Sustainable Practices

Menuju Konstruksi Lean yang Berkelanjutan: Resensi Kritis terhadap Literatur Holistik Lean-Sustainable Construction

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 09 Mei 2025


Dalam beberapa dekade terakhir, sektor konstruksi menghadapi tekanan besar untuk bertransformasi menjadi industri yang tidak hanya efisien secara ekonomi tetapi juga berkontribusi terhadap keberlanjutan sosial dan lingkungan. Paper berjudul “Toward a Holistic View on Lean Sustainable Construction: A Literature Review” karya Sam Solaimani dan Mohamad Sedighi menjadi upaya penting dalam menjembatani kesenjangan pemahaman tentang bagaimana prinsip-prinsip Lean dapat berkontribusi secara nyata terhadap triple bottom line: people (sosial), planet (lingkungan), dan profit (ekonomi). Resensi ini mengulas paper tersebut secara komprehensif, dengan menganalisis data, menyajikan studi kasus, serta mengaitkannya dengan praktik industri dan arah masa depan konstruksi berkelanjutan.

Membedah Integrasi Lean dan Keberlanjutan: Mengapa Perlu?

Lean Construction, yang berakar dari sistem produksi Toyota, pada awalnya berfokus pada efisiensi dan pengurangan limbah (waste) dalam proses. Namun, dalam perkembangan terbaru, pendekatan ini mulai diperluas ke ranah keberlanjutan. Solaimani dan Sedighi menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR) terhadap 118 artikel dari tahun 1998–2017 untuk menjawab satu pertanyaan mendasar: Bagaimana Lean Construction berkontribusi terhadap keberlanjutan secara menyeluruh?

Hasil studi ini menunjukkan bahwa sebagian besar literatur masih condong ke aspek ekonomi, sementara aspek sosial dan lingkungan kurang mendapatkan porsi perhatian yang seimbang. Paper ini kemudian menyusun framework holistik berdasarkan tiga dimensi utama: aktor (supplier, developer, customer), fase konstruksi (dari ekstraksi hingga okupansi), dan dimensi keberlanjutan (ekonomi, lingkungan, sosial).

Dimensi Ekonomi: Efisiensi dan Efektivitas Proses

Studi Kasus: JIT dan VSM untuk Efisiensi Material

Dalam fase extraction and processing, penggunaan strategi Just-In-Time (JIT) terbukti mampu mengurangi biaya inventaris dan limbah material. Sebagai contoh, penerapan VSM (Value Stream Mapping) oleh Mullens (2008) dalam pabrik prefab menunjukkan peningkatan signifikan dalam alur kerja dan efisiensi waktu.

Solaimani dan Sedighi juga menyoroti bagaimana pemanfaatan pull-based production dan kemitraan jangka panjang dengan supplier dapat mengurangi variasi pasokan dan meningkatkan keandalan distribusi. Hal ini diperkuat oleh pendekatan Kaizen (perbaikan berkelanjutan) serta 5S dalam pengaturan ruang kerja.

Visualisasi dan BIM dalam Perencanaan

Di tahap design and planning, penggunaan BIM (Building Information Modeling) dan perangkat lunak simulasi seperti CAD dan TEKLA membantu mengantisipasi bottleneck, meningkatkan kolaborasi, dan mendukung pengambilan keputusan berbasis data. Studi oleh Sacks et al. menunjukkan bahwa BIM mampu mengurangi kesalahan desain dan mempercepat proses perencanaan hingga 30%.

Dimensi Lingkungan: Efisiensi Energi dan Minimasi Limbah

Lean Construction tidak hanya tentang biaya, tetapi juga tentang bagaimana mengurangi dampak lingkungan. Paper ini menunjukkan bahwa dalam fase logistik dan distribusi, kelebihan pengiriman material merupakan salah satu sumber utama emisi karbon. Upaya mengoptimalkan estimasi material dan pemesanan yang tepat waktu menjadi kunci.

Studi Kasus: Proyek Net-Zero Energy

Dalam proyek skala besar yang menerapkan prinsip net-zero energy, monitoring konsumsi energi dan penggunaan bahan lokal mampu menurunkan jejak karbon secara signifikan. Koranda et al. (2012) mencatat bahwa pengurangan emisi CO2 hingga 20% dicapai hanya dengan mengurangi jarak distribusi material.

Namun, paper ini juga mencatat adanya ketimpangan antara proyek besar dan kecil. Proyek besar cenderung lebih siap secara struktur dan pendanaan untuk menerapkan prinsip Lean dan ramah lingkungan, sedangkan proyek kecil sering kali kesulitan.

Dimensi Sosial: Kesejahteraan, Keselamatan, dan Keadilan

Aspek sosial menjadi bagian yang paling menantang karena sulit diukur secara kuantitatif. Namun, penting untuk tidak diabaikan.

Autonomation untuk Keselamatan Pekerja

Konsep autonomation, yaitu pemberian kewenangan kepada pekerja untuk menghentikan proses produksi jika terdeteksi potensi bahaya, menjadi salah satu pilar Lean yang berkontribusi pada keselamatan kerja. Ikuma et al. (2011) menekankan bahwa sistem ini menurunkan risiko cedera kerja secara signifikan dalam proyek high-rise dengan tingkat repetisi tinggi.

Modulasi dan Ergonomi

Penerapan modularisasi mengurangi pekerjaan manual dan meningkatkan ergonomi di lokasi kerja. Ini bukan hanya efisien secara operasional, tetapi juga mengurangi kelelahan dan cedera. Visualisasi juga membantu meningkatkan koordinasi dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat.

Cakupan Global dan Pola Penelitian

Sebagian besar studi Lean-Sustainable Construction berasal dari AS, Inggris, dan India, dengan pendekatan yang sangat didominasi oleh studi kasus (40 studi tunggal dan 18 multi-kasus). Ini mencerminkan betapa kontekstualnya implementasi Lean dan pentingnya mempertimbangkan kondisi lokal dalam adopsinya.

Namun, masih sedikit studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif atau eksploratif jangka panjang seperti longitudinal atau action research. Padahal, hal ini penting untuk menguji efektivitas jangka panjang dari integrasi Lean dan keberlanjutan.

