Transformasi Digital
Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 08 September 2025
Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?
Artikel Digitalization and Sustainability Transitions in Public Sector Organizations menegaskan bahwa digitalisasi di sektor publik bukan sekadar alat efisiensi, tetapi bagian dari strategi nasional menuju pembangunan berkelanjutan.
Di era perubahan iklim dan krisis global, organisasi publik menghadapi tuntutan untuk beradaptasi lebih cepat, melayani lebih inklusif, dan tetap selaras dengan SDGs. Digitalisasi memberi peluang itu—namun, jika salah arah, justru bisa memperlebar kesenjangan digital, menciptakan beban baru, atau bahkan memperkuat birokrasi kaku.
Bagi pembuat kebijakan, digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tapi tentang governance, kepemimpinan, transparansi, dan keadilan akses.
Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang
Dampak Positif
Efisiensi Layanan Publik: Digitalisasi mempercepat layanan administratif, memotong rantai birokrasi panjang, dan menekan biaya.
Transparansi & Akuntabilitas: Sistem digital memudahkan monitoring kinerja, sehingga potensi korupsi lebih terkendali.
Dukungan Agenda Hijau: Pengurangan penggunaan kertas, transportasi fisik, dan energi tak efisien mendukung target dekarbonisasi.
Hambatan Nyata
Kesenjangan Infrastruktur: Daerah terpencil sering kali tertinggal dalam akses internet dan perangkat digital.
Kapasitas SDM: Pegawai publik banyak yang masih gagap teknologi, sehingga butuh pelatihan intensif.
Fragmentasi Regulasi: Kebijakan digital yang tidak terkoordinasi menyebabkan tumpang tindih program antar kementerian.
Peluang Strategis
E-Governance & Smart City: Data besar dapat digunakan untuk manajemen lalu lintas, energi, kesehatan, hingga mitigasi bencana.
Kolaborasi Inovatif: Pemerintah bisa menggandeng sektor swasta dan universitas untuk membangun ekosistem digital hijau.
Optimasi Supply Chain: Teknologi digital mendukung efisiensi logistik, sesuai dengan Pemodelan Rantai Pasok yang mengajarkan manajemen rantai pasok berkelanjutan.
Contoh Global
Estonia: 99% layanan publik online, menghemat biaya hingga miliaran euro per tahun.
Singapura (Smart Nation): Digitalisasi dipakai untuk efisiensi energi, mobilitas berkelanjutan, dan perencanaan kota pintar.
Finlandia: Menjadikan digitalisasi sebagai bagian dari strategi net-zero emission.
5 Rekomendasi Kebijakan Publik Praktis
Roadmap Nasional Digitalisasi–Keberlanjutan
Harus ada strategi lintas kementerian yang menjadikan digitalisasi sebagai tulang punggung pencapaian SDGs, bukan hanya efisiensi birokrasi.
Peningkatan Kapasitas SDM Publik
Pelatihan digital perlu menjadi prioritas nasional. Aparatur negara harus dibekali kemampuan teknis sekaligus wawasan keberlanjutan.
Investasi Infrastruktur Digital Hijau
Bangun pusat data hemat energi, jaringan fiber optik ramah lingkungan, serta infrastruktur digital berbasis energi terbarukan.
Kerangka Regulasi Terpadu
Regulasi harus menghubungkan digitalisasi dengan target lingkungan, termasuk green IT standards, perlindungan data publik, dan integrasi SDGs.
Kolaborasi Multipihak untuk Inovasi SDGs
Dorong kemitraan antara pemerintah, swasta, LSM, dan kampus dalam menciptakan solusi digital hijau. Pemerintah bisa mengadopsi pola public-private partnership untuk mempercepat implementasi teknologi.
Kritik: Risiko Jika Tanpa Kebijakan Serius
Jika kebijakan digital tidak diarahkan ke keberlanjutan, ada risiko besar:
Kesenjangan Digital makin melebar antara pusat dan daerah.
Proyek Teknologi Jangka Pendek tanpa dampak nyata pada SDGs.
Ketidakselarasan Nasional & Global, di mana digitalisasi gagal mendukung komitmen internasional Filipina terhadap Agenda 2030.
Penutup: Relevansi Strategis untuk Filipina
Digitalisasi sektor publik adalah alat strategis untuk governance hijau, efisien, dan inklusif. Filipina memiliki peluang untuk meniru praktik sukses global sekaligus menyesuaikan dengan konteks lokal.
Kuncinya adalah:
Roadmap digital berkelanjutan,
SDM yang kompeten digital & hijau,
Infrastruktur ramah lingkungan,
Regulasi terpadu,
Kolaborasi lintas sektor.
