Keselamatan Kerja

Analisis Kepatuhan Keselamatan Kerja di Industri Telekomunikasi Malaysia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan kerja merupakan salah satu isu penting dalam dunia ketenagakerjaan, terutama di industri yang memiliki risiko tinggi seperti telekomunikasi. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Chandrakantan Subramaniam, Faridahwati Mohd. Shamsudin, dan Ahmad Said Ibrahim Alshuaibi menginvestigasi persepsi karyawan terhadap keselamatan kerja dan kepatuhan terhadap aturan keselamatan di sebuah perusahaan telekomunikasi besar di Malaysia. Dengan menggunakan metode Partial Least Square – Structural Equation Modeling (PLS-SEM), penelitian ini mengungkap faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam kepatuhan terhadap keselamatan kerja.

Penelitian ini melibatkan 135 karyawan teknis di perusahaan telekomunikasi Malaysia yang bekerja dalam lingkungan berisiko tinggi. Survei dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai persepsi keselamatan kerja dan bagaimana persepsi ini berkontribusi terhadap kepatuhan terhadap aturan keselamatan. Model yang digunakan terdiri dari lima aspek utama persepsi karyawan:

  1. Keselamatan dalam Pekerjaan (Job Safety)
  2. Keselamatan Rekan Kerja (Co-worker Safety)
  3. Keselamatan Supervisor (Supervisor Safety)
  4. Kebijakan Keselamatan Manajemen (Management Safety Practices)
  5. Kepuasan terhadap Program Keselamatan (Satisfaction with Safety Programs)

Hasil analisis menunjukkan bahwa praktik keselamatan oleh manajemen merupakan prediktor paling signifikan dalam mempengaruhi kepatuhan karyawan terhadap aturan keselamatan.

1. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kepatuhan Keselamatan

Dari lima aspek yang dianalisis, tiga faktor utama yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan terhadap keselamatan kerja adalah praktik keselamatan manajemen, keselamatan rekan kerja, dan keselamatan dalam pekerjaan. Praktik keselamatan manajemen memiliki pengaruh paling besar terhadap kepatuhan karyawan, disusul oleh peran rekan kerja dalam membangun budaya keselamatan. Persepsi karyawan terhadap keselamatan dalam pekerjaan mereka juga turut memengaruhi kepatuhan terhadap aturan keselamatan.

Sebaliknya, dua faktor lainnya, yaitu keselamatan supervisor dan kepuasan terhadap program keselamatan, tidak menunjukkan hubungan signifikan terhadap kepatuhan karyawan.

2. Statistik Kecelakaan Kerja di Industri Telekomunikasi Malaysia

Data dari Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Malaysia (DOSH) menunjukkan tren kecelakaan kerja yang meningkat dalam sektor transportasi, penyimpanan, dan telekomunikasi. Pada tahun 2007, terdapat beberapa kasus kecelakaan yang dilaporkan, dengan angka cedera ringan dan kematian yang relatif rendah. Namun, pada tahun 2014, jumlah kecelakaan meningkat secara signifikan, menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kebijakan keselamatan di tempat kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa rekomendasi untuk meningkatkan keselamatan kerja di industri telekomunikasi:

  1. Meningkatkan Peran Manajemen dalam Keselamatan
    • Manajemen perlu lebih aktif dalam mengawasi dan mendukung kebijakan keselamatan.
    • Menyediakan alat keselamatan yang lebih memadai dan melakukan inspeksi berkala.
  2. Memperkuat Budaya Keselamatan di Antara Rekan Kerja
    • Mendorong komunikasi terbuka tentang keselamatan di lingkungan kerja.
    • Menetapkan mekanisme pelaporan insiden yang mudah diakses dan tidak menimbulkan ketakutan bagi karyawan.
  3. Pelatihan Keselamatan yang Lebih Relevan
    • Pelatihan harus lebih spesifik terhadap risiko di tempat kerja masing-masing.
    • Menggunakan metode interaktif seperti simulasi untuk meningkatkan efektivitas pelatihan.
  4. Peningkatan Pengawasan Keselamatan oleh Supervisor
    • Supervisor perlu lebih aktif dalam memantau dan menegakkan aturan keselamatan.
    • Menerapkan sistem penghargaan bagi karyawan yang menunjukkan kepatuhan tinggi terhadap aturan keselamatan.
  5. Evaluasi dan Penyempurnaan Program Keselamatan
    • Melakukan survei berkala untuk mengevaluasi efektivitas program keselamatan.
    • Menggunakan data kecelakaan untuk menyesuaikan kebijakan keselamatan di masa depan.

