Kualitas
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 19 Mei 2025
Pendahuluan: Kenapa Pengendalian Kualitas Itu Penting?
Dalam dunia bisnis pangan, khususnya produk makanan olahan seperti roti, kualitas adalah segalanya. Konsumen tidak hanya mengharapkan rasa yang enak, tetapi juga standar mutu yang terjaga—baik dari segi bentuk, rasa, tekstur, hingga kebersihan. Jika kualitas tidak konsisten, bisnis bisa kehilangan kepercayaan konsumen, bahkan merugi secara finansial.
Salah satu pendekatan yang dapat diandalkan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas produksi adalah Statistical Process Control (SPC). Dalam konteks industri pangan skala kecil hingga menengah di Indonesia, metode ini masih belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Hal inilah yang diangkat dalam penelitian Tika Endah Lestari dan Nabila Soraya Rahmat, berjudul Analysis of Quality Control Using Statistical Process Control (SPC) in Bread Production, yang dipublikasikan di Indonesian Journal of Fundamental Sciences, Vol.4, No.2, Oktober 2018.
Mengenal SPC: Apa Itu dan Mengapa Relevan di Industri Pangan?
Statistical Process Control (SPC) merupakan metode statistik yang digunakan untuk memantau, mengontrol, dan meningkatkan proses produksi secara sistematis. Prinsip utama SPC adalah mendeteksi variasi dalam proses produksi—baik variasi yang wajar (common causes) maupun yang tidak wajar (special causes). Dengan begitu, potensi cacat produk bisa diidentifikasi dan dicegah sejak dini.
Dalam industri makanan seperti produksi roti, tantangan umumnya meliputi:
SPC memungkinkan perusahaan seperti Roti Sari Wangi untuk menjaga kualitas setiap batch produksi, meminimalkan produk cacat, serta meningkatkan efisiensi produksi.
Studi Kasus: Penerapan SPC di Roti Sari Wangi Bandung
Latar Belakang Produksi Roti Sari Wangi
Roti Sari Wangi adalah sebuah perusahaan roti berskala kecil di Bandung yang memproduksi delapan jenis roti setiap harinya, dengan kapasitas produksi mencapai 1.600 bungkus roti per hari. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan analisis pada empat jenis roti: roti coklat, kacang, keju, dan kacang hijau.
Masalah yang Dihadapi
Walaupun produksi berjalan setiap hari, tingkat produk cacat masih cukup tinggi, mencapai 1.434 bungkus roti cacat hanya dari empat varian roti yang diamati selama satu bulan (April 2018). Kerugian yang diakibatkan oleh roti cacat tersebut mencapai Rp 4.302.000 per bulan, hanya dari sebagian produksi saja. Jika diperluas ke seluruh jenis roti, potensi kerugian diperkirakan mencapai Rp 8.604.000 per bulan—angka yang sangat signifikan bagi UKM seperti Roti Sari Wangi.
Metode Pengendalian Kualitas: Penggunaan P-Chart
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode P-Chart, salah satu alat dari SPC yang digunakan untuk mengontrol produk berdasarkan proporsi cacat (defect proportion). P-Chart sangat tepat digunakan ketika kita ingin mengamati produk yang hanya memiliki dua kondisi: baik atau cacat.
Proses Penerapan P-Chart:
Hasil Penelitian: Fakta di Balik Data
Berikut adalah temuan utama dari penelitian tersebut:
1. Roti Coklat
2. Roti Kacang
3. Roti Keju
4. Roti Kacang Hijau
Jika dikalkulasikan, total kerugian dari keempat produk mencapai Rp 4.302.000 per bulan. Ini setara dengan hampir 50% dari keuntungan bersih yang bisa didapatkan oleh perusahaan seukuran Roti Sari Wangi, menunjukkan bahwa produk cacat merupakan ancaman nyata bagi kelangsungan bisnis.
Analisis Mendalam dan Nilai Tambah: Apa yang Bisa Dipelajari?