Dengan langkah ini, Filipina bisa menjadikan digitalisasi bukan hanya transformasi administratif, tetapi motor penggerak utama transisi keberlanjutan.
Sumber
Digitalization and Sustainability Transitions in Public Sector Organizations: A Systematic Literature Review, 2024.
Estimasi
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 08 September 2025
Pendahuluan: Tantangan Utama dalam Pengujian Umur Produk
Dalam dunia industri modern, di mana kualitas dan keandalan menjadi tolok ukur utama daya saing produk, metode pengujian umur produk (lifetime testing) memegang peran vital. Tesis karya Marije J. Pronk berjudul "Efficient Design of Lifetime Tests to Estimate Product Reliability" (2010), yang disusun di bawah bimbingan Universitas Twente dan mitra industri CQM, menghadirkan pendekatan strategis dalam merancang pengujian umur produk yang efisien. Resensi ini akan membedah isi tesis tersebut secara mendalam, mengungkap nilai tambah, dan membandingkannya dengan tren industri terkini agar lebih aplikatif bagi praktisi.
H2: Konteks Industri dan Signifikansi Penelitian
Pengujian keandalan (reliability testing) bukan sekadar evaluasi performa jangka panjang, tetapi juga investasi besar dalam hal waktu, biaya, dan sumber daya. Dalam banyak kasus, perusahaan menghadapi dilema: seberapa lama dan seberapa banyak sampel perlu diuji untuk mencapai estimasi keandalan yang bisa diandalkan?
Pronk menyoroti pentingnya efisiensi dalam pengujian ini. Tujuan utamanya adalah mengembangkan strategi pengujian yang meminimalkan biaya serta waktu tanpa mengurangi estimasi keandalan produk dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. Pendekatan ini sangat relevan di industri dengan siklus hidup produk yang pendek dan tekanan time-to-market tinggi, seperti elektronik konsumen dan otomotif.
H2: Metodologi Utama dan Inovasi Pendekatan
H3: Eksplorasi Metode Censoring
Salah satu elemen penting dalam tesis ini adalah pemanfaatan teknik censoring dalam eksperimen, khususnya type I censoring (berhenti pada waktu tertentu) dan type II censoring (berhenti setelah jumlah kegagalan tertentu terjadi). Pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk menghentikan pengujian lebih awal tanpa kehilangan validitas statistik.
Misalnya, dalam pengujian 20 perangkat dengan batas waktu 1.000 jam, jika 15 perangkat masih berfungsi pada akhir waktu, maka data dari perangkat yang belum gagal bisa tetap digunakan untuk mengestimasi keandalan secara statistik. Ini menghemat waktu tanpa mengorbankan akurasi.
H3: Optimasi Ukuran Sampel dan Waktu Uji
Dengan membandingkan metode berdasarkan ukuran sampel, batas waktu pengujian, dan tingkat kepercayaan (confidence level), Pronk menunjukkan bagaimana parameter-parameter ini saling mempengaruhi. Dalam simulasi Monte Carlo yang dilakukan, semakin tinggi tingkat kepercayaan yang diinginkan, semakin besar pula ukuran sampel yang diperlukan jika waktu pengujian tetap.
Sebagai contoh, untuk mencapai tingkat kepercayaan 95% terhadap MTBF (mean time between failures), jumlah unit uji yang diperlukan lebih dari dua kali lipat dibandingkan bila hanya menargetkan 80%, dengan asumsi waktu pengujian yang sama.
H2: Studi Kasus dan Simulasi: Validasi Realistis
Dalam tesis ini, Pronk menggunakan simulasi berbasis distribusi eksponensial, model yang umum dalam failure analysis untuk mengevaluasi efektivitas strategi censoring. Hasilnya menunjukkan bahwa type I censoring memberikan fleksibilitas yang tinggi, terutama ketika ada kendala waktu.
Selain itu, ia menunjukkan bahwa pengujian dengan batas waktu singkat namun melibatkan sampel berukuran besar dapat memberikan hasil yang setara dengan pengujian jangka panjang menggunakan unit lebih sedikit, asalkan distribusi kegagalan yang diasumsikan selaras dengan kondisi nyata.
H2: Implikasi Industri: Dari Teori ke Praktik
H3: Efisiensi Biaya dan Sumber Daya
Dengan mengintegrasikan hasil simulasi ke dalam pengambilan keputusan, perusahaan dapat menentukan kapan pengujian bisa dihentikan secara statistik tanpa menunggu semua produk gagal. Pendekatan ini mengurangi:
H3: Aplikasi pada Produk Konsumen Cepat
Untuk industri seperti smartphone atau perangkat wearable, yang memiliki siklus hidup pendek, hasil tesis ini sangat relevan. Mengandalkan type I censoring memungkinkan perusahaan untuk membuat keputusan cepat tentang kelayakan produk sebelum peluncuran pasar massal.
