Infrastruktur Pembangunan

Dampak Pembangunan Jalan Beraspal terhadap Kehidupan Masyarakat Pedesaan: Studi Kasus Malamulele, Vhembe District

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 03 November 2025


Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Penelitian ini menunjukkan pentingnya evaluasi pasca-proyek (post-project evaluation) sebagai alat untuk menilai sejauh mana pembangunan infrastruktur benar-benar meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di banyak wilayah pedesaan Afrika Selatan, termasuk Malamulele, pemerintah telah berinvestasi besar dalam proyek jalan beraspal dengan harapan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kemiskinan. Namun, tanpa evaluasi yang sistematis, kebijakan pembangunan berisiko tidak tepat sasaran.

Temuan Hlungwani menegaskan bahwa meskipun jalan beraspal membawa manfaat signifikan seperti akses yang lebih baik dan pengurangan debu, dampak terhadap kesejahteraan ekonomi dan sosial masih parsial. Masih ada tantangan seperti biaya transportasi tinggi dan minimnya koordinasi antarinstansi. Hal ini menegaskan perlunya kebijakan berbasis data yang memperhatikan konteks lokal dalam perencanaan infrastruktur.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Dampak positif:

  • Peningkatan aksesibilitas ke layanan publik dan pasar, terutama selama musim hujan.

  • Berkurangnya polusi debu dan peningkatan kenyamanan perjalanan.

  • Perbaikan mobilitas ekonomi warga serta peluang bagi usaha kecil lokal.

Hambatan yang muncul:

  • Biaya transportasi justru meningkat akibat terbatasnya pilihan moda angkutan umum.

  • Tidak semua kelompok masyarakat merasakan manfaat secara merata; sebagian masih kesulitan mengakses transportasi.

  • Keterbatasan koordinasi antar departemen menyebabkan kebijakan lanjutan (seperti pemeliharaan dan subsidi transportasi) tidak berjalan optimal.

Peluang:

  • Infrastruktur jalan yang baik membuka potensi investasi lokal dan pengembangan UMKM.

  • Adanya kesempatan untuk membangun sistem transportasi terpadu berbasis komunitas.

  • Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan proyek dapat memperkuat akuntabilitas pembangunan.

Bagi perencana dan aparatur yang terlibat dalam siklus proyek, pelatihan sangat krusial. Melalui kursus seperti Manajemen SDM dan Etika Profesi dalam Pembangunan Infrastruktur, mereka dapat memastikan bahwa pembangunan fisik diiringi dengan tata kelola proyek yang profesional dan berorientasi pada hasil sosial-ekonomi yang etis.

Lima Rekomendasi Kebijakan Praktis

  1. Integrasikan evaluasi pasca-proyek ke dalam siklus kebijakan infrastruktur nasional, sehingga setiap proyek jalan memiliki indikator dampak sosial yang terukur.

  2. Kembangkan transportasi publik pedesaan yang terjangkau, agar manfaat jalan beraspal dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

  3. Dorong koordinasi lintas departemen (transportasi, sosial, ekonomi) untuk menghubungkan pembangunan fisik dengan kesejahteraan masyarakat.

  4. Libatkan masyarakat dalam pemeliharaan jalan melalui skema padat karya agar keberlanjutan dan rasa memiliki meningkat.

  5. Bangun sistem data spasial dan sosial yang dapat melacak perubahan ekonomi, mobilitas, dan kesejahteraan warga setelah proyek selesai.

Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan

Kegagalan utama kebijakan dapat terjadi jika pemerintah menganggap keberhasilan proyek hanya dari sisi fisik, bukan sosial-ekonomi. Jalan yang baik tidak otomatis meningkatkan taraf hidup tanpa dukungan kebijakan tambahan seperti subsidi transportasi, pelatihan ekonomi lokal, atau pengembangan layanan publik di sekitar jalan. Selain itu, minimnya evaluasi pasca-proyek dapat membuat pembuat kebijakan tidak menyadari dampak negatif seperti peningkatan kesenjangan atau migrasi keluar daerah. Ketergantungan pada metode evaluasi tradisional tanpa partisipasi warga juga dapat menurunkan validitas hasil kebijakan.

Penutup

Studi Hlungwani menegaskan bahwa pembangunan jalan beraspal di daerah pedesaan seperti Malamulele memang memberikan manfaat nyata, tetapi dampaknya belum sepenuhnya optimal. Infrastruktur fisik perlu diiringi oleh strategi sosial-ekonomi terpadu dan mekanisme evaluasi yang berkelanjutan. Kebijakan pembangunan di Afrika Selatan dan negara berkembang lainnya dapat mengambil pelajaran penting dari penelitian ini: pembangunan tidak berhenti pada beton dan aspal, tetapi pada bagaimana masyarakat merasakan perubahan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Sumber

Hlungwani, B. O. (2021). A Post-Project Evaluation of the Impact of a Tarred Road Project on the Livelihood of Local Residents: A Case Study of Malamulele Region in the Vhembe District. Cape Peninsula University of Technology.

Selengkapnya
Dampak Pembangunan Jalan Beraspal terhadap Kehidupan Masyarakat Pedesaan: Studi Kasus Malamulele, Vhembe District

Pembangunan Infrastruktur

Tulang Punggung Pembangunan: Mendorong Pertumbuhan Inklusif melalui Infrastruktur Digital, Energi, dan Transportasi

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 03 November 2025


Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Laporan penelitian oleh Vivien Foster, Nisan Gorgulu, Stéphane Straub, dan Maria Vagliasindi dari World Bank (2023) memberikan tinjauan komprehensif terhadap lebih dari 300 studi selama empat dekade terakhir mengenai dampak infrastruktur terhadap pembangunan ekonomi dan sosial. Studi ini menyoroti peran penting infrastruktur — khususnya digital, energi, dan transportasi — sebagai pendorong utama pertumbuhan inklusif, pengurangan kemiskinan, serta peningkatan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat.

