Perekonomian Global
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 02 Desember 2025
Sebagai bagian dari Central American Common Market (CACM) dan anggota CAFTA–DR, Honduras memiliki kerangka liberalisasi perdagangan yang relatif maju dibandingkan beberapa negara Amerika Tengah lainnya. Namun, praktik administratif, mekanisme lisensi impor yang semakin kompleks, serta hambatan struktural dalam sektor distribusi membuat kondisi akses pasar tidak selalu sesuai dengan komitmen integrasi tersebut. Tahun 2025 menunjukkan bahwa Honduras berada pada persimpangan antara liberalisasi formal dan kendala implementasi di lapangan.
Kebijakan Tarif: CACM yang Terharmonisasi dan CAFTA–DR sebagai Pendorong Liberalitas
Honduras menetapkan tarif eksternal CACM dengan tarif maksimum 15% untuk sebagian besar barang. Namun, di bawah CAFTA–DR:
seluruh barang non-pertanian dari AS sudah bebas bea sejak 2015,
hampir semua produk pertanian dari AS juga bebas bea,
tarif beras dan chicken leg quarters dihapus pada 2023,
tarif produk susu dihapus pada 2025,
liberalisasi jagung putih dilakukan melalui perluasan TRQ secara bertahap.
Meskipun struktur tarif relatif ramah pasar, akses riil sering tertahan pada hambatan non-tarif yang semakin kompleks.
Hambatan Non-Tarif: Sistem Lisensi Impor yang Berlapis dan Lambat
Mulai 2023–2024, Honduras mengadopsi beberapa sistem lisensi impor baru untuk produk-produk sensitif:
a. Lisensi Impor untuk Unggas dan Beras (2023)
Karakteristik hambatan:
kewajiban berinteraksi dengan banyak lembaga pemerintah,
dokumen harus melalui SENASA, Kementerian Pertanian, Kementerian Pembangunan Ekonomi, dan Bea Cukai,
terdapat sekitar delapan langkah tambahan di setiap institusi,
beberapa dokumen awalnya harus diserahkan secara fisik.
Setelah tekanan diplomatik, Honduras memperbolehkan pengunggahan dokumen secara elektronik, namun proses birokrasi tetap lambat dan tidak terkoordinasi.
b. Lisensi Impor Bawang (2024)
Aturan dalam Ministerial Agreement 071-2024 memperpanjang kompleksitas serupa ke komoditas bawang.
Akibatnya, importir menghadapi:
waktu proses yang tidak menentu,
kesulitan memenuhi persyaratan multi-agency,
potensi penundaan ketika perizinan tidak disinkronkan antar lembaga.
Walaupun Honduras berjanji untuk memberi notifikasi terhadap WTO sesuai kewajiban CAFTA–DR, hingga akhir 2024 belum ada notifikasi yang disampaikan. Situasi ini menciptakan risiko ketidakpatuhan pada aturan perdagangan internasional.
Pajak Diferensial Berdasarkan Bahasa Label: Inkonsistensi Regulasi Pangan
Honduras menerapkan 15% sales tax terhadap produk iga babi jika label menggunakan bahasa Inggris, tetapi menganggap produk yang sama sebagai “kebutuhan pokok” dan bebas pajak apabila diberi label dalam bahasa Spanyol.
Ketidakkonsistenan ini menimbulkan:
beban biaya tambahan bagi eksportir yang menggunakan labeling standar internasional,
risiko perlakuan diskriminatif,
ketidakpastian tarif yang tidak sesuai prinsip CAFTA–DR.
AS telah meminta revisi regulasi ini agar tidak terjadi pembedaan berdasarkan bahasa label.
Perlindungan Kekayaan Intelektual: Penegakan Lemah dalam Lingkungan Risiko Tinggi
Honduras menghadapi tantangan besar dalam penegakan IP:
pembajakan perangkat lunak,
cable signal piracy,
penjualan barang bajakan secara komersial,
rendahnya tingkat penuntutan dan tindakan hukum.
Meskipun kerangka hukum dipengaruhi oleh CAFTA–DR, kapasitas penegakan terbatas dan infrastruktur hukum belum mampu mengatasi tingginya tingkat pelanggaran digital.
Hambatan Layanan Distribusi: Keberlanjutan Decree Law No. 549
Honduras masih memberlakukan beberapa aspek dari Decree Law No. 549 (1977) mengenai agen dan distributor, meskipun sebagian ketentuannya seharusnya tidak berlaku untuk produk AS di bawah CAFTA–DR.
Akibatnya:
perusahaan asing dapat dipaksa bekerja dengan distributor lokal,
distributor lokal dapat mendaftarkan diri sebagai satu-satunya distributor resmi,
eksportir AS melaporkan kasus produk mereka ditolak masuk karena sengketa distribusi.
Hambatan ini menciptakan risiko komersial dan menghambat kompetisi.
Isu Ketenagakerjaan: Standar Tenaga Kerja dan Pemantauan CAFTA–DR
Walaupun laporan DOL 2015 menjadi acuan penting dan pemantauan masih berlangsung, Honduras tetap menghadapi masalah struktural:
hak kebebasan berserikat,
negosiasi kolektif,
perlindungan usia kerja,
kondisi kerja sektor pertanian, pengolahan, dan tekstil.
Isu ini memengaruhi persepsi risiko investasi dan berpotensi membawa implikasi perdagangan dalam kerangka CAFTA–DR.
Penutup: Hambatan Baru dalam Sistem yang Semestinya Liberal
Secara formal, Honduras memiliki komitmen liberalisasi yang kuat di bawah CAFTA–DR dan CACM. Namun implementasi di lapangan menunjukkan tren baru:
birokrasi lisensi impor yang semakin rumit,
pengenaan pajak yang tidak konsisten,
hambatan distribusi yang mengakar,
dan lemahnya penegakan IP.
Pelaku usaha global yang beroperasi di Honduras pada 2025 perlu mempertimbangkan risiko administratif yang tinggi sekaligus memantau perubahan regulasi yang sering tidak diberitahukan. Dalam konteks seri hambatan perdagangan internasional, Honduras menjadi ilustrasi negara dengan liberalisasi formal tetapi realitas operasional yang penuh friksi.