H2: Kritik dan Nilai Tambah: Di Mana Tesis Ini Bisa Lebih Kuat?
H3: Asumsi Distribusi Eksponensial
Salah satu asumsi utama dalam model Pronk adalah bahwa waktu kegagalan mengikuti distribusi eksponensial, yang berarti tingkat kegagalan konstan sepanjang waktu. Namun, dalam kenyataan, banyak produk mengikuti distribusi Weibull di mana tingkat kegagalan meningkat atau menurun seiring waktu.
Jika distribusi yang digunakan tidak sesuai dengan karakteristik kegagalan sebenarnya, estimasi keandalan dapat bias. Akan lebih kuat jika tesis ini juga menguji sensitivitas model terhadap variasi distribusi kegagalan.
H3: Tidak Adanya Data Lapangan Nyata
Tesis ini sepenuhnya berbasis simulasi. Meskipun simulasi memberikan kontrol tinggi dan fleksibilitas, integrasi data kegagalan nyata dari perusahaan mitra (CQM) akan memperkuat validitas model dan meningkatkan aplikabilitasnya dalam dunia nyata.
H2: Perbandingan dengan Penelitian Lain
Studi Pronk sejalan dengan pendekatan yang dikemukakan oleh Meeker & Escobar (1998), yang juga menekankan pentingnya censoring dalam pengujian keandalan. Namun, Pronk membedakan dirinya dengan fokus kuat pada efisiensi biaya dan waktu, menjadikannya lebih relevan untuk industri masa kini yang serba cepat.
Berbeda dengan literatur keandalan klasik yang menekankan pada “akurasi sempurna”, Pronk menawarkan pendekatan pragmatis: bagaimana merancang pengujian yang cukup andal untuk mendukung pengambilan keputusan, tanpa pemborosan waktu maupun biaya.
H2: Implikasi ke Masa Depan: Testing yang Adaptif dan Agile
Tesis ini menyiratkan pergeseran paradigma dalam pengujian produk: dari proses statis dan panjang ke proses adaptif dan berbasis data. Dengan integrasi teknologi digital, seperti sensor pintar dan pemantauan berbasis IoT, pendekatan censoring dapat semakin dioptimalkan.
Bayangkan jika unit pengujian dapat memberikan data real-time tentang tekanan, suhu, dan performa operasional. Sistem bisa secara otomatis menghentikan pengujian begitu ambang kepercayaan statistik tercapai. Ini akan membawa pengujian ke era otomatisasi penuh dan efisiensi maksimal.
Kesimpulan: Praktik Terbaik Pengujian Umur Produk yang Lebih Cerdas
Marije Pronk melalui tesis ini berhasil memberikan pendekatan sistematis dan aplikatif terhadap tantangan dalam pengujian umur produk. Dengan mengombinasikan prinsip censoring, statistik, dan simulasi Monte Carlo, ia menunjukkan bahwa kita tidak perlu mengorbankan efisiensi demi akurasi, dengan strategi tepat, keduanya bisa dicapai.
Rekomendasi untuk industri:
Dengan pendekatan semacam ini, perusahaan tidak hanya bisa menghemat biaya dan waktu, tetapi juga meningkatkan kecepatan inovasi, suatu faktor krusial dalam persaingan pasar saat ini.
Sumber:
Marije J. Pronk (2010). Efficient Design of Lifetime Tests to Estimate Product Reliability. Master Thesis, University of Twente.
[DOI belum tersedia secara daring – salinan arsip pribadi]
Ketenagakerjaan
Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 08 September 2025
Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?
Artificial Intelligence (AI) kini menempati posisi strategis dalam ekonomi global. Tidak hanya menjadi alat efisiensi produksi, tetapi juga pendorong transformasi sosial dan industri. Artikel AI in the Workforce: Preparing for Tomorrow’s Jobs menunjukkan bahwa adopsi AI di Filipina bukan lagi pilihan, melainkan keniscayaan.
Pemerintah harus menyadari bahwa isu ini melampaui ranah teknologi; ia menyentuh dimensi sosial (perlindungan pekerja), ekonomi (daya saing industri), pendidikan (kurikulum baru), dan etika (perlindungan privasi serta keadilan algoritmik). Tanpa regulasi, AI berpotensi memperdalam ketimpangan sosial: segelintir orang dengan akses teknologi mendapat manfaat besar, sementara mayoritas berisiko kehilangan pekerjaan.
Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang
Dampak Positif
Efisiensi dan Produktivitas: Proses manufaktur dan layanan publik dapat berjalan lebih cepat dengan biaya rendah.
Lapangan Kerja Baru: Profesi baru di bidang analisis data, keamanan siber, dan manajemen sistem AI mulai bermunculan.
Peningkatan Kualitas Layanan: Layanan kesehatan berbasis AI mampu mempercepat diagnosis, sementara sektor finansial bisa memprediksi risiko kredit lebih akurat.
Dampak Negatif
Penggantian Pekerjaan Rutin: Profesi administratif, customer service, hingga operator manual sangat rentan otomatisasi.
Ketimpangan Digital: Masyarakat yang tidak memiliki literasi digital akan semakin tertinggal.
Risiko Sosial-Etika: AI tanpa regulasi bisa melanggengkan bias gender, etnis, atau status sosial.
Hambatan Nyata di Filipina
Akses Pendidikan Terbatas: Kurangnya kurikulum berbasis AI di sekolah dan perguruan tinggi.
Infrastruktur Digital: Jaringan internet di daerah pedesaan belum merata, menghambat pemanfaatan AI.
Regulasi Minim: Belum ada standar etis dan hukum yang kuat mengenai penggunaan data dan algoritma.
Peluang Strategis
Membangun Knowledge Economy: Filipina bisa menggeser ekonominya dari berbasis tenaga kerja murah menuju ekonomi digital bernilai tinggi.
Kolaborasi Publik-Swasta: Universitas, pemerintah, dan sektor swasta dapat bersinergi dalam membangun center of excellence di bidang AI.
Pelatihan Massal: Program upskilling dan reskilling bisa menjadikan pekerja lebih adaptif.
5 Rekomendasi Kebijakan Publik Praktis
Desain Kurikulum Pendidikan Nasional yang Visioner
Pemerintah harus menanamkan literasi digital, coding, dan pemahaman etika teknologi sejak sekolah dasar. Di level perguruan tinggi, perlu ada program khusus AI dan data science. Hal ini relevan dengan Dasar-Dasar Artificial Intelligence sebagai fondasi pengetahuan.
Program Nasional Upskilling dan Reskilling Tenaga Kerja
Gelombang otomatisasi akan berdampak langsung pada pekerja menengah dan bawah. Pemerintah harus mengalokasikan anggaran khusus untuk pelatihan ulang berskala besar, misalnya dalam bentuk voucher training. Skema ini bisa diperkaya melalui pelatihan daring, seperti kursus AI di Diklatkerja.
Kerangka Regulasi Etika dan Keamanan Data AI
Perlu regulasi yang mencegah diskriminasi algoritmik, melindungi privasi pekerja, dan mengatur akuntabilitas sistem otomatis. Badan pengawas independen untuk teknologi AI bisa dibentuk agar regulasi bersifat adaptif.
Mendorong Industri AI Lokal dan Inovasi Startup
Filipina harus mengembangkan ekosistem startup AI lokal dengan memberikan insentif fiskal, grant research, serta tech hub. Langkah ini bukan hanya memperkuat industri, tapi juga menciptakan lapangan kerja baru. Penelitian bisa diarahkan ke bidang strategis seperti big data analytics, healthcare AI, atau computer vision, relevan dengan Computer Vision in Big Data Applications.
Kolaborasi Regional dan Internasional
Filipina perlu menjalin kerja sama dengan ASEAN maupun mitra global dalam bidang regulasi, penelitian, dan inovasi. Hal ini akan mempercepat transfer pengetahuan sekaligus menyiapkan pekerja lokal untuk pasar tenaga kerja global.
Kritik: Risiko Jika Tanpa Kebijakan Serius
Jika pemerintah hanya mengandalkan mekanisme pasar, adopsi AI bisa memperparah dual economy: pekerja terampil makin kaya, sementara pekerja tidak terampil kehilangan pekerjaan. Tanpa regulasi etis, AI dapat memperburuk ketidakadilan sosial. Negara lain yang lebih cepat mengadopsi AI juga bisa menarik investasi yang seharusnya masuk ke Filipina.
Penutup: Relevansi Strategis untuk Filipina
Artikel ini menegaskan bahwa AI adalah fondasi ekonomi masa depan. Dengan strategi kebijakan publik yang tepat, Filipina bisa memanfaatkan AI untuk mendorong produktivitas, menciptakan lapangan kerja baru, serta memperkuat daya saing global.
Namun keberhasilan ini hanya mungkin jika ada komitmen politik, koordinasi lintas sektor, dan investasi serius pada manusia, bukan sekadar teknologi.