Efektivitas P-Chart di Industri Makanan
Penerapan P-Chart di Roti Sari Wangi menunjukkan bahwa metode ini cukup efektif untuk mendeteksi proporsi produk cacat secara konsisten. Namun, penulis berpendapat bahwa perusahaan masih menghadapi tantangan dalam:
Bandingkan dengan Industri Sejenis
Di sektor industri roti modern seperti BreadTalk atau Rotiboy, sistem kontrol kualitas sudah diintegrasikan dengan IoT sensor yang mendeteksi suhu oven, kelembapan ruang produksi, hingga kesegaran bahan baku secara otomatis. Dengan teknologi ini, proporsi produk cacat bisa ditekan hingga di bawah 2%.
Di sisi lain, banyak UKM di Indonesia masih menggunakan metode manual, seperti yang dilakukan Roti Sari Wangi, yang mengandalkan tenaga manusia dalam inspeksi kualitas. Ini berpotensi menghadirkan bias dan inkonsistensi.
Kritik terhadap Penelitian dan Implikasi Praktis
Kelebihan Penelitian
Keterbatasan Penelitian
Rekomendasi untuk Roti Sari Wangi
Tren Industri: SPC Menuju Quality 4.0
Di era Industri 4.0, SPC semakin berkembang menuju Quality 4.0, di mana integrasi teknologi menjadi kunci utama. UKM seperti Roti Sari Wangi sebetulnya memiliki peluang untuk mengadopsi teknologi ini secara bertahap, seperti:
Penggunaan IoT untuk memantau variabel produksi.
Kesimpulan: SPC Bukan Sekadar Alat Statistik, Tapi Investasi Masa Depan
Penelitian Tika Endah Lestari dan Nabila Soraya Rahmat membuktikan bahwa SPC, khususnya P-Chart, mampu memberikan peta jalan untuk peningkatan kualitas di sektor industri pangan, termasuk UKM seperti Roti Sari Wangi. Meski sederhana, penerapan SPC bisa membantu pengusaha memahami celah dalam produksi, menekan kerugian, dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
Namun, agar dampaknya lebih maksimal, perusahaan perlu mengembangkan budaya kualitas di semua lini, berinvestasi pada pelatihan SDM, serta secara bertahap mengadopsi teknologi terbaru. Dengan demikian, SPC bukan hanya menjadi alat pengawasan, melainkan juga fondasi pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.
Referensi Utama:
Lestari, T. E., & Rahmat, N. S. (2018). Analysis of Quality Control Using Statistical Process Control (SPC) in Bread Production. Indonesian Journal of Fundamental Sciences, 4(2), 90-101.
Ekonomi Regional
Dipublikasikan oleh pada 19 Mei 2025
Pendahuluan
Paper ilmiah yang berjudul "Efek Limpahan Pertumbuhan Antar-Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2001–2013" menyajikan penelitian tentang analisis efek limpahan pertumbuhan ekonomi di berbagai kabupaten/kota di Jawa Timur. Paper ini ditulis oleh Pristiawan Wibisono dan Mudrajad Kuncoro dari Universitas Gadjah Mada, diterbitkan dalam Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (JEPI), Vol. 16 No. 1 Juli 2015. Fokus utama penelitian ini adalah mengidentifikasi pola pertumbuhan ekonomi dan efek limpahan antar-daerah untuk memahami kontribusi kabupaten/kota dalam mendorong ekonomi regional.
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur mengalami dinamika selama periode 2001–2013, di mana terjadi kesenjangan PDRB per kapita antar-daerah. Kota Surabaya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi menunjukkan performa tinggi, sedangkan beberapa kabupaten tertinggal seperti Pamekasan dan Sumenep masih berada pada level rendah. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan efek limpahan pertumbuhan dan mengidentifikasi daerah-daerah yang berperan sebagai kutub pertumbuhan.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis spasial dengan teknik Tipologi Klaassen dan pendekatan kutub pertumbuhan ala Richardson. Data yang digunakan meliputi PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa Timur selama periode 2001–2013. Analisis dilakukan dengan indeks lokal Moran dan Local Indicators of Spatial Association (LISA) untuk mendeteksi autokorelasi spasial.
Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan meliputi identifikasi kutub pertumbuhan dengan klaifikasi kuantil serta perhitungan efek limpahan dengan rumus Capello (2009). Analisis spasial dilakukan menggunakan GeoDa untuk menghitung indeks Moran dan LISA Cluster Map untuk visualisasi pola limpahan.
Studi Kasus & Data
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Surabaya dan sekitarnya, seperti Sidoarjo dan Gresik, berperan sebagai kutub pertumbuhan dengan efek limpahan ekonomi yang signifikan. Sidoarjo mencatat efek limpahan tertinggi sebesar 9,95, diikuti oleh Gresik sebesar 8,28. Sebaliknya, kabupaten di Madura seperti Sumenep hanya menerima limpahan sebesar 0,08, menunjukkan adanya ketimpangan spasial.
Analisis dan Nilai Tambah
Penelitian ini mengungkapkan bahwa efek limpahan cenderung terpusat di kawasan tengah Jawa Timur, yang mengindikasikan adanya konsentrasi ekonomi pada pusat pertumbuhan. Namun, ada kelemahan dalam distribusi limpahan ke daerah terluar seperti Madura, yang tidak mendapat manfaat langsung dari pertumbuhan ekonomi Surabaya. Hal ini menuntut kebijakan yang lebih inklusif dan pemerataan infrastruktur.
Implikasi Praktis
Temuan ini penting bagi perencanaan pembangunan regional, terutama dalam merumuskan kebijakan yang mendorong distribusi efek limpahan secara lebih merata. Pemerintah daerah perlu mengembangkan strategi interkoneksi ekonomi agar daerah dengan potensi rendah dapat ikut menikmati pertumbuhan regional.
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Berbeda dengan penelitian Pamungkas (2013) tentang koridor ekonomi di Sulawesi yang menunjukkan adanya limpahan pada daerah agraris, penelitian ini lebih fokus pada efek limpahan di kawasan industri dan perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa konteks geografis dan jenis ekonomi sangat memengaruhi pola limpahan pertumbuhan.
Kesimpulan
Paper ini memberikan wawasan penting mengenai efek limpahan pertumbuhan di Jawa Timur. Kota Surabaya terbukti menjadi kutub pertumbuhan utama, namun perlu strategi pemerataan agar dampak ekonominya dirasakan oleh daerah yang lebih luas. Dengan data yang lebih komprehensif, penelitian lanjutan dapat mengembangkan model prediksi limpahan yang lebih dinamis.
Sumber
Penelitian ini dapat diakses melalui Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (JEPI) melalui tautan: http://dx.doi.org/10.21002/jepi.v16i1.584.
Kualitas
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 19 Mei 2025
Pendahuluan: Tantangan Kualitas Produk di Industri Anyaman Sintetis
Dalam dunia industri manufaktur furnitur, khususnya yang berbahan dasar rotan sintetis, kualitas produk menjadi elemen kunci dalam memenangkan pasar ekspor. Indonesia, sebagai salah satu produsen rotan sintetis terbesar di Asia Tenggara, dituntut untuk menghadirkan produk yang tidak hanya estetis, tetapi juga bebas cacat. Kegagalan mempertahankan standar kualitas dapat berdampak langsung pada kredibilitas perusahaan di pasar internasional.
PT.I, sebuah perusahaan penghasil furnitur rotan sintetis skala ekspor, menghadapi masalah yang cukup signifikan di lini produksi anyaman. Tingginya tingkat cacat pada produk menjadi perhatian utama perusahaan karena melebihi batas toleransi maksimal yang telah ditetapkan, yakni sebesar 5% dari total produksi. Kondisi ini mendorong perusahaan untuk melakukan analisis mendalam terhadap proses produksinya menggunakan pendekatan Statistical Process Control (SPC).
