Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 23 April 2025
Tanah ekspansif dikenal sebagai salah satu jenis tanah paling bermasalah dalam dunia konstruksi. Daya kembang dan penyusutan ekstrem saat terjadi perubahan kadar air menyebabkan kerusakan fondasi, dinding retak, dan kerugian struktural jangka panjang. Berbagai metode telah dikembangkan untuk menstabilkan tanah jenis ini, mulai dari penggunaan kapur, semen, hingga aditif kimia. Namun, pendekatan konvensional tersebut tidak selalu ramah lingkungan atau ekonomis.
Dalam penelitian oleh Idoui, Bekkouche, Benzaid, dan Berdi (2024), sebuah solusi inovatif dikaji: penggunaan serat rambut manusia sebagai bahan biopolimer alami untuk meningkatkan sifat geoteknik tanah ekspansif yang direkayasa dari 80% kaolin dan 20% bentonit. Hasilnya menunjukkan bahwa rambut manusia mampu menurunkan plastisitas, daya kembang, dan kompresibilitas, sekaligus meningkatkan kekuatan geser.
Latar Belakang: Mengapa Rambut?
Rambut manusia adalah limbah padat biologis yang kaya akan keratin, protein yang memiliki kekuatan tarik tinggi. Sayangnya, rambut sering dibuang begitu saja ke TPA, menambah beban lingkungan. Padahal, komposisi kimia rambut (karbon 45,68%, oksigen 27,9%, nitrogen 15,72%) menjadikannya kandidat kuat untuk aplikasi rekayasa sipil sebagai penguat alami dan ramah lingkungan.
Metodologi: Eksperimen Komprehensif
Komposisi Tanah KB
Penambahan Serat Rambut
Uji Laboratorium:
Hasil Uji Laboratorium
1. Konsistensi Tanah (Atterberg Limits)
2. Parameter Pemadatan
3. Kekuatan Geser (Shear Strength)
4. Kompresibilitas
5. Indeks Pengembangan Bebas (Free Swelling Index)
6. Analisis Mikrostruktur (SEM)
Dampak Lingkungan dan Potensi Implementasi
Opini dan Kritik
Inovasi ini sangat relevan di era ekonomi sirkular di mana limbah didaur ulang menjadi material fungsional. Namun, penelitian ini masih terbatas pada uji skala laboratorium. Uji lapangan dan durabilitas jangka panjang masih perlu dilakukan. Faktor seperti degradasi rambut di bawah tanah dalam jangka panjang juga belum dikaji.
Dibandingkan stabilisasi kapur atau semen, metode rambut lebih ekonomis dan ramah lingkungan, tapi belum tentu cocok untuk semua jenis tanah. Perlu pengembangan standar teknik baru untuk implementasi masif.
Kesimpulan
Serat rambut manusia terbukti mampu meningkatkan sifat geoteknik tanah ekspansif. Dengan penambahan hingga 2% rambut:
Penelitian ini membuka jalan bagi penggunaan limbah biologis sebagai material konstruksi alternatif yang tidak hanya efisien secara teknis, tapi juga berkelanjutan secara lingkungan. Potensinya sangat besar di negara berkembang dengan ketersediaan limbah tinggi dan anggaran konstruksi terbatas.
Sumber : Idoui, I., Bekkouche, S. R., Benzaid, R., & Berdi, I. (2024). Stabilization of Expansive Soil Mixture Using Human Hair Fibre (Biopolymer). Civil and Environmental Engineering Reports, 34(2), 63–75.
Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 23 April 2025
Fenomena likuifaksi tanah telah lama menjadi tantangan serius dalam rekayasa geoteknik, khususnya pada struktur yang dibangun di atas fondasi tiang. Saat terjadi gempa bumi, tanah berpasir jenuh air dapat kehilangan kekuatannya, menyebabkan penurunan tajam, pergeseran horizontal, hingga keruntuhan struktur. Studi oleh Asaadi dan Sharifipour (2015) mengeksplorasi bagaimana interaksi antara tanah dan tiang tunggal mampu mengurangi potensi likuifaksi melalui pendekatan simulasi numerik dua dimensi menggunakan perangkat lunak FLAC2D.