Kesimpulan

Penelitian ini mengungkap bahwa praktik keselamatan oleh manajemen adalah faktor paling signifikan dalam meningkatkan kepatuhan karyawan terhadap keselamatan kerja. Selain itu, budaya keselamatan yang kuat di antara rekan kerja juga memainkan peran penting. Sebagai rekomendasi, manajemen harus lebih aktif dalam mendukung dan mengawasi kebijakan keselamatan serta meningkatkan pelatihan keselamatan yang lebih relevan dengan risiko di tempat kerja.

Sumber Asli

Subramaniam, C., Shamsudin, F. M., & Alshuaibi, A. S. I. Investigating Employee Perceptions of Workplace Safety and Safety Compliance Using PLS-SEM among Technical Employees in Malaysia. Journal of Applied Structural Equation Modeling, 1(1), 44-61, June 2017.

Selengkapnya
Analisis Kepatuhan Keselamatan Kerja di Industri Telekomunikasi Malaysia

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Peran Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Meningkatkan Produktivitas Karyawan di Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan kondusif, terutama bagi usaha kecil dan menengah (UKM). Penelitian yang dilakukan oleh Aseel Mousa Matar dalam jurnal Journal of University Studies for Inclusive Research menyoroti bagaimana manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat meningkatkan produktivitas karyawan di UKM industri. Penelitian ini menyoroti risiko yang dihadapi tenaga kerja, dampak terhadap produktivitas, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan sistem K3 di UKM.

Latar Belakang dan Masalah Penelitian

UKM merupakan pilar utama dalam perekonomian berbagai negara, baik yang maju maupun berkembang. Namun, sektor ini sering menghadapi berbagai tantangan seperti persaingan pasar, keterbatasan teknologi, serta kurangnya tenaga kerja yang terlatih. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi UKM adalah rendahnya penerapan standar keselamatan kerja, yang berdampak langsung pada tingkat kecelakaan dan produktivitas karyawan.

Menurut penelitian sebelumnya, banyak UKM yang masih mengabaikan penerapan sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang baik. Surienty (2019) menegaskan bahwa penerapan K3 yang lemah dalam UKM sering kali menyebabkan cedera kerja dan menurunkan efisiensi produksi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana penerapan manajemen K3 berpengaruh terhadap produktivitas karyawan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan meninjau berbagai literatur serta studi kasus di beberapa UKM industri. Data dikumpulkan dari berbagai sumber seperti jurnal, buku, dan laporan studi kasus untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif mengenai peran K3 dalam meningkatkan produktivitas.

Hasil Penelitian dan Temuan Utama

1. Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di UKM

Penelitian ini menunjukkan bahwa banyak UKM masih belum menerapkan prosedur keselamatan kerja yang memadai. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya implementasi K3 di UKM antara lain:

  • Kurangnya kesadaran manajemen terhadap pentingnya keselamatan kerja.
  • Keterbatasan sumber daya dan biaya dalam menerapkan standar keselamatan yang tinggi.
  • Minimnya regulasi dan pengawasan pemerintah terhadap UKM dalam penerapan K3.

Namun, penelitian juga menegaskan bahwa UKM yang menerapkan sistem keselamatan kerja dengan baik cenderung memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi.

2. Hubungan Antara Keselamatan Kerja dan Produktivitas

Menurut data yang dikumpulkan, penerapan K3 yang baik dapat meningkatkan produktivitas dengan cara berikut:

  • Mengurangi tingkat kecelakaan kerja, sehingga karyawan dapat bekerja dengan lebih efektif tanpa gangguan akibat cedera.
  • Meningkatkan moral dan motivasi karyawan, karena mereka merasa lebih aman dan dihargai oleh perusahaan.
  • Menurunkan biaya pengobatan dan kompensasi akibat kecelakaan kerja, yang pada akhirnya menghemat anggaran perusahaan.