Daftar Pustaka
Office of the United States Trade Representative. 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Honduras Section.
Perekonomian Global
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 02 Desember 2025
Cooperation Council (GCC)—yang terdiri dari Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab—merupakan blok ekonomi dengan peran penting dalam perdagangan global, terutama bagi energi, logistik, dan produk manufaktur. Meski secara formal memiliki struktur integrasi yang relatif solid melalui Common External Tariff (CET) dan pekerjaan harmonisasi standar melalui Gulf Standardization Organization (GSO), kenyataannya hambatan perdagangan di kawasan ini justru menunjukkan tingkat fragmentasi regulasi yang tinggi.
Dengan meningkatnya tekanan geopolitik, transformasi ekonomi domestik (seperti Saudi Vision 2030 dan UAE’s Operation 300 Billion), serta penguatan kebijakan keamanan pangan dan digital, tahun 2025 menjadi titik di mana konsistensi kebijakan GCC diuji.
Kebijakan Tarif: CET yang Seragam, namun Pengecualian Nasional Masih Dominan
GCC menerapkan Common External Tariff 5% untuk sebagian besar barang impor. Namun setiap negara anggota memiliki daftar pengecualian:
Kuwait: lebih dari 400 jenis barang esensial bebas tarif.
Qatar: sekitar 800 produk dikecualikan dari tarif, sementara alkohol, tembakau, dan daging babi dikenai tarif 100%.
Arab Saudi: tarif untuk barang yang bersaing dengan industri lokal berkisar 6,5–40%, dan 99 jenis produk mengalami kenaikan tarif sejak 2022.
UAE: lebih dari 800 barang bebas bea, termasuk donasi dan barang diplomatik.
Selain tarif, GCC menerapkan excise tax 50–100% pada minuman manis dan energi, namun implementasinya tidak seragam antarnegara, menciptakan ketidakpastian bagi eksportir.
Import Licensing dan Pembatasan Impor: Sistem Agen Lokal dan Ketentuan yang Tidak Seragam
Sebagian besar negara GCC mewajibkan importir untuk memiliki lisensi impor, dan hanya perusahaan lokal atau agen lokal yang dapat menjadi pemegang lisensi.
Kuwait: agen dan importir harus warga negara Kuwait atau perusahaan lokal.
Oman: izin khusus diperlukan untuk alkohol, hewan hidup, dan berbagai produk pertanian.
Qatar: importir harus entitas lokal; produk tertentu hanya dapat diimpor oleh distributor milik pemerintah (contoh: alkohol & babi oleh Qatar Distribution Company).
Arab Saudi & UAE: kategori produk tertentu memerlukan persetujuan khusus, seperti benih pertanian, wireless equipment, barang sensitif moral, atau perangkat perjudian.
Ketentuan agen lokal, terutama di Qatar dan UAE, dinilai menghambat persaingan dan meningkatkan biaya masuk bagi perusahaan asing.
3. Dokumentasi dan Konsularisasi: Beban Administratif yang Tinggi
Qatar dan UAE masih menerapkan konsularisasi dokumen—setiap invoice, sertifikat asal, dan dokumen pendukung harus dilegalisasi oleh kedutaan negara tersebut di negara asal.
Proses ini memakan biaya tambahan dan memperlambat pengiriman.
Qatar mengenakan denda 1% atas nilai barang jika invoice tidak dilegalisasi.
Pelaku usaha juga mengeluhkan keterlambatan translasi regulasi, khususnya di Qatar, yang menyebabkan interpretasi berbeda antara versi Arab dan Inggris.
Hambatan Teknis dan SPS: Fragmentasi Standar dan Duplikasi Sertifikasi
Standar Teknis
Walaupun GSO menjadi lembaga harmonisasi, implementasinya masih berbeda-beda antarnegara. Contohnya:
Arab Saudi mulai hanya menerima standar UNECE untuk otomotif, bukan lagi standar AS seperti FMVSS.
UAE menerapkan Emirates Conformity Assessment Scheme (ECAS) dan Emirates Quality Mark (EQM) yang menambah lapisan sertifikasi.
Program Saber di Arab Saudi mewajibkan PCoC dan SCoC untuk hampir semua produk impor—dikritik karena biaya tinggi dan proses tidak konsisten.
Regulasi Halal
Peraturan halal semakin ketat di seluruh GCC:
Kuwait (2024): sertifikasi halal harus disetujui oleh dua negara GCC atau Gulf Accreditation Center → banyak lembaga halal AS terdelisting.
Qatar: mewajibkan halal sertifikasi untuk semua produk hewani, termasuk gelatin dan aditif pangan.
Saudi Arabia: sejak 2024 hanya menerima sertifikat halal baru yang diterbitkan oleh platform SFDA—menambah hambatan teknis dan administratif.
SPS
Hambatan SPS mencakup:
inspeksi pangan 100% di Kuwait, tanpa sistem manajemen risiko,
MRL Saudi yang mengacu pada standar Uni Eropa ketika Codex tidak tersedia,
persyaratan fasilitas listing untuk madu, seafood, dan produk hewan sebelum ekspor ke Arab Saudi, dengan biaya audit ditanggung eksportir.
Pengadaan Pemerintah: Preferensi Lokal, Offset, dan Kewajiban Investasi
Pengadaan di GCC umumnya memberi preferensi harga 10–20% untuk produk dan perusahaan lokal.
Contoh hambatan:
Kuwait: kontraktor asing wajib membeli 30% input dari domestik dan mensubkontrakkan 30% pekerjaan ke perusahaan lokal.
Qatar: tender hingga QAR 5 juta hanya terbuka untuk UKM lokal; proyek besar mensyaratkan local content minimal 30%.
Arab Saudi: mewajibkan regional headquarters (RHQ) per 2024 untuk ikut tender pemerintah.
UAE: ICV Program memperluas kewajiban penggunaan input dalam negeri, namun kriterianya dianggap tidak transparan.
