Kontruksi Hijau

Urgensi Pembaruan SKKNI Quantity Surveyor: Menjawab Tantangan Global Industri Konstruksi

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 20 Mei 2025


Pendahuluan: Profesi QS dalam Sorotan Transformasi Konstruksi

Seiring meningkatnya kompleksitas dan pertumbuhan industri konstruksi di Indonesia, kebutuhan akan tenaga profesional yang kompeten menjadi semakin mendesak. Salah satu peran vital dalam siklus hidup proyek konstruksi adalah Quantity Surveyor (QS)—profesi yang bertanggung jawab atas pengendalian biaya, penilaian ekonomi proyek, serta negosiasi kontrak. Sayangnya, standar acuan kompetensi nasional untuk QS, yakni SKKNI QS yang disahkan melalui KEP.06/MEN/I/2011, belum mengalami pembaruan selama lebih dari satu dekade.

Makalah ilmiah karya Seng Hansen dkk. ini menyajikan evaluasi kritis terhadap SKKNI QS melalui pendekatan desktop study dan meta-analysis. Penelitian ini menjadi seruan yang relevan untuk segera memperbaharui SKKNI QS agar mampu menjawab tuntutan industri konstruksi modern dan persaingan global.

Peran Strategis Quantity Surveyor dalam Proyek Konstruksi

Lebih dari Sekadar Penghitung Biaya

Menurut Hansen (2017), QS tidak hanya bertugas menghitung volume pekerjaan dan biaya, tetapi juga menyediakan jasa konsultasi ekonomi konstruksi, menganalisis risiko finansial, hingga mendukung manajemen aset pasca proyek. Dalam laporan RICS (1971), QS dijelaskan sebagai penjaga efisiensi penggunaan sumber daya konstruksi secara optimal.

Tren Global dan Teknologi Baru

Perubahan besar dalam industri konstruksi seperti integrasi Building Information Modeling (BIM), konstruksi berkelanjutan, dan manajemen proyek digital menuntut QS agar lebih adaptif. Tanpa penyesuaian kompetensi, QS akan tertinggal dalam menjawab tuntutan pasar dan teknologi.

Metodologi: Menyaring Kebutuhan Masa Kini dari Literatur Global

Penelitian ini menggunakan kombinasi desktop study dan meta-analysis. Dari 544 publikasi global yang dikumpulkan (rentang 2013–2022), disaring menjadi 13 publikasi relevan—termasuk panduan dari asosiasi profesional seperti RICS (UK), SISV (Singapura), dan RISM (Malaysia).

Metode ini memungkinkan pemetaan kompetensi QS dari berbagai negara dan digunakan untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam SKKNI QS Indonesia.

Temuan Penting: 33 Unit Kompetensi Modern yang Perlu Diadopsi

Hasil Pemetaan Kompetensi:

  • SKKNI QS saat ini hanya mencakup 18 unit kompetensi.

  • Ditemukan total 33 unit kompetensi global yang diakui sebagai standar modern.

Kategori Kompetensi:

  1. Kompetensi Umum/Wajib: Etika profesi, literasi komputer, dan hukum kontrak

  2. Kompetensi Inti: Penyusunan BQ, laporan keuangan, penghitungan final account, cost planning

  3. Kompetensi Khusus/Pilihan: BIM, manajemen risiko, penyelesaian sengketa, analisis kelayakan proyek

Kompetensi Baru yang Direkomendasikan:

  • Building Information Modelling (BIM)

  • Manajemen Fasilitas dan Aset

  • Analisis Risiko dan Kelayakan Proyek

  • Penyusunan Fiskal dan Analisis Ekonomi

  • Penyelesaian Sengketa dan Peran sebagai Saksi Ahli

  • Manajemen Data dan Sistem Pengadaan Digital

Perbandingan Global: Di Mana Posisi Indonesia?

Berdasarkan tabel perbandingan, publikasi dari Inggris (RICS) mencakup hingga 25 kompetensi, sementara Indonesia hanya 18. Singapura, Malaysia, hingga Thailand sudah mengintegrasikan teknologi informasi dan pendekatan keberlanjutan dalam standar QS mereka. Indonesia tampaknya tertinggal, terutama dalam penguasaan teknologi dan fleksibilitas peran QS.

Studi Kasus Data: Ledakan Industri Konstruksi dan Implikasinya

Menurut BPS (2022), jumlah perusahaan konstruksi di Indonesia meningkat dari 155.833 (2018) menjadi 203.403 (2021). Dengan pertumbuhan sebesar 30% dalam tiga tahun, kebutuhan akan QS kompeten tidak bisa ditawar. Tanpa kompetensi terkini, risiko kerugian dan konflik proyek akan semakin tinggi.