Surienty et al. (2011) mengungkapkan bahwa pekerja yang merasa aman di lingkungan kerja cenderung memiliki semangat kerja lebih tinggi dan lebih fokus dalam menyelesaikan tugas mereka.

3. Studi Kasus Implementasi K3 di UKM Industri

Dalam penelitian ini, dilakukan studi kasus terhadap beberapa UKM yang telah berhasil menerapkan sistem manajemen K3. Salah satu contoh sukses adalah sebuah perusahaan manufaktur kecil di Malaysia yang mengalami peningkatan produktivitas sebesar 20% setelah menerapkan kebijakan keselamatan yang lebih ketat, termasuk:

  • Penyediaan alat pelindung diri (APD) bagi pekerja.
  • Pelatihan keselamatan secara rutin untuk meningkatkan kesadaran pekerja terhadap risiko kerja.
  • Inspeksi berkala dan evaluasi risiko untuk mengurangi potensi bahaya di tempat kerja.

Hasilnya, perusahaan tersebut mengalami penurunan jumlah kecelakaan kerja dari 15 kasus per tahun menjadi hanya 3 kasus per tahun setelah menerapkan kebijakan ini.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keselamatan Kerja di UKM

Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa langkah yang dapat diterapkan oleh UKM untuk meningkatkan keselamatan kerja dan produktivitas karyawan:

  1. Meningkatkan Kesadaran Manajemen
    • Manajemen UKM harus memahami bahwa investasi dalam keselamatan kerja akan memberikan keuntungan jangka panjang dalam bentuk peningkatan produktivitas dan efisiensi.
  2. Pelatihan Keselamatan Rutin
    • Karyawan harus diberikan pelatihan berkala mengenai prosedur keselamatan kerja yang benar dan cara menggunakan alat pelindung diri (APD) dengan baik.
  3. Penyediaan Fasilitas Keselamatan yang Memadai
    • UKM harus memastikan bahwa tempat kerja dilengkapi dengan fasilitas keselamatan yang sesuai, seperti jalur evakuasi yang jelas, alat pemadam kebakaran, dan ventilasi yang baik.
  4. Pengawasan dan Inspeksi Rutin
    • Melakukan inspeksi secara berkala untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan mengambil tindakan korektif sebelum terjadi kecelakaan.
  5. Menerapkan Budaya Keselamatan
    • Mendorong karyawan untuk melaporkan risiko keselamatan tanpa takut akan hukuman, sehingga dapat dilakukan perbaikan segera.

Penelitian ini menegaskan bahwa manajemen keselamatan dan kesehatan kerja memainkan peran penting dalam meningkatkan produktivitas karyawan di UKM. Dengan mengurangi kecelakaan kerja, meningkatkan kesadaran pekerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman, UKM dapat mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi serta mengurangi biaya akibat cedera kerja.

Penerapan sistem K3 yang baik di UKM bukan hanya sekadar kewajiban hukum, tetapi juga merupakan investasi jangka panjang untuk meningkatkan kinerja bisnis dan daya saing di pasar. Oleh karena itu, diperlukan komitmen dari manajemen UKM untuk lebih serius dalam menerapkan langkah-langkah keselamatan kerja.

Sumber Asli

Matar, Aseel Mousa. The Role of Occupational Safety and Health Management in Enhancing Employee Productivity in SMEs. Journal of University Studies for Inclusive Research, Vol.3, Issue 1 (2019), 243-260.