Paper ini, yang dipublikasikan dalam International Journal of Computer and Information System (IJCIS) Vol. 02, Edisi 03, Agustus 2021, mengulas bagaimana PT.I memanfaatkan SPC untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengurangi produk cacat di bagian weaving atau anyaman.
Apa Itu SPC dan Kenapa Penting untuk Industri Furnitur?
Statistical Process Control (SPC) adalah metode pengendalian kualitas berbasis statistik yang berfungsi untuk memonitor dan mengontrol proses produksi secara sistematis. Tujuan utama dari SPC adalah mencegah cacat produk sejak proses produksi berlangsung, bukan sekadar mendeteksi cacat setelah produk selesai dibuat.
Dalam industri furnitur berbahan rotan sintetis seperti PT.I, proses weaving merupakan tahapan krusial yang sangat mempengaruhi kualitas akhir produk. Kesalahan sekecil apapun, seperti anyaman kendor, paku yang terlihat, atau perbedaan warna, akan dengan mudah terdeteksi oleh konsumen, khususnya di pasar ekspor yang mengutamakan presisi dan estetika produk.
Studi Kasus PT.I: Mengurai Masalah Kualitas di Lini Anyaman
Profil PT.I dan Permasalahan Produksi
PT.I adalah produsen furnitur berbahan rotan sintetis yang berorientasi ekspor. Perusahaan menawarkan berbagai model anyaman klasik dan modern yang menjadi daya tarik utama bagi pasar luar negeri. Namun, data menunjukkan bahwa tingkat cacat produk anyaman di PT.I melebihi ambang batas 5%. Pada Oktober 2020, tingkat cacat mencapai 12,8%, sementara pada November 2020 turun tipis menjadi 11,8%. Meski ada penurunan, kedua angka ini tetap melampaui batas toleransi perusahaan.
Jenis Cacat yang Sering Terjadi
Berdasarkan hasil inspeksi, terdapat lima jenis cacat utama yang ditemukan di bagian weaving PT.I:
Metodologi Analisis SPC di PT.I
Penelitian di PT.I menggunakan tujuh alat dasar dalam SPC untuk mengontrol kualitas produk:
Hasil Analisis SPC di PT.I: Temuan Kunci dan Interpretasi
Data Oktober 2020
Data November 2020
Korelasi Produksi dan Tingkat Cacat
Hasil scatter diagram menunjukkan adanya korelasi positif antara jumlah produksi dan tingkat cacat. Artinya, semakin tinggi produksi, semakin tinggi pula kemungkinan produk cacat. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara kapasitas produksi dan kemampuan kontrol kualitas di lapangan.
Temuan P Control Chart
Peta kendali menunjukkan bahwa sebagian besar titik data berada di luar batas kendali. Ini mengindikasikan bahwa proses produksi PT.I tidak stabil secara statistik dan masih sering mengalami variasi penyebab khusus yang perlu segera diidentifikasi dan diatasi.
Akar Masalah Utama: Analisis Fishbone Diagram
Analisis sebab-akibat atau fishbone diagram mengidentifikasi empat faktor utama penyebab cacat produksi di PT.I:
Rekomendasi Perbaikan dan Dampak yang Diharapkan
Tindakan Korektif
Perbandingan dengan Studi Serupa di Industri Lain
Beberapa industri lain di Indonesia telah berhasil menerapkan SPC untuk mengatasi masalah serupa:
Kritik dan Catatan Tambahan: Apa yang Bisa Ditingkatkan?
Kelebihan Penelitian
Kekurangan Penelitian
Rekomendasi Tambahan
Mengintegrasikan teknologi Industri 4.0 seperti sensor IoT dan sistem monitoring berbasis cloud dapat meningkatkan efektivitas SPC. Sistem ini memungkinkan deteksi cacat secara real-time dan mengurangi keterlambatan pengambilan keputusan.