Kritik terhadap SKKNI QS Saat Ini

Kekurangan:

  • Tidak ada pembaruan sejak 2011

  • Tidak mengakomodasi kemajuan digital, seperti BIM

  • Kurangnya integrasi dengan konsep keberlanjutan dan green building

  • Minimnya kompetensi dalam manajemen data dan keamanan informasi proyek

Dampak:

  • Menurunnya daya saing QS Indonesia di pasar ASEAN dan global

  • Ketidaksesuaian dengan kebutuhan industri saat ini

  • Kesulitan menyusun kurikulum pelatihan dan sertifikasi yang relevan

Rekomendasi Implementatif

  1. Pembaruan SKKNI QS dengan 33 unit kompetensi sebagai acuan utama.

  2. Melibatkan Ikatan Quantity Surveyor Indonesia (IQSI) dalam penyusunan ulang standar.

  3. Melakukan Focus Group Discussion (FGD) lintas sektor antara akademisi, praktisi, dan regulator.

  4. Mengembangkan sertifikasi berbasis teknologi (misalnya kompetensi BIM dan software QS).

  5. Integrasi standar QS global ke dalam kurikulum pendidikan tinggi teknik sipil.

Kesimpulan: Momentum Pembaruan Tidak Bisa Ditunda

Penelitian ini menyoroti betapa pentingnya pembaruan SKKNI QS sebagai upaya menjaga daya saing SDM konstruksi Indonesia. Dalam menghadapi era digitalisasi, keberlanjutan, dan tekanan global, QS harus menjadi lebih dari sekadar pengukur biaya—mereka harus menjadi pengendali keuangan, perancang strategi kontrak, dan penjaga efisiensi proyek.

Pembaruan SKKNI QS bukan hanya langkah administratif, melainkan bagian dari transformasi fundamental untuk masa depan industri konstruksi nasional.

Sumber Jurnal:
Seng Hansen, Susy Fatena Rostiyanti, Al Fajra. (2023). Tinjauan dan Rekomendasi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Quantity Surveyor (SKKNI QS). Jurnal Ilmiah Desain dan Konstruksi, Vol. 22, No. 2, Hal. 180–187.
DOI: https://doi.org/10.35760/dk.2023.v22i2.9044

Selengkapnya
Urgensi Pembaruan SKKNI Quantity Surveyor: Menjawab Tantangan Global Industri Konstruksi

Proyek Kontruksi

Strategi Identifikasi Pemangku Kepentingan dalam Proyek Swasta: Studi Kasus dari Nigeria dan Pelajaran untuk Dunia Konstruks

Dipublikasikan oleh Anisa pada 20 Mei 2025


Mengapa Identifikasi Pemangku Kepentingan Itu Penting?

Dalam proyek konstruksi, terutama di sektor swasta, keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh kecepatan atau efisiensi biaya, melainkan juga oleh seberapa baik seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dikenali dan dikelola sejak awal. Sayangnya, tahap paling awal ini—stakeholder identification (SI)—sering diabaikan atau dilakukan secara sempit, yang akhirnya berdampak pada konflik, keterlambatan, bahkan kegagalan proyek.

Studi oleh Olatunde et al. (2021) memetakan secara empiris metode-metode yang digunakan untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan dalam proyek bangunan yang dikembangkan oleh organisasi swasta di Nigeria bagian barat daya. Hasil riset ini tidak hanya membuka mata tentang bagaimana praktik lapangan terjadi, tetapi juga memberikan pelajaran universal yang dapat diterapkan di berbagai konteks industri dan geografis.

Metodologi Studi: Menyaring Pengalaman Nyata dari Lapangan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif berbasis survei dua tahap. Dari 106 profesional proyek, terpilih 30 manajer proyek yang telah menjalani proses manajemen pemangku kepentingan secara terstruktur antara tahun 2008 hingga 2017. Mereka diminta mengevaluasi 13 metode SI berdasarkan tingkat penggunaannya, dengan skala 1 (sangat jarang digunakan) hingga 5 (sangat sering digunakan).

Analisis data dilakukan menggunakan Mean Score (MS) dan ANOVA untuk menguji perbedaan persepsi antar metode pengadaan proyek: tradisional, manajemen kontrak, dan design–build.

Temuan Kunci: Dominasi Brainstorming, Minim Partisipasi Publik.

Metode yang Jarang Digunakan

Sebaliknya, metode-metode berikut hampir tidak digunakan:

  • Public hearing (MS: 0.57)

  • Delphi method (MS: 0.80)

  • Kuesioner (MS: 0.87)
     

Fakta ini menunjukkan rendahnya partisipasi publik dan metode ilmiah dalam proses identifikasi stakeholder. Padahal, keterlibatan aktif dari kelompok eksternal dapat membantu menghindari konflik di masa depan.

Studi Kasus: Kegagalan Identifikasi Stakeholder di Proyek Jembatan China–Hong Kong

Sebagai ilustrasi nyata pentingnya SI yang komprehensif, penulis merujuk pada proyek jembatan laut yang menghubungkan Zhuhai, Hong Kong, dan Makau. Proyek ini tertunda selama 12 bulan akibat gugatan hukum dari kelompok lingkungan hidup yang tidak diidentifikasi sejak awal. Keterlambatan ini merugikan jutaan dolar dan menunjukkan bahwa mengabaikan stakeholder "non-teknis" seperti LSM bisa sangat mahal.

Keterkaitan antara Metode SI dan Kinerja Proyek

Temuan riset menunjukkan bahwa kurangnya variasi dan kedalaman metode SI berkontribusi pada identifikasi yang tidak menyeluruh. Hal ini dapat menyebabkan:

  • Terlewatnya stakeholder penting

  • Meningkatnya risiko konflik di tengah proyek

  • Terhambatnya komunikasi dua arah

  • Ketidakpuasan masyarakat sekitar proyek
     

Menariknya, ANOVA menunjukkan bahwa 84,62% metode SI tidak terpengaruh oleh jenis metode pengadaan proyek. Artinya, pola pikir dan budaya manajer proyek lebih dominan ketimbang sistem kontrak yang digunakan.