Temuan ini menunjukkan bahwa investasi pada infrastruktur tidak hanya menghasilkan peningkatan output ekonomi, tetapi juga memperkuat modal manusia, membuka lapangan kerja baru, dan mempercepat transformasi struktural ekonomi di negara berkembang. Infrastruktur digital meningkatkan koordinasi pasar dan mengurangi ketimpangan harga, sementara elektrifikasi pedesaan berperan besar dalam peningkatan kesejahteraan rumah tangga dan partisipasi tenaga kerja. Transportasi yang memadai memperluas akses pasar, memperkuat daya saing industri, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga. Bagi Indonesia, hasil penelitian ini memberikan dasar empiris untuk memperkuat kebijakan integrated infrastructure planning, di mana pengembangan jalan, energi, dan digital dilakukan secara terpadu untuk memastikan manfaat pembangunan tersebar merata di seluruh wilayah.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Penelitian ini mengungkap berbagai dampak positif pembangunan infrastruktur:

  • Peningkatan produktivitas dan pendapatan rumah tangga, terutama di wilayah yang sebelumnya tidak terjangkau listrik dan jaringan internet.

  • Peluang kerja baru di sektor jasa, manufaktur, dan digital.

  • Perbaikan kualitas pendidikan dan kesehatan berkat akses energi dan transportasi yang lebih baik.

  • Peningkatan perdagangan dan daya saing industri, terutama melalui konektivitas transportasi yang efisien.

Namun, beberapa hambatan masih menjadi tantangan utama:

  • Ketimpangan akses infrastruktur antarwilayah.

  • Keterbatasan data untuk perencanaan berbasis bukti.

  • Kapasitas kelembagaan daerah yang belum merata.

  • Risiko investasi yang tinggi untuk proyek di wilayah terpencil.

Di sisi lain, peluang besar muncul melalui sinergi digitalization dan green infrastructure, serta kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, swasta, dan lembaga internasional.

Untuk mengatasi hambatan ini, penguatan SDM menjadi kunci. Melalui pelatihan seperti Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KSPBU) dalam Pembangunan Infrastruktur, pembuat kebijakan dapat meningkatkan kapabilitas dalam pengelolaan proyek kompleks dan pendanaan infrastruktur terpadu.

5 Rekomendasi Kebijakan Praktis

  1. Perkuat Perencanaan Infrastruktur Terpadu: Integrasikan kebijakan energi, transportasi, dan digital untuk mempercepat pertumbuhan wilayah.

  2. Kembangkan Infrastruktur Digital di Daerah Tertinggal: Perluasan akses broadband pedesaan untuk memperkuat ekonomi lokal dan e-governance.

  3. Tingkatkan Keandalan Listrik dan Energi Terbarukan: Fokus pada investasi dalam pasokan energi yang stabil dan berkelanjutan.

  4. Prioritaskan Konektivitas Transportasi Antardesa dan Antarkota: Bangun jalan dan sistem logistik untuk memperkuat rantai pasok pertanian dan industri.

  5. Kembangkan Sistem Monitoring dan Evaluasi Berbasis Data: Gunakan data dashboard nasional untuk melacak dampak sosial-ekonomi pembangunan infrastruktur.

Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan

Kebijakan infrastruktur sering gagal jika terlalu fokus pada pembangunan fisik tanpa memperhatikan dimensi sosial dan institusional. Risiko yang sering muncul meliputi:

  • Kesenjangan pembangunan antarwilayah yang makin lebar.

  • Infrastruktur tidak termanfaatkan optimal karena kurangnya konektivitas sektor.

  • Kurangnya akuntabilitas dan transparansi dalam proses pembangunan.

  • Minimnya keterlibatan masyarakat lokal dalam perencanaan.

Pendekatan berbasis data dan partisipasi masyarakat menjadi kunci untuk mencegah kegagalan kebijakan ini.

Penutup

Laporan World Bank (2023) menegaskan bahwa infrastruktur adalah tulang punggung pembangunan berkelanjutan. Peningkatan infrastruktur digital, energi, dan transportasi terbukti mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan memperkuat daya saing global negara berkembang.

Bagi Indonesia, integrasi kebijakan lintas sektor serta peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan berbasis praktik seperti yang disediakan Diklatkerja dapat membantu menciptakan model pembangunan infrastruktur yang inklusif, adaptif, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.

Sumber

Foster, V., Gorgulu, N., Straub, S., & Vagliasindi, M. (2023). The Impact of Infrastructure on Development Outcomes: A Qualitative Review of Four Decades of Literature. World Bank Policy Research Working Paper 10343.

Selengkapnya
Tulang Punggung Pembangunan: Mendorong Pertumbuhan Inklusif melalui Infrastruktur Digital, Energi, dan Transportasi

Ekonomi Sosial

Evaluasi Dampak Jalan Fufulso–Sawla (Ghana): Infrastruktur sebagai Katalis Perubahan Sosial Ekonomi

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 03 November 2025


Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Evaluasi dampak proyek jalan Fufulso–Sawla yang didanai oleh African Development Bank (AfDB) menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur transportasi memiliki efek sosial ekonomi yang luas. Jalan sepanjang 147 km ini tidak hanya meningkatkan konektivitas antarwilayah di Ghana bagian utara, tetapi juga memperkuat akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi.

Hasil studi menunjukkan penurunan waktu tempuh rata-rata hingga 50%, peningkatan aktivitas ekonomi lokal, serta pertumbuhan usaha kecil di sepanjang koridor jalan. Lebih dari 200.000 penduduk di wilayah Northern Region kini memiliki akses lebih baik ke pasar dan layanan publik.

Temuan ini penting bagi kebijakan publik di negara berkembang termasuk Indonesia, di mana proyek-proyek jalan nasional seperti Trans Kalimantan dan Trans Papua sebaiknya dirancang dengan pendekatan multidimensional yang mengukur kesejahteraan sosial, bukan hanya output fisik. Pelatihan seperti Pembangunan Infrastruktur dan Pelestarian Lingkungan Hidup dapat menjadi sarana penguatan kapasitas bagi aparatur perencana dalam menimbang aspek keberlanjutan dan dampak sosial.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Dampak positif:

  • Peningkatan mobilitas masyarakat dan pengurangan isolasi wilayah.

  • Kenaikan volume perdagangan dan akses pasar bagi petani lokal.

  • Meningkatnya kehadiran sekolah dan akses kesehatan di wilayah terpencil.

  • Terbukanya peluang investasi dan pariwisata di sepanjang rute.

Hambatan yang ditemukan:

  • Kurangnya pemeliharaan rutin menyebabkan sebagian ruas cepat rusak.