Trade-off dan Tantangan Integrasi

Paper ini tidak mengabaikan adanya potensi konflik antara tiga pilar keberlanjutan. Misalnya:

  • Penerapan panel surya (lingkungan) dapat meningkatkan biaya awal (ekonomi).
  • Modulasi (efisiensi) dapat membatasi ekspresi desain (sosial).
  • Optimalisasi proses produksi (ekonomi) bisa mengurangi pekerjaan lokal (sosial).

Solaimani dan Sedighi menggunakan causal loop diagram untuk menunjukkan bahwa intervensi Lean yang positif di satu area dapat menghasilkan penguatan atau bahkan ketegangan di area lain. Inilah pentingnya pendekatan holistik.

Kritik dan Implikasi Praktis

Salah satu nilai tambah utama paper ini adalah struktur framework “GLean Construction” – gabungan Green dan Lean – yang menjadi referensi praktis dan teoritis. Namun, penulis juga mengakui keterbatasan seperti kurangnya perhatian pada aspek teknologi terkini (Industry 4.0), inovasi lokal, dan pengelolaan SDM berbasis Lean.

Praktisi di lapangan bisa menggunakan insight dari paper ini untuk:

  • Mengembangkan SOP berbasis Lean untuk mengurangi kecelakaan kerja.
  • Mengintegrasikan pelatihan keberlanjutan dalam onboarding karyawan.
  • Menerapkan BIM tidak hanya untuk desain tetapi juga untuk kolaborasi sosial.

Sementara itu, akademisi bisa mendorong penelitian baru di bidang Lean HRM, penggunaan AI/IoT dalam optimasi keberlanjutan, serta studi lintas negara tentang penerapan Lean-Sustainable Construction.

Penutup: Menuju Konstruksi yang Benar-benar Holistik

Paper ini adalah panggilan untuk melampaui sekadar efisiensi biaya dan berpikir dalam kerangka besar. Keberlanjutan bukan sekadar slogan, tetapi proses kolaboratif antar aktor konstruksi yang harus mempertimbangkan manusia, lingkungan, dan ekonomi secara seimbang.

Dalam era perubahan iklim dan tekanan urbanisasi yang masif, hanya pendekatan holistik seperti yang ditawarkan oleh Solaimani dan Sedighi yang bisa menjadi panduan untuk masa depan konstruksi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Sumber artikel asli:
Solaimani, S., & Sedighi, M. (2020). Toward a Holistic View on Lean Sustainable Construction: A Literature Review. Journal of Cleaner Production, 248, 119213.

 

Selengkapnya
Menuju Konstruksi Lean yang Berkelanjutan: Resensi Kritis terhadap Literatur Holistik Lean-Sustainable Construction

Sustainable Practices

Strategi Integrasi Lean dan Sustainable Construction dari Perspektif Pemangku Kepentingan di Malaysia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 09 Mei 2025


Industri konstruksi global sedang mengalami transformasi besar-besaran. Dua pendekatan manajemen yang sering diperbincangkan untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan adalah Lean Construction (LC) dan Sustainable Construction (SC). Namun, dalam praktiknya, integrasi dua pendekatan ini belum optimal, terutama di negara berkembang seperti Malaysia. Dalam artikel “The Integration of Lean Construction and Sustainable Construction: A Stakeholder Perspective in Analyzing Sustainable Lean Construction Strategies in Malaysia,” Ahmad Huzaimi Abd Jamil dan Mohamad Syazli Fathi mencoba menjembatani kesenjangan ini dengan menyusun kerangka kerja konseptual yang mendalam, berbasis kajian pustaka dan pendekatan pemangku kepentingan (stakeholder).

Lean dan Sustainable Construction: Dua Pilar yang Seharusnya Saling Menguatkan

Secara prinsip, baik LC maupun SC sama-sama berupaya menghilangkan pemborosan (waste), hanya saja orientasinya berbeda. LC fokus pada efisiensi proses dan nilai pelanggan, sementara SC menekankan keseimbangan antara aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dalam artikel ini, penulis menunjukkan bahwa sinergi antara keduanya bisa menghasilkan manfaat ganda—meningkatkan profitabilitas sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Namun, hasil literatur dari 118 studi menunjukkan bahwa integrasi LC dan SC belum banyak dipraktikkan secara holistik, bahkan cenderung berjalan sendiri-sendiri. Banyak proyek konstruksi yang gagal karena kurangnya perhatian pada aspek lingkungan dan ketidakterlibatan pemangku kepentingan secara penuh.

Metodologi dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini bersifat konseptual dengan metode integrative literature review dan kerangka pengodean (coding framework). Tujuannya adalah membangun pemahaman teoritis dan praktis dari integrasi LC dan SC menjadi Sustainable Lean Construction (SLC). Fokus utama ditujukan pada bagaimana keterlibatan pemangku kepentingan dapat meningkatkan keberhasilan implementasi SLC.

Penulis juga mengembangkan sebuah model integrasi berdasarkan kajian literatur terdahulu, khususnya dari Koranda et al. (2012), namun memperluasnya dengan pendekatan analisis pemangku kepentingan yang lebih komprehensif.

Pilar-Pilar Sustainable Construction (SC)

SC dalam konteks ini mencakup tujuh komponen utama:

  1. Integrasi Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
  2. Desain dan Pengadaan Hijau
  3. Teknologi dan Inovasi
  4. Struktur Organisasi dan Proses
  5. Pendidikan dan Pelatihan
  6. Pengukuran dan Pelaporan
  7. Strategi Bisnis Inovatif

Beberapa studi menyatakan bahwa keberhasilan implementasi SC sangat tergantung pada pengetahuan dan komitmen stakeholder. Studi dari Abdullah et al. (2009) menyebutkan bahwa kurangnya pemahaman SC menjadi salah satu hambatan utama. Lam et al. (2010) mengidentifikasi kendala lainnya seperti hambatan budaya, kurangnya teknologi hijau, serta rendahnya keterlibatan pemangku kepentingan.