Sumber
Institute of Integrated Electrical Engineers of the Philippines, The Electrical Engineer, April/August 2024 Issue.
Teknologi Pertanian
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 08 September 2025
Pendahuluan: Saat Banjir Tak Lagi Musiman, tapi Sistemik
Banjir di lahan pertanian, khususnya sawah padi, bukan lagi sekedar masalah musiman. Di wilayah seperti Subang, Karawang, Sragen, dan Demak, banjir telah berubah menjadi ancaman tahunan terhadap sistem. Tak hanya menghambat pertumbuhan tanaman, banjir juga memutus rantai produksi pangan, memicu kerugian ekonomi masif, dan memperparah ketimpangan petani.
Dalam konteks inilah, kajian yang dilakukan Abdul Karim Makarim dan Ikhwani mengambil posisi penting. Menggabungkan pendekatan ilmiah, simulasi matematik, serta pengalaman lapangan, penelitian ini menyuguhkan strategi dan inovasi konkret untuk mengurangi kerugian usahatani padi akibat banjir.
Dampak Banjir: Dari Hasil Menurun hingga Pendapatan Terpangkas
Kehilangan Data Produksi
Banjir selama periode 2006–2010 menurunkan hasil padi sebesar:
Pendapatan petani pun diperkirakan hingga Rp6,5–7 juta per hektar. Total kerugian produksi diperkirakan mencapai:
Tanpa tindakan adaptasi, kerugian ini diproyeksi meningkat menjadi:
Faktor Penyebab: Iklim, Hidrologi, dan Agronomi
Penelitian ini mengidentifikasi tiga penyebab utama banjir di sawah:
1. Iklim
Fenomena seperti El Niño, La Niña, IOD, dan MJO membuat curah hujan menjadi ekstrem dan tak menentu. Tren pemanasan global—yang dalam seratus tahun terakhir mencatat kenaikan suhu rata-rata 0,74°C—kian memperkuat ketidakstabilan ini.
2. Hidrologi
Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sistem drainase menyebabkan udara tidak bisa mengalir dengan lancar. Endapan di saluran irigasi, pertumbuhan eceng gondok, serta jembatan sempit memperparah banjir.
3. Agronomi
Kebutuhan udara tanaman yang tidak seimbang dengan ketersediaannya menyebabkan stres udara. Jika pasokan air melampaui kebutuhan, banjir merusak tanaman; sebaliknya, bila pasokan lebih rendah, kekeringan terjadi. Dalam kedua kondisi, produktivitas padi terancam.
Studi Kasus Jawa Barat & Jawa Tengah: Dampak Langsung dan Strategi Petani
Wilayah Jawa Barat: Karawang, Subang, dan Indramayu
Saluran pembuangan udara yang menyempit karena pengendapan lumpur merupakan salah satu penyebab utama banjir dimana sistem drainase tidak mampu mengatasi limpasan dari desa-desa di hulu. Saat musim hujan (Januari–Februari), banjir sering terjadi.
Petani biasanya menanam dua kali:
Hama seperti keong mas semakin ganas saat banjir. Dalam rendaman udara, mereka bergerak cepat dan memangsa padi muda.
Wilayah Jawa Tengah: Sragen, Demak, dan Pati
Banjir menyebabkan puso (gagal panen) hingga 20 hari. Luapan sungai, tanggul jebol, dan saluran irigasi lebih tinggi dari lahan sawah memperparah kondisi.
Petani mencoba berbagai strategi:
Solusi Adaptif: Inovasi Teknologi dan Budaya Bertani
1. Penggunaan Varietas Tahan Rendaman
Varietas seperti Inpara 3, 4 (Swarna Sub-1), dan Inpara 5 (IR64 Sub-1) mampu bertahan 10–14 hari dalam rendaman. Ini jauh lebih baik dibandingkan varietas biasa yang hanya tahan 4–7 hari.
2. Perbaikan Teknik Pemupukan
Penggunaan pupuk slow release atau briket nitrogen terbukti menekan kehilangan unsur hara akibat banjir. Waktu pemupukan yang tepat juga berkontribusi pada pemulihan tanaman.
3. Penataan Pola Tanah
4. Penanganan Hama Adaptif
Strategi pengendalian keong mas disesuaikan kondisi:
Model Simulasi: RENDAMAN.CSM
Model ini dikembangkan untuk menyiarkan dampak rendaman banjir pada hasil padi. Hasil simulasi menunjukkan:
Simulasi ini mendukung kebijakan perencanaan berbasis data, khususnya dalam menentukan jadwal tanam dan distribusi varietas tahan.