Kritik dan Opini: Apa yang Bisa Diperbaiki?

Kelemahan Penelitian:

  • Sampel terbatas: Hanya mencakup proyek-proyek swasta di Nigeria bagian barat daya, sehingga generalisasi hasil perlu hati-hati.

  • Fokus pada persepsi: Tidak membandingkan persepsi SI dengan kinerja proyek secara langsung.

  • Minim triangulasi: Tidak ada pembuktian silang dari stakeholder yang diidentifikasi—apakah memang mereka benar-benar berpengaruh?
     

Rekomendasi dari Penulis:

  1. Gunakan metode partisipatif seperti public hearing atau Delphi method untuk cakupan stakeholder yang lebih luas.

  2. Tingkatkan dokumentasi dan rekam jejak stakeholder melalui database atau software manajemen proyek.

  3. Sisihkan anggaran khusus untuk identifikasi stakeholder, karena dampaknya sangat besar terhadap hasil akhir proyek.
     

Perbandingan dengan Studi Global

Temuan ini sejalan dengan Aapaoja & Haapasalo (2014) yang menekankan pentingnya framework sistematis dalam SI. Namun, banyak studi sebelumnya hanya teoretis. Penelitian ini menjadi langkah maju karena secara empiris mengukur frekuensi penggunaan metode SI di lapangan.

Dibandingkan dengan studi di negara maju, proyek di Nigeria tampak masih mengandalkan intuisi dan diskusi informal. Padahal, pendekatan berbasis data dan partisipasi publik sudah menjadi standar di Eropa dan Amerika Utara.

Relevansi Global: Mengapa Dunia Harus Peduli?

Metode identifikasi stakeholder yang lemah tidak hanya menjadi masalah di Nigeria, tetapi juga di banyak negara berkembang. Dengan semakin tingginya tuntutan terhadap transparansi, keberlanjutan, dan tanggung jawab sosial, setiap proyek harus mampu memetakan dan mengelola ekspektasi semua pihak yang terdampak.

Tiga pelajaran penting dari studi ini yang berlaku universal:

  • Jangan hanya mengandalkan brainstorming internal.

  • Libatkan masyarakat sekitar sejak tahap awal.

  • Gunakan pendekatan ilmiah dan partisipatif secara bersamaan.
     

Kesimpulan: Menuju Stakeholder Engagement yang Lebih Cerdas

Studi ini menunjukkan bahwa proyek konstruksi swasta di Nigeria cenderung menggunakan metode identifikasi stakeholder yang terbatas, dengan dominasi pendekatan internal seperti brainstorming dan wawancara pakar. Minimnya keterlibatan publik dan metode ilmiah menyebabkan kemungkinan besar terjadinya blind spots yang berdampak negatif terhadap kinerja proyek.

Oleh karena itu, dibutuhkan reformasi pendekatan SI yang lebih inklusif, partisipatif, dan berbasis data. Investasi di tahap awal ini bukanlah beban, melainkan fondasi menuju keberhasilan proyek secara menyeluruh.

 

Sumber:

Olatunde, N.A., Awodele, I.A., & Odeyinka, H.A. (2021). Stakeholder identification methods used in private organisations’ projects in Nigeria. Frontiers in Engineering and Built Environment, 1(2), 217–229.
DOI: 10.1108/FEBE-05-2021-0023

Selengkapnya
Strategi Identifikasi Pemangku Kepentingan dalam Proyek Swasta: Studi Kasus dari Nigeria dan Pelajaran untuk Dunia Konstruks

Industri Manufaktur

Evolusi dan Aplikasi Simulasi dalam Pengembangan Produk dan Proses Manufaktur

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 20 Mei 2025


Mengapa Simulasi Menjadi Jantung Digital Manufacturing?

Dalam era industri yang digerakkan oleh kebutuhan akan kecepatan, efisiensi, dan personalisasi massal, simulasi telah menjadi pilar utama dalam rekayasa manufaktur digital. Paper ini mengulas transformasi penggunaan simulasi dalam industri manufaktur dari tahun 1960 hingga 2014, serta memetakan tantangan besar yang harus dihadapi untuk mendukung revolusi industri keempat.

Simulasi dalam konteks ini tidak hanya berarti “menggambarkan proses,” tetapi lebih sebagai alat untuk merancang, menguji, dan mengoptimalkan sistem nyata secara virtual tanpa harus menghentikan operasi produksi. Di tengah tekanan globalisasi dan kebutuhan pasar yang berubah cepat, peran simulasi menjadi sangat strategis dalam mengurangi risiko, meningkatkan produktivitas, dan mempercepat time-to-market.

Metodologi Kajian: Pemetaan Evolusi Selama 54 Tahun

Penulis menyusun kajiannya melalui tiga tahap:

  1. Pencarian literatur ilmiah dari database seperti Scopus, ScienceDirect, dan Google Scholar.
  2. Seleksi berdasarkan abstrak untuk menyaring konten yang relevan.
  3. Pembacaan menyeluruh dan pengelompokan berdasarkan topik.

Kata kunci seperti CAx (Computer-Aided Technologies), layout design, virtual/augmented reality, dan digital mock-up digunakan untuk menstrukturkan literatur menjadi tren evolutif yang menggambarkan arah industri manufaktur global.