  • Terbatasnya koordinasi antarinstansi dalam pengawasan proyek.

  • Minimnya partisipasi masyarakat dalam evaluasi dampak sosial.

Peluang:

Dengan dukungan kebijakan berkelanjutan dan digitalisasi data proyek, sistem monitoring sosial-ekonomi dapat diintegrasikan sejak tahap perencanaan. Ini memungkinkan pemerintah menilai secara real-time manfaat proyek terhadap indikator kesejahteraan.

5 Rekomendasi Kebijakan Praktis

  1. Integrasikan Analisis Dampak Sosial dan Ekonomi: Setiap proyek infrastruktur harus mencakup evaluasi sosial-ekonomi yang sistematis untuk mengukur manfaat riil bagi masyarakat.

  2. Perkuat Sistem Pemeliharaan Jalan: Libatkan masyarakat lokal dalam skema community-based maintenance untuk menjaga kualitas jalan secara berkelanjutan.

  3. Dorong Partisipasi Publik dalam Perencanaan Proyek: Pelibatan komunitas sejak tahap desain meningkatkan rasa memiliki dan efektivitas penggunaan jalan.

  4. Bangun Data Dashboard Infrastruktur Nasional: Sistem berbasis GIS dan data terbuka memungkinkan pemantauan kondisi jalan, akses layanan, dan dampak sosial.

  5. Kembangkan Kemitraan Publik–Swasta: Skema PPP (Public–Private Partnership) dapat mempercepat pembiayaan dan memastikan keberlanjutan proyek.

Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan

Kebijakan infrastruktur berpotensi gagal bila hanya berorientasi pada hasil fisik tanpa mempertimbangkan keberlanjutan sosial. Beberapa risiko yang diidentifikasi antara lain:

  • Tidak adanya sistem evaluasi pascaproyek.

  • Kesenjangan gender dan sosial dalam akses manfaat proyek.

  • Lemahnya tata kelola proyek dan pemantauan anggaran.

Kegagalan ini dapat dihindari dengan memperkuat tata kelola berbasis bukti (evidence-based governance) dan memperluas pelatihan teknis bagi aparatur.

Penutup

Proyek jalan Fufulso–Sawla membuktikan bahwa pembangunan infrastruktur dapat menjadi katalis perubahan sosial ekonomi bila dirancang dengan pendekatan inklusif dan berbasis bukti. Untuk Indonesia, pelajaran ini menjadi landasan penting dalam merumuskan kebijakan infrastruktur berkelanjutan yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat.

Pelatihan seperti Manajemen Konstruksi dan Infrastruktur dapat memperkuat pemahaman teknis dan strategis aparatur terhadap pembangunan yang berdampak sosial.

Sumber

African Development Bank (AfDB). Impact Evaluation of AfDB-Funded Ghana Fufulso–Sawla Road Project. Abidjan: AfDB, 2021.

Selengkapnya
Evaluasi Dampak Jalan Fufulso–Sawla (Ghana): Infrastruktur sebagai Katalis Perubahan Sosial Ekonomi

Kebijakan Publik

Menyeimbangkan Ekonomi dan Ekologi: Pembelajaran dari Proyek Jalan Pesisir Laut Hitam (BSCR) Turki

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 03 November 2025


Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Proyek Black Sea Coastal Road (BSCR) di Turki memberikan pembelajaran penting tentang bagaimana infrastruktur jalan berskala besar dapat mempengaruhi dinamika sosial, ekonomi, dan lingkungan. Laporan evaluasi proyek menunjukkan bahwa BSCR berhasil meningkatkan konektivitas antarwilayah dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui peningkatan pariwisata, perdagangan, serta mobilitas tenaga kerja.

Namun, temuan lain menunjukkan bahwa keberhasilan ekonomi tersebut tidak selalu diikuti dengan keberlanjutan sosial dan ekologis. Hilangnya lahan pertanian, perubahan pola hunian, dan tekanan terhadap ekosistem pesisir menjadi tantangan serius yang muncul akibat lemahnya perencanaan berbasis lingkungan.

Dalam konteks Indonesia, pelajaran ini relevan dengan pembangunan proyek jalan pesisir seperti Tol Pantai Selatan Jawa (Pansela) atau jalan pesisir Sumatera. Kebijakan pembangunan serupa perlu mengintegrasikan evaluasi sosial dan lingkungan agar manfaatnya benar-benar inklusif dan berkelanjutan. Pelatihan seperti Pembangunan Infrastruktur dan Pelestarian Lingkungan Hidup dapat memperkuat kapasitas perencana proyek dan pengambil kebijakan dalam menilai efek multidimensi proyek infrastruktur besar.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Dampak positif BSCR meliputi:

  • Peningkatan signifikan dalam arus perdagangan dan mobilitas penduduk.

  • Meningkatnya investasi dan pengembangan wilayah pesisir, terutama sektor pariwisata.

  • Akses yang lebih baik terhadap layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan di daerah terpencil.

Namun, sejumlah hambatan muncul:

  • Kurangnya integrasi antara perencanaan transportasi dan tata ruang wilayah.

  • Dampak ekologis terhadap ekosistem pantai dan perikanan.

  • Ketimpangan sosial akibat perbedaan distribusi manfaat antarwilayah.

Peluang besar muncul bila pendekatan pembangunan infrastruktur diintegrasikan dengan tata kelola lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Dalam konteks Indonesia, proyek seperti Tol Trans Sumatera dapat mengadopsi pendekatan environmentally inclusive growth yang meminimalkan konflik sosial dan ekologis.

5 Rekomendasi Kebijakan Praktis

  1. Integrasikan Analisis Lingkungan Sejak Tahap Perencanaan: Gunakan Strategic Environmental Assessment (SEA) sebagai dasar dalam pengambilan keputusan proyek jalan besar.

  2. Kembangkan Mekanisme Monitoring Partisipatif: Libatkan masyarakat dan lembaga independen dalam pemantauan sosial-lingkungan untuk memastikan transparansi.

  3. Fokus pada Pemberdayaan Ekonomi Lokal: Pastikan masyarakat di sekitar proyek memperoleh manfaat langsung melalui dukungan UMKM dan program pelatihan kerja.

  4. Perkuat Tata Kelola Multisektor: Koordinasikan antara kementerian infrastruktur, lingkungan, dan pariwisata agar kebijakan pembangunan lebih sinkron.