Proyeksi Kerugian: 2020 Menjadi Titik Krisis
Menurut model, jika tidak ada kondisi:
Strategi Kebijakan: Prioritas, Keterpaduan, dan Partisipasi
Studi ini merekomendasikan tiga pilar strategi kebijakan:
a. Prioritas Wilayah
Area identifikasi dengan kerusakan DAS berat, drainase buruk, dan pusat produksi padi.
b. Langkah Sistematis
c. Sinergi Lintas Sektor
Pemerintah daerah, kelompok tani, dinas pertanian, dan pengairan perlu duduk bersama menyusun protokol darurat banjir dan kekeringan.
Opini dan Perbandingan: Dari Strategi Lokal ke Agenda Nasional
Studi ini layak diapresiasi karena menyatukan dimensi teknis, sosial, dan ekologi. Dibandingkan penelitian serupa di Vietnam dan Bangladesh, Indonesia relatif tertinggal dalam penerapan varietas tahan banjir dalam skala luas. Padahal, menurut IRRI, varietas seperti Swarna Sub-1 dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional secara signifikan.
Indonesia juga perlu mencontohkan India, yang berhasil membangun pusat prediksi banjir berbasis satelit untuk menjadwalkan tanam dan mendistribusikan benih.
Kesimpulan: Banjir Tak Bisa Dihindari, Tapi Bisa Diantisipasi
Penelitian ini menegaskan bahwa banjir memang akan terus datang. Namun, dengan strategi adaptif, teknologi inovatif, dan kolaborasi lintas sektor, dampaknya dapat ditekan secara signifikan.
Usahatani padi bukan hanya tentang tanam dan panen, tetapi juga tentang memahami iklim, mengelola risiko, dan bersiap menghadapi masa depan yang semakin tak pasti.
Sumber:
Makarim, AK, & Ikhwani. (2011). Inovasi dan Strategi untuk Mengurangi Pengaruh Banjir pada Usahatani Padi . Jurnal Tanah dan Lingkungan, 13(1), 35–41.
Banjir Semarang
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 08 September 2025
Pendahuluan: Antara Perluasan Kota dan Ancaman Air
Sebagai kota pesisir sekaligus ibu kota Provinsi Jawa Tengah, Semarang menghadapi tekanan ganda: pesatnya urbanisasi di satu sisi, dan ancaman banjir serta rob di sisi lain. Di kawasan seperti Tambakmulyo, Tanjung Mas, dan Bandarharjo tercatat penurunan muka tanah mencapai rata-rata 40 cm per tahun. Pemerintah merespons kondisi ini melalui pembangunan sistem polder sebagai solusi struktural utama.
Namun, sejauh mana efektivitas sistem polder yang kini terdapat empat (Polder Tanah Mas, Banger, Kali Semarang, dan Tawang) dalam mengendalikan banjir dan rob?
Untuk menjawabnya, Nugroho dkk. mencakup kinerja keempat polder dengan pendekatan strategi manajemen populer, Balanced Scorecard (BSC),sebuah alat ukur komprehensif yang tidak hanya menilai aspek teknis, tetapi juga menimbang kepuasan pengguna, kapasitas keuangan, hingga pembelajaran dan pengembangan sistem.
Apa Itu Sistem Polder dan Mengapa Penting?
Sistem polder adalah sistem pengelolaan tata udara terpadu di dataran rendah. Komponennya meliputi:
Sistem ini memungkinkan kawasan di bawah permukaan laut tetap kering melalui manajemen udara aktif. Di kota-kota seperti Rotterdam, Belanda, sistem ini telah terbukti menyelamatkan jutaan meter persegi dari penampungan udara.
Semarang pun meniru strategi ini, dan mulai mengembangkan polder sejak dua dekade terakhir. Tetapi seiring berjalannya waktu, muncul masalah: beberapa polder tidak terpelihara, kolam dipenuhi sampah, masyarakat tidak merasa memiliki, bahkan sebagian, seperti Polder Tawang, beralih fungsi menjadi arena prostitusi dan perdagangan informal.
Metodologi: Mengukur Kinerja dengan Balanced Scorecard
Balanced Scorecard (Kaplan & Norton, 1992) mengukur kinerja organisasi dari empat perspektif:
Penelitian ini menambahkan perspektif kelima: kinerja badan pengelola, dengan pendekatan kuantitatif menggunakan bobot Analytic Hierarchy Process (AHP) dan kuisioner lapangan.
Nilai akhir dihitung dari skor setiap indikator di lima bidang kinerja, lalu ditotal untuk menentukan polder mana yang paling ideal dari sisi manajemen, teknis, dan sosial.
Hasil Penilaian: Siapa yang Unggul?