Pilar-Pilar Lean Construction (LC)

LC memiliki akar dari industri manufaktur dan berfokus pada pengelolaan produksi berbasis nilai tambah. Prinsip utama LC meliputi:

  • Penghapusan aktivitas yang tidak bernilai tambah
  • Optimalisasi penggunaan sumber daya
  • Komunikasi terbuka dan transparan
  • Komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan

Namun, dalam praktik di Malaysia, LC masih terhambat. Studi oleh Johansen dan Walter (2007) menunjukkan bahwa implementasi LC di industri konstruksi Malaysia tergolong lambat. Hambatan yang sering muncul antara lain rendahnya kesadaran lean, kurangnya dukungan manajemen puncak, serta lemahnya sistem kolaborasi antar-stakeholder.

Studi Kasus: Proyek Pentagon dan Toyota South Campus

Dua studi kasus penting yang dibahas dalam artikel ini adalah renovasi Pentagon dan pembangunan kampus Toyota South di Amerika Serikat. Keduanya berhasil menerapkan integrasi SC dan LC melalui:

  • Penggunaan metode design-build
  • Komunikasi terbuka antara kontraktor dan desainer
  • Strategi kontrak inovatif yang mengurangi konflik
  • Penghapusan inventori berlebih di lokasi

Dalam proyek Pentagon, integrasi SC dan LC menghasilkan penghematan biaya dan waktu yang signifikan. Strategi pengadaan yang fleksibel menjadi kunci keberhasilan.

Model Integrasi LC dan SC (Koranda et al., 2012)

Penulis mengadopsi dan memodifikasi model Koranda untuk merancang pendekatan implementasi SLC di Malaysia. Model ini menekankan:

  • Identifikasi nilai proyek sejak tahap perencanaan
  • Eliminasi pemborosan dari hulu ke hilir
  • Indikator kinerja sebagai alat ukur kemajuan
  • Kolaborasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan (arsitek, kontraktor, supplier, manajer proyek)

Dalam konteks Malaysia, pendekatan ini sangat penting karena 45,9% keterlambatan proyek konstruksi terjadi pada fase pelaksanaan (Abdul Rahman et al., 2006). Selain itu, masalah klasik seperti banjir kilat, erosi tanah, dan pencemaran suara adalah indikator lemahnya implementasi SC.

Peran Kritis Stakeholder dalam SLC

Salah satu sumbangan utama paper ini adalah memperluas pendekatan lean menjadi berbasis stakeholder. Menurut Aaltonen (2011), persepsi pemangku kepentingan tentang keberhasilan proyek dapat sangat berbeda. Oleh karena itu, keterlibatan aktif mereka dari tahap awal sangat penting. Hal ini diperkuat oleh studi Davis (2014) yang menyatakan bahwa pemahaman terhadap lingkungan stakeholder akan menentukan pendekatan strategi SC dan LC yang digunakan.

Studi ini menegaskan bahwa komunikasi lintas fungsi, seperti pada proyek Integrated Project Delivery (IPD), mampu mereduksi konflik desain dan meningkatkan efisiensi waktu.

Tantangan Utama dan Saran Ke Depan

Berikut adalah beberapa tantangan utama yang diidentifikasi:

  • Budaya organisasi yang resistif terhadap perubahan
  • Minimnya pelatihan lean dan keberlanjutan
  • Struktur kontrak tradisional yang menghambat kolaborasi
  • Ketidakseimbangan antara tujuan ekonomi dan lingkungan

Untuk menjawab tantangan tersebut, penulis menyarankan:

  • Pengembangan sistem insentif berbasis performa SC dan LC
  • Integrasi teknologi seperti BIM dan Industrialized Building System (IBS)
  • Penyusunan kurikulum pelatihan LC-SC untuk seluruh rantai pasok
  • Implementasi analisis kendala untuk identifikasi hambatan proses

Model yang dikembangkan diharapkan menjadi panduan praktis bagi pemangku kepentingan untuk mengartikulasikan kebutuhan dan tujuan proyek secara lebih strategis.

Simpulan

Paper ini menjadi landasan penting bagi perumusan strategi Sustainable Lean Construction di negara berkembang seperti Malaysia. Dengan pendekatan berbasis stakeholder dan model integrasi yang jelas, artikel ini bukan hanya memperkaya literatur akademik, tetapi juga memberikan arahan praktis bagi pelaku industri konstruksi.

Keberhasilan integrasi LC dan SC sangat tergantung pada kolaborasi lintas fungsi, kepemimpinan yang visioner, dan kemampuan memahami dinamika lokal. Apabila diterapkan secara konsisten, strategi ini dapat menjadi alat transformatif bagi industri konstruksi yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan berorientasi sosial.

Sumber artikel asli:
Ahmad Huzaimi Abd Jamil dan Mohamad Syazli Fathi. “The Integration of Lean Construction and Sustainable Construction: A Stakeholder Perspective in Analyzing Sustainable Lean Construction Strategies in Malaysia.” Procedia Computer Science, 100 (2016) 634–643.

 

Selengkapnya
Strategi Integrasi Lean dan Sustainable Construction dari Perspektif Pemangku Kepentingan di Malaysia

Sustainable Practices

Menakar Performa Rantai Pasok Proyek Konstruksi Jalan Menggunakan Model SCOR

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 09 Mei 2025


Dalam dunia konstruksi jalan yang sarat tekanan waktu dan logistik kompleks, ketepatan perencanaan dan kelancaran rantai pasok (supply chain) menjadi penentu utama keberhasilan proyek. Artikel berjudul “The Analysis of Supply Chain Performance Measurement at Construction Project” karya M. Agung Wibowo dan Moh Nur Sholeh membahas secara mendalam bagaimana model SCOR—yang biasa digunakan di industri manufaktur—bisa diadaptasi untuk mengukur kinerja rantai pasok proyek konstruksi, khususnya jalan raya.

Mengapa Rantai Pasok Penting dalam Proyek Jalan?

Konstruksi jalan bukan hanya soal cor beton dan aspal. Material seperti baja, beton, pasir, dan alat berat harus tersedia tepat waktu. Sedikit keterlambatan dalam pengiriman satu komponen saja dapat menyebabkan efek domino, merugikan biaya dan waktu. Di tengah kompleksitas ini, pendekatan SCOR (Supply Chain Operations Reference) menjadi relevan untuk menilai efisiensi dan ketepatan distribusi material serta koordinasi antar pihak.