  5. Terapkan Teknologi Ramah Lingkungan: Gunakan inovasi seperti green asphalt, sistem drainase berkelanjutan, dan rekayasa pantai untuk mengurangi dampak ekologis.

Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan

Kegagalan kebijakan infrastruktur sering muncul karena dominasi paradigma ekonomi jangka pendek tanpa mempertimbangkan nilai sosial dan ekologi. Dalam kasus BSCR, kurangnya konsultasi publik dan evaluasi pasca-proyek menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat lokal terhadap pemerintah.

Di Indonesia, risiko serupa bisa terjadi bila proyek jalan pesisir tidak mengintegrasikan social safeguard dan kebijakan konservasi. Evaluasi proyek seharusnya mencakup indikator kesejahteraan sosial, bukan hanya capaian fisik atau ekonomi.

Penutup

Proyek Black Sea Coastal Road menjadi pengingat bahwa pembangunan infrastruktur besar harus menyeimbangkan antara efisiensi ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan sosial.

Bagi Indonesia, penguatan kebijakan berbasis bukti melalui pelatihan seperti Manajemen Konstruksi dan Infrastruktur akan menjadi kunci dalam menciptakan pembangunan infrastruktur yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.

Sumber

Guzman Valderrama, A. (2019). The Case of Black Sea Coastal Road Project: Socio-Economic and Environmental Assessment.

Selengkapnya
Menyeimbangkan Ekonomi dan Ekologi: Pembelajaran dari Proyek Jalan Pesisir Laut Hitam (BSCR) Turki

Perencanaan Kota

Mengukur Kerentanan: Data Kuantitatif Dampak Drainase Mowe dan Lima Pilar Agenda Riset untuk Kota Berketahanan

Dipublikasikan oleh Raihan pada 01 November 2025


Studi berjudul "Condition of Drainage System and Its Impact on the Residents of Mowe, Ogun State, Nigeria" ini menyajikan pemeriksaan kuantitatif yang penting mengenai korelasi antara kondisi infrastruktur drainase perkotaan dan kualitas hidup penduduk di Mowe, sebuah permukiman yang berkembang pesat di Nigeria Barat Daya. Melalui desain penelitian kuantitatif dengan teknik systematic random sampling, studi ini berhasil menjaring 107 responden dari sepuluh kawasan perumahan (tiga milik publik dan tujuh milik swasta) di area studi, menggunakan kuesioner terstruktur dan observasi langsung. Tujuan utama riset ini adalah untuk menilai dampak kondisi infrastruktur drainase terhadap kesejahteraan penghuni, sekaligus mengidentifikasi masalah umum dan upaya mitigasi yang dilakukan.

Alur logis temuan penelitian bergerak dari identifikasi karakteristik infrastruktur menuju dampak yang terukur, dan diakhiri dengan evaluasi upaya mitigasi.

Karakteristik Infrastruktur Drainase

Analisis deskriptif menunjukkan dominasi mutlak sistem drainase permukaan di seluruh kawasan perumahan yang disurvei. Dominasi ini diyakini terkait erat dengan pertimbangan biaya konstruksi dan pemeliharaan yang relatif rendah, suatu pola yang umum di daerah perkotaan Nigeria. Material konstruksi utama yang teridentifikasi adalah blok beton. Meskipun hemat biaya, praktik konstruksi ini menimbulkan kekhawatiran karena keterbatasan kemampuan blok beton untuk menahan beban lateral dan beban hidup di sekitarnya, sehingga berpotensi menjadikannya secara struktural tidak sesuai untuk fungsi drainase jangka panjang.

Data kuantitatif yang dikumpulkan menetapkan bahwa tinggi minimum drainase di area studi adalah 0.1524 meter, sementara tinggi maksimum mencapai 0.889 meter. Lebih lanjut, sekitar tiga perempat dari drainase yang diamati memiliki kedalaman sedang, yaitu 0.5 meter atau di bawahnya.

Status Kondisi dan Kerentanan

Evaluasi kondisi drainase menggunakan metode observasi mengungkapkan variasi yang signifikan. Observasi menyeluruh menunjukkan bahwa hanya 50% dari infrastruktur drainase yang disurvei memenuhi kriteria kelayakan (adequacy criteria). Disparitas ini sangat terlihat di beberapa perumahan yang menunjukkan tanda-tanda kerusakan, penyumbatan sebagian, atau bahkan penyumbatan total. Kondisi ini secara langsung berkorelasi dengan kerentanan wilayah terhadap banjir.

Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara inadekuasi drainase dan kerentanan banjir dengan koefisien konfirmasi sebesar 65.4% — menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru. Mayoritas substansial responden, yaitu 65.4%, mengakui kerentanan alami area studi terhadap kejadian banjir. Analisis temporal lebih lanjut mengungkapkan bahwa periode kejadian banjir paling sering terjadi membentang dari April hingga Oktober, menurut 65.4% responden.

Dampak utama dari banjir yang dialami, sebagaimana dikutip oleh 68.6% responden, adalah kerusakan pada properti. Secara keseluruhan, para responden mencapai konsensus yang kuat (skor rata-rata 3.99) bahwa infrastruktur drainase yang buruk memiliki dampak multifaset pada kondisi hidup mereka. Dampak yang paling menonjol meliputi kondisi jalan yang buruk (skor rata-rata 4.44), peningkatan risiko banjir (skor rata-rata 4.43), dan kondisi kesehatan yang buruk (skor rata-rata 4.19). Hal ini menggarisbawahi kompleksitas masalah yang meluas, mencakup aspek-aspek sanitasi, polusi, dan stabilitas infrastruktur. Upaya mitigasi yang dilakukan oleh masyarakat, seperti pembangunan drainase tertutup dan praktik pengelolaan sampah yang lebih baik, diakui telah diterapkan, tetapi intensitas dan fokusnya bervariasi antar kawasan.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Studi ini memberikan kontribusi signifikan terhadap disiplin Perencanaan Kota dan Teknik Infrastruktur, terutama dalam konteks Negara-negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah (L.M.I.C.s), dengan menyajikan data terlokalisasi dan spesifik yang berharga.