Selengkapnya
Peran Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Meningkatkan Produktivitas Karyawan di Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Keselamatan Kerja

Penerapan Lean Occupational Health and Safety (Lean-OHS) dalam Laboratorium Farmasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi isu yang semakin krusial, terutama di era Revolusi Industri 4.0, di mana teknologi dan model bisnis yang terus berkembang menuntut karyawan bekerja lebih cepat dan fleksibel. Dalam makalah "A Case Study on Lean Occupational Safety" oleh Mesut Ulu dan Semra Birgün, diterbitkan dalam Sigma Journal of Engineering and Natural Sciences (2024), penulis mengusulkan model Lean-OHS sebagai pendekatan inovatif dalam meningkatkan keselamatan kerja. Studi kasus ini diterapkan pada laboratorium farmasi di sebuah universitas, dengan hasil yang menunjukkan perbaikan signifikan dalam kondisi kerja dan pengurangan risiko kecelakaan.

Lean-OHS mengadopsi prinsip Lean Manufacturing yang bertujuan untuk mengurangi pemborosan dan meningkatkan efisiensi. Model ini berfokus pada peningkatan keselamatan kerja melalui langkah-langkah seperti analisis risiko, penerapan teknik Lean, serta evaluasi dan perbaikan berkelanjutan.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi dan Farmakologi di sebuah universitas. Dari lima laboratorium yang ada, laboratorium ini dipilih karena memiliki peralatan analisis yang digunakan bersama oleh berbagai laboratorium serta kurangnya tindakan K3 yang memadai. Dengan lebih dari 500 bahan kimia berbeda yang tersimpan, terdapat berbagai potensi bahaya yang harus diatasi.

Langkah-langkah utama yang diterapkan dalam model Lean-OHS meliputi:

  1. Analisis Kondisi Saat Ini
    • Mengidentifikasi masalah seperti penyimpanan bahan kimia yang tidak sesuai, kabel yang tidak teratur, sistem ventilasi yang tidak memadai, dan kurangnya instruksi keselamatan.
  2. Analisis Risiko dengan Metode Fine Kinney
    • Risiko diklasifikasikan berdasarkan probabilitas, frekuensi, dan dampak.
    • Dari 20 risiko yang teridentifikasi, 8 dikategorikan sebagai risiko tinggi (>200), 7 sebagai risiko signifikan (70-200), dan 5 sebagai risiko pasti (20-70).
  3. Implementasi Teknik Lean
    • 5S (Sort, Set in Order, Shine, Standardize, Sustain) untuk meningkatkan keteraturan dan kebersihan laboratorium.
    • Visual Factory dengan pemberian tanda peringatan dan instruksi keselamatan.
    • Kaizen untuk perbaikan berkelanjutan, seperti pemasangan pipa gas, penataan kabel, dan perbaikan sistem ventilasi.
  4. Evaluasi dan Standarisasi
    • Setelah implementasi, dilakukan penilaian ulang dengan Fine Kinney.
    • Hasilnya, 18 dari 20 risiko berhasil diturunkan ke tingkat yang dapat diterima.

Setelah penerapan Lean-OHS, laboratorium mengalami perbaikan signifikan, antara lain:

  • Penyimpanan bahan kimia yang lebih aman dengan sistem inventarisasi dan klasifikasi yang jelas.
  • Pengurangan risiko kebakaran dengan pemasangan sistem pencegahan yang lebih baik.
  • Peningkatan ergonomi bagi pekerja melalui tata letak peralatan yang lebih baik.
  • Penurunan konsentrasi bahan kimia berbahaya di udara, yang mengurangi risiko penyakit akibat kerja.

Selain itu, implementasi ini mendapat respons positif dari staf dan mahasiswa, yang merasa lebih aman dan nyaman dalam melakukan penelitian.

Meskipun studi ini menunjukkan keberhasilan dalam menerapkan Lean-OHS di laboratorium farmasi, terdapat beberapa aspek yang masih bisa dikembangkan:

  • Kurangnya Fokus pada Aspek Psikologis: Studi ini lebih berfokus pada aspek fisik keselamatan kerja, sementara faktor psikososial seperti stres akibat tekanan kerja dan kurangnya pelatihan mental belum dieksplorasi.
  • Kendala dalam Implementasi di Gedung Bersejarah: Salah satu hambatan utama adalah keterbatasan dalam melakukan perubahan struktural, seperti pemasangan ventilasi yang lebih baik.
  • Evaluasi Jangka Panjang: Studi ini belum mencakup evaluasi jangka panjang terhadap efektivitas Lean-OHS dalam mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja secara berkelanjutan.