Fokus Penelitian: Kombinasi Parameter Tanah dan Gempa
Fokus penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pengaruh kombinasi parameter tanah dan gempa terhadap perilaku interaksi tanah-tiang. Tiga jenis tanah pasir yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan kepadatan relatif (Dr) meliputi tanah lepas dengan Dr 35%, tanah semi-padat dengan Dr 55%, dan tanah padat dengan Dr 75%. Untuk analisis, tiga gempa bumi yang berbeda dijadikan masukan simulasi, yaitu gempa Kocaeli di Turki dengan frekuensi dominan 0.29 Hz dan magnitudo 7.4, gempa Kobe di Jepang dengan frekuensi dominan 0.95 Hz dan magnitudo 6.9, serta gempa Bam di Iran dengan frekuensi dominan 4.1 Hz dan magnitudo 6.5. Semua kombinasi ini dimodelkan pada kedalaman tanah 15 m dan lebar 60 m menggunakan mesh yang terdiri dari 600 zona. Di tengah model, tiang beton sepanjang 15 m dan diameter 0.6 m dipasang sebagai elemen utama interaksi, memungkinkan analisis yang mendalam terhadap respons struktur terhadap variasi kondisi tanah dan karakteristik gempa.
Model dan Metode: Pendekatan Realistis pada Interaksi Tanah-Tiang
Model dan metode yang digunakan dalam pendekatan realistis pada interaksi tanah-tiang melibatkan pemodelan tanah dengan menggunakan model Mohr-Coulomb yang mempertimbangkan plastisitas nonlinier, sementara tiang beton dimodelkan sebagai elemen elastis linear. Interaksi antara tanah dan tiang direpresentasikan melalui interface spring yang mencakup shear dan normal stiffness, mencerminkan karakteristik permukaan kasar tiang terhadap tanah. Parameter tanah yang digunakan dalam simulasi mencakup sudut gesek (friction angle) yang bervariasi dari 30° untuk tanah loose hingga 38° untuk tanah dense, serta nilai modulus geser (G) yang meningkat dari 23 MPa pada tanah loose menjadi 36 MPa pada tanah dense. Simulasi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu geostatik, pemasangan tiang, dan input gempa dinamik, dengan penerapan boundary free-field untuk meminimalkan refleksi gelombang, sehingga menghasilkan analisis yang lebih akurat terhadap perilaku interaksi tanah-tiang dalam kondisi dinamis.
Parameter Utama: Ru sebagai Indikator Likuifaksi
Parameter Ru (rasio tekanan pori berlebih terhadap tegangan vertikal efektif awal) digunakan untuk mengukur tingkat likuifaksi. Nilai Ru ≥ 1 menunjukkan kondisi tanah mengalami likuifaksi.
Hasil dan Analisis
1. Pengaruh Kepadatan Tanah
2. Pengaruh Nilai PGA
3. Pengaruh Frekuensi Gempa
Interpretasi Kritis dan Nilai Tambah
Studi ini menegaskan bahwa tiang tunggal dapat berfungsi sebagai penguat lokal untuk tanah berpasir jenuh air, dengan memperkecil deformasi lateral dan vertikal. Namun, efektivitas ini sangat bergantung pada:
Penting untuk dicatat bahwa hasil ini diperoleh dari simulasi numerik, dan perlu verifikasi lapangan atau uji model fisik untuk implementasi praktis.
Selain itu, pendekatan ini belum memasukkan interaksi struktur di atas tiang (superstruktur), sehingga perlu penelitian lanjutan agar desain lebih holistik.
Relevansi Industri dan Tren Global
Dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur di zona seismik aktif, simulasi seperti ini memberikan fondasi penting untuk:
Hal ini juga sejalan dengan tren teknik sipil berkelanjutan yang berfokus pada pencegahan risiko sebelum bencana terjadi.
Kesimpulan
Simulasi numerik interaksi tanah-tiang yang dilakukan oleh Asaadi dan Sharifipour memberikan gambaran yang komprehensif tentang cara tiang tunggal mempengaruhi potensi likuifaksi tanah jenuh. Temuan kunci meliputi:
Studi ini memperkaya literatur geoteknik dan memberikan pijakan kuat untuk pengembangan fondasi tahan gempa dengan pendekatan berbasis simulasi.
Sumber : Asaadi, A., & Sharifipour, M. (2015). Numerical simulation of liquefaction susceptibility of soil interacting by single pile. International Journal of Mining & Geo-Engineering, 49(1), 47–56.
Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 23 April 2025
Dalam dunia teknik sipil dan geoteknik, perbaikan tanah dalam (deep ground improvement) telah menjadi pilar utama dalam pembangunan infrastruktur modern. Ketika struktur harus didirikan di atas tanah yang lemah, pilihan antara pondasi dalam atau peningkatan tanah adalah keputusan krusial. Buku karya Klaus Kirsch dan Fabian Kirsch (2017) ini menyoroti metode perbaikan tanah menggunakan vibrasi dalam yang semakin banyak digunakan secara global.