Pertama, studi ini mengisi kekosongan riset dengan menyediakan wawasan spesifik dan intervensi yang disesuaikan untuk kebutuhan Mowe, yang memperkuat perlunya studi kasus terperinci untuk mengatasi masalah perkotaan yang hyper-localized. Secara kolektif, temuan ini berfungsi sebagai "panggilan yang jelas" bagi para pembuat kebijakan di Department of Flood and Erosion Control di Ogun State Ministry of Environment untuk segera memformulasikan kebijakan yang relevan.

Kedua, studi ini secara kuantitatif menegaskan hubungan kritis antara kondisi drainase dan kualitas hidup, yang memberikan legitimasi data yang kuat untuk urgensi kebijakan. Tingkat kerusakan properti yang tinggi (68.6%) dan konsensus mengenai kondisi jalan yang buruk (4.44) serta risiko banjir yang meningkat (4.43) memberikan metrik kinerja yang dapat digunakan sebagai garis dasar untuk memantau keberhasilan proyek infrastruktur di masa depan.

Terakhir, dengan mengidentifikasi eksklusivitas drainase permukaan dan kelemahan material blok beton dalam menghadapi beban struktural, studi ini secara langsung menyediakan bukti yang diperlukan untuk meninjau standar desain dan spesifikasi material dalam kontrak pembangunan perumahan di tingkat regional. Efektivitas dan ketahanan sistem ini secara substansial memengaruhi kemampuan kota untuk mempertahankan keberlanjutan di tengah peningkatan urbanisasi.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun memberikan kerangka kuantitatif yang kuat, penelitian ini meninggalkan beberapa pertanyaan terbuka yang krusial untuk agenda riset pasca-studi.

Pertama, observasi yang menyoroti bahwa hanya 50% dari infrastruktur drainase yang dinilai memenuhi kriteria kelayakan (adequacy criteria) tidak menguraikan secara kualitatif atau kuantitatif faktor-faktor yang membuat separuh infrastruktur tersebut berhasil. Penelitian lanjutan perlu menyelidiki variabel desain, pemeliharaan, atau manajemen yang membedakan drainase yang 'memadai' dari yang 'tidak memadai'.

Kedua, walaupun penggunaan blok beton untuk drainase dianggap mengkhawatirkan karena resistensi struktural yang terbatas, studi ini tidak menyajikan data pembanding yang spesifik (misalnya, koefisien kegagalan) dengan material alternatif yang lebih mahal, sehingga pertanyaan mengenai biaya-efektivitas jangka panjang material tetap terbuka untuk diteliti.

Ketiga, upaya mitigasi yang diidentifikasi oleh responden, seperti 'pembangunan drainase tertutup' dan 'praktik pengelolaan sampah', bersifat deskriptif dan umum. Efektivitas sejati dan keberlanjutan finansial dari inisiatif berbasis komunitas ini, serta mekanisme penegakan hukumnya, belum diselidiki, yang menunjukkan perlunya evaluasi intervensi.

Terakhir, dampak dominan pada properti (68.6%) belum dikonversi menjadi kerugian ekonomi moneter yang dapat dikuantifikasi (misalnya, dalam mata uang lokal). Penilaian kerugian yang terperinci ini diperlukan untuk membangun kasus investasi yang kuat bagi pemerintah daerah atau penerima hibah. Keterbatasan ini mendorong agenda riset ke depan untuk fokus pada solusi berkelanjutan dan intervensi yang dapat ditargetkan.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)

Setiap rekomendasi ini dibangun di atas temuan yang ada, dirancang untuk komunitas akademik, peneliti, dan lembaga pemberi hibah untuk mencapai resolusi jangka panjang yang diperlukan oleh masyarakat di Mowe.

1. Studi Perbandingan Desain dan Material Drainase Berbasis Ketahanan Struktural

Justifikasi Ilmiah: Temuan menunjukkan dominasi drainase permukaan dengan material utama blok beton, yang secara eksplisit dikhawatirkan memiliki kemampuan terbatas dalam menahan beban lateral dan hidup, sehingga membuatnya "secara struktural tidak layak". Di sisi lain, 50% drainase dianggap memadai. Ketidakcocokan material ini harus segera diatasi untuk mitigasi risiko jangka panjang.

Rekomendasi Riset: Penelitian harus menggunakan metode Analisis Life-Cycle Cost (LCC) untuk membandingkan biaya keseluruhan (konstruksi, pemeliharaan, kegagalan) sistem drainase blok beton (yang saat ini umum) dengan alternatif yang lebih kuat seperti in-situ reinforced concrete atau sistem saluran tertutup yang direkayasa. Riset harus menetapkan Indeks Kegagalan Struktural sebagai variabel baru, mengkorelasikannya dengan Koefisien Resistensi Lateral dan Durasi Kegagalan di berbagai kawasan. Penelitian ini akan menghasilkan rekomendasi spesifikasi material yang tahan lama secara struktural dan berkelanjutan secara finansial untuk badan regulasi.

2. Analisis Spasio-Temporal Risiko Banjir Terperinci dan Pemodelan Hidrologi

Justifikasi Ilmiah: Mayoritas responden (65.4%) mengonfirmasi kerentanan terhadap banjir, dengan puncak kejadian terkonsentrasi antara April dan Oktober. Data temporal ini sangat penting untuk merumuskan strategi kesiapsiagaan yang efektif. Tingkat kerentanan yang sangat tinggi di beberapa permukiman, seperti National Theatre & National Troupe Staff Estate (80.0%), memerlukan pemeriksaan hidrologi yang mendalam.

Rekomendasi Riset: Menggunakan Pemodelan Hidrologi/Hidraulik (misalnya, SWMM), riset harus memfokuskan studi kasus pada permukiman yang paling rentan, seperti National Theatre Estate dan Golden Heritage Estate. Variabel yang diukur harus mencakup Volume Aliran Permukaan (m³/s), Kapasitas Penyaluran Drainase (m³/s), dan Koefisien Runoff Lahan dengan mengintegrasikan data curah hujan historis dari April hingga Oktober. Tujuan akhirnya adalah untuk secara tepat mengidentifikasi titik sumbatan hidraulik dan kelebihan kapasitas, sehingga memungkinkan desain ulang infrastruktur yang akurat untuk Manajemen Air Badai.