Hasilnya? Terdapat 15.954 publikasi terkait simulasi dari awal 1970-an hingga 2014 – menunjukkan tren yang sangat pesat dalam 20 tahun terakhir.

Evolusi Teknologi Simulasi: Dari CAx hingga Virtual Reality

Penulis membagi penerapan simulasi ke dalam beberapa kategori besar:

1. CAx (Computer-Aided Technologies)

Merupakan fondasi awal simulasi manufaktur yang mencakup CAD, CAM, dan CAE. Teknologi ini memungkinkan pemodelan produk yang akurat dan pengujian digital sebelum proses produksi dimulai. Evolusi CAx telah membawa integrasi data lintas fungsi yang sebelumnya tersekat.

2. Perancangan Tata Letak Pabrik (Factory Layout Design)

Simulasi memungkinkan optimalisasi penempatan mesin dan jalur material untuk meminimalisir bottleneck dan meningkatkan efisiensi ruang. Dengan pendekatan digital, perusahaan bisa menguji berbagai skenario tanpa membongkar fisik pabrik.

3. Desain Alur Material dan Informasi

Dengan teknik seperti discrete event simulation (DES), alur kerja logistik internal dan eksternal dapat dimodelkan secara presisi. Ini sangat relevan bagi industri seperti otomotif dan elektronik yang bergantung pada keakuratan rantai pasok.

4. Virtual dan Augmented Reality

Kini mulai dipakai untuk pelatihan operator, simulasi ergonomi, dan pemrograman robot secara intuitif. Teknologi ini membawa efisiensi tinggi dalam fase pra-produksi dan desain produk.

Studi Kasus Nyata: BMW dan Boeing

Penulis menyisipkan referensi ke studi industri, seperti implementasi simulasi oleh BMW dan Boeing. BMW, misalnya, menggunakan simulasi dalam fase perancangan lini perakitan untuk model baru, yang berhasil mengurangi waktu setup sebesar 20%.

Sementara itu, Boeing menggunakan simulasi ergonomi untuk mengoptimalkan interaksi manusia-mesin dalam proses perakitan pesawat, meningkatkan kenyamanan kerja teknisi dan menurunkan potensi cedera.

Tantangan Besar yang Masih Menghantui

1. Kurangnya Interoperabilitas Antar Sistem

Salah satu masalah mendasar adalah bahwa perangkat simulasi berbeda seringkali tidak bisa “berbicara” satu sama lain. Hal ini memperlambat integrasi lintas proses.

2. Keterbatasan dalam Integrasi Real-time

Meski data IoT (Internet of Things) sudah tersedia, mengintegrasikan simulasi yang benar-benar real-time ke dalam kontrol operasional masih menjadi tantangan.

3. Kurangnya Standardisasi Model

Dalam banyak kasus, model simulasi dibuat dengan parameter ad-hoc yang tidak bisa digunakan ulang atau diadaptasi ke sistem lain.

Masa Depan Simulasi Manufaktur: Menuju Industri 4.0

Paper ini menggarisbawahi bahwa masa depan simulasi akan sangat terhubung dengan:

  • Cyber-Physical Systems (CPS)
  • Big Data & Analytics
  • Edge & Cloud Computing
  • Model Predictive Control (MPC)

Ke depan, manufaktur tidak hanya akan disimulasikan, tetapi akan memiliki kemampuan “berpikir” melalui sistem adaptif berbasis data real-time. Ini berarti pabrik bisa belajar dari data, memprediksi gangguan, dan menyesuaikan strategi produksi secara otomatis.

Komparasi dengan Literatur Terkini

Jika dibandingkan dengan kajian terbaru seperti Molenda et al. (2023) dalam bidang predictive maintenance, dapat dilihat bahwa fokus telah bergeser dari sekadar visualisasi ke arah smart decision-making system. Mourtzis et al. menjadi penting karena menyediakan fondasi historis dan kerangka sistematis untuk menjembatani teknologi lama dan baru.

Kritik & Opini Penulis

Meski artikel ini komprehensif, terdapat beberapa area yang menurut kami perlu digali lebih dalam:

  • Tidak banyak bahasan tentang dampak lingkungan dari simulasi terhadap green manufacturing.
  • Keterlibatan UKM (Usaha Kecil Menengah) dalam adopsi simulasi masih minim dibahas, padahal potensi efisiensinya sangat besar.
  • Kurangnya penekanan pada pelatihan sumber daya manusia untuk mengoperasikan dan memahami hasil simulasi.

Sebagai saran praktis, universitas dan lembaga pelatihan industri perlu menambahkan kurikulum simulasi digital berbasis kasus nyata agar lulusan siap menghadapi kebutuhan industri 4.0.

Kesimpulan: Simulasi Bukan Lagi Pilihan, tapi Keharusan

Artikel ini menyampaikan pesan kuat: simulasi bukanlah teknologi pendukung, melainkan inti dari transformasi digital manufaktur. Dengan menggabungkan teknologi visualisasi, data real-time, dan AI, simulasi memungkinkan perencanaan, verifikasi, dan optimalisasi proses industri yang sebelumnya mustahil dilakukan secara manual.

Dalam lingkungan industri yang terus berubah, ketahanan dan kelincahan operasional hanya dapat dicapai melalui penggunaan simulasi yang cerdas dan terintegrasi.