Keterlambatan pembayaran terhadap kontraktor asing—khususnya di Kuwait dan Arab Saudi—juga menjadi hambatan besar yang berulang.
Perlindungan Kekayaan Intelektual: Perbaikan Ada, Tantangan Masih Terasa
Penegakan IP di GCC bervariasi:
Bahrain dan Oman relatif kuat dalam regulasinya, tetapi penegakan tidak konsisten.
Saudi Arabia menunjukkan peningkatan signifikan melalui SAIP tetapi masih menghadapi masalah barang palsu dan kurangnya transparansi.
UAE telah meluncurkan platform IP terpadu, tetapi daerah seperti Deira Market tetap menjadi pusat barang bajakan.
Hambatan Jasa: Kepemilikan Asing dan Regulasi Sektor Strategis
Sektor Keuangan
Pembatasan umum meliputi:
batas kepemilikan asing 49–60% untuk perbankan,
batas jumlah cabang bank asing,
pajak emirat 20% untuk bank asing di UAE.
Telekomunikasi
Seluruh negara GCC mempertahankan kepemilikan negara dalam penyedia layanan inti:
Qatar: hanya Ooredoo dan Vodafone, keduanya dikuasai pemerintah.
UAE: e& dan du tetap memonopoli pasar telekomunikasi dan VoIP.
Kuwait dan Oman: pembatasan lisensi dan kontrol infrastruktur.
Profesional Services
Sebagian besar negara mensyaratkan:
partisipasi lokal,
kewarganegaraan lokal untuk profesi tertentu (notaris, pengacara, arsitek).
Digital Trade dan Data Localization: Aturan Ketat yang Menghambat Akses
Beberapa regulasi data memperketat arus data lintas negara:
Saudi PDPL (2024): tidak menjamin AS sebagai mitra transfer data, pedoman kepatuhan masih tidak jelas.
UAE Data Protection Law (2022): membatasi transfer data kecuali negara tujuan dianggap “adequate.”
UAE Health Data Law (2019–2024): melarang penyimpanan data kesehatan di luar negeri tanpa pengecualian khusus.
Qatar: larangan total terhadap cryptocurrency dan batas ketat terhadap penyedia layanan digital asing
Investasi: Keterbukaan Bertahap, tetapi Banyak Sektor Masih Tertutup
Kuwait: mayoritas bisnis harus 51% dimiliki warga lokal; proses pendirian bisnis lambat.
Oman: lebih dari 120 sektor dilarang untuk investasi asing.
Qatar: kepemilikan asing di sektor strategis (banking, insurance, minyak & gas) tetap dibatasi.
Saudi Arabia: sektor tertentu masih memerlukan izin khusus, dengan daftar “excluded activities.”
UAE: mengizinkan 100% FDI untuk banyak sektor sejak 2021, namun beberapa sektor sensitif masih membatasi kepemilikan asing hingga 49%.
Penutup: Integrasi yang Ambisius namun Implementasi yang Tidak Seragam
Meskipun GCC mempromosikan diri sebagai pasar tunggal regional dengan pergerakan barang yang harmonis, realitasnya menunjukkan ketidakseragaman yang kuat antarnegara. Hambatan teknis, kebijakan halal yang tidak selaras, kewajiban agen lokal, serta aturan data dan telekomunikasi yang ketat menciptakan lingkungan perdagangan yang kompleks bagi pelaku usaha global.
Bagi perusahaan yang ingin menembus pasar GCC, keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh pemahaman tarif dan kerangka CET, tetapi juga oleh kemampuan menavigasi perbedaan regulasi nasional yang signifikan di dalam blok yang seharusnya terintegrasi.
Daftar Pustaka
Office of the United States Trade Representative. 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Gulf Cooperation Council (GCC) Section.
Perekonomian Global
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 02 Desember 2025
Guatemala, sebagai salah satu ekonomi terbesar di Amerika Tengah, memainkan peran strategis dalam kerangka Central American Common Market (CACM) dan CAFTA–DR. Meskipun negara ini mengadopsi banyak komitmen liberalisasi perdagangan, realitas di lapangan menunjukkan adanya hambatan tarif, non-tarif, dan administratif yang secara signifikan mempengaruhi kelancaran arus barang internasional. Tahun 2025 menjadi periode ketika berbagai distorsi struktural semakin terlihat—mulai dari penggunaan basis data referensi yang tidak akurat hingga proses karantina yang menghambat produk pertanian segar.
Kebijakan Tarif: Harmonis Secara Regional, Liberal di Atas Kertas
Sebagai anggota CACM, Guatemala memberlakukan tarif eksternal maksimum 15% untuk sebagian besar produk. Namun melalui CAFTA–DR, barang non-pertanian asal Amerika Serikat telah bebas bea sejak 2015.
Pada sektor pertanian, liberalisasi berlangsung bertahap, termasuk:
penghapusan tarif beras (2023),
penghapusan tarif produk susu (2025),
ekspansi bertahap TRQ untuk jagung putih.
Namun, TRQ yang dikelola melalui sistem lisensi impor bisa menciptakan hambatan akses pasar apabila penerbitan izin mengalami keterlambatan, sebuah persoalan yang sering disoroti oleh eksportir.
Di sisi perpajakan, Guatemala memiliki mekanisme withholding VAT 15%, yang sering membebani arus kas perusahaan. Proses restitusi kredit pajak memakan waktu dan tidak selalu diproses secara tepat waktu, menambah biaya kepatuhan
Hambatan Non-Tarif: Valuasi Kepabeanan, Referensi Harga, dan Proses Banding yang Panjang
Pelaku usaha kerap menghadapi kendala dalam penentuan nilai pabean akibat penggunaan basis data referensi oleh otoritas perpajakan (SAT). Masalah yang sering dilaporkan meliputi:
penggunaan nilai referensi sebagai minimum price, bukan acuan fleksibel,
perbandingan barang dengan produk yang tidak sejenis,
investigasi nilai yang berujung pada penahanan barang hingga 20 hari,
proses banding yang dapat berlangsung hingga empat tahun.
Pemerintah Guatemala telah bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk menerapkan sistem otomasi guna mempercepat pelonggaran barang dengan jaminan (bond), namun implementasinya masih bertahap.