Apa Itu Deep Vibratory Methods?
Metode getar dalam melibatkan penggunaan alat bergetar (depth vibrator) yang dimasukkan ke dalam tanah untuk memperbaiki karakteristik mekaniknya. Teknik ini terbagi menjadi dua utama:
Sejarah Singkat: Dari Jerman ke Dunia
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Keller GmbH di Jerman tahun 1930-an. Percobaan awal dilakukan untuk memperkuat fondasi Kongreshalle di Nuremberg. Salah satu inovasi penting adalah kemampuan vibrator untuk masuk ke dalam tanah hanya dengan bobot dan getarannya sendiri, tanpa pengeboran.
Pada akhir 1930-an, metode ini terbukti mampu meningkatkan daya dukung dari 2,5 kg/cm² menjadi 4,5 kg/cm² hanya dengan kompaksi getar dan penambahan pasir. Sejak itu, teknik ini diadopsi dalam proyek besar seperti Great Hall Berlin dan pelabuhan militer di Rotterdam.
Prinsip Kerja Vibro Compaction
1. Penetrasi
Vibrator diturunkan hingga kedalaman yang diinginkan, biasanya menggunakan crane.
2. Getaran Horizontal
Berbeda dari metode lain yang memakai getaran vertikal, vibrator ini memancarkan getaran horizontal, membuat butir tanah menyusun ulang dengan rapat.
3. Pengisian Material
Bila perlu, material granular seperti kerikil dimasukkan untuk membentuk kolom batu (stone column).
Aplikasi Vibro Compaction: Kasus Proyek
1. Reclamation Project di Singapura
2. Tanki Minyak di Timur Tengah
Vibro Replacement (Stone Columns): Solusi untuk Tanah Lempung
Untuk tanah yang mengandung >10% lanau atau lempung, vibro compaction menjadi tidak efektif. Solusinya adalah:
Stone Columns
Studi Kasus: Proyek Bandara Berlin
Perbandingan Biaya dan Efektivitas
Dalam analisis biaya dan efektivitas untuk dua studi konstruksi, terlihat perbandingan yang menarik antara berbagai metode fondasi. Pada Studi 1, yang melibatkan silo alumina dengan kapasitas 23.000 ton, metode preloading muncul sebagai pilihan paling ekonomis dengan rasio biaya 1.0 dan penurunan yang dapat diterima sebesar 0.2 m. Metode lain seperti sand compaction piles dan stone columns menunjukkan rasio biaya yang jauh lebih tinggi, meskipun menawarkan penurunan yang sama. Pancang beton, baik yang 17 m maupun 35 m, memiliki rasio biaya yang jauh lebih tinggi dan penurunan yang lebih kecil, menunjukkan bahwa mereka kurang efisien dalam konteks ini.
Sementara itu, pada Studi 2 yang berfokus pada tangki minyak di atas tanah lempung lunak, preloading tanpa drain juga menjadi metode paling ekonomis dengan rasio biaya 1.0. Namun, penambahan vertical drains dalam preloading meningkatkan efisiensi waktu konsolidasi meskipun dengan rasio biaya 3.0, yang masih jauh lebih murah dibandingkan dengan metode pancang yang memiliki rasio biaya 20.0. Kesimpulannya, meskipun penambahan vertical drains meningkatkan efektivitas, metode preloading tetap menjadi solusi yang paling ekonomis untuk kedua studi, menunjukkan bahwa pemilihan metode fondasi yang tepat sangat bergantung pada kondisi tanah dan kebutuhan proyek.
Faktor Desain dan Kendala
Tanah Cocok
Tanah Tidak Cocok
Faktor Penting Desain:
Lingkungan dan Keberlanjutan
Buku ini juga menyoroti dampak lingkungan dari metode getar:
Contoh penggunaan Carbon Calculator for Foundations dari EFFC dan DFI (2013) menunjukkan bahwa vibro replacement menghasilkan emisi CO₂ lebih rendah dibanding bored piles dan metode grouting.
Kritik dan Analisis Tambahan
Meskipun metode ini terbukti sangat efektif, sebagian besar prinsip desain masih bersifat empiris. Buku ini mencatat bahwa model numerik berbasis finite element method (FEM) mulai diterapkan dalam proyek besar untuk memprediksi beban batas dan deformasi.