Dalam konteks proyek infrastruktur Indonesia, model pengukuran seperti SCOR belum banyak digunakan. Padahal, dengan tingginya jumlah proyek jalan nasional dan daerah, kebutuhan akan sistem manajemen pasok yang cerdas dan adaptif sangatlah penting.

Studi Kasus: Proyek Pelebaran Jalan Siliwangi di Semarang

Penelitian ini dilakukan di proyek pelebaran Jalan Siliwangi yang dikerjakan oleh PT Adhi Karya, dengan melibatkan pemasok baja dari Sidoarjo, berjarak sekitar 350 kilometer dari lokasi proyek. Tantangan utama dalam proyek ini adalah keterlambatan pengiriman baja dan gangguan pasokan beton akibat erupsi Gunung Merapi yang memperparah distribusi material bangunan.

Ketika proyek mencapai tahap konstruksi 60 persen, material baja yang sangat dibutuhkan justru mengalami penundaan signifikan. Imbasnya, seluruh jadwal kerja terpaksa direvisi. Inilah yang memicu perlunya pengukuran performa rantai pasok secara sistematis.

Pendekatan dan Metodologi yang Digunakan

Model SCOR yang diadopsi dalam studi ini mencakup lima indikator utama:

  • Tingkat keterpenuhan pesanan yang sempurna (Perfect Order Fulfillment)
  • Waktu pemenuhan pesanan (Order Fulfillment Lead Time)
  • Fleksibilitas produksi (Production Flexibility)
  • Biaya manajemen rantai pasok (Supply Chain Management Cost)
  • Lama waktu penyimpanan inventori (Inventory Days of Supply)

Setiap indikator dievaluasi menggunakan gabungan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan bobot pentingnya, dan OMAX untuk mengukur performa aktual. Hasil akhirnya divisualisasikan dengan sistem warna “traffic light”—merah untuk buruk, kuning untuk sedang, dan hijau untuk baik.

Hasil Penelitian: Kinerja Masih Dalam Kategori “Cukup”

Dari pengukuran yang dilakukan, skor keseluruhan performa rantai pasok dalam proyek ini mencapai angka 6,4 dari skala 10. Ini menempatkan proyek dalam kategori sedang—artinya sudah ada koordinasi yang baik, namun masih banyak ruang untuk perbaikan, khususnya dalam aspek waktu pengiriman dan fleksibilitas.

Sebagai contoh, tingkat keterpenuhan pesanan berada pada angka 94,5 persen, menunjukkan bahwa pesanan yang diterima sesuai dengan spesifikasi proyek. Namun, waktu pemenuhan rata-rata mencapai 12 hari—melewati target ideal yang hanya 7 hari. Hal ini memperlihatkan adanya kendala dalam distribusi logistik atau koordinasi dengan pemasok.

Sementara itu, fleksibilitas produksi juga masih rendah. Artinya, jika terjadi perubahan dalam kebutuhan desain atau permintaan tambahan material di lapangan, sistem rantai pasok tidak cukup tangkas untuk merespons dengan cepat.

Strategi dan Taktik Mitigasi Keterlambatan

Peneliti menemukan bahwa salah satu strategi efektif untuk mengatasi keterlambatan adalah dengan meminjam stok material dari proyek lain milik perusahaan yang sama. Pendekatan ini menjadi solusi darurat yang cukup berhasil menstabilkan progres proyek. Namun, praktik ini hanya mungkin dilakukan jika perusahaan memiliki portofolio proyek yang berdekatan secara geografis.

Selain itu, PT Adhi Karya juga mulai mempertimbangkan penggunaan sistem digital pemantau logistik agar pengiriman bisa dipantau secara real time. Dengan data yang lebih presisi, potensi gangguan pasokan bisa diidentifikasi lebih awal, sehingga kontraktor dapat membuat rencana cadangan yang lebih akurat.

Refleksi atas Penggunaan Model SCOR

Menggunakan SCOR dalam proyek konstruksi adalah pendekatan inovatif, mengingat model ini lebih sering diterapkan di sektor manufaktur. Kelebihannya adalah, SCOR menawarkan struktur dan indikator yang sangat sistematis, sehingga memudahkan manajer proyek dalam membaca performa logistik secara menyeluruh.

Namun, kelemahannya adalah belum sepenuhnya cocok dengan karakteristik proyek konstruksi yang sangat dinamis dan bergantung pada kondisi cuaca, medan, dan regulasi lokal. Oleh karena itu, penerapan SCOR dalam konstruksi sebaiknya disesuaikan dengan realitas lapangan, atau dikombinasikan dengan pendekatan lean construction atau BIM.

Implikasi bagi Dunia Industri dan Akademik

Bagi industri konstruksi, studi ini membuka jalan bagi adopsi model pengukuran rantai pasok berbasis data yang konkret. Jika SCOR bisa diimplementasikan secara konsisten di berbagai proyek, maka manajemen logistik yang selama ini jadi titik lemah dapat ditingkatkan drastis.

Sementara itu, bagi kalangan akademisi dan institusi pendidikan teknik sipil, model SCOR bisa dimasukkan ke dalam kurikulum manajemen proyek. Mahasiswa teknik tidak cukup hanya menguasai desain struktur, tapi juga harus memahami bagaimana material sampai ke lokasi proyek tepat waktu dan sesuai anggaran.

Opini Penulis dan Rekomendasi

Penulis artikel merekomendasikan agar pengukuran rantai pasok seperti ini dilakukan secara berkala, tidak hanya di akhir proyek. Dengan begitu, manajer proyek dapat membuat keputusan berbasis data sejak awal. Mereka juga menyarankan agar perusahaan konstruksi mengembangkan unit khusus logistik internal yang bertugas mengelola alur pasok secara lebih proaktif.

Sebagai pengembangan lanjutan, perlu dilakukan studi lintas proyek—misalnya membandingkan proyek jalan, jembatan, dan perumahan—untuk mengetahui perbedaan performa rantai pasok antar tipe konstruksi.

Penutup

Resensi ini menunjukkan bahwa pengukuran rantai pasok dalam konstruksi bukanlah sekadar aktivitas tambahan, melainkan bagian inti dari strategi sukses proyek. Dengan menggunakan model SCOR, pelaku konstruksi bisa mengidentifikasi titik lemah logistik, mengambil tindakan korektif lebih dini, dan menjaga proyek tetap berjalan di jalurnya.