Hambatan Teknis dan SPS: Registrasi Berulang, Protokol Karantina, dan Ketidakpastian Bioteknologi
Registrasi Produk yang Berulang
Guatemala mewajibkan registrasi produk pangan, pakan hewan, dan pet food untuk setiap importir, terlepas dari apakah produk tersebut sudah terdaftar oleh importir lain. Prosedur ini memperlambat masuknya produk baru ke pasar dan meningkatkan biaya duplikasi administratif.
Protokol Karantina dan Rantai Dingin
Walaupun Guatemala telah memperbaiki protokol karantina melalui Ministerial Decree 57-2021, pemeriksaan yang dilakukan oleh OIRSA masih bersifat menyeluruh. Beberapa perbaikan telah diterapkan, seperti:
inspeksi dalam ruang berpendingin di Pelabuhan Quetzal dan Santo Tomas,
pembangunan ruang pendingin baru (2023).
Namun pemeriksaan penuh untuk seluruh produk segar tetap menyebabkan kemacetan logistik. Pemerintah AS meminta penerapan sistem berbasis risiko agar inspeksi lebih selektif.
Status Regulasi Bioteknologi
Meskipun Guatemala memiliki regulasi bioteknologi berbasis sains sejak 2019 dan telah menyetujui dua aplikasi pada 2021, sejak 2022 pemerintah menolak menerima aplikasi baru tanpa penjelasan. Penghentian proses ini menciptakan ketidakpastian bagi industri agribisnis yang mengandalkan produk bioteknologi.
Pengadaan Pemerintah: Digital secara Formal, Praktis Terdistorsi
Sistem GUATECOMPRAS semestinya meningkatkan transparansi tender, namun pelaku usaha asing menilai kenyataan di lapangan masih dipengaruhi:
praktik korupsi,
ketidakpastian jadwal,
kewajiban menunjuk perwakilan lokal,
serta kecenderungan kontrak yang tidak kompetitif.
Guatemala bukan bagian dari GPA WTO dan tidak menjadi pengamat, yang membatasi standar internasional dalam tender domestik.
Perlindungan Kekayaan Intelektual: Kerangka Hukum Ada, Penegakan Lemah
Meskipun Guatemala memiliki undang-undang IP yang cukup kuat di atas kertas, penegakan lemah karena:
keterbatasan sumber daya,
minimnya koordinasi antar lembaga,
maraknya pemalsuan pakaian, farmasi, dan konten digital,
penggunaan perangkat lunak tanpa lisensi di lembaga pemerintah.
Sektor penyiaran juga masih menghadapi masalah pembajakan sinyal dan IPTV ilegal, sehingga merugikan pemilik hak.
Hambatan Jasa dan Investasi: Persyaratan Lokal dan Kompleksitas Regulasi
Pada sektor jasa profesional, perusahaan asing hanya dapat beroperasi melalui kemitraan dengan entitas lokal. Notaris wajib merupakan warga negara Guatemala, yang membatasi layanan hukum lintas negara.
Di sektor investasi, perusahaan AS melaporkan:
interpretasi regulasi yang tidak konsisten,
proses peradilan yang tidak dapat diprediksi,
serta kekhawatiran bahwa lingkungan regulasi dapat digunakan secara diskriminatif.
Kasus ketenagakerjaan yang sebelumnya dibawa ke mekanisme penegakan CAFTA–DR telah ditutup, tetapi isu pelanggaran hak-hak buruh masih mencuat, terutama di sektor pelabuhan, pertanian, dan pengolahan.
Hambatan Tambahan: Struktur Inspeksi Ganda dan Potensi Korupsi
Guatemala memiliki tiga unit keamanan independen di pelabuhan:
DIPAFRONT,
SGAIA,
UCC (program PBB).
Semua unit ini memiliki kewenangan inspeksi sekunder, di luar otoritas bea cukai dan MAGA. Tumpang tindih kewenangan ini menyebabkan:
penundaan,
proses yang tidak terintegrasi,
peluang korupsi untuk menghindari pemeriksaan pada secondary ramps.
Situasi semacam ini menciptakan risiko operasional bagi importir, terutama produk bernilai tinggi atau sensitif.
Penutup: Pasar Strategis dengan Tantangan Struktural yang Belum Terselesaikan
Guatemala memiliki potensi besar bagi perdagangan internasional melalui posisinya di CAFTA–DR dan CACM. Namun hambatan kepabeanan, proses registrasi yang berulang, ketidakpastian bioteknologi, serta struktur inspeksi berlapis masih menjadi kendala besar bagi pelaku usaha global.
Dalam konteks 2025, keberhasilan memasuki pasar Guatemala tidak hanya bergantung pada preferensi tarif di bawah CAFTA–DR, tetapi juga pada kemampuan perusahaan untuk menavigasi labirin administratif yang kompleks, memperkirakan risiko penundaan logistik, serta memastikan kepatuhan terhadap standar yang tidak selalu konsisten.
Daftar Pustaka
Office of the United States Trade Representative. 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Guatemala Section.
Perekonomian Global
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 02 Desember 2025
Ghana merupakan salah satu ekonomi paling dinamis di Afrika Barat, sekaligus anggota penting ECOWAS yang mempengaruhi arsitektur perdagangan kawasan. Namun di tengah upaya konsolidasi fiskal dan pemulihan ekonomi pascakrisis, negara ini menerapkan serangkaian kebijakan tarif, non-tarif, serta pembatasan investasi yang berdampak langsung pada pelaku usaha global. Tahun 2025 menunjukkan bagaimana Ghana berupaya menyeimbangkan tekanan domestik dan komitmen integrasi regional, tetapi sering kali menghasilkan lingkungan perdagangan yang tidak sepenuhnya dapat diprediksi.
Kebijakan Tarif: Struktur CET ECOWAS dengan Deviation Praktis
Ghana menerapkan tarif berdasarkan ECOWAS Common External Tariff (CET), terdiri dari lima kelompok:
0% untuk barang sosial esensial seperti obat-obatan.
