Meningkatkan Kualitas Produksi Roti dengan Statistical Process Control (SPC): Studi Kasus Roti Sari Wangi

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda

10 April 2025, 08.11

pexels.com

Pendahuluan: Kenapa Pengendalian Kualitas Itu Penting?

Dalam dunia bisnis pangan, khususnya produk makanan olahan seperti roti, kualitas adalah segalanya. Konsumen tidak hanya mengharapkan rasa yang enak, tetapi juga standar mutu yang terjaga—baik dari segi bentuk, rasa, tekstur, hingga kebersihan. Jika kualitas tidak konsisten, bisnis bisa kehilangan kepercayaan konsumen, bahkan merugi secara finansial.

Salah satu pendekatan yang dapat diandalkan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas produksi adalah Statistical Process Control (SPC). Dalam konteks industri pangan skala kecil hingga menengah di Indonesia, metode ini masih belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Hal inilah yang diangkat dalam penelitian Tika Endah Lestari dan Nabila Soraya Rahmat, berjudul Analysis of Quality Control Using Statistical Process Control (SPC) in Bread Production, yang dipublikasikan di Indonesian Journal of Fundamental Sciences, Vol.4, No.2, Oktober 2018.

Mengenal SPC: Apa Itu dan Mengapa Relevan di Industri Pangan?

Statistical Process Control (SPC) merupakan metode statistik yang digunakan untuk memantau, mengontrol, dan meningkatkan proses produksi secara sistematis. Prinsip utama SPC adalah mendeteksi variasi dalam proses produksi—baik variasi yang wajar (common causes) maupun yang tidak wajar (special causes). Dengan begitu, potensi cacat produk bisa diidentifikasi dan dicegah sejak dini.

Dalam industri makanan seperti produksi roti, tantangan umumnya meliputi:

  • Inkonsistensi bahan baku.
  • Proses pemanggangan yang tidak merata.
  • Kesalahan manusia dalam pengemasan.
  • Faktor lingkungan seperti suhu dan kelembapan ruangan produksi.

SPC memungkinkan perusahaan seperti Roti Sari Wangi untuk menjaga kualitas setiap batch produksi, meminimalkan produk cacat, serta meningkatkan efisiensi produksi.

Studi Kasus: Penerapan SPC di Roti Sari Wangi Bandung

Latar Belakang Produksi Roti Sari Wangi

Roti Sari Wangi adalah sebuah perusahaan roti berskala kecil di Bandung yang memproduksi delapan jenis roti setiap harinya, dengan kapasitas produksi mencapai 1.600 bungkus roti per hari. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan analisis pada empat jenis roti: roti coklat, kacang, keju, dan kacang hijau.

Masalah yang Dihadapi

Walaupun produksi berjalan setiap hari, tingkat produk cacat masih cukup tinggi, mencapai 1.434 bungkus roti cacat hanya dari empat varian roti yang diamati selama satu bulan (April 2018). Kerugian yang diakibatkan oleh roti cacat tersebut mencapai Rp 4.302.000 per bulan, hanya dari sebagian produksi saja. Jika diperluas ke seluruh jenis roti, potensi kerugian diperkirakan mencapai Rp 8.604.000 per bulan—angka yang sangat signifikan bagi UKM seperti Roti Sari Wangi.

Metode Pengendalian Kualitas: Penggunaan P-Chart

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode P-Chart, salah satu alat dari SPC yang digunakan untuk mengontrol produk berdasarkan proporsi cacat (defect proportion). P-Chart sangat tepat digunakan ketika kita ingin mengamati produk yang hanya memiliki dua kondisi: baik atau cacat.

Proses Penerapan P-Chart:

  1. Pengambilan Sampel
    Sampel roti diambil secara acak dari empat jenis yang dianalisis, menggunakan kombinasi metode judgment sampling dan random sampling.
  2. Pengolahan Data
    Data hasil inspeksi diolah menggunakan software SPSS, untuk menghasilkan grafik kontrol P-Chart yang menunjukkan apakah proses produksi berada dalam batas kontrol.
  3. Penentuan Batas Kontrol
    Batas kontrol ditentukan berdasarkan perhitungan statistik, dengan Upper Control Limit (UCL), Central Line (CL), dan Lower Control Limit (LCL).

 

Hasil Penelitian: Fakta di Balik Data

Berikut adalah temuan utama dari penelitian tersebut:

1. Roti Coklat

  • Rata-rata proporsi cacat (CL): 5,68%
  • UCL: 10,59%
  • LCL: 0,77%
  • Kerugian: Rp 1.023.000 per bulan atau Rp 34.100 per hari.

2. Roti Kacang

  • Rata-rata proporsi cacat: 5,70%
  • UCL: 10,62%
  • LCL: 0,78%
  • Kerugian: Rp 1.026.000 per bulan atau Rp 34.200 per hari.