Jika ingin menciptakan proyek jalan yang efisien, bebas dari keterlambatan dan pemborosan, maka rantai pasok bukan lagi urusan belakang layar—tetapi harus menjadi bagian dari manajemen utama yang dirancang sejak hari pertama.

Sumber artikel asli:
M. Agung Wibowo dan Moh Nur Sholeh. The Analysis of Supply Chain Performance Measurement at Construction Project. Procedia Engineering 125 (2015): 25–31.

 

Selengkapnya
Menakar Performa Rantai Pasok Proyek Konstruksi Jalan Menggunakan Model SCOR

Industri Bangunan

Menggali Potensi Artificial Intelligence di Industri Bangunan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 09 Mei 2025


Dalam dekade terakhir, teknologi kecerdasan buatan (AI) telah menyusup ke berbagai sektor industri, dan kini mulai menunjukkan potensinya dalam sektor konstruksi—sektor yang selama ini dikenal lambat dalam adopsi teknologi. Paper dari Sofiat O. Abioye et al. menyajikan sebuah tinjauan menyeluruh tentang peran, tantangan, dan masa depan AI di dunia konstruksi. Artikel ini sangat relevan di tengah dorongan global menuju digitalisasi industri, dan menjadi bahan refleksi penting bagi para pemangku kepentingan di sektor ini.

Mengapa AI di Konstruksi Penting?

Industri konstruksi memiliki kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) banyak negara. Namun, sektor ini masih dihantui oleh berbagai tantangan seperti keterlambatan proyek, pembengkakan biaya, kecelakaan kerja, dan produktivitas yang rendah. Di sinilah AI masuk sebagai katalis transformasi. AI menawarkan otomatisasi, efisiensi, serta kemampuan prediksi yang dapat mengurangi biaya proyek, mempercepat waktu penyelesaian, dan meningkatkan keselamatan kerja.

Lingkup Studi dan Metodologi

Penulis menggunakan pendekatan sistematik untuk meninjau 151 jurnal yang diterbitkan antara 2010 hingga 2020. Penelitian ini mencakup berbagai topik, seperti machine learning, computer vision, natural language processing, hingga robotik dalam konteks konstruksi. Dari studi tersebut, tren peningkatan jumlah publikasi sejak 2016 menjadi sinyal kuat bahwa riset mengenai AI di sektor konstruksi semakin berkembang.

Beberapa poin penting yang tercatat:

  • Sekitar 60% artikel yang dianalisis berasal dari jurnal teknik dan ilmu komputer.
  • Mayoritas fokus penelitian masih pada tahap desain dan perencanaan proyek (lebih dari 40%), diikuti oleh tahap pelaksanaan dan pengawasan proyek.

Studi Kasus: Penerapan AI dalam Proyek Dunia Nyata

Beberapa implementasi AI yang ditampilkan dalam studi ini memberikan gambaran konkret mengenai manfaat teknologi tersebut. Salah satunya adalah penggunaan drones dengan computer vision untuk pemantauan proyek secara real-time. Di Inggris, salah satu perusahaan konstruksi besar berhasil memangkas waktu inspeksi lokasi dari 3 hari menjadi 4 jam dengan bantuan drone dan AI.

Contoh lain adalah sistem prediksi risiko kecelakaan berbasis machine learning yang diterapkan oleh perusahaan asal AS. Dengan menggunakan data historis kecelakaan, sistem ini mampu memprediksi area berisiko tinggi dan mengurangi kecelakaan kerja hingga 25% dalam satu tahun.

Manfaat AI dalam Proyek Konstruksi

  1. Peningkatan Efisiensi Proyek
    AI mampu menganalisis big data untuk memberikan perkiraan waktu dan biaya yang lebih akurat. Algoritma AI digunakan untuk menjadwalkan tugas konstruksi dengan efisiensi tinggi.
  2. Pemantauan Proyek Secara Real-time
    Teknologi seperti computer vision dan IoT membantu manajer proyek memantau progres pekerjaan dari jarak jauh, menghemat waktu dan tenaga.
  3. Deteksi Dini Masalah Konstruksi
    AI dapat mengenali pola-pola kegagalan struktural dalam tahap awal desain, meminimalisir risiko kerugian besar.
  4. Optimalisasi Manajemen Material dan Tenaga Kerja
    Dengan AI, perusahaan dapat menganalisis konsumsi material dan efektivitas tenaga kerja, lalu melakukan penyesuaian yang lebih strategis.

Tantangan Implementasi AI

Meskipun manfaatnya besar, penggunaan AI dalam konstruksi masih menemui berbagai hambatan:

  • Kurangnya Data Berkualitas
    AI sangat bergantung pada data historis, sementara banyak perusahaan konstruksi belum memiliki sistem manajemen data yang mumpuni.
  • Kurangnya SDM Terlatih
    Adopsi AI menuntut kehadiran tenaga kerja yang memahami baik domain konstruksi maupun teknologi digital, yang masih langka.
  • Isu Etika dan Keamanan
    Penggunaan AI menimbulkan pertanyaan tentang privasi data pekerja, pengawasan berlebihan, dan potensi penggantian tenaga kerja manusia.
  • Biaya Awal yang Tinggi
    Implementasi sistem berbasis AI memerlukan investasi besar di awal, yang menjadi kendala bagi perusahaan kecil dan menengah.

Peluang dan Masa Depan AI dalam Konstruksi

Penulis menggarisbawahi bahwa masa depan AI dalam konstruksi sangat menjanjikan, terutama dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Dengan kemampuan AI untuk melakukan simulasi energi dan menganalisis emisi karbon, konstruksi hijau bisa menjadi lebih mudah diwujudkan.

Potensi lain adalah:

  • Kolaborasi manusia dan robot (cobots) dalam pekerjaan berat.
  • Desain bangunan adaptif yang mampu merespon kondisi lingkungan secara dinamis.
  • Manajemen risiko prediktif berbasis data real-time.

Dalam jangka panjang, penggunaan AI juga bisa berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dengan mengurangi pemborosan material dan meningkatkan keselamatan kerja.