5% untuk komoditas penting, bahan baku, dan barang modal.
10% untuk barang intermediate.
20% untuk barang konsumsi.
35% untuk barang yang pemerintah ingin lindungi secara khusus.
Walaupun harmonisasi penuh seharusnya berlaku sejak 2020, beberapa negara anggota termasuk Ghana masih menerapkan penyimpangan pada praktiknya. Tarif kendaraan justru meningkat melalui Customs (Amendment) Act 2020, yang menaikkan tarif menjadi 35% untuk mobil penumpang, SUV, dan kendaraan komersial ringan.
Selain tarif, Ghana menumpuk beban impor melalui struktur pajak yang luas: PPN 15%, berbagai levy kesehatan dan pendidikan, levy ekspor-impor 0,75%, levy khusus 2%, serta levy 2% yang baru diberlakukan melalui Ghana Shippers’ Authority Bill 2024.
Kombinasi ini menjadikan biaya masuk barang ke Ghana jauh lebih tinggi dibanding tarif nominalnya.
Hambatan Non-Tarif: Kuota, Pembatasan Impor, dan Ketidakpastian Regulatif
Sejumlah pembatasan impor telah diterapkan selama beberapa tahun terakhir, termasuk:
Larangan impor tilapia sejak 2014.
Pembatasan ketat untuk impor jagung dan unggas, dengan perizinan yang diterbitkan secara ad hoc dan proses yang tidak transparan.
Larangan impor kendaraan berusia lebih dari 10 tahun, meski implementasinya tertunda.
Larangan impor excavator untuk menekan aktivitas pertambangan ilegal.
Pada 2023, Ghana juga mengusulkan sebuah sistem izin impor baru untuk 24 kategori produk termasuk beras, unggas, otomotif, besi baja, dan tekstil. Sistem ini akan berfungsi sebagai mekanisme kuota yang membatasi jumlah importir. Hingga akhir 2024, mekanisme ini belum diberlakukan, namun ketidakpastian mengenai implementasinya telah memengaruhi perencanaan bisnis.
Restriksi Devisa
Sejak 2021, Ghana membatasi dukungan devisa untuk impor barang “non-esensial”—termasuk beras, unggas, minyak nabati, pasta, dan jus buah. Kebijakan ini berdampak signifikan pada perdagangan, tercermin dari penurunan tajam impor produk-produk tersebut dari AS pada 2023.
Hambatan Kepabeanan dan Fasilitasi Perdagangan
Walaupun Ghana telah mengadopsi risk management approach, 60–80% barang impor tetap mengalami pemeriksaan fisik. Persentase ini jauh dari target 10% untuk produk pertanian. Pelaku usaha mengeluhkan:
proses clearance yang panjang,
konsistensi penegakan aturan yang rendah,
praktik korupsi di pelabuhan,
serta biaya demurrage tinggi akibat keterlambatan.
Valuasi bea cukai juga sering menggunakan benchmark value alih-alih transaction value, meskipun hal tersebut bertentangan dengan ketentuan WTO. Sistem benchmarking secara sistemik menaikkan nilai pabean serta meningkatkan beban pajak dan tarif.
Hambatan Teknis dan SPS: EasyPASS, Labeling Ketat, dan Standar Kendaraan
EasyPASS Program
Barang yang dianggap high risk goods (HRG) harus melalui proses praverifikasi oleh Bureau Veritas atau Intertek. Sistem ini menambah biaya langsung (0,35–0,50% dari FOB) serta biaya pendaftaran tahunan ke Ghana Standards Authority.
Klasifikasi HRG juga dianggap tidak transparan dan tidak konsisten.
Ghana mewajibkan:
label kedaluwarsa yang sesuai regulasi,
dua pertiga masa simpan masih tersisa saat masuk pelabuhan.
Produk yang tidak memenuhi syarat harus diekspor kembali atau dimusnahkan.
Sejak 2019, Ghana memberlakukan standar UNECE, kemudian mengakomodasi sertifikasi FMVSS (AS) setelah advokasi. Namun persyaratan untuk kendaraan bekas yang berlaku sejak 2022 belum disertai daftar lembaga akreditasi, menciptakan ketidakpastian operasional.
SPS
Ghana melarang impor daging dengan kadar lemak di atas batas tertentu, seperti 15% untuk unggas dan 25% untuk daging sapi, babi, dan domba. Regulasi ini dinilai tidak berbasis risiko.
Pengadaan Pemerintah: Preferensi Lokal dan Akses Pasar yang Terbatas
Pengadaan pemerintah sering menggunakan sole-source contracting, dengan margin preferensi 7,5–20% bagi produk lokal. Kendati undang-undang pengadaan ada, pelaku usaha melaporkan:
transparansi rendah,
ketergantungan pada pembiayaan pemerintah asing,
serta kasus korupsi dalam tender.
Ghana bukan anggota GPA WTO, sehingga akses bagi perusahaan internasional semakin terbatas.
Perlindungan Kekayaan Intelektual: Reformasi Ada, Penegakan Lemah
Walaupun Ghana telah meratifikasi beberapa perjanjian IP baru, penegakan di lapangan masih lemah. Penjualan barang palsu tetap masif, dan proses persidangan kasus pelanggaran sering mengalami penundaan. Perusahaan fintech dan startup digital menyebut risiko pencurian IP sebagai hambatan signifikan dalam berkembang di Ghana.
Hambatan Investasi: Pembatasan Sektor Kunci dan Tantangan Kepastian Kontrak
Beberapa sektor utama—telekomunikasi, perbankan, perikanan, minyak dan gas, real estat—tetap dibatasi untuk investor asing. Tantangan besar lainnya adalah:
perubahan sepihak syarat kontrak,
renegosiasi paksa dengan BUMN,
dan tunggakan pembayaran bernilai ratusan juta dolar terhadap perusahaan AS.
Pertambangan
Non-Ghanaians tidak dapat memperoleh lisensi tambang kecil (<25 acre). Lisensi mineral industri hanya bisa diajukan untuk proyek senilai > $10 juta. Pemerintah secara otomatis mengambil 10% kepemilikan tanpa biaya.