Studi ini menunjukkan bahwa Lean-OHS merupakan pendekatan yang efektif dalam meningkatkan keselamatan kerja di lingkungan laboratorium. Dengan mengadopsi prinsip Lean, risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dikurangi secara signifikan. Namun, untuk optimalisasi lebih lanjut, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup aspek psikososial serta evaluasi jangka panjang.

Sumber Asli

Ulu M, Birgün S. A case study on lean occupational safety. Sigma J Eng Nat Sci 2024;42(2):534-548.

 

Selengkapnya
Penerapan Lean Occupational Health and Safety (Lean-OHS) dalam Laboratorium Farmasi

Keselamatan Kerja

Peran Dewan Direksi dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Perusahaan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam manajemen perusahaan modern. Paper berjudul “Boards of Directors’ Influences on Occupational Health and Safety: A Scoping Review of Evidence and Best Practices” oleh David Ebbevi, Ulrica Von Thiele Schwarz, Henna Hasson, Carl Johan Sundberg, dan Mandus Frykman mengulas bagaimana peran dewan direksi mempengaruhi implementasi dan efektivitas K3 di perusahaan. Artikel ini menyoroti kesenjangan penelitian terkait keterlibatan dewan direksi dalam strategi dan kebijakan K3 serta dampaknya terhadap kesejahteraan karyawan.

Penelitian ini merupakan tinjauan sistematis (scoping review) yang menggunakan sumber dari berbagai database akademik seperti PubMed, EMBASE, Web of Science, dan lain-lain. Dari 49 studi yang disaring, mayoritas berisi data empiris (57%), sementara sisanya bersifat normatif atau teoretis.

Beberapa poin penting yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain:

  • Kurangnya penelitian mengenai mekanisme keterkaitan antara kebijakan dewan direksi dan hasil K3.
  • Sebagian besar penelitian hanya berfokus pada aspek keselamatan dibandingkan kesehatan pekerja.
  • Konteks organisasi dan budaya kerja sering kali menjadi faktor penentu efektivitas kebijakan K3.

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa faktor utama yang mempengaruhi efektivitas peran dewan direksi dalam K3:

  1. Kompetensi dalam K3
    • Hanya 16% penelitian yang menyoroti perlunya peningkatan kompetensi anggota dewan dalam aspek K3.
    • Pelatihan dan sertifikasi bagi anggota dewan masih jarang diterapkan secara luas.
  2. Budaya Keselamatan dalam Organisasi
    • 51% studi menunjukkan bahwa budaya keselamatan yang didorong oleh dewan direksi berdampak positif pada pengurangan insiden kecelakaan kerja.
    • Keberhasilan strategi K3 sering kali bergantung pada seberapa jauh dewan direksi mendukung inisiatif keselamatan.
  3. Strategi dan Kebijakan Perusahaan
    • Sebagian besar perusahaan menerapkan kebijakan reaktif terhadap K3, hanya sedikit yang memiliki strategi proaktif.
    • Perusahaan dengan strategi K3 yang kuat melaporkan pengurangan kecelakaan hingga 40% dan peningkatan produktivitas sebesar 20%.
  4. Pelaporan dan Akuntabilitas
    • 41% penelitian menyoroti pentingnya sistem pelaporan yang terstruktur agar kebijakan K3 dapat dievaluasi secara berkala.
    • Sistem insentif dan sanksi bagi manajemen terkait K3 masih jarang diterapkan di perusahaan.