Kritik dan Saran

Meskipun paper ini sangat komprehensif, ada beberapa catatan kritis:

  • Studi lebih banyak membahas aspek teknis AI, tetapi minim mengulas strategi adopsi di negara berkembang seperti Indonesia, di mana hambatan infrastruktur dan literasi teknologi lebih kompleks.
  • Perlu pendekatan interdisipliner yang lebih eksplisit, melibatkan ilmu sosial untuk mengkaji dampak AI terhadap tenaga kerja lapangan.
  • Penulis juga bisa memperkaya analisis dengan studi longitudinal untuk melihat dampak jangka panjang dari penggunaan AI di berbagai jenis proyek konstruksi.

Relevansi dengan Industri Konstruksi Indonesia

Indonesia yang sedang giat membangun infrastruktur besar—seperti Ibu Kota Nusantara (IKN)—dapat mengambil banyak pelajaran dari studi ini. Salah satunya adalah pentingnya membangun ekosistem data konstruksi dari hulu ke hilir agar AI bisa diadopsi secara efektif.

Beberapa strategi yang dapat diadaptasi di Indonesia:

  • Mendorong kolaborasi antara startup teknologi lokal dengan BUMN konstruksi.
  • Menyelenggarakan pelatihan vokasi AI untuk tenaga kerja teknik.
  • Menyusun kebijakan nasional terkait etika dan keamanan penggunaan AI di proyek infrastruktur.

Penutup

Artikel yang ditulis oleh Abioye et al. menjadi salah satu referensi penting dalam memahami pergeseran paradigma industri konstruksi menuju era digital. Dengan mengangkat berbagai aplikasi AI yang nyata dan menelaah tantangan secara kritis, studi ini memberikan gambaran utuh bagi perusahaan konstruksi, akademisi, dan pembuat kebijakan yang ingin bertransformasi secara digital.

Namun demikian, transformasi ini memerlukan kerja sama berbagai pihak—dari pengembang teknologi, kontraktor, pemerintah hingga tenaga kerja lapangan. AI bukanlah solusi instan, melainkan alat yang memerlukan strategi implementasi cermat agar benar-benar memberikan dampak positif yang inklusif.

Sumber asli artikel:
Abioye, S. O., Oyedele, L. O., Akanbi, L., Delgado, J. M. D., Ajayi, A., Akinade, O. O., Bilal, M., & Owolabi, H. (2021). Artificial Intelligence in the Construction Industry: A Review of Present Status, Opportunities and Future Challenges. Journal of Building Engineering, 40, 102455.

 

Selengkapnya
Menggali Potensi Artificial Intelligence di Industri Bangunan

Sustainability

Integrasi Lean dan Green di Proyek Konstruksi Gaza: Jalan Menuju Efisiensi dan Keberlanjutan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 09 Mei 2025


Dalam era di mana efisiensi dan keberlanjutan menjadi pusat perhatian global, sektor konstruksi tidak bisa tertinggal. Dua pendekatan terdepan, yaitu lean construction dan green building, mulai diadopsi luas sebagai solusi untuk mengurangi limbah, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi dampak negatif lingkungan. Tapi bagaimana integrasi dua konsep ini bisa membantu daerah konflik seperti Jalur Gaza, yang memiliki dinamika sosial dan ekonomi yang unik?

Penelitian oleh El-Sawalhi et al. (2018) menggali potensi besar dari pendekatan lean dan green di proyek konstruksi di Gaza. Studi ini tidak hanya mengevaluasi kesadaran dan pemahaman pelaku industri konstruksi, tapi juga memetakan manfaat nyata dari penerapan kedua prinsip ini di wilayah yang penuh tantangan tersebut.

H2: Apa Itu Lean dan Green dalam Konstruksi?

Lean Construction

Konsep lean construction berakar dari filosofi manufaktur Jepang (Toyota Production System), yang menekankan pengurangan limbah dan peningkatan alur kerja. Dalam dunia konstruksi, lean berarti meminimalkan kegiatan yang tidak menambah nilai (non-value-added activities), seperti waktu tunggu, gerakan yang tidak perlu, atau pekerjaan ulang.

Green Building

Sementara itu, green building lebih fokus pada keberlanjutan, seperti efisiensi energi, konservasi air, pemilihan material ramah lingkungan, dan pengurangan dampak lingkungan sepanjang siklus hidup bangunan.

Meski fokus keduanya berbeda, lean dan green memiliki tujuan yang selaras: efisiensi dan keberlanjutan.

H2: Studi Kasus Gaza: Realita di Lapangan

Profil Responden dan Proyek

Dalam studi ini, 119 responden dari tiga kelompok utama—kontraktor (43,7%), konsultan (28,6%), dan pemilik proyek (27,7%)—memberikan pandangan mereka melalui kuesioner. Lebih dari 65% dari mereka memiliki pengalaman di atas lima tahun dan sekitar 73% terlibat dalam proyek dengan nilai di atas satu juta dolar dalam lima tahun terakhir. Ini menunjukkan bahwa mayoritas partisipan cukup berpengalaman dan menangani proyek-proyek skala menengah hingga besar.

H2: Tingkat Kesadaran terhadap Lean dan Green di Gaza

Lean Construction: Masih Belum Dipahami Secara Luas

Mayoritas responden sepakat bahwa ada kesenjangan besar dalam pengetahuan dan penerapan lean construction. Pernyataan seperti “Saya memiliki pengetahuan sebelumnya tentang lean construction” mendapatkan Relative Importance Index (RII) terendah di antara semua indikator—hanya 65,21 secara keseluruhan. Sebaliknya, manfaat potensial dari lean, seperti efisiensi biaya proyek, diakui tinggi oleh para kontraktor (RII = 72,31).

Green Building: Lebih Dikenal Tapi Belum Diutamakan

Kesadaran terhadap green building sedikit lebih tinggi, terutama dari sisi manfaat jangka panjang seperti “mengurangi biaya siklus hidup bangunan” yang mendapatkan RII tertinggi (75,29). Namun, pernyataan terkait komitmen institusi dalam mengurangi dampak lingkungan mendapatkan RII terendah (65,88), menunjukkan bahwa meski green lebih dikenal, penerapannya belum menjadi prioritas institusional.