Ghana National Petroleum Corporation (GNPC) memiliki min. 15% kepemilikan di setiap proyek eksplorasi. Perusahaan harus menggandeng firma lokal minimal 5%, yang tidak dapat dipindahkan kepemilikannya kepada pihak asing.
Di samping itu:
semua kontrak di atas $100.000 membutuhkan persetujuan Menteri Energi,
syarat local content dinilai berlebihan oleh investor internasional,
biaya registrasi tahunan bagi penyedia jasa asing berkisar $70.000–$150.000, jauh di atas tarif lokal.
Hambatan Tambahan: Regulasi Logistik Baru dan Larangan Ekspor
Undang-undang Ghana Shippers’ Authority (2024) memberi wewenang kepada otoritas untuk mengatur penyedia jasa pelayaran dan menetapkan biaya mereka. Kebijakan ini menambah lapisan regulasi baru dalam sektor logistik.
Ghana juga masih mempertahankan larangan ekspor besi tua sejak 2013, yang berdampak pada industri daur ulang dan perdagangan regional.
Penutup: Pasar Potensial dengan Risiko Kebijakan yang Tinggi
Ghana memiliki potensi ekonomi yang kuat, terutama dalam sektor agrikultur, energi, dan manufaktur. Namun hambatan perdagangan yang berlapis—dari pembatasan devisa hingga tarif kendaraan, dari HRG requirements hingga preferensi lokal dalam tender—menciptakan lanskap yang menuntut perencanaan matang bagi pelaku usaha global.
Keberhasilan memasuki pasar Ghana pada 2025 bergantung pada kemampuan perusahaan memahami dinamika kebijakan yang fluktuatif, serta kesiapan menghadapi risiko regulasi yang lebih tinggi dibanding banyak negara lain di kawasan Afrika Barat.
Daftar Pustaka
Office of the United States Trade Representative, 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Ghana Section.
Perekonomian Global
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 02 Desember 2025
Ethiopia merupakan salah satu negara Afrika dengan laju pembangunan tercepat dalam satu dekade terakhir. Namun, evolusi ini berlangsung di tengah tekanan struktural yang kompleks: liberalisasi ekonomi yang masih bertahap, dominasi BUMN, serta pembatasan investasi asing yang belum sepenuhnya longgar. Tahun 2025 menempatkan Ethiopia pada titik kritis—negara ini berupaya mendorong industrialisasi, mengakselerasi integrasi dengan pasar global, dan mengejar target aksesi WTO, namun tetap mempertahankan berbagai hambatan perdagangan yang substansial.
Kebijakan Tarif: Kombinasi Liberalisasi Terarah dan Proteksi Struktural
Ethiopia memiliki tarif MFN rata-rata 15,6 persen—lebih tinggi dibandingkan banyak negara berkembang lain di kawasan. Tarif untuk produk pertanian mencapai 20,5 persen, menunjukkan proteksi kuat terhadap basis agrikultur domestik.
Pada 2021, pemerintah secara selektif menurunkan tarif dan pajak impor untuk komoditas pangan esensial seperti gandum, minyak goreng, beras, dan gula sebagai respons terhadap inflasi. Penyesuaian tambahan dilakukan untuk bahan baku, barang modal, serta intermediate goods guna memperkuat sektor manufaktur. Namun sebagai negara yang belum menjadi anggota WTO, Ethiopia tidak memiliki bound tariff rates, sehingga fleksibilitas penyesuaian tarif tetap sangat tinggi—menambah ketidakpastian bagi pelaku usaha.
Hambatan Non-Tarif: Pelarangan Impor, Lisensi Terpusat, dan Dinamika Kebijakan Kepabeanan
Beberapa barang dilarang masuk sepenuhnya, termasuk pakaian bekas dan alat kesehatan bekas. Pada 2024, pemerintah melonggarkan sebagian dari 38 kategori produk yang sebelumnya dilarang, tetapi tetap mempertahankan larangan penting seperti kendaraan bermesin pembakaran internal (ICE), baik baru maupun bekas—sebuah kebijakan yang mendorong peralihan ke kendaraan listrik namun merestriksi pasar otomotif secara drastis.
Sejak 2023, otoritas lisensi impor dikonsolidasikan ke pemerintah pusat melalui sistem daring. Namun keterbatasan infrastruktur internet di wilayah tertentu membuat implementasinya tidak konsisten. Importir tetap wajib memiliki nomor registrasi impor sebelum barang masuk, menambah satu lapisan administratif dalam rantai kepatuhan.
Perusahaan mengeluhkan perubahan mendadak pada regulasi bea cukai tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Proses ini menimbulkan biaya tinggi karena barang dapat tertahan di pelabuhan hingga persyaratan baru dipenuhi.
Hambatan SPS: Standar Ketat, Larangan GMO, dan Protokol Hewan yang Kompleks
Ethiopia tengah berupaya menyesuaikan standar SPS dengan blok-blok ekonomi regional Afrika. Namun, hambatan signifikan tetap hadir:
Proses registrasi produk pangan terolah, benih, pupuk, dan produk perlindungan tanaman masih sangat rumit.
Larangan ketat terhadap produk yang mengandung GMO diberlakukan untuk pakan ternak, benih, susu bayi, dan produk hewani tertentu.
Protokol impor sapi hidup mewajibkan vaksinasi tertentu dan uji diagnostik berlapis untuk penyakit IBR, yang tidak sejalan dengan panduan WOAH.
Kombinasi persyaratan ini menimbulkan beban kepatuhan yang tinggi dan memperlambat akses pasar bagi eksportir internasional.
Pengadaan Pemerintah: Reformasi Digital dengan Tantangan Transparansi
Walaupun sejumlah tender pemerintah terbuka bagi peserta asing, proses pengadaan masih menghadapi hambatan besar:
prosedur yang tidak seragam,
pembatalan tender berulang,
kurangnya kemampuan teknis pejabat pengadaan,
keterbatasan akses informasi,
serta kasus korupsi yang masih tinggi.