Kesimpulan: SPC Sebagai Pilar Pengendalian Kualitas Industri Furnitur Indonesia
Penelitian ini membuktikan bahwa penerapan Statistical Process Control (SPC) di PT.I berhasil mengidentifikasi titik-titik lemah dalam proses produksi anyaman. Meski tingkat cacat masih melebihi ambang batas perusahaan, langkah-langkah perbaikan yang direkomendasikan dapat menjadi solusi jangka panjang untuk menstabilkan kualitas produksi.
Dengan komitmen dari semua pihak, dari operator hingga manajemen puncak, serta adopsi teknologi baru, PT.I dapat meningkatkan daya saingnya di pasar ekspor furnitur rotan sintetis.
Referensi Utama:
Attaqwa, Y., Hamidiyah, A., & Ekoanindyo, F. (2021). Product Quality Control Analysis with Statistical Process Control (SPC) Method in Weaving Section (Case Study PT.I). International Journal of Computer and Information System (IJCIS), Vol. 02, Issue 03, Agustus 2021.
Teknologi
Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 19 Mei 2025
Pendahuluan: Saat Maintenance Tak Lagi Sekadar Perawatan
Maintenance atau pemeliharaan tak lagi hanya berarti “memperbaiki yang rusak”. Dalam lanskap industri modern yang dibentuk oleh transformasi digital dan tuntutan keberlanjutan, konsep Risk-Based Maintenance (RBM) mengalami revolusi signifikan. Paper karya Idriss El-Thalji ini memetakan bagaimana praktik RBM berubah drastis karena dorongan dari teknologi Industri 4.0 dan transisi hijau, melalui studi tujuh kasus industri nyata yang berlangsung di Norwegia antara 2017 hingga 2024.
RBM dan Tantangan Modernisasi
Apa Itu Risk-Based Maintenance?
RBM adalah pendekatan manajemen perawatan yang mengutamakan aset berdasarkan risiko kegagalan dan dampaknya terhadap keselamatan, produktivitas, dan biaya operasional. Sejak 2011, standar NORSOK Z-008 di Norwegia menjadi acuan RBM yang melingkupi seluruh siklus hidup aset—mulai dari desain, operasional, hingga optimalisasi pemeliharaan.
Namun, dengan munculnya teknologi baru seperti IoT, machine learning, dan digital twin, model RBM konvensional menjadi tidak cukup adaptif. El-Thalji mengajukan bahwa kita perlu RBM versi baru yang dinamis, prediktif, dan dapat disesuaikan secara real-time.
Kerangka Analisis: Studi Kasus dan Cynefin Framework
Penelitian ini memanfaatkan pendekatan multi-case study untuk mencakup berbagai jenis instalasi dan aset, dari pabrik midstream gas, kilang lepas pantai, hingga ladang angin laut. Setiap studi dianalisis melalui tujuh aspek, mulai dari perencanaan hingga eksekusi dan analisis data, kemudian dikategorikan menggunakan Cynefin Framework yang membedakan antara praktik best, good, emerging, dan innovative.
Studi Kasus Unggulan: Praktik Terobosan di Lapangan
1. Sistem Ekspor Gas
2. Sistem Pompa Redundan
3. Separator FPSO
4. Sistem Katup Keamanan
5. Subsea Christmas Tree (XT)
6. Peralatan Pengeboran
7. Ladang Angin Lepas Pantai
Dampak Nyata: Transformasi Menyeluruh Manajemen Pemeliharaan
Perubahan Fungsi RBM
Paper ini mencatat bahwa hampir seluruh aspek RBM—dari planning, execution, hingga reporting—telah mengalami pergeseran karena teknologi baru.
Contoh Dampak:
Dampak Terhadap Risk Matrix
Salah satu kontribusi terpenting dari paper ini adalah analisis mendalam mengenai bagaimana praktik baru mengubah perhitungan risiko:
Insight Tambahan & Opini
Kelebihan Studi Ini
Catatan Kritis
Perbandingan dengan Literatur Terkait
Sementara banyak studi membahas CBM dan PdM secara terpisah, El-Thalji menggabungkannya dalam kerangka RBM dengan pendekatan praktik nyata. Pendekatan ini lebih aplikatif dibanding pendekatan simulasi semata seperti pada penelitian oleh Liao (2016) atau Esa dan Muhammad (2021).