1. Polder Tanah Mas – Skor: 73,81
✅ Nilai tertinggi secara keseluruhan. Dikelola oleh paguyuban masyarakat (P5L), menunjukkan kemandirian finansial dan pengelolaan demokratis.
❌ Nilai “pembelajaran dan pengembangan” masih lemah.
2. Polder Banger – Skor: 67,21
✅ Terencana sejak awal. Nilai tinggi dalam proses internal dan badan pengelola.
❌ Namun, kepuasan pengguna masih rendah karena belum berfungsi sempurna.
3. Polder Kali Semarang – Skor: 58,70
✅ Memiliki sistem operasional yang cukup stabil.
❌ Nilai keuangan dan partisipasi masyarakat rendah.
4. Polder Tawang – Skor: 58,65
✅ Nilai pengguna cukup tinggi.
❌ Kondisi kolam retensi memprihatinkan—tidak higienis, tidak aman, dan minim fungsi edukatif maupun estetika.
Analisis Tambahan: Apa yang Menentukan Kinerja?
Faktor Penentu Kinerja Tinggi:
Masalah Umum:
Opini dan Perbandingan: Belajar dari Model Luar Negeri
Semarang bisa belajar dari:
Namun kunci keberhasilannya tetap satu: keterlibatan masyarakat secara aktif.
Saran untuk Semarang: Menuju Pengelolaan Polder Berbasis Komunitas
Kesimpulan: Infrastruktur Tak Cukup, Manajemen Adalah Kunci
Polder sebagai teknologi bisa dibangun dengan cepat. Namun pengelolaannya—baik dari aspek keuangan, teknis, maupun sosial—menentukan apakah sistem ini berhasil atau gagal. Studi Nugroho dkk. menunjukkan bahwa model berbasis masyarakat seperti di Tanah Mas adalah yang paling ideal.
Pengendalian perampokan dan banjir bukan hanya urusan teknokrat, tetapi juga partisipasi warga, visi jangka panjang, dan keberanian mengadopsi manajemen modern seperti Balanced Scorecard.
Sumber:
Nugroho, H., Kurniani, D., Asiska, M., & Nuraini. (2016). Kajian Kinerja Sistem Polder sebagai Model Pengembangan Drainase Kota Semarang Bagian Bawah dengan Balanced Scorecard . Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil, 22(1), 43–50.
Inovasi Teknologi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 08 September 2025
Pendahuluan
Artikel “Investigating the Nexus between Green Transformational Leadership, Green Innovation, and Environmental Performance” (Ibrahim A. Elshaer, Hazem Rasheed, et al., 2022) diterbitkan dalam jurnal Sustainability. Penelitian ini menguji hubungan antara kepemimpinan transformasional hijau (Green Transformational Leadership, GTL), inovasi hijau, dan kinerja lingkungan dalam konteks sektor pariwisata di Pakistan. Dengan data dari 439 manajer hotel dan analisis berbasis Partial Least Squares-Structural Equation Modeling (PLS-SEM), studi ini berupaya menjawab bagaimana gaya kepemimpinan pro-lingkungan dapat mendorong inovasi dan hasil lingkungan yang lebih baik.
Resensi ini menafsirkan ulang seluruh isi paper dengan pendekatan konseptual dan reflektif, menyoroti kontribusi ilmiah, kerangka teori, narasi argumentatif, serta mengkritisi metodologi yang digunakan.
Kerangka Teori: Kepemimpinan dan Keberlanjutan
Transformational Leadership dan Variannya
Dasar teoritis penelitian adalah teori transformational leadership yang dipopulerkan oleh Bass. Kepemimpinan ini menekankan pengaruh karismatik, inspirasi, stimulasi intelektual, dan perhatian individual. Artikel ini mengembangkan varian green transformational leadership (GTL), yaitu gaya kepemimpinan yang mengarahkan visi dan nilai-nilai karyawan ke arah keberlanjutan.
Refleksi: pendekatan ini menunjukkan evolusi teori kepemimpinan—dari orientasi kinerja menuju keberlanjutan lingkungan. Namun, tantangannya ialah mendefinisikan dengan tepat sejauh mana “green” berbeda dari kepemimpinan transformasional biasa.
Green Innovation
Konsep inovasi hijau merujuk pada adopsi produk, proses, atau praktik baru yang mengurangi dampak lingkungan. Penulis menekankan dua jenis:
Green product innovation (misalnya desain ramah lingkungan).
Green process innovation (misalnya teknologi hemat energi).
Interpretasi saya: inovasi hijau diposisikan sebagai jembatan antara kepemimpinan hijau dan hasil lingkungan. Ini konsisten dengan literatur inovasi yang menempatkan proses kreatif sebagai mediator utama.