Sejak 2024, hampir 170 lembaga federal mulai mengadopsi pengadaan elektronik untuk meningkatkan transparansi. Namun infrastruktur teknologi yang terbatas memperlambat implementasi sistem baru ini.
Perlindungan Kekayaan Intelektual: Rezim yang Terfragmentasi
Ethiopia belum bergabung dengan sebagian besar perjanjian internasional terkait hak cipta, paten, dan internet rights. Reformasi menuju aksesi Paris Convention dan Madrid Protocol sedang berjalan, tetapi penegakan tetap lemah. Penjualan barang palsu, penyalahgunaan merek, serta pembajakan konten digital masih umum terjadi, terutama karena koordinasi antar lembaga penegak hukum masih rendah.
Sektor Jasa: Akses Terbatas Terutama dalam Layanan Keuangan
Pada 2024, Ethiopia mengesahkan undang-undang yang membuka pintu bagi bank asing untuk masuk ke pasar domestik. Meski demikian, sejumlah batasan tetap berlaku:
kepemilikan gabungan asing maksimal 49 persen,
kewajiban memiliki warga Ethiopia di dewan direksi,
pembatasan kursi dewan untuk orang asing.
Tantangan dalam pembiayaan perdagangan tetap tinggi karena seluruh transaksi wajib melalui bank Ethiopia. Beberapa investor asing juga menghadapi perselisihan panjang terkait denominasi kontrak dalam dolar AS.
Hambatan Investasi: Sektor Tertutup dan Dominasi BUMN
Walaupun hukum investasi 2020 membuka beberapa sektor, banyak industri strategis—perbankan, asuransi, listrik, dan perdagangan grosir—tetap tertutup bagi investor asing. Investasi asing di sektor transportasi, logistik, dan media hanya dapat dilakukan melalui joint venture dengan posisi minoritas.
Perusahaan milik negara (SOE) tetap mendominasi sektor energi, telekomunikasi, logistik, dan perbankan. Keberadaan SOE menciptakan ketidakseimbangan kompetitif, terutama karena mereka menikmati akses cepat ke pembiayaan, devisa, tanah, dan tender pemerintah.
Rencana privatisasi besar-besaran—termasuk penjualan delapan pabrik gula dan 45 persen saham Ethio Telecom—hingga kini belum menarik minat signifikan dari investor internasional.
Hambatan Lain: Korupsi, Penegakan Kode Komersial, dan Krisis Devisa
Praktik suap dalam perpajakan, lisensi tanah, dan bea cukai masih dilaporkan secara luas. Pemerintah telah membentuk Komite Antikorupsi, namun tantangan sistemik masih besar.
Reformasi kode komersial 2021 ditujukan untuk memodernisasi sistem bisnis, tetapi implementasinya tidak merata antar lembaga.
Keterbatasan akses valuta asing menjadi salah satu hambatan terbesar bagi importir dan investor. Meskipun Ethiopia beralih ke sistem nilai tukar mengambang pada 2024, kelangkaan devisa tetap terjadi. Perusahaan asing mengalami kesulitan untuk:
mengimpor bahan baku,
membayar kewajiban luar negeri,
serta melakukan repatriasi keuntungan.
Kebijakan foreign exchange retention yang membagi hasil devisa 50–50 antara eksportir dan bank komersial menciptakan tantangan tambahan. Mekanisme franco valuta, yang memungkinkan impor menggunakan devisa pribadi, kini diperluas tetapi tetap mengecualikan kendaraan bermesin bahan bakar dan peralatan keamanan.
Penutup: Peluang Besar dalam Lingkungan Regulasi yang Menuntut
Ethiopia menawarkan pasar besar dengan potensi pertumbuhan industri yang signifikan. Namun struktur hambatan perdagangannya—mulai dari larangan impor kendaraan konvensional, standar SPS yang ketat, hingga tantangan devisa—mewajibkan pelaku usaha global untuk memiliki strategi yang matang, fleksibel, dan berbasis pemahaman regulasi yang kuat.
Negara ini berada dalam fase transisi menuju ekonomi yang lebih terbuka, tetapi kecepatan reformasi dan konsistensi implementasi masih akan menentukan seberapa jauh peluang tersebut dapat benar-benar dimanfaatkan.
Daftar Pustaka
Office of the United States Trade Representative. 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Ethiopia Section.
Perekonomian Global
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 02 Desember 2025
El Salvador merupakan salah satu negara Amerika Tengah yang paling dalam terintegrasi dengan Amerika Serikat melalui Dominican Republic–Central America–United States Free Trade Agreement (CAFTA–DR). Sejak perjanjian tersebut berlaku pada 2006, akses pasar bagi produk Amerika Serikat meningkat signifikan. Namun, sebagaimana negara berkembang lain di kawasan, El Salvador tetap mempertahankan beragam hambatan tarif maupun non-tarif yang berimplikasi pada efisiensi rantai pasok global. Tahun 2025 memperlihatkan dinamika kebijakan yang tidak hanya dipengaruhi komitmen integrasi regional, tetapi juga kondisi politik domestik yang sedang berubah cepat.
Artikel ini mengkaji struktur hambatan perdagangan El Salvador berdasarkan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – El Salvador Section, mencermati implikasinya bagi pelaku usaha internasional.
Struktur Tarif: Harmonisasi Regional dengan Pengecualian Selektif
Sebagai anggota Central American Common Market (CACM), El Salvador menggunakan tarif eksternal bersama yang relatif rendah, dengan batas maksimum 15 persen. Namun di bawah CAFTA–DR, hampir semua produk non-pertanian Amerika Serikat masuk secara bebas bea, sementara produk pertanian juga secara bertahap mendapatkan liberalisasi penuh.
Beberapa komoditas seperti beras, jagung kuning, dan produk unggas sebelumnya dikenai tarif, namun seluruhnya telah dihapus pada 2023, dan tarif produk susu dihapus 1 Januari 2025. Kebijakan ini menunjukkan komitmen El Salvador terhadap liberalisasi pertanian. Namun, mekanisme tariff-rate quota (TRQ) yang dikelola melalui sistem lisensi impor tetap menjadi instrumen pengawasan yang ketat, sehingga keterlambatan penerbitan izin dapat langsung berdampak pada arus perdagangan.