Kesimpulan: RBM Masa Depan Bersifat Proaktif dan Cerdas
Paper ini menekankan bahwa RBM modern tak bisa lagi bersifat statis. Transformasi digital dan dorongan menuju keberlanjutan menuntut RBM yang:
Penutup: Masa depan pemeliharaan bukan hanya tentang “memperbaiki yang rusak”, melainkan “memprediksi sebelum rusak dan merancang agar tidak mudah rusak.” RBM versi baru bukan sekadar metodologi, tetapi strategi bisnis jangka panjang.
Sumber Referensi
El-Thalji, I. (2025). Emerging Practices in Risk-Based Maintenance Management Driven by Industrial Transitions Multi-Case Studies and Reflections. Applied Sciences, 15(3), 1159. https://doi.org/10.3390/app15031159
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 19 Mei 2025
Pendahuluan: Mengapa Pengendalian Kualitas Sangat Penting di Industri Semen?
Industri semen memegang peranan vital dalam pembangunan infrastruktur global. Di balik kekokohan gedung pencakar langit dan jembatan megah, ada proses produksi semen yang intensif energi dan kompleks. Namun, tingginya konsumsi energi dan emisi karbon dari sektor ini menimbulkan tantangan besar terhadap keberlanjutan lingkungan. Oleh karena itu, penerapan Statistical Quality Control (SQC) menjadi solusi strategis yang dapat membantu industri semen menyeimbangkan antara produktivitas dan tanggung jawab lingkungan.
Penelitian ini mengulas perkembangan teknik Statistical Process Control (SPC), penerapan mutakhirnya di industri semen, serta berbagai keterbatasan yang masih dihadapi dalam mengoptimalkan kualitas produksi.
Mengapa SPC Relevan untuk Industri Semen?
Cement production adalah proses yang multistage dan kompleks, terdiri dari:
Di tiap tahap ini, banyak variabel yang harus dikontrol secara presisi agar hasil produksi konsisten dan efisien. SPC, yang awalnya dikembangkan oleh Walter Shewhart pada 1920-an, menjadi fondasi penting dalam mengendalikan proses ini, terutama karena:
Namun, apakah SPC mampu memenuhi tantangan zaman modern? Di sinilah letak pentingnya penelitian yang diulas ini.
Evolusi Statistical Process Control: Dari Tradisional ke Machine Learning
Penelitian ini mengidentifikasi empat fase perkembangan SPC:
Univariate SPC
Model klasik seperti Shewhart Chart bekerja baik untuk mendeteksi penyimpangan besar, namun kurang sensitif terhadap perubahan kecil.
Multivariate SPC
Pendekatan ini memanfaatkan Hotelling’s T2, MCUSUM, dan MEWMA, yang efektif untuk sistem dengan banyak variabel, seperti suhu kiln dan komposisi kimia klinker dalam produksi semen.
Data Mining dan Machine Learning
Perkembangan terakhir membawa integrasi algoritma seperti Support Vector Machines (SVM), Artificial Neural Networks (ANN), hingga Deep Learning. Algoritma ini terbukti lebih cepat mendeteksi anomali, memprediksi gangguan proses, dan membantu pengambilan keputusan berbasis data besar.
Tantangan Nyata Industri Semen: Antara Teori dan Praktik
Dilema Energi dan Emisi
SPC di Tengah Kompleksitas Produksi
Walau SPC membantu mengidentifikasi kapan sebuah proses keluar dari kendali, penelitian ini menunjukkan keterbatasan berikut:
Kasus Nyata Implementasi SPC di Industri Semen
Penelitian mencatat beberapa studi kasus implementasi SPC di berbagai negara:
Kritik terhadap Penerapan SPC di Industri Semen
Walau kemajuan signifikan telah dicapai, masih banyak hal yang harus diperbaiki, antara lain:
Menuju Cement Industry 4.0: Integrasi SPC dengan IoT dan AI
Penelitian ini menggarisbawahi bahwa masa depan pengendalian kualitas di industri semen bergantung pada adopsi Industry 4.0. Beberapa tren yang perlu diperhatikan:
Opini dan Nilai Tambah: Bagaimana Indonesia Bisa Mengadopsi Temuan Ini?