Sumber Artikel

Mourtzis, D., Doukas, M., & Bernidaki, D. (2014). Simulation in Manufacturing: Review and Challenges. Procedia CIRP, 25, 213–229. DOI: 10.1016/j.procir.2014.10.032

Selengkapnya
Evolusi dan Aplikasi Simulasi dalam Pengembangan Produk dan Proses Manufaktur

Monte Carlo

Evaluasi Reliabilitas Jaringan Distribusi dengan Generasi Terdistribusi (DG) Menggunakan Simulasi Monte Carlo

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 20 Mei 2025


Latar Belakang: Energi Terdistribusi dan Tantangan Keandalan Jaringan

Di tengah tekanan global terhadap transisi energi rendah karbon, sistem tenaga listrik dunia mulai bergeser dari pola terpusat ke arah sistem desentralisasi berbasis energi terbarukan. Distributed Generation (DG)—yang mencakup pembangkit listrik berskala kecil seperti turbin angin, fotovoltaik, dan mikrohidro—semakin umum diintegrasikan ke dalam jaringan distribusi. Namun, di balik fleksibilitas dan keberlanjutan yang ditawarkan, muncul tantangan baru: bagaimana memastikan keandalan (reliability) sistem distribusi yang kian kompleks dan tidak pasti ini?

Artikel dari Zhang et al. (2011) menjawab tantangan ini dengan pendekatan berbasis Monte Carlo Simulation, yang menggabungkan model multi-keadaan (multi-state modeling), skenario gangguan ganda (multiple faults), dan strategi islanding. Penelitian ini menjadi penting karena menyatukan metode probabilistik dengan karakteristik teknis DG, serta menunjukkan implementasi pada sistem nyata: IEEE RBTS Bus6.

Mengapa Monte Carlo? Kelebihannya dalam Menangani Ketidakpastian DG

DG memiliki sifat output yang tidak stabil—seperti tenaga angin yang fluktuatif—dan sangat tergantung pada kondisi eksternal. Ini menimbulkan kesulitan dalam menerapkan metode analitik konvensional yang mengandalkan kestabilan dan linearitas. Di sinilah Monte Carlo Simulation menjadi relevan. Metode ini melakukan simulasi berkali-kali (dalam kasus ini hingga 1.000.000 kali) untuk menangkap seluruh kemungkinan kombinasi status komponen dan gangguan dalam jaringan distribusi.

Pendekatan ini juga memungkinkan:

  • Evaluasi gangguan ganda secara simultan, yang sulit dianalisis secara analitik.
  • Model probabilistik DG multi-keadaan, bukan hanya biner (hidup/mati).
  • Integrasi dengan strategi islanding dan skema pemutusan beban (load-shedding).

Model DG: Dari Realitas Fisik ke Model Probabilistik

Zhang et al. memulai dengan membangun model multi-keadaan untuk DG, khususnya pembangkit tenaga angin. Dengan merujuk pada kurva output daya angin dan distribusi kecepatan angin Weibull, mereka membuat model 6-keadaan (0–100% output) berdasarkan probabilitas kumulatif selama 8.760 jam (1 tahun penuh).

Contoh parameter distribusi Weibull:

  • Skala (c) = 10.0
  • Bentuk (k) = 2.8

Hasilnya menunjukkan bahwa dalam lebih dari 30% waktu operasi, output DG bisa jatuh ke level nol, yang berimplikasi serius terhadap keandalan sistem ketika terjadi islanding atau gangguan eksternal.

Islanding Scheme: Strategi Bertahan saat Sistem Utama Gagal

Islanding adalah kondisi di mana bagian jaringan distribusi beroperasi secara independen dari grid utama, ditenagai oleh DG. Untuk mengoptimalkan strategi islanding, penulis memperkenalkan skema berbasis:

  • Klasifikasi beban berdasarkan kepentingan:
    • Level 1: Rumah sakit, layanan darurat
    • Level 2: Industri
    • Level 3: Beban rumah tangga biasa
  • Strategi pemutusan beban (load-shedding):
    Dirancang sebagai masalah pemrograman biner (0-1), yang mempertimbangkan kapasitas output DG vs kebutuhan beban.

Strategi ini membuat sistem lebih adaptif saat kapasitas DG tidak mencukupi seluruh beban, dan memberikan prioritas suplai pada pelanggan paling vital.

Metodologi: Integrasi Monte Carlo dan Zoning Failure Assessment

Penilaian keandalan dilakukan melalui tiga tahapan utama:

1. Simulasi Status Komponen

Setiap komponen (DG, trafo, saluran) memiliki forced outage rate (FOR). Untuk setiap iterasi simulasi:

  • Status komponen diacak berdasarkan nilai FOR.
  • Status sistem diklasifikasi sebagai normal atau dalam kondisi gangguan.

2. Evaluasi Dampak Gangguan

Menggunakan konsep zonasi, jaringan dibagi menjadi beberapa wilayah berdasarkan konfigurasi pemutus sirkuit. Evaluasi dilakukan dua tingkat:

  • Antar-zona (inter-regional): Menganalisis hubungan antarwilayah berdasarkan jalur minimal.
  • Dalam-zona (intra-regional): Mengklasifikasikan status berdasarkan lokasi kerusakan (saluran utama, cabang, atau zona terkait).