3. Evaluasi Dampak Ekonomi Kerusakan Properti Akibat Inadekuasi Drainase

Justifikasi Ilmiah: Temuan secara definitif mengidentifikasi properti sebagai target utama dampak banjir (68.6%). Konsensus umum (mean 3.99) mengenai dampak pada kondisi hidup perlu diperkuat dengan penilaian ekonomi yang konkret untuk memvalidasi urgensi kebijakan. Saat ini, dampak ini bersifat deskriptif, bukan moneter.

Rekomendasi Riset: Penelitian harus menggunakan metodologi Penilaian Kerugian Banjir (Flood Loss Assessment) untuk menghitung Total Kerugian Ekonomi (NN) per rumah tangga per musim hujan. Ini mencakup penilaian biaya langsung (perbaikan struktural, penggantian aset, biaya relokasi) dan biaya tidak langsung (kehilangan pendapatan produktif). Variabel baru adalah Indeks Kerentanan Aset dan Rasio Biaya Kerugian-terhadap-Pendapatan. Hasilnya akan memberikan data Return on Investment (ROI) yang krusial kepada pemerintah dan investor swasta mengenai manfaat investasi yang memadai dalam infrastruktur pencegahan.

4. Penelitian Kualitatif tentang Manajemen Sampah dan Hambatan Perilaku Warga

Justifikasi Ilmiah: Inadekuasi drainase diperparah oleh praktik sanitasi yang buruk, penyumbatan, dan kebiasaan manajemen sampah yang buruk (mean 4.01). Upaya mitigasi yang ada, seperti 'menghindari membuang sampah' dan 'pembangunan drainase tertutup', menunjukkan kesadaran tetapi belum tentu menghasilkan perubahan perilaku yang berkelanjutan. Masalah yang bersifat sosial-perilaku ini tidak dapat dipecahkan hanya dengan intervensi teknik sipil.

Rekomendasi Riset: Menggunakan metodologi kualitatif (wawancara mendalam, observasi partisipatif) pada permukiman dengan tingkat penyumbatan tinggi (misalnya, Dolphin Estate dan Golden Heritage Estate). Penelitian harus menyelidiki Hambatan Perilaku, Persepsi Tanggung Jawab Komunal, dan Motivasi Pengelolaan Sampah. Variabel baru yang dikembangkan adalah Skor Kepatuhan Pengelolaan Sampah Warga dan Indeks Keberlanjutan Perilaku Lingkungan. Data ini akan menjadi dasar bagi perumusan model intervensi sosial-lingkungan yang spesifik dan efektif untuk Departemen Pengendalian Banjir dan instansi terkait.

5. Perumusan Kerangka Hukum dan Mekanisme Penegakan Standar Infrastruktur

Justifikasi Ilmiah: Studi ini menyimpulkan perlunya implikasi kebijakan oleh Department of Flood and Erosion Control. Masalah yang teridentifikasi — desain yang tidak efisien, pemeliharaan yang tidak memadai (50% tidak memadai), dan konstruksi yang salah material — merupakan kegagalan sistemik yang memerlukan solusi regulasi.

Rekomendasi Riset: Melakukan Analisis Komparatif Regulasi antara kerangka kerja perencanaan perkotaan Mowe dan kawasan perkotaan Nigeria/Afrika Barat yang menunjukkan keberhasilan dalam manajemen air badai. Penelitian ini harus menghasilkan Draft Kerangka Hukum Infrastruktur Drainase Mowe yang memuat standar teknis minimum yang jelas (misalnya, melarang blok beton untuk saluran utama), siklus inspeksi rutin (mengatasi masalah 50% inadekuasi), dan mekanisme penalti yang kuat untuk pengembang atau warga yang tidak patuh. Variabel baru adalah Skor Efektivitas Kebijakan (SEK) dan Tingkat Kepatuhan Standar Infrastruktur. Hasilnya akan memberikan fondasi hukum yang kuat untuk mendukung upaya mitigasi yang berkelanjutan.

Kesimpulan dan Ajakan Kolaborasi

Penelitian ini telah berhasil memetakan kondisi kritis infrastruktur drainase di Mowe dan secara kuantitatif menegaskan dampak buruknya, khususnya terhadap properti dan kesehatan penduduk. Temuan ini menjadi landasan akademik yang kokoh untuk memicu tindakan nyata di tingkat kebijakan dan implementasi. Untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil yang optimal dari agenda riset yang telah direkomendasikan, penelitian lebih lanjut harus melibatkan kolaborasi antara Osun State University (untuk kepakaran akademik dan metodologi), Ogun State Ministry of Environment (untuk implementasi kebijakan dan pendanaan), dan The Developers' Association of Mowe Estates (untuk memastikan kepatuhan standar pembangunan di tingkat lokal). Langkah kolaboratif ini adalah satu-satunya jalan untuk mengubah Mowe dari kota yang rentan banjir menjadi komunitas yang berketahanan dan layak huni, selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Baca paper aslinya di sini

Selengkapnya
Mengukur Kerentanan: Data Kuantitatif Dampak Drainase Mowe dan Lima Pilar Agenda Riset untuk Kota Berketahanan

Arsitektur

Mengapa Kita Perlu Melibatkan Arsitek dan Desainer dalam Strategi Ketahanan Bencana Global

Dipublikasikan oleh Raihan pada 01 November 2025


Resensi Riset: Desain dan Ketahanan Bencana: Menuju Peran Desain dalam Mitigasi dan Pemulihan Bencana

Studi ini, yang berjudul "Design and Disaster Resilience: Toward a Role for Design in Disaster Mitigation and Recovery," oleh Esther Charlesworth dan John Fien, menyajikan argumen krusial mengenai peran disiplin desain—khususnya arsitektur, perencanaan kota, dan arsitektur lanskap—dalam mengatasi kompleksitas bencana alam maupun non-alam, baik sebelum maupun sesudah terjadi. Inti dari penelitian ini adalah mengisi kesenjangan kritis dalam pengetahuan dan praktik dengan mengintegrasikan wacana dan praktik desain ke dalam strategi mitigasi risiko bencana (DRR) dan pemulihan jangka panjang.

