktur perusahaan, sehingga mengubah potensi "risiko kepergian" menjadi "peluang inovasi".
Untuk penelitian di masa depan, karya ini membuka beberapa jalan. Penulis menyarankan studi lebih lanjut mengenai hubungan antara pendapatan, tingkat pendidikan, dan niat kewirausahaan. Selain itu, penelitian kualitatif melalui studi kasus mendalam dapat memberikan pemahaman yang lebih kaya mengenai bagaimana dinamika kerja tangkas dan saling ketergantungan tugas benar-benar terwujud di lapangan. Studi longitudinal yang melacak sekelompok karyawan dari waktu ke waktu juga akan sangat berharga untuk memvalidasi hubungan kausal yang diusulkan dalam model ini.
Sumber
Sang-rit, N., & Gilitwala, B. (2024). The factors affecting employee retention in construction-related small-medium enterprises situating in Krung Thep Maha Nakhon. Rajagiri Management Journal, 18(2), 106-124.(https://doi.org/10.1108/RAMJ-03-2023-0061)