H2: Manfaat Penerapan Lean di Gaza

1. Mengurangi Pekerjaan Tak Bernilai Tambah

Poin “mengurangi pekerjaan yang tidak menambah nilai” mendapat skor tertinggi (RII = 80,34). Ini menunjukkan bahwa semua pihak—pemilik, konsultan, dan kontraktor—menyadari urgensi eliminasi pemborosan dalam proses konstruksi.

2. Meningkatkan Koordinasi Antar Tim

Kerja sama antar spesialisasi mendapat pengakuan penting oleh pemilik proyek (RII = 82,42). Ini relevan mengingat banyaknya konflik dan miskomunikasi di proyek konstruksi Gaza.

H2: Manfaat Penerapan Green di Gaza

1. Penghematan Air: Prioritas Utama

Air adalah isu krusial di Gaza. Tidak mengherankan jika “penggunaan air yang rasional” menjadi manfaat paling utama menurut semua kelompok (RII = 83,53).

2. Efisiensi Energi

“Pengurangan konsumsi energi” juga sangat dihargai (RII = 82,52), menunjukkan kesadaran akan biaya energi yang tinggi dan pentingnya efisiensi dalam bangunan.

Namun, ironisnya, manfaat seperti “menjaga status lingkungan Gaza” berada di peringkat terbawah menurut kontraktor (RII = 77,62), menunjukkan bahwa keuntungan ekonomi jangka pendek masih lebih diutamakan.

H2: Integrasi Lean dan Green: Kombinasi Efektif

1. Penghematan Biaya Proyek

Integrasi lean dan green diyakini akan menghasilkan penghematan biaya signifikan (RII = 85,38). Hal ini menjadi argumen kuat untuk mendorong adopsi kedua pendekatan ini secara bersamaan.

2. Eliminasi Limbah

Kedua metode sama-sama berfokus pada pengurangan limbah. Pernyataan “keduanya mengarah pada eliminasi limbah” mendapat RII kedua tertinggi (80,67), menunjukkan sinergi antara efisiensi operasional (lean) dan keberlanjutan lingkungan (green).

H2: Tantangan dan Rekomendasi

Kendala Utama

  • Kurangnya pelatihan dan edukasi formal terkait lean dan green.
  • Minimnya kebijakan pemerintah atau lembaga donor yang mewajibkan penerapan prinsip-prinsip ini.
  • Fokus berlebihan pada penghematan biaya jangka pendek oleh kontraktor.

Rekomendasi Strategis

  • Pelatihan dan Sertifikasi: Lembaga teknik di Gaza dapat menyediakan pelatihan khusus mengenai lean dan green construction.
  • Insentif Finansial: Pemerintah atau donor internasional perlu memberikan insentif bagi proyek yang mengadopsi lean-green.
  • Integrasi dalam Kurikulum: Universitas dan politeknik teknik sipil sebaiknya mengintegrasikan materi ini dalam mata kuliah wajib.

H2: Penutup – Jalan Menuju Masa Depan yang Lebih Efisien dan Berkelanjutan

Studi El-Sawalhi dkk. menunjukkan bahwa Gaza memiliki potensi besar untuk mengadopsi pendekatan lean dan green secara luas. Meski kesadaran masih dalam taraf sedang, manfaat yang dirasakan oleh para pelaku konstruksi cukup signifikan. Dengan tantangan infrastruktur dan sumber daya yang kompleks, pendekatan ini bukan hanya pilihan bijak, tapi bisa menjadi kebutuhan dasar.

Mengintegrasikan efisiensi (lean) dan keberlanjutan (green) bukan hanya strategi proyek jangka pendek, tetapi investasi jangka panjang untuk masa depan konstruksi yang lebih cerdas, hemat, dan ramah lingkungan—tidak hanya di Gaza, tapi di seluruh dunia.

Sumber Asli:

El-Sawalhi, N. I., Jaber, B. M., & Al Shukri, A. (2018). Towards Lean and Green Thinking in Construction Projects at Gaza Strip. Organization, Technology and Management in Construction: An International Journal, 10, 1827–1838. DOI: 10.2478/otmcj-2018-0011

Jika Anda ingin saya bantu membuat versi HTML atau mengintegrasikan dengan sistem website/blog Anda, cukup beri tahu!

 

Selengkapnya
Integrasi Lean dan Green di Proyek Konstruksi Gaza: Jalan Menuju Efisiensi dan Keberlanjutan

Sustainability

Bangun Masa Depan Konstruksi: Integrasi Lean Construction, BIM, dan Sustainability

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 09 Mei 2025


Industri konstruksi saat ini menghadapi tekanan besar untuk berubah: menekan biaya, mempercepat waktu pelaksanaan, dan tentu saja, menjaga keberlanjutan. Solusinya? Menggabungkan tiga pendekatan utama—Lean Construction (LC), Building Information Modeling (BIM), dan prinsip keberlanjutan—dalam satu kerangka kerja terpadu.

Penelitian terkini oleh Moradi dan Sormunen (2024) memberikan peta jalan menuju integrasi ini, melalui studi sistematis terhadap lebih dari 200 publikasi internasional. Artikel ini akan membedah temuan utama mereka, menyajikannya dalam bahasa yang mudah dipahami, serta memberi pandangan kritis dan kontekstualisasi terhadap praktik nyata.

H2: Apa Itu LC, BIM, dan Sustainability dalam Dunia Konstruksi?

Lean Construction: Efisiensi di Setiap Langkah

LC berfokus pada pengurangan pemborosan (waste) dan peningkatan nilai bagi klien. Konsep ini lahir dari prinsip manufaktur lean Toyota, dan kini diadopsi luas dalam manajemen proyek konstruksi melalui pendekatan seperti Last Planner System dan Value Stream Mapping.

BIM: Desain Virtual untuk Kinerja Nyata

BIM bukan hanya model 3D bangunan, tetapi sebuah ekosistem digital yang memungkinkan kolaborasi antar pemangku kepentingan secara real-time. Ia memperkuat kepercayaan terhadap informasi proyek dan mendukung perencanaan visual berbasis data.