Hasil penelitian ini memberikan wawasan berharga bagi industri dalam meningkatkan efektivitas kebijakan K3, antara lain:

  1. Peningkatan Kompetensi Dewan Direksi
    • Perusahaan perlu memastikan anggota dewan memiliki pemahaman yang cukup tentang K3.
    • Pelatihan berbasis risiko dapat membantu meningkatkan kepatuhan dan implementasi kebijakan keselamatan kerja.
  2. Integrasi K3 ke dalam Strategi Perusahaan
    • K3 harus menjadi bagian integral dari strategi bisnis, bukan sekadar formalitas kepatuhan regulasi.
    • Perusahaan yang mengadopsi kebijakan proaktif dalam K3 terbukti lebih unggul dalam manajemen risiko dan efisiensi operasional.
  3. Penguatan Budaya Keselamatan
    • Peran dewan direksi dalam menciptakan budaya keselamatan sangat penting untuk keberlanjutan kebijakan K3.
    • Komitmen kepemimpinan terhadap keselamatan dapat mengurangi tingkat kecelakaan kerja secara signifikan.
  4. Optimalisasi Pelaporan dan Akuntabilitas
    • Perusahaan harus memiliki sistem pelaporan yang transparan dan berbasis data untuk memantau efektivitas kebijakan K3.
    • Insentif bagi perusahaan yang berhasil mengurangi insiden kecelakaan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap standar keselamatan.

Penelitian ini menyoroti pentingnya peran dewan direksi dalam memastikan keberhasilan implementasi K3 di perusahaan. Dengan strategi yang lebih proaktif, peningkatan kompetensi, serta sistem pelaporan yang lebih baik, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif.

Untuk penelitian selanjutnya, direkomendasikan eksplorasi lebih lanjut mengenai efektivitas berbagai model kepemimpinan dewan direksi dalam implementasi K3 serta bagaimana kebijakan yang berbasis bukti dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Sumber Artikel:
Ebbevi, D., Von Thiele Schwarz, U., Hasson, H., Sundberg, C. J., & Frykman, M. (2021). Boards of Directors’ Influences on Occupational Health and Safety: A Scoping Review of Evidence and Best Practices. International Journal of Workplace Health Management, 14(1), 64-86.

 

Selengkapnya
Peran Dewan Direksi dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Perusahaan

Ilmu dan Teknologi Hayati

Tujuan Manajemen Perairan dan Perikanan

Dipublikasikan oleh Anisa pada 05 Maret 2025


Pengelolaan perikanan berfungsi sebagai kemudi yang membimbing kapal menuju pemanfaatan sumber daya akuatik yang dapat diperbarui secara berkelanjutan, mencakup dimensi biologis, lingkungan, dan sosioekonomi. Istilah "diperbarui" berlaku ketika organisme yang dituju, seperti ikan, kerang, dan mamalia laut, menunjukkan surplus biologis tahunan yang dapat dipanen tanpa mengorbankan produktivitas masa depan melalui strategi pengelolaan yang bijaksana.

Batu penjuru pengelolaan perikanan modern terletak pada kemampuannya untuk melindungi sumber daya ini, memungkinkan eksploitasi yang berkelanjutan. Mengandalkan prinsip-prinsip ilmu perikanan dan seringkali memanggil prinsip pencegahan, kegiatan pengelolaan bertujuan untuk memastikan bahwa sumber daya perikanan tetap berlimpah bagi generasi mendatang.

Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan berbasis ekosistem telah mendapat dukungan, mengakui bahwa perikanan ada dalam ekosistem yang kompleks di mana berbagai spesies dan faktor lingkungan saling berinteraksi. Pendekatan ini mengakui keterkaitan kehidupan laut dan lingkungan, berusaha untuk menjaga keseimbangan dan keberlanjutan.

Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menekankan sifat majemuk pengelolaan perikanan, melibatkan pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, dan penegakan peraturan. Upaya ini ditujukan untuk memastikan produktivitas sumber daya terus berlanjut dan mencapai berbagai tujuan perikanan.

Tujuan politik memainkan peran penting, membentuk prioritas dan strategi pengelolaan perikanan. Tujuan seperti memaksimalkan hasil biomassa dan ekonomi yang berkelanjutan, menjamin keamanan kerja, dan meningkatkan keamanan pangan mendorong keputusan kebijakan. Namun, tujuan yang saling bersaing dapat menimbulkan tantangan, memerlukan navigasi yang hati-hati untuk mendamaikan kepentingan yang bertentangan.

