Arah Baru Investasi Hijau Indonesia: Membangun Ekonomi Berkelanjutan melalui Kolaborasi dan Inovasi Pembiayaan

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

21 November 2025, 16.30

Indonesia tengah memasuki fase penting dalam perjalanan menuju ekonomi berkelanjutan. Selaras dengan komitmen global terhadap pengurangan emisi dan penguatan ketahanan iklim, Indonesia membutuhkan transformasi besar dalam cara membangun, berinvestasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada tahap ini, investasi hijau dan ekonomi sirkular bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan strategis agar Indonesia mampu bertahan dan bersaing di dunia yang semakin terdigitalisasi dan rendah karbon.

Kolaborasi sebagai Fondasi Transisi Berkelanjutan

Transisi menuju ekonomi hijau tidak dapat dilakukan oleh satu aktor saja. Pemerintah memegang peran penting dalam menciptakan regulasi yang harmonis, memberikan insentif fiskal, dan membuka ruang kerja sama lintas kementerian. Dunia industri bertanggung jawab menerapkan inovasi produksi, memanfaatkan teknologi efisien, dan mendaftarkan diri pada sistem industri hijau.

Di sisi lain, akademisi dan praktisi memainkan peran kunci dalam mengembangkan teknologi terbarukan, inovasi proses, rekayasa sistem, serta mendorong riset penguatan kapasitas. Sementara masyarakat berperan penting sebagai pengguna dan pengawas, mulai dari memilih produk ramah lingkungan hingga mendukung praktik industri hijau di daerah sekitar.

Hanya dengan kerja sama empat aktor ini—pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat—ekonomi berkelanjutan dapat berjalan secara nyata dan inklusif.

Kebutuhan Investasi Raksasa untuk Mencapai Target Emisi Nasional

Upaya mencapai target iklim nasional membutuhkan investasi yang sangat besar. Untuk memenuhi komitmen pengurangan emisi sesuai NDC (Nationally Determined Contribution), Indonesia membutuhkan lebih dari 322 miliar dolar AS pada 2030. Namun kemampuan pembiayaan dari APBN baru mencakup sepertiga dari total kebutuhan tersebut.

Kesenjangan besar ini menuntut inovasi pembiayaan yang kreatif dan kolaboratif. Dukungan internasional melalui hibah dan pinjaman multilateral memang membantu, tetapi tidak cukup untuk menutup seluruh kebutuhan pendanaan. Karena itu, keuangan swasta, investasi asing, dan mekanisme pembiayaan hijau menjadi semakin penting.

Pembiayaan Hijau sebagai Motor Transformasi Ekonomi

Indonesia mulai mengembangkan berbagai instrumen pembiayaan hijau untuk mobilisasi pendanaan berkelanjutan. Pasar green bond dan obligasi keberlanjutan tumbuh pesat, dengan alokasi dana untuk energi bersih, transportasi rendah karbon, pengelolaan limbah, dan infrastruktur air berkelanjutan.

Selain itu, platform SDGs Indonesia One dirancang untuk mempercepat proyek infrastruktur berkelanjutan melalui fasilitas pengembangan, mitigasi risiko, dan pembiayaan ekuitas dari sumber swasta. Pendekatan ini memperluas akses pembiayaan sekaligus meningkatkan kualitas proyek yang masuk pipeline pembangunan nasional.

Dalam konteks global, investasi hijau terus meningkat. Pertumbuhan ekonomi hijau membuka peluang baru, mulai dari energi terbarukan, kendaraan listrik, hingga pertanian bersih. Sektor-sektor ini menciptakan jutaan lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing teknologi.

Belajar dari Dunia: Ekonomi Sirkular di Kawasan Industri

Kawasan industri menjadi titik penting penerapan ekonomi sirkular. Contoh dari Denmark, Kanada, hingga Norwegia menunjukkan bahwa industrial symbiosis—saling memanfaatkan limbah dan sumber daya antarperusahaan—mampu menghasilkan manfaat besar:

  • pengurangan emisi,

  • efisiensi energi,

  • penghematan air,

  • peningkatan nilai ekonomi material,

  • dan penguatan ekosistem industri yang berkelanjutan.

Prinsip-prinsip ini menjadi acuan bagi Indonesia dalam membangun Kawasan Industri Hijau yang terintegrasi, modern, dan berbasis pada efisiensi material.

Peluang Investasi Hijau yang Semakin Terbuka

Indonesia juga memperluas keterbukaan investasi asing terutama pada sektor berkelanjutan. Sektor kehutanan, energi panas bumi, biofuel, energi terbarukan, hingga pengelolaan sampah dibuka lebar dengan batas kepemilikan asing yang cukup tinggi.

Hal ini menciptakan peluang besar bagi investor sekaligus memperkuat ekosistem investasi yang ramah lingkungan. Dukungan kebijakan dalam UU Cipta Kerja turut mempercepat perizinan dan integrasi standar industri hijau agar investor dapat masuk dengan kepastian regulasi yang lebih baik.

Kerangka Regulasi Baru untuk Mendorong Investasi Hijau

Pemerintah menerbitkan berbagai regulasi untuk memperkuat ekosistem investasi hijau, termasuk:

  • pajak karbon dan perdagangan karbon,

  • taksonomi hijau,

  • perluasan obligasi hijau dan sosial,

  • penguatan perizinan berbasis risiko,

  • dan kewajiban standar industri hijau.

Seluruh regulasi ini mempertegas arah pembangunan Indonesia: tidak hanya mengejar pertumbuhan, tetapi memastikan bahwa pertumbuhan tersebut sejalan dengan keberlanjutan jangka panjang.

Kesimpulan: Indonesia Bergerak Menuju Ekonomi Hijau yang Lebih Kuat

Transformasi menuju ekonomi berkelanjutan membutuhkan kerja sama, investasi, dan inovasi yang konsisten. Indonesia telah memperkuat fondasi kebijakan, memperluas pembiayaan hijau, serta membuka peluang investasi untuk mempercepat transisi energi dan implementasi ekonomi sirkular.

Ke depan, keberhasilan Indonesia ditentukan oleh kemampuannya membangun kolaborasi lintas sektor, memobilisasi pendanaan hijau dalam skala besar, serta memastikan industri memiliki insentif kuat untuk bertransformasi. Dengan langkah yang tepat, ekonomi hijau dapat menjadi pendorong utama daya saing Indonesia menuju 2045.

Daftar Pustaka

  1. Dokumen “Transisi Indonesia Menuju Ekonomi Berkelanjutan dan Pembiayaan Hijau”, Kementerian PPN/Bappenas.