Industri semen Indonesia, sebagai salah satu produsen terbesar di Asia Tenggara, menghadapi tekanan serupa: tingginya konsumsi energi dan emisi. Penerapan metode SPC yang lebih cerdas dan berbasis machine learning dapat menjadi game-changer.
Beberapa strategi yang dapat diterapkan:
Kesimpulan: SPC Bukan Lagi Pilihan, Tapi Kebutuhan
Penelitian Daniel Ashagrie Tegegne, Daniel Kitaw, dan Eshetie Berhan ini menegaskan bahwa kemajuan SPC sangat pesat, namun industri semen belum sepenuhnya memanfaatkan potensinya. Tantangan keberlanjutan lingkungan, konsumsi energi tinggi, dan kebutuhan efisiensi menuntut adopsi SPC yang terintegrasi dengan teknologi AI dan IoT.
✅ Manfaat Integrasi SPC-AI:
❗ Tantangan:
Referensi:
Daniel Ashagrie Tegegne, Daniel Kitaw & Eshetie Berhan. (2022). Advances in Statistical Quality Control Chart Techniques and Their Limitations to Cement Industry. Cogent Engineering, 9:1, 2088463.
Pendidikan Islam Kontemporer
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 19 Mei 2025
Pendahuluan
Peran pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia kerap menjadi titik tolak bagi transformasi sosial, budaya, dan keilmuan Islam di Nusantara. Dalam konteks ini, buku karya Dr. Nurul Hak dkk. berjudul “Genealogi dan Jaringan Keilmuan Pesantren Modern di Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur” memberikan kontribusi monumental dalam menggambarkan konstruksi intelektual yang membentuk karakteristik khas pesantren modern. Penelitian ini menjadi semacam "peta intelektual" para kiai yang tidak hanya berdiri di atas otoritas agama, tetapi juga sebagai penjaga sanad keilmuan yang sah.
Latar Belakang Penelitian
Buku ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk melacak dinamika transmisi ilmu-ilmu keislaman dalam konteks pesantren modern. Tiga wilayah utama — Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur — dijadikan locus penelitian karena ketiganya memiliki sejarah panjang dalam menyemai pesantren dengan karakteristik berbeda. Pesantren di Banten dikenal dengan pendekatan sufistik dan tarekat, Jawa Tengah dengan corak tradisionalis-nasionalis, sedangkan Jawa Timur terkenal dengan corak reformis dan modernis.
Dalam penelitian ini, para penulis menekankan bahwa pemahaman terhadap jaringan ulama dan genealogi keilmuan bukan hanya penting untuk sejarah, tetapi juga menentukan validitas otoritas keagamaan di masa kini.
Metodologi Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah historis-sosiologis dengan metode kualitatif, termasuk wawancara mendalam, studi pustaka, dan telaah dokumen. Peneliti memetakan jaringan keilmuan melalui sanad-sanad keilmuan (mata rantai guru-murid), kitab-kitab yang diajarkan, serta lembaga pendidikan tempat para kiai menimba ilmu.
Temuan Utama dan Analisis
1. Sanad Keilmuan sebagai Legitimasi Otoritas
Penelitian ini menunjukkan bahwa pesantren modern tetap menjaga mata rantai keilmuan tradisional. Misalnya, kiai-kiai besar di Banten seperti KH. Tubagus Ahmad Bakri memiliki hubungan keilmuan dengan jaringan ulama Haramain. Demikian pula di Jawa Tengah, KH. Sahal Mahfudh membangun sanad intelektual dari ayahandanya dan dari Mekkah. Di Jawa Timur, tokoh seperti KH. Hasyim Asy’ari memperkuat jaringan keilmuan dengan pendekatan sistematis yang menggabungkan manhaj pesantren dan semangat nasionalisme.