Environmental Performance
Kinerja lingkungan diukur melalui indikator seperti pengurangan limbah, efisiensi energi, dan kepatuhan terhadap regulasi. Penulis melihatnya sebagai hasil akhir dari interaksi antara GTL dan inovasi hijau.
Metodologi
Desain dan Sampel
Penelitian menggunakan desain kuantitatif survei. Data dikumpulkan dari 439 manajer hotel di Pakistan, dengan tingkat respons 73%. Jumlah ini memadai untuk model PLS-SEM.
Analisis Statistik
PLS-SEM dipilih karena cocok untuk model prediktif dan variabel laten.
Validitas konvergen dan diskriminan diuji.
Reliabilitas konstruk dikonfirmasi (Cronbach’s alpha > 0,70).
Refleksi metodologis: PLS-SEM tepat digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal dalam model kompleks. Namun, pendekatan cross-sectional membatasi inferensi temporal.
Hasil Empiris
Hubungan Antarvariabel
GTL → Green Innovation: hubungan positif signifikan (β = 0,621, p < 0,001).
Green Innovation → Environmental Performance: hubungan positif signifikan (β = 0,544, p < 0,001).
GTL → Environmental Performance: hubungan positif signifikan (β = 0,327, p < 0,001).
Interpretasi: GTL tidak hanya berpengaruh langsung terhadap kinerja lingkungan, tetapi juga secara tidak langsung melalui inovasi hijau. Artinya, inovasi bertindak sebagai mediator.
Uji Mediasi
Analisis mediasi menunjukkan bahwa green innovation memediasi sebagian hubungan GTL dan kinerja lingkungan. Dengan kata lain, tanpa inovasi, pengaruh GTL tetap ada tetapi lebih lemah.
R² Model
Green Innovation: R² = 0,386 (cukup kuat).
Environmental Performance: R² = 0,417 (cukup kuat).
Refleksi teoritis: angka ini menegaskan kontribusi signifikan GTL dan inovasi dalam menjelaskan variasi kinerja lingkungan.
Diskusi Reflektif
Kontribusi Ilmiah
Pengembangan konsep GTL: memperluas teori kepemimpinan transformasional ke ranah keberlanjutan.
Peran inovasi hijau: dibuktikan secara empiris sebagai mekanisme kunci.
Konteks pariwisata Pakistan: memberikan data dari kawasan yang jarang diteliti dalam literatur keberlanjutan.
Kritik Metodologi
Cross-sectional: sulit menangkap dinamika perubahan jangka panjang.
Self-reported data: potensi bias sosial-desirabilitas, karena manajer cenderung melaporkan perilaku pro-lingkungan.
Konteks terbatas: hanya industri hotel di Pakistan, sehingga generalisasi terbatas.
Narasi Argumentatif
Penulis membangun argumen dengan runtut: GTL membentuk visi hijau → karyawan berinovasi → organisasi meningkatkan kinerja lingkungan. Logika ini konsisten, meskipun cenderung linier. Refleksi saya: hubungan bisa lebih kompleks, misalnya dipengaruhi faktor eksternal (regulasi, pasar global).
Implikasi Ilmiah dan Praktis
Implikasi Ilmiah
Menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan dapat diposisikan sebagai variabel kunci dalam studi keberlanjutan.
Memvalidasi pentingnya inovasi sebagai mediator, mendukung teori difusi inovasi dalam konteks hijau.
Memberi dasar bagi penelitian komparatif lintas sektor dan negara.
Implikasi Praktis
Manajer hotel perlu menginternalisasi nilai-nilai hijau dalam kepemimpinan sehari-hari.
Kebijakan pariwisata dapat dirancang dengan mendorong program kepemimpinan hijau.
Investasi inovasi (produk dan proses) harus diprioritaskan untuk hasil lingkungan yang optimal.
Kesimpulan
Artikel ini membuktikan bahwa kepemimpinan transformasional hijau berkontribusi signifikan terhadap kinerja lingkungan, baik secara langsung maupun melalui inovasi hijau. Dengan data empiris dari sektor perhotelan Pakistan, studi ini memperluas cakrawala teori kepemimpinan dan inovasi hijau.
Secara reflektif, kontribusinya terletak pada penggabungan aspek kepemimpinan, inovasi, dan keberlanjutan dalam satu kerangka. Meski terbatas dalam konteks dan desain, penelitian ini tetap membuka jalan bagi kajian lintas disiplin tentang peran manusia dalam agenda keberlanjutan global.
DOI resmi: https://doi.org/10.3390/su141911917