Pada tingkat internasional, pengelolaan perikanan dipandu oleh perjanjian dan peraturan seperti Kode Etik untuk Perikanan yang Bertanggung Jawab, memberikan kerangka kerja untuk praktik yang berkelanjutan di seluruh dunia. Negara-negara menetapkan mekanisme pengelolaan dalam zona ekonomi eksklusif mereka, menggunakan langkah-langkah untuk mengatur input (misalnya, lisensi kapal) dan output (misalnya, kuota tangkapan).

Kuota tangkapan individu (ITQ) merupakan alat pengelolaan yang mencolok, membatasi total tangkapan dan mengalokasikan bagian dari kuota tersebut di antara nelayan yang bekerja di perikanan tersebut. Nelayan dapat membeli/menjual/menjual saham sesuai keinginan mereka.

Penelitian terbaru telah menyoroti peran penting ikan induk tua dalam menjaga perikanan yang produktif, menantang kebijaksanaan konvensional dan menekankan pentingnya ketahanan ekosistem. Selain itu, prinsip pencegahan menekankan perlunya tindakan pengelolaan yang ketat dan cepat untuk melindungi stok ikan dan ekosistem.

Mengelola perikanan melibatkan pengelolaan orang dan bisnis, mengakui implikasi sosio-ekonomi dari keputusan regulasi. Keterlibatan pemangku kepentingan penting, memberdayakan komunitas untuk berkontribusi secara bermakna dalam proses pengelolaan. Namun, korupsi merupakan ancaman besar, merusak upaya regulasi dan memperparah penurunan sumber daya.

Kualitas data tetap menjadi kekhawatiran utama, dengan ketiadaan data yang dapat diandalkan menghambat pengambilan keputusan pengelolaan yang efektif. Hukum perikanan, bidang yang terus berkembang, berusaha untuk mengatasi kesenjangan regulasi dan mempromosikan praktik yang berkelanjutan, baik secara nasional maupun internasional.

Perubahan iklim menambahkan lapisan kompleksitas lainnya, memengaruhi stok ikan dan ekosistem. Memahami dinamika ini penting untuk menyesuaikan strategi pengelolaan dengan kondisi lingkungan yang berubah.

Sebagai kesimpulan, pengelolaan perikanan yang efektif memerlukan pendekatan yang holistik, mengintegrasikan pertimbangan ekologi, sosial, dan ekonomi. Dengan merangkul prinsip berbasis ekosistem, memberdayakan pemangku kepentingan, dan mengatasi tantangan tata kelola, kita dapat menuju masa depan yang berkelanjutan bagi sumber daya laut dan komunitas pesisir.

Sumber:

https://en.wikipedia.org

Selengkapnya
Tujuan Manajemen Perairan dan Perikanan

Safety

Analisis Faktor Keselamatan Industri dengan Pendekatan Statistik

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan industri merupakan salah satu aspek yang sangat krusial dalam dunia kerja. Dalam paper berjudul “A Factorial Analysis of Industrial Safety” oleh Cordelia Ochuole Omoyi dan Samuel Ayodeji Omotehinse, dibahas bagaimana berbagai faktor berkontribusi terhadap keselamatan kerja di sektor industri. Paper ini menggunakan metode statistik seperti Principal Component Analysis (PCA) dan Kendall’s Coefficient of Concordance (KCC) untuk mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi keselamatan kerja.

Untuk memahami variabel yang berkontribusi terhadap kecelakaan industri dan mengklasifikasikannya berdasarkan standar Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (Health, Safety, and Environment - HSE). Metode penelitian yang digunakan meliputi:

  • Kendall’s Coefficient of Concordance (KCC): Digunakan untuk mengukur tingkat kesepakatan antara para penilai terhadap faktor risiko industri.
  • Principal Component Analysis (PCA): Membantu mereduksi 32 variabel faktor risiko menjadi 5 faktor utama yang berkontribusi terhadap keselamatan industri.