Sustainability: Membangun Tanpa Mengorbankan Masa Depan

Prinsip ini menuntut konstruksi yang hemat sumber daya, ramah lingkungan, dan berorientasi jangka panjang—baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun ekologis.

H2: Studi Kasus Meta – Analisis 227 Penelitian

Penelitian ini menganalisis 227 publikasi relevan (124 artikel jurnal dan 103 prosiding konferensi) untuk menemukan:

  • 8 tantangan umum
  • 4 faktor pendukung utama (enablers)
  • 3 teknik dan alat umum
  • 5 manfaat utama

Yang menarik, sebagian besar temuan ini berakar pada faktor manusia—menunjukkan bahwa keberhasilan teknologi bergantung pada kesiapan SDM.

H2: Tantangan Utama dalam Integrasi LC, BIM, dan Sustainability

8 Rintangan Utama

  1. Biaya awal tinggi – investasi awal dalam perangkat lunak BIM dan pelatihan lean tidak kecil.
  2. Kurangnya profesional kompeten – gap kompetensi menjadi kendala signifikan.
  3. Model kontraktual konvensional – sistem seperti Design-Bid-Build tidak mendorong kolaborasi.
  4. Resistensi terhadap perubahan – terutama dari klien dan manajemen atas.
  5. Ketiadaan regulasi pendukung – belum banyak regulasi yang mewajibkan integrasi.
  6. Kurangnya dukungan kebijakan pemerintah
  7. Minimnya permintaan eksplisit dari pemilik proyek
  8. Kurangnya budaya kerja kolaboratif

Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa inovasi teknologi tidak akan berjalan tanpa reformasi budaya kerja dan model bisnis di industri konstruksi.

H2: Faktor Pendukung Sukses (Enablers)

Untuk menjawab tantangan di atas, Moradi dan Sormunen mengidentifikasi empat enabler kunci:

  • Model kolaboratif proyek (misalnya IPD atau lean delivery)
  • Dukungan kebijakan pemerintah
  • Komitmen pemilik proyek
  • Budaya kerja kolaboratif dan transparan

Studi ini menegaskan pentingnya model kontraktual yang memungkinkan komunikasi terbuka dan pembagian risiko yang adil.

H2: Teknik dan Tools Andalan: Dari “Last Planner” hingga “Target Value Design”

Tiga teknik unggulan untuk integrasi efektif adalah:

  1. Last Planner System: memungkinkan perencanaan realistis oleh pelaksana langsung di lapangan.
  2. Target Value Design (TVD): memastikan desain tetap dalam batas anggaran sejak awal.
  3. Value Stream Mapping (VSM): memetakan proses agar terlihat mana yang bernilai dan mana yang tidak.

Menariknya, ketiganya menekankan pentingnya komunikasi lintas fungsi sejak tahap awal proyek.

H2: Manfaat Nyata dari Integrasi LC-BIM-Sustainability

5 Keuntungan Utama yang Diidentifikasi

  1. Peningkatan efisiensi kerja
  2. Pengurangan dan eliminasi limbah
  3. Peningkatan kualitas hasil akhir proyek
  4. Kepuasan klien meningkat
  5. Pengurangan biaya konstruksi

Studi ini menegaskan bahwa jika ketiga pendekatan diterapkan secara sinergis, manfaatnya melebihi sekadar penjumlahan manfaat masing-masing metode secara individu.

H2: Perspektif Industri – Bagaimana Praktik Nyata Mengimplementasikannya?

Istanbul Grand Airport (IGA) – Studi Kasus Nyata

IGA menggunakan integrasi LC dan BIM pada mega-proyeknya, menghasilkan penghematan waktu hingga 15% dan biaya 10%. Penggunaan BIM untuk simulasi logistik dan LC untuk mengelola tahapan kerja secara harian membuktikan bahwa integrasi keduanya bukan teori belaka.

UK Offsite Housing Project

Proyek hunian di Inggris menggabungkan lean dan BIM dalam lingkungan modular. Hasilnya: pengurangan pekerjaan ulang (rework) hingga 30% dan peningkatan produktivitas sebesar 20%.

H2: Kritik dan Opini: Apakah Integrasi Ini Solusi Ajaib?

Meskipun integrasi LC-BIM-Sustainability tampak menjanjikan, ada beberapa catatan kritis:

  • Pendekatan ini cocok untuk proyek besar atau terstandarisasi, tapi bisa mahal dan rumit untuk proyek kecil.
  • Investasi pada SDM memerlukan waktu lama untuk membuahkan hasil.
  • BIM dan lean membutuhkan mindset shift yang tidak mudah dicapai tanpa perubahan organisasi.

Namun, mengingat tantangan industri saat ini—seperti krisis iklim, kekurangan tenaga kerja, dan permintaan efisiensi tinggi—pendekatan ini bisa menjadi standar masa depan jika disertai dukungan regulasi dan edukasi yang memadai.

H2: Rekomendasi Strategis untuk Pelaku Industri

  • Pemerintah: perlu menetapkan standar wajib BIM dan lean untuk proyek publik.
  • Pendidikan tinggi: kurikulum teknik sipil harus memasukkan pelatihan BIM dan lean.
  • Perusahaan konstruksi: harus mulai berinvestasi pada pelatihan SDM, bukan hanya software.
  • Pemilik proyek: jangan hanya fokus pada biaya awal, tetapi nilai jangka panjang proyek.

Penutup: Inovasi Konstruksi Harus Dimulai dari Manusia

Penelitian ini menyampaikan satu pesan kuat: inovasi teknologi dan proses hanya efektif jika manusianya siap. Tanpa perubahan budaya kerja, dukungan regulasi, dan investasi dalam kompetensi, bahkan teknologi tercanggih pun tidak akan membawa perubahan berarti.

Sumber Asli

Moradi, S., & Sormunen, P. (2024). Integrating Lean Construction with BIM and Sustainability: A Comparative Study of Challenges, Enablers, Techniques, and Benefits. Construction Innovation, 24(7), 188–203. DOI: 10.1108/CI-02-2023-0023

Selengkapnya
Bangun Masa Depan Konstruksi: Integrasi Lean Construction, BIM, dan Sustainability
« First Previous page 398 of 1.301 Next Last »