3. Roti Keju

  • Rata-rata proporsi cacat: 6,18%
  • UCL: 11,29%
  • LCL: 1,07%
  • Kerugian: Rp 1.113.000 per bulan atau Rp 37.100 per hari.

4. Roti Kacang Hijau

  • Rata-rata proporsi cacat: 6,33%
  • UCL: 11,50%
  • LCL: 1,17%
  • Kerugian: Rp 1.140.000 per bulan atau Rp 38.000 per hari.

 

Jika dikalkulasikan, total kerugian dari keempat produk mencapai Rp 4.302.000 per bulan. Ini setara dengan hampir 50% dari keuntungan bersih yang bisa didapatkan oleh perusahaan seukuran Roti Sari Wangi, menunjukkan bahwa produk cacat merupakan ancaman nyata bagi kelangsungan bisnis.

 

Analisis Mendalam dan Nilai Tambah: Apa yang Bisa Dipelajari?

Efektivitas P-Chart di Industri Makanan

Penerapan P-Chart di Roti Sari Wangi menunjukkan bahwa metode ini cukup efektif untuk mendeteksi proporsi produk cacat secara konsisten. Namun, penulis berpendapat bahwa perusahaan masih menghadapi tantangan dalam:

  • Konsistensi pengawasan oleh supervisor.
  • Kedisiplinan operator produksi dalam mengikuti SOP.
  • Pengendalian lingkungan produksi (kelembapan, suhu).

 

Bandingkan dengan Industri Sejenis

Di sektor industri roti modern seperti BreadTalk atau Rotiboy, sistem kontrol kualitas sudah diintegrasikan dengan IoT sensor yang mendeteksi suhu oven, kelembapan ruang produksi, hingga kesegaran bahan baku secara otomatis. Dengan teknologi ini, proporsi produk cacat bisa ditekan hingga di bawah 2%.

Di sisi lain, banyak UKM di Indonesia masih menggunakan metode manual, seperti yang dilakukan Roti Sari Wangi, yang mengandalkan tenaga manusia dalam inspeksi kualitas. Ini berpotensi menghadirkan bias dan inkonsistensi.

 

Kritik terhadap Penelitian dan Implikasi Praktis

Kelebihan Penelitian

  • Menggunakan metode statistik sederhana yang mudah diimplementasikan oleh UKM.
  • Memberikan data konkrit kerugian akibat cacat produk yang sering diabaikan oleh pemilik usaha kecil.

Keterbatasan Penelitian

  • Penelitian hanya mencakup empat dari delapan produk roti yang dihasilkan.
  • Tidak ada analisis mendalam mengenai penyebab utama cacat produksi—apakah dari bahan baku, tenaga kerja, atau alat produksi.

Rekomendasi untuk Roti Sari Wangi

  1. Pelatihan Karyawan: Fokus pada peningkatan keterampilan dan ketelitian operator produksi.
  2. Standardisasi SOP: Revisi prosedur standar operasi agar lebih ketat dan jelas.
  3. Investasi Teknologi Ringan: Mulai gunakan sensor sederhana untuk mengontrol suhu oven dan kelembapan ruangan.
  4. Monitoring Real-Time: Gunakan software sederhana berbasis Excel atau aplikasi berbasis cloud untuk mencatat data produksi secara otomatis.

 

Tren Industri: SPC Menuju Quality 4.0

Di era Industri 4.0, SPC semakin berkembang menuju Quality 4.0, di mana integrasi teknologi menjadi kunci utama. UKM seperti Roti Sari Wangi sebetulnya memiliki peluang untuk mengadopsi teknologi ini secara bertahap, seperti:

Penggunaan IoT untuk memantau variabel produksi.

  • Penerapan Big Data Analytics untuk menganalisis pola produksi dan konsumsi.
  • AI-powered SPC, di mana prediksi cacat produksi bisa dilakukan sebelum proses dimulai.

 

Kesimpulan: SPC Bukan Sekadar Alat Statistik, Tapi Investasi Masa Depan

Penelitian Tika Endah Lestari dan Nabila Soraya Rahmat membuktikan bahwa SPC, khususnya P-Chart, mampu memberikan peta jalan untuk peningkatan kualitas di sektor industri pangan, termasuk UKM seperti Roti Sari Wangi. Meski sederhana, penerapan SPC bisa membantu pengusaha memahami celah dalam produksi, menekan kerugian, dan meningkatkan kepuasan pelanggan.

Namun, agar dampaknya lebih maksimal, perusahaan perlu mengembangkan budaya kualitas di semua lini, berinvestasi pada pelatihan SDM, serta secara bertahap mengadopsi teknologi terbaru. Dengan demikian, SPC bukan hanya menjadi alat pengawasan, melainkan juga fondasi pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

 

Referensi Utama:

Lestari, T. E., & Rahmat, N. S. (2018). Analysis of Quality Control Using Statistical Process Control (SPC) in Bread Production. Indonesian Journal of Fundamental Sciences, 4(2), 90-101.