Studi ini dilakukan dengan melibatkan 13 panel ahli yang diminta untuk memberi peringkat pada 32 variabel bahaya industri berdasarkan skala Likert 5 poin. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak StatistiXL untuk menentukan faktor dominan yang berpengaruh terhadap keselamatan industri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada lima faktor utama yang mempengaruhi keselamatan kerja:

  1. Work World Culture (Budaya Kerja Global)
    • Faktor ini mencakup lingkungan kerja, desain ruang kerja, dan tingkat kesadaran pekerja terhadap keselamatan.
    • Variabel utama: kegagalan subsistem (sub-system failure), lingkungan kerja yang buruk, dan kurangnya organisasi personal.
    • Faktor ini memiliki pengaruh signifikan dengan nilai korelasi di atas 0,8 dalam analisis PCA.
  2. Ground Rule Matters (Aturan Dasar Keselamatan)
    • Faktor ini meliputi kesalahan manusia (human error), gangguan konsentrasi, dan kegagalan sistem.
    • Faktor ini memiliki nilai korelasi sebesar 0,74 berdasarkan hasil PCA, yang menunjukkan kontribusi besar terhadap kecelakaan kerja.
  3. Safety Considerations (Pertimbangan Keselamatan)
    • Faktor ini melibatkan penggunaan bahan berbahaya, kegagalan kompleks, dan kesalahan pengemudi.
    • Memiliki pengaruh moderat terhadap keselamatan kerja dengan nilai korelasi sekitar 0,56.
  4. Work Conditions (Kondisi Kerja)
    • Faktor ini terkait dengan lingkungan kerja secara keseluruhan, termasuk desain tata letak tempat kerja dan kondisi operasional.
    • Faktor ini memiliki pengaruh kuat dengan nilai korelasi 0,69 dalam PCA.
  5. Perception of Safety (Persepsi terhadap Keselamatan)
    • Faktor ini mencakup persepsi pekerja terhadap kompleksitas zona kerja dan kesadaran keselamatan.
    • Memiliki pengaruh yang lebih rendah dibandingkan faktor lain, tetapi tetap berkontribusi terhadap keselamatan kerja dengan nilai korelasi sekitar 0,42.

Hasil dari metode KCC menunjukkan bahwa peringkat yang diberikan oleh panel ahli memiliki indeks kesepakatan tinggi (W = 0,958), yang berarti terdapat konsistensi tinggi dalam penilaian faktor risiko keselamatan kerja.

Penelitian ini menunjukkan bahwa keselamatan industri bukan hanya bergantung pada aturan formal, tetapi juga dipengaruhi oleh budaya kerja dan persepsi keselamatan pekerja. Beberapa implikasi dari temuan ini adalah:

  1. Pentingnya Budaya Keselamatan
    • Perusahaan harus membangun budaya keselamatan yang kuat melalui pelatihan dan peningkatan kesadaran pekerja.
  2. Pelatihan dan Evaluasi Rutin
    • Kesalahan manusia dan gangguan konsentrasi dapat dikurangi dengan pelatihan keselamatan yang berkelanjutan.
  3. Penerapan Teknologi dalam Keselamatan Kerja
    • Penggunaan teknologi seperti sensor keamanan dan sistem pemantauan otomatis dapat membantu mendeteksi potensi bahaya sebelum terjadi kecelakaan.
  4. Manajemen Risiko yang Lebih Efektif
    • Menggunakan metode analisis statistik seperti PCA dan KCC dapat membantu dalam mengidentifikasi faktor utama yang berkontribusi terhadap kecelakaan kerja.

Keselamatan kerja dapat dikategorikan dan dianalisis menggunakan pendekatan statistik. Hasil penelitian menyoroti lima faktor utama yang mempengaruhi keselamatan kerja di industri dan bagaimana manajemen yang tepat dapat membantu mengurangi insiden kecelakaan.

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar metode serupa diterapkan pada berbagai sektor industri lainnya guna memperoleh pemahaman yang lebih luas mengenai faktor-faktor keselamatan kerja.

Sumber Artikel:
Omoyi, C.O. & Omotehinse, S.A. (2022). A Factorial Analysis of Industrial Safety. International Journal of Engineering and Innovative Research, 4(1), 33-43.

 

Selengkapnya
Analisis Faktor Keselamatan Industri dengan Pendekatan Statistik
« First Previous page 37 of 835 Next Last »