Jalur Logis Perjalanan Temuan

Penelitian ini berangkat dari pengamatan mengenai peningkatan frekuensi dan intensitas bencana global, yang telah menyebabkan kerugian besar—melebihi USD 5.200 miliar sejak tahun 1980, dengan USD 150 miliar hanya pada tahun 2019. Selain kerugian finansial, intensitas bencana juga menggandakan jumlah pengungsi; bencana yang dilaporkan pada tahun 2019 telah menggusur 24,9 juta orang secara global, tiga kali lipat jumlah yang disebabkan oleh konflik. Meskipun skala kehilangan ini jelas, masalah utamanya, menurut Cadman (2020), adalah bagaimana membuat komunitas lebih tangguh.

Studi ini menemukan bahwa pendekatan yang dominan dalam penanganan bencana cenderung berfokus pada elemen individu dalam sistem, seperti pembangunan tanggul atau batas api, yang seringkali tidak memadai untuk mengatasi kerentanan sistemik yang mendasarinya. Kerentanan ini, seperti pola permukiman yang tidak aman dan desain bangunan yang tidak tepat di daerah rawan bencana, sering kali berakar pada masalah desain lingkungan binaan. Studi rekonstruksi pasca-tsunami Aceh 2004 di Sri Lanka, misalnya, menemukan bahwa desain kota yang buruk bertanggung jawab atas pembangunan kembali desa di lokasi yang tidak aman dan minim infrastruktur dasar.

Para penulis berargumen bahwa desain terintegrasi dengan analisis sistem dapat menawarkan "jendela inovatif" untuk memahami kompleksitas DRR dan menjadi "jembatan konseptual" menuju cara-cara baru untuk membangun ketahanan sosio-ekonomi dan fisik. Mereka mengadopsi konsep 'pemikiran desain' (design thinking), yang sangat cocok untuk mengatasi 'masalah pelik' (wicked problems) yang kompleks dan tidak pasti. Pemikiran desain melibatkan dua proses iteratif: (i) mengidentifikasi dan merumuskan masalah dengan memahami hubungan sistemik, dan (ii) mengembangkan serta menguji solusi alternatif.

Namun, temuan kunci dari paper ini adalah bahwa keterampilan arsitek, perencana kota, dan arsitek lanskap jarang dimanfaatkan dalam mitigasi dan pemulihan bencana, meskipun mereka memiliki kapasitas untuk mengembangkan respons spasial terpadu. Hal ini diperburuk oleh sedikitnya perhatian dalam pendidikan desain untuk melengkapi keterampilan pemecahan masalah kreatif dengan pemahaman kontekstual dan sistemik manajemen bencana. Akibatnya, jumlah arsitek yang siap untuk merespons dalam situasi tersebut masih sangat rendah.

Untuk menjawab kesenjangan ini, studi ini menyoroti lima tema inti dari riset yang melibatkan arsitek kemanusiaan, yang menggarisbawahi potensi desain:

  1. Set Keterampilan Praktis: Arsitek membawa pemahaman interdisipliner tentang sains, teknologi, material, dan perspektif spasial tentang sistem dan pola.
  2. Nilai Estetika dan Psikologis: Kemampuan untuk menciptakan keindahan bahkan di lingkungan yang paling tidak terduga, yang menambah nilai nyata bagi individu dan komunitas yang tertekan secara psikologis setelah bencana.
  3. Kesetaraan: Kaum miskin, terpinggirkan, dan tertekan berhak mendapatkan manfaat dari arsitektur yang baik sama seperti, atau bahkan lebih dari, kaum istimewa.
  4. Kebutuhan Kontekstual: Tidak ada solusi 'satu ukuran untuk semua'; skema yang paling sukses didasarkan pada konsultasi intensif dengan masyarakat lokal, penggunaan material dan sistem konstruksi lokal, serta mempekerjakan masyarakat lokal.
  5. Kesenjangan Pendidikan: Pendidikan desain saat ini belum mendukung bidang desain tangguh bencana; sebagian besar arsitek yang diwawancarai datang ke bidang ini karena nilai-nilai pribadi, bukan kurikulum profesional.

Studi ini kemudian memberikan kasus praktik melalui studi studio desain pascasarjana di Hội An, Vietnam, yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas adaptasi lingkungan binaan terhadap perubahan iklim. Studi ini melibatkan proses analitis dan desain yang mencakup pemahaman sistem, analisis kerentanan, dan perancangan adaptasi.

Temuan ini menunjukkan perlunya reorientasi pendidikan desain agar memasukkan konsep inti manajemen risiko bencana, seperti kerentanan, ketahanan kota, adaptasi perubahan iklim, dan perencanaan berbasis risiko. Hal ini menunjukkan hubungan kuat antara integrasi sistem dan pemikiran desain dan hasil ketahanan bencana yang konkret, yang diejawantahkan dalam desain rekomendasi untuk Hội An—misalnya, penggunaan sistem katrol untuk mengamankan harta benda saat banjir, konstruksi dua lantai, dan penanaman bakau sebagai penyangga alam. Hasil dari studio ini menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru, karena mayoritas mahasiswa yang terlibat dalam kursus tersebut kini berprofesi di bidang pembangunan dan bencana, menunjukkan tingkat keberhasilan vokasional yang tinggi.

Kontribusi Utama terhadap Bidang 🏛️

Kontribusi utama paper ini adalah penyediaan dasar teoritis dan bukti empiris untuk meningkatkan peran desain dalam manajemen bencana, yang selama ini terabaikan. Studi ini secara sistematis menjembatani kesenjangan praktik-teori dalam bidang manajemen bencana:

  • Wawasan Konseptual: Menekankan bahwa desain, melalui analisis sistem dan pemikiran desain, menawarkan jalan untuk revisi utama dalam teori bencana, memindahkan fokus dari elemen diskrit ke solusi interdisipliner dan sistemik yang diperlukan untuk 'masalah pelik'.
  • Kritik Praktik: Mengkritik budaya 'pengiriman produk' yang menghasilkan pendekatan 'satu ukuran untuk semua' dalam perumahan pasca-bencana, yang sering mengabaikan aspirasi lokal dan konteks teknologi perumahan setempat.
  • Pembaruan Kurikulum: Menyediakan kerangka kerja pedagogis melalui studi kasus master's degree di Vietnam (MoDDD), yang mengintegrasikan pengetahuan konseptual, etika, dan operasional, serta keterampilan abad ke-21 yang dapat dipindahtangankan untuk bidang kemanusiaan. Secara implisit, paper ini berfungsi sebagai cetak biru kurikuler untuk program pascasarjana dan profesional di masa depan.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka 🧐