Nilai tambah: Ini membuktikan bahwa modernisasi pesantren bukanlah pemutusan terhadap tradisi, tetapi justru merupakan strategi reproduksi pengetahuan dengan pendekatan kontemporer.
2. Peran Kiai Sebagai "Knowledge Broker"
Penelitian ini juga menggarisbawahi peran kiai sebagai penghubung antara ilmu agama dan realitas sosial. Mereka tidak hanya mengajarkan fiqih dan tafsir, tetapi juga menjadi penggerak sosial dan politik. Di masa kolonial, mereka menjadi pionir perlawanan; di masa Orde Baru dan Reformasi, mereka tampil sebagai pendamai.
Catatan penting: Peran multifungsi kiai ini juga menjadi alasan mengapa pesantren tetap eksis dan relevan di tengah era digital sekalipun.
3. Kitab Kuning dan Kurikulum Hybrid
Dalam konteks kurikulum, pesantren modern berhasil menggabungkan kurikulum tradisional berbasis kitab kuning dengan pengetahuan modern seperti bahasa asing, matematika, dan ilmu sosial. Ini menciptakan lulusan yang memiliki kompetensi ganda: religius dan rasional.
Contohnya, Pondok Modern Darussalam Gontor mengajarkan ilmu keislaman dengan disiplin pendidikan Barat dalam satu waktu, yang menyebabkan alumninya tersebar di banyak lini kehidupan — dari akademisi hingga diplomat.
4. Transmisi Ilmu dan Mobilitas Ulama
Ditemukan pula bahwa mobilitas ulama sangat menentukan dalam penyebaran pemikiran. Santri yang belajar di luar daerah kemudian kembali dan mendirikan pesantren baru, membawa metode, manhaj, dan jaringan yang diperolehnya. Ini memperluas cakupan pengaruh pesantren modern secara geografis dan ideologis.
Contoh nyata: Jaringan ulama alumni Gontor yang mendirikan cabang di luar negeri seperti di Malaysia dan Timur Tengah.
Kekuatan Buku
Pendekatan Interdisipliner: Buku ini tidak hanya bicara sejarah, tetapi juga sosiologi, antropologi, bahkan pendidikan.
Data Primer yang Kuat: Wawancara dengan para kiai dan akses pada manuskrip serta kitab klasik memberi bobot ilmiah yang kuat.
Visualisasi Jaringan: Adanya skema silsilah dan grafik jaringan keilmuan menjadikan buku ini mudah dipahami dan sangat informatif.
Kelemahan dan Kritik
Meskipun kaya data, buku ini belum menggarap secara dalam dimensi kontestasi otoritas keilmuan di era digital. Bagaimana pesantren menyikapi tantangan ulama YouTube, dakwah TikTok, dan algoritma media sosial masih menjadi pertanyaan penting yang belum terjawab.
Rekomendasi: Akan menarik jika penelitian lanjutan membahas bagaimana pesantren membentuk “ekosistem digital” untuk mempertahankan otoritas keilmuan klasik dalam dunia daring.
Relevansi dengan Dunia Kontemporer
Kajiannya sangat relevan bagi:
Peneliti pendidikan Islam
Pengambil kebijakan di Kemenag
Santri dan akademisi muda
NGO dan lembaga Islam progresif
Dalam konteks globalisasi, genealogi keilmuan ini menjadi pembuktian bahwa pesantren Indonesia memiliki “tradisi intelektual” yang tidak kalah dengan universitas Islam di Timur Tengah. Bahkan, model integrasi keilmuan ala pesantren bisa menjadi model pendidikan Islam masa depan.
Sumber
Buku: Nurul Hak, dkk. Genealogi dan Jaringan Keilmuan Pesantren Modern di Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Diterbitkan oleh: Kementerian Agama RI, Balai Litbang Agama Jakarta.