3. Penanganan Multiple Faults

Ketika dua atau lebih komponen mengalami gangguan bersamaan:

  • Interupsi dihitung sebagai gabungan dari skenario gangguan individu.
  • Durasi interupsi setiap pelanggan diambil dari durasi terlama dari dua skenario.

Pendekatan ini menyederhanakan kombinasi kompleks dari multi-fault events, tanpa mengorbankan akurasi.

Studi Kasus: IEEE RBTS Bus6 – Menakar Dampak Nyata Integrasi DG

Zhang et al. menguji pendekatan mereka pada Feeder 4 dalam sistem IEEE RBTS Bus6, dengan dua unit DG dipasang di bus 56 dan 64. Dengan menggunakan C++ dan 10⁶ iterasi simulasi, mereka membandingkan kinerja sistem dengan dan tanpa DG, termasuk saat mempertimbangkan skenario gangguan ganda.

Temuan Utama:

  • Peningkatan Indeks Keandalan Sistem (ASAI) dari 0.999573 (tanpa DG) menjadi 0.999657 (dengan DG).
  • EENS (Expected Energy Not Supplied) justru sedikit meningkat dari 71,36 MWh/tahun menjadi 72,15 MWh/tahun, menandakan bahwa dampak DG bisa bersifat ambivalen tanpa konfigurasi saklar yang tepat.
  • Penggantian pemisah biasa dengan pemutus sirkuit (circuit breakers) meningkatkan keandalan pelanggan secara signifikan di wilayah No.2 dan No.5.
  • Skenario gangguan ganda menyebabkan penurunan nilai keandalan sistem secara keseluruhan, memperkuat urgensi perencanaan redundansi.

Kritik & Opini Kritis

Kelebihan:

  • Model realistis dan aplikatif, memperhitungkan kompleksitas nyata sistem distribusi.
  • Pendekatan simulasi fleksibel, bisa diterapkan di berbagai topologi sistem.
  • Fokus pada aspek implementatif, seperti strategi load-shedding berbasis nilai ekonomi pelanggan.

Keterbatasan:

  • Tidak mempertimbangkan keterkaitan antara gangguan ganda dan strategi islanding, yang bisa memengaruhi estimasi keandalan secara signifikan.
  • Menggunakan Non-Sequential Monte Carlo, sehingga tidak mampu memperhitungkan kronologi peristiwa secara tepat waktu.
  • Kurangnya evaluasi biaya, seperti biaya investasi pemutus sirkuit vs manfaat peningkatan keandalan.

Relevansi Industri dan Tren Global

Di era elektrifikasi dan desentralisasi energi, pendekatan seperti yang ditawarkan Zhang et al. menjadi krusial. Banyak negara berkembang kini gencar mengintegrasikan DG berbasis solar dan angin ke jaringan distribusi mereka. Namun, tantangan utama adalah bagaimana menjaga keandalan dan kualitas layanan, terutama di wilayah dengan beban kritis seperti rumah sakit dan industri.

Pendekatan ini juga cocok diterapkan untuk:

  • Smart grid berbasis microgrid.
  • Sistem off-grid di daerah terpencil.
  • Evaluasi skenario kontinjensi pada sistem distribusi perkotaan.

Kesimpulan: Menuju Sistem Distribusi yang Adaptif dan Andal

Makalah ini memberikan kontribusi berarti dalam pemodelan dan penilaian keandalan sistem distribusi modern. Dengan mengintegrasikan model probabilistik DG, strategi load shedding, dan simulasi Monte Carlo, Zhang et al. menghadirkan pendekatan menyeluruh yang menjawab kompleksitas teknis sistem distribusi masa depan.

Meski belum sempurna, metodologi ini membuka jalan bagi pengembangan sistem yang tidak hanya efisien secara energi, tapi juga tangguh terhadap ketidakpastian—sebuah kebutuhan mutlak dalam dunia yang semakin terdigitalisasi dan terdesentralisasi.

Sumber

Zhang, X., Bie, Z., & Li, G. (2011). Reliability Assessment of Distribution Networks with Distributed Generations using Monte Carlo Method. Energy Procedia, 12, 278–286.
DOI: 10.1016/j.egypro.2011.10.038

Selengkapnya
Evaluasi Reliabilitas Jaringan Distribusi dengan Generasi Terdistribusi (DG) Menggunakan Simulasi Monte Carlo

Pendidikan Dasar

Mengangkat Budaya Lokal dalam Pembelajaran: Inovasi Handout Berbasis Budaya Banten untuk Siswa SD

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 20 Mei 2025


Pendahuluan

Dalam era globalisasi, pendidikan tidak hanya dituntut untuk berorientasi pada capaian akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter dan identitas budaya. Artikel ini membahas pengembangan handout sebagai media pembelajaran alternatif yang memuat unsur-unsur budaya Banten. Penelitian ini menanggapi minimnya bahan ajar yang mengangkat kearifan lokal sebagai bagian integral dari pembelajaran, khususnya pada jenjang sekolah dasar.

Bahan ajar konvensional kerap mengabaikan potensi budaya lokal sebagai sumber belajar yang kontekstual dan relevan. Oleh karena itu, artikel ini sangat penting sebagai referensi untuk inovasi pendidikan berbasis budaya, sekaligus menjadi bentuk pelestarian nilai-nilai lokal yang berdaya edukatif.

Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah:

  1. Mengembangkan bahan ajar handout berbasis budaya lokal Banten untuk siswa kelas IV SD.

  2. Mengukur kelayakan dan efektivitas dari handout yang dikembangkan melalui validasi para ahli dan uji coba terbatas.

Metodologi

Penelitian ini menggunakan pendekatan Research and Development (R&D) dengan mengadopsi model pengembangan dari Borg and Gall. Model ini melibatkan 10 langkah pengembangan, namun dalam praktiknya hanya menggunakan hingga tahap ke-6, yakni:

  • (1) Potensi dan masalah,

  • (2) Pengumpulan informasi,

  • (3) Desain produk,

  • (4) Validasi desain,

  • (5) Revisi desain,

  • (6) Uji coba produk.

Subjek uji coba adalah siswa kelas IV SD Negeri di wilayah Pandeglang, Banten, dengan validasi oleh dua ahli: ahli materi dan ahli media.

Hasil Penelitian dan Temuan Kunci

1. Validasi Ahli Materi dan Media

Handout dinilai sangat layak digunakan dalam proses pembelajaran:

  • Validasi ahli materi memperoleh skor 88% (kategori sangat layak),

  • Validasi ahli media memperoleh skor 85% (kategori sangat layak).

Kriteria penilaian mencakup kesesuaian materi, kebahasaan, tampilan, dan keterpaduan antara konten budaya dengan kompetensi dasar.

2. Uji Coba Terbatas

  • Uji coba dilakukan pada 20 siswa kelas IV SD Negeri di Pandeglang.

  • Hasil uji coba menunjukkan bahwa handout mampu meningkatkan antusiasme siswa dalam pembelajaran serta memberikan pemahaman lebih konkret karena menggunakan contoh-contoh dari kehidupan sehari-hari di lingkungan mereka.

Analisis dan Nilai Tambah

Relevansi Kontekstual

Mengangkat budaya Banten dalam bahan ajar tidak hanya menjadi sarana pembelajaran yang menarik, tetapi juga menjawab tantangan kontekstualisasi kurikulum. Siswa lebih mudah memahami materi ketika dikaitkan dengan realitas sehari-hari mereka. Hal ini sejalan dengan pendekatan pembelajaran tematik integratif di Kurikulum 2013.

Nilai Edukasi Budaya

Sebagai contoh, materi tentang kehidupan masyarakat Baduy, seni Rampak Bedug, dan makanan khas Banten menjadi pintu masuk untuk membangun sikap cinta tanah air, toleransi, dan keberagaman.

Efektivitas Media Cetak Handout

Meskipun tren digitalisasi bahan ajar meningkat, handout tetap menjadi media yang efektif, terutama di daerah dengan keterbatasan akses internet. Dengan desain visual menarik dan bahasa yang sederhana, handout ini berfungsi sebagai alat bantu belajar mandiri maupun saat pembelajaran tatap muka.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Jika dibandingkan dengan penelitian serupa yang mengembangkan bahan ajar berbasis budaya lokal—seperti handout berbasis budaya Betawi (Saraswati, 2019) atau modul tematik berbasis budaya Bali (Sujana, 2020)—penelitian ini menawarkan pendekatan khas Banten yang belum banyak dijadikan sumber pembelajaran di tingkat dasar.

Selain itu, keunggulan penelitian ini terletak pada validasi empiris yang sistematis serta kesesuaian materi dengan kebutuhan siswa di lapangan.

Implikasi dan Dampak Praktis

  1. Untuk Guru SD
    Penelitian ini bisa menjadi inspirasi untuk menyusun bahan ajar sendiri dengan memanfaatkan kekayaan budaya lokal sebagai sumber belajar kontekstual.

  2. Untuk Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan
    Sebaiknya ada kebijakan yang mendorong sekolah mengembangkan kurikulum muatan lokal berbasis potensi budaya masing-masing wilayah.

  3. Untuk Peneliti Selanjutnya
    Penelitian ini bisa diperluas dengan menjangkau bahan ajar digital, atau pengembangan e-handout berbasis multimedia agar bisa menjawab tantangan pembelajaran abad ke-21.

Kritik dan Saran

Satu hal yang menjadi catatan adalah cakupan penggunaannya masih terbatas di satu sekolah dan pada satu kelas saja. Ke depan, penelitian ini perlu diperluas dengan jangkauan lebih luas dan uji efektivitas dalam jangka waktu panjang. Selain itu, integrasi budaya lokal sebaiknya juga dikembangkan dalam bentuk interaktif seperti video, kuis digital, atau permainan edukatif berbasis budaya.

Kesimpulan

Penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa pengembangan handout berbasis budaya Banten untuk siswa SD adalah strategi yang tidak hanya inovatif tetapi juga efektif dalam memperkuat pembelajaran yang bermakna. Dengan nilai kelayakan tinggi dari ahli materi dan media serta tanggapan positif dari siswa, handout ini layak dikembangkan lebih luas.

Pendekatan ini menjadi contoh bagaimana pendidikan dapat menjadi alat pelestarian budaya sekaligus sarana membentuk karakter generasi muda yang mencintai kearifan lokal. Di tengah derasnya arus globalisasi, inisiatif seperti ini patut diapresiasi dan direplikasi.

Sumber

Penelitian ini dapat diakses di jurnal Primary: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Vol. 10 No. 1, November 2021 melalui tautan: http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v10i1.8039.