Meskipun paper ini memberikan kerangka kerja yang kuat, ia memiliki keterbatasan yang membuka jalan bagi penelitian ke depan:

  • Generalisasi Kasus: Studi kasus yang disajikan (Hội An, Vietnam) adalah tunggal, dan meskipun kaya akan detail, potensi untuk generalisasi yang bermakna ke konteks budaya dan kerentanan yang berbeda (misalnya, gempa bumi versus badai siklon) masih belum jelas.
  • Metrik Dampak Jangka Panjang: Meskipun studi kasus Hội An menunjukkan desain yang direkomendasikan dan keberhasilan penempatan kerja mahasiswa, tidak ada data kuantitatif jangka panjang mengenai efektivitas aktual desain yang diusulkan (misalnya, pengurangan kerugian setelah bencana nyata) atau dampak terukur dari kurikulum yang diubah pada kepemimpinan di lapangan.
  • Hambatan Kelembagaan/Politik: Paper ini mencatat keengganan untuk mempekerjakan desainer dan kurangnya perhatian dalam pendidikan. Namun, paper ini tidak secara mendalam membahas hambatan kelembagaan dan politik spesifik yang mencegah organisasi pemerintah/LSM memprioritaskan dan mendanai intervensi desain sistemik, atau bagaimana mengatasi 'konservatisme bawaan' dalam gelar desain.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

Untuk komunitas akademik, peneliti, dan penerima hibah riset, lima rekomendasi riset berkelanjutan berikut ini harus menjadi fokus strategis:

1. Studi Perbandingan Lintas-Budaya tentang Pendekatan "Satu Ukuran untuk Semua"

  • Justifikasi Ilmiah: Paper ini mengidentifikasi pendekatan 'satu ukuran untuk semua' dalam perumahan pasca-bencana sebagai kegagalan kritis yang disebabkan oleh budaya pengiriman produk, yang mengabaikan kebutuhan lokal.
  • Riset yang Direkomendasikan: Sebuah studi komparatif kuantitatif yang menguji korelasi antara tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam desain perumahan (variabel independen) dan tingkat pemanfaatan perumahan serta kepuasan penghuni/ketahanan fungsional perumahan (variabel dependen). Studi ini harus membandingkan proyek-proyek di setidaknya tiga zona risiko bencana utama yang berbeda (misalnya, Asia Pasifik, Amerika Latin, Afrika Sub-Sahara) untuk mengatasi keterbatasan generalisasi kasus tunggal.

2. Validasi Kuantitatif Kerangka Kerja Pendidikan Desain Tangguh Bencana

  • Justifikasi Ilmiah: Paper ini mengusulkan kurikulum dan prinsip pedagogis, seperti integrasi pemikiran sistem dan desain, namun tidak memvalidasi kerangka kerja ini secara kuantitatif.
  • Riset yang Direkomendasikan: Sebuah studi longitudinal, menggunakan metode campuran, untuk mengukur kompetensi desainer pascasarjana (variabel dependen) yang lulus dari program yang mengintegrasikan pedagogi desain tangguh bencana versus program tradisional. Variabel harus mencakup skor kinerja dalam situasi simulasi bencana dan survei persepsi diri terhadap kemahiran etika dan sosial yang diidentifikasi oleh Evans (2015).

3. Analisis Biaya-Manfaat Holistik (H-CBA) Intervensi Desain Spasial

  • Justifikasi Ilmiah: Meskipun desain spasial diakui sebagai inti dari DRR , pengambilan keputusan organisasi pemulihan didominasi oleh pertimbangan kecepatan dan ekonomi, yang mengarah pada solusi universal.
  • Riset yang Direkomendasikan: Pengembangan dan penerapan model Analisis Biaya-Manfaat Holistik (H-CBA) yang mengkuantifikasi nilai moneter dari manfaat psikologis, estetika, dan sosial-budaya yang dibawa oleh desain berkualitas tinggi pasca-bencana (variabel independen) selain pengurangan kerugian fisik. Ini harus memberikan data yang dapat digunakan oleh pemerintah dan LSM untuk secara ilmiah membenarkan pendanaan untuk 'arsitektur kemanusiaan'.

4. Studi Mekanisme Transisi dari Pendidikan ke Kebijakan

  • Justifikasi Ilmiah: Kesenjangan yang signifikan tetap ada karena desainer yang terampil jarang dipekerjakan dalam manajemen risiko bencana.
  • Riset yang Direkomendasikan: Penelitian kualitatif yang mendalam (menggunakan wawancara semi-terstruktur) dengan pembuat kebijakan senior dan manajer program di organisasi utama kemanusiaan dan pembangunan (IFRC, UNHCR, UN-Habitat, dan badan pemerintah). Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi hambatan prosedural dan persepsi yang menghambat perekrutan arsitek/perencana, serta untuk merancang protokol 'spatial agency' formal untuk integrasi mereka di tingkat kebijakan.

5. Pemodelan Sistem Ketahanan Spasial (SSR)

  • Justifikasi Ilmiah: Pendekatan dominan yang fokus pada elemen individu tidak cocok untuk mengurangi kerentanan sistem. Desain harus terintegrasi dengan analisis sistem untuk memahami koneksi yang kompleks.
  • Riset yang Direkomendasikan: Pengembangan Model Pemodelan Sistem Ketahanan Spasial (SSR) yang menggunakan pemodelan dinamika sistem untuk memprediksi efek berantai jangka panjang (positif dan negatif) dari intervensi desain spasial skala besar (misalnya, kebijakan tata ruang ruang terbuka, zonasi ketinggian bangunan) di daerah perkotaan yang rentan. Variabel harus mencakup kepadatan bangunan, permeabilitas tanah, dan risiko limpasan air.

Ajakan Kolaboratif

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi seperti Harvard Humanitarian Initiative, IFRC, dan UN-Habitat, serta sekolah-sekolah arsitektur dan perencanaan yang berpikiran maju (seperti yang berpartisipasi dalam simposium Eropa), untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil yang dapat diterapkan secara global.

Baca paper aslinya di sini

 

Selengkapnya
Mengapa Kita Perlu Melibatkan Arsitek dan Desainer dalam Strategi Ketahanan Bencana Global
« First Previous page 25 of 1.291 Next Last »