Pada sisi perpajakan, El Salvador menerapkan struktur cukai diskriminatif bagi minuman beralkohol, dengan jenjang tarif yang membuat produk impor seperti whiskey terkena tarif tertinggi. Pola ini memperlihatkan bentuk proteksi fiskal terhadap produsen domestik.
Hambatan Non-Tarif: Prosedur Bea Cukai, Kejelasan Valuasi, dan Ketergantungan Administratif
Pelaku usaha masih menghadapi hambatan pada level implementasi kebijakan bea cukai. Keluhan yang paling sering muncul meliputi:
penerapan aturan yang tidak konsisten,
penilaian kepabeanan yang tidak transparan,
prosedur administrasi fisik yang memakan waktu, termasuk kewajiban kehadiran pihak penerima dan pengirim saat pelepasan barang dari zona bebas.
Pemerintah El Salvador tengah menguji coba digitalisasi proses di zona bebas untuk mengurangi beban administratif. Meski demikian, ketidakjelasan proses valuasi untuk pengiriman ekspres masih menjadi titik masalah yang menghambat efisiensi logistik.
Standar Teknis dan SPS: Duplikasi Regulasi dan Biaya Kepatuhan Tinggi
Di bawah CAFTA–DR, El Salvador mengakui kesetaraan sistem inspeksi sanitasi Amerika Serikat untuk daging sapi, babi, dan unggas. Namun beberapa persyaratan tetap dianggap tidak perlu atau duplikatif, misalnya:
kewajiban Certificate of Free Sale untuk produk daging tertentu,
uji laboratorium yang ekstensif untuk setiap produk dan setiap varian rasa,
kewajiban melakukan pengujian hanya di laboratorium Kementerian Kesehatan, bukan dari laboratorium internasional yang sudah terakreditasi.
Syarat ini menyebabkan penundaan registrasi produk serta meningkatkan biaya bagi importir.
Untuk komoditas gandum dan biji-bijian, pemerintah mewajibkan fumigasi penuh di titik masuk, karena USDA tidak dapat mengeluarkan sertifikat bebas patogen tertentu. Kebijakan fumigasi wajib ini menambah biaya logistik dan dapat mempengaruhi kualitas komoditas.
Pengadaan Pemerintah: Reformasi Baru tetapi Masih Ada Celah
Pada 2023, El Salvador mengesahkan Undang-Undang Pengadaan Publik baru yang menggantikan regulasi sebelumnya. Reformasi ini memperkenalkan:
National Directorate of Public Procurement,
sistem tender kompetitif untuk kontrak di atas $87.600,
katalog elektronik untuk pembelian skala kecil.
Namun, sejumlah proyek strategis dan pembelian oleh perusahaan milik negara tetap dikecualikan dari aturan ini, memperkuat ruang diskresi dan berpotensi membatasi partisipasi pihak asing.
Situasi semakin kompleks karena negara masih berada dalam State of Exception sejak 2022, yang memungkinkan pemerintah melakukan pembelian langsung tanpa mengikuti mekanisme tender formal.
Perlindungan Kekayaan Intelektual: Komitmen CAFTA–DR dengan Kendala Implementasi
El Salvador telah melakukan beberapa reformasi signifikan, termasuk:
memperkuat perlindungan paten,
menerapkan Accelerated Patent Grant (APG),
meluncurkan strategi nasional kekayaan intelektual.
Namun, tantangan tetap muncul pada isu pemalsuan barang, pembajakan konten digital, penggunaan perangkat lunak tanpa lisensi, serta perlindungan data uji farmasi. Efektivitas mekanisme penyelesaian sengketa paten dalam konteks pemasaran obat baru juga masih menjadi perhatian.
Hambatan Perdagangan Digital: Kewajiban Lokalisasi Data
Pada 2021, amandemen Undang-Undang Riwayat Kredit memperkenalkan kewajiban lokalisasi data, mewajibkan penyimpanan data kredit secara eksklusif di El Salvador.
Persyaratan ini menimbulkan kekhawatiran terkait:
risiko privasi data,
potensi gangguan layanan lintas negara,
hambatan ekspansi perusahaan teknologi yang beroperasi secara regional.
Bagi perusahaan multinasional, kebijakan ini menambah lapisan kompleksitas dalam manajemen data dan kepatuhan.
Implikasi Strategis bagi Pelaku Usaha Global
Bagi profesional dan perusahaan internasional, dinamika hambatan perdagangan di El Salvador membawa sejumlah implikasi:
Perlu strategi penetrasi pasar yang berbasis kepatuhan, terutama untuk industri pangan, bahan baku, dan logistik.
Digitalisasi bea cukai yang sedang berkembang menawarkan peluang efisiensi, namun perlu dipantau karena masa transisi rawan perbedaan interpretasi.
Perubahan regulasi pengadaan publik menciptakan peluang baru, tetapi pengecualian untuk proyek strategis harus diperhitungkan.
Perusahaan teknologi dan keuangan perlu menyiapkan arsitektur data yang sesuai dengan aturan lokalisasi.
Sektor agrikultur dan pangan harus memperhitungkan pemeriksaan laboratorium serta fumigasi wajib sebagai komponen biaya tetap.
Penutup: Integrasi Tinggi Tidak Selalu Berarti Hambatan Rendah
Meskipun El Salvador merupakan salah satu negara dengan integrasi perdagangan paling tinggi di kawasan Amerika Tengah, hambatan struktural tetap nyata. Tahun 2025 memperlihatkan kontradiksi antara komitmen liberalisasi melalui CAFTA–DR dan ketatnya aturan teknis, sanitari, serta mekanisme bea cukai di lapangan.
Bagi pelaku usaha global, keberhasilan memasuki pasar El Salvador bukan hanya bergantung pada preferensi tarif bebas bea, tetapi juga pada kemampuan memahami dan menavigasi detail administratif yang menjadi bagian integral dari arsitektur perdagangan negara tersebut.
Daftar Pustaka
Office of the United States Trade Representative. 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – El Salvador Section.