Selengkapnya
Mengangkat Budaya Lokal dalam Pembelajaran: Inovasi Handout Berbasis Budaya Banten untuk Siswa SD

Pencemaran Air

Antara Potensi Sejarah, Krisis Lingkungan, dan Tantangan Regulasi Pengelolaan

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 20 Mei 2025


Air dan Kota: Ketika Sungai Deli Menjadi Sumber Krisis

Sungai Deli pernah menjadi denyut nadi perekonomian Kesultanan Deli. Namun kini, sungai itu berubah menjadi tempat pembuangan limbah domestik dan industri. Artikel ilmiah karya Nobrya Husni (2017) berjudul “Analisis Permasalahan Pengelolaan Sungai Deli” membuka tabir kompleksitas pengelolaan sungai urban yang terjebak dalam stagnasi regulasi dan lemahnya kesadaran ekologis.

Masalah Utama: Dua Akar Krisis Sungai Deli

1. Tidak Ada Model Pengelolaan Sungai

Sungai Deli tak memiliki kerangka atau rencana induk pengelolaan. Aktivitas manusia—dari permukiman hingga industri—dibiarkan berkembang di sempadan sungai tanpa kontrol jelas. RTRW Kota Medan sebenarnya telah menetapkan batas 50 meter dari badan sungai sebagai zona lindung. Namun dalam praktiknya, batas ini dilanggar secara masif.

2. Tidak Ada Peraturan Daerah (Perda)

Ketiadaan regulasi formal di tingkat daerah membuat Sungai Deli bukan hanya tidak terlindungi, tetapi juga tidak dianggap sebagai aset strategis. Padahal nilai historis dan potensi ekonomi (misalnya pariwisata sungai) sangat besar jika dikelola dengan benar.

Potret Kerusakan: Data Pencemaran yang Mengkhawatirkan

  • DO (Oksigen Terlarut): 0,90–1,90 mg/l → sangat rendah, memperburuk kehidupan akuatik.
  • BOD: 8,99–22,50 mg/l → pencemaran organik berat.
  • Pb (Timbal): 0,407 mg/l → melebihi baku mutu.
  • Patogen: Ditemukan 9 jenis bakteri berbahaya termasuk E. coli dan Vibrio fluvialis.
  • Sumber pencemar utama: limbah domestik rumah tangga (misalnya di Kelurahan Hamdan), industri, pelabuhan, dan permukiman liar.

Bandingkan dengan Dunia: Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Thailand (U-Tapao River)

Penggunaan lahan dan kualitas air sangat berkorelasi. Semakin luas pertanian dan permukiman, semakin tinggi beban pencemar. Solusi: integrasi perencanaan tata guna lahan dan pengelolaan DAS.

Malaysia (Sungai Pelus)

Pemantauan indeks kualitas air (WQI) dilakukan rutin setiap musim. WQI musim kemarau: 71,73 (baik), musim hujan: 59,90 (tercemar). Rekomendasi: pengawasan berkelanjutan dan pembatasan deforestasi.

Eropa (WFD)

Water Framework Directive (WFD) menyatukan pendekatan ekologis, sosial, dan ekonomi. Fokusnya: pemulihan biaya, keterlibatan stakeholder, dan perlindungan menyeluruh dari hulu ke hilir.

Usulan Strategis: Adaptasi Model WFD dan SA

Nobrya mengusulkan model pengelolaan Sungai Deli dengan adaptasi dari:

  • WFD (Eropa) → pendekatan berbasis DAS, indikator ekologis, peran ekonomi.
  • SA (Sustainability Appraisal) dari Inggris → model evaluasi keberlanjutan berbasis skenario dan partisipatif.

Kriteria Keberlanjutan:

  • Kesehatan & kesejahteraan
  • Kualitas lingkungan & keanekaragaman hayati
  • Penggunaan lahan efisien & risiko banjir
  • Transportasi & energi
  • Nilai historis & warisan budaya

Model terpadu ini dirancang dari identifikasi kriteria, pemetaan partisipatif, integrasi model sub-DAS, hingga elisitasi pengetahuan lokal.

Solusi dan Rekomendasi Konkret

  • Perda Sungai Deli harus dirancang dan disahkan, dengan mengadopsi pendekatan multidimensi dan keberlanjutan.
  • Model pengelolaan terpadu DAS Deli harus disusun dan dijalankan lintas sektor.
  • Evaluasi tahunan atas kualitas sungai dan dampak kegiatan ekonomi perlu dilakukan, seperti model Sungai Pelus.
  • Pariwisata berbasis sungai harus dijadikan insentif ekonomi bagi pelestarian.

Opini Penulis: Dari Sungai Mati ke Sungai Berarti

Artikel ini membongkar fakta bahwa kerusakan sungai bukan semata akibat alam, tetapi kebijakan yang tumpul dan kesadaran yang rendah. Nobrya dengan lugas menunjukkan bahwa Medan punya peluang mengubah wajah Sungai Deli—dari sungai mati menjadi sungai berarti. Tapi untuk itu, harus ada keberanian politik dan strategi kolaboratif nyata.

Sumber:
Husni, N. (2017). Analisis Permasalahan Pengelolaan Sungai Deli di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Inovasi, 14(1), 77–82.

Selengkapnya
Antara Potensi Sejarah, Krisis Lingkungan, dan Tantangan Regulasi Pengelolaan
« First Previous page 350 of 1.306 Next Last »