Sayangnya, dalam praktik umum, pemilihan metode perbaikan masih lebih didasarkan pada biaya proyek daripada pertimbangan keberlanjutan. Ini menjadi tantangan dan sekaligus peluang untuk mendorong regulasi yang lebih berpihak pada lingkungan.
Kesimpulan
Vibro compaction dan stone columns adalah teknologi penting dalam dunia fondasi modern. Dengan sejarah panjang, efektivitas teknis tinggi, dan dampak lingkungan yang lebih ringan, metode ini semakin relevan untuk proyek besar di era perubahan iklim. Namun demikian, dibutuhkan adopsi yang lebih luas atas alat bantu perhitungan karbon dan metode desain berbasis data untuk memastikan efisiensi maksimal dan keberlanjutan jangka panjang.
Sumber : Kirsch, K., & Kirsch, F. (2017). Ground Improvement by Deep Vibratory Methods (Second Edition). CRC Press, Taylor & Francis Group.
Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 23 April 2025
Inovasi Terbaru Perbaikan Tanah: Solusi Ramah Lingkungan untuk Mengatasi Likuifaksi
Sebagai gantinya, tren baru menunjukkan pergeseran ke arah perbaikan tanah non-destruktif dan penggunaan material baru seperti ban bekas, abu batubara, nanopartikel, dan biomaterial.
Kategori Umum Metode Perbaikan Tanah
Metode mitigasi likuifaksi diklasifikasikan menjadi 6 prinsip dasar:
Dari keenam metode tersebut, tiga yang paling umum digunakan adalah densifikasi, solidifikasi, dan drainase.
Pengembangan Terkini: Alat Non-Getar dan Miniaturisasi
Inovasi: Metode SAVE Compozer
Studi Kasus: Evaluasi Efektivitas SCP
Harada et al. (2014) mengkaji hubungan antara nilai SPT dan rasio tegangan geser untuk tanah yang telah diperbaiki menggunakan metode SCP. Hasilnya menunjukkan:
Kesimpulan: Instalasi kolom pasir tak hanya meningkatkan kepadatan, tapi juga tegangan lateral yang membantu menahan deformasi.
Pemanfaatan Material Daur Ulang
1. Ban Bekas (Tyre Chips)
Temuan penting:
2. Abu Batubara (Granulated Coal Ash - GCA)
Kesimpulan: GCA dapat digunakan sebagai material pengganti tanah urugan pada area reklamasi dengan ketahanan terhadap gempa yang lebih baik.
Terobosan Nanoteknologi dalam Perbaikan Tanah
1. Colloidal Silica
2. Bentonit
3. Laponit
Pendekatan Bioteknologi dalam Mitigasi Likuifaksi
1. Biocementation (MICP - Microbial Induced Calcite Precipitation)
2. Biodesaturation
Isu Emisi Karbon dan Efisiensi Energi
Kesimpulan
Penelitian ini memperlihatkan bahwa metode perbaikan tanah terus berkembang menuju pendekatan yang lebih inovatif, hemat energi, dan ramah lingkungan. Dari teknik non-getar hingga nanopartikel, dari limbah industri hingga mikroorganisme, semua diarahkan untuk menangani risiko likuifaksi secara efisien, terutama di daerah permukiman padat.
Tren terbaru menunjukkan bahwa pendekatan multidisiplin—menggabungkan geoteknik, kimia, mikrobiologi, dan teknik lingkungan—adalah masa depan mitigasi likuifaksi. Bukan hanya kekuatan teknik yang menjadi perhatian, tapi juga dampak sosial dan ekologis dari metode yang digunakan.
Sumber : Orense, R. P. (2015). Recent Trends in Ground Improvement Methods as Countermeasure against Liquefaction. 6th International Conference on Earthquake Geotechnical Engineering, Christchurch, New Zealand, November 1–4.
Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 23 April 2025
Tanah di lokasi proyek tidak selalu ideal untuk fondasi bangunan. Ketika ditemukan tanah lemah seperti lempung jenuh atau tanah organik, perbaikan tanah menjadi langkah krusial untuk meningkatkan daya dukung tanah, memperkecil penurunan, dan menghindari kegagalan struktur.
Makalah ilmiah karya Gaafer, Bassioni, dan Mostafa (2015) ini menyajikan klasifikasi menyeluruh teknik-teknik perbaikan tanah yang umum digunakan di lapangan, termasuk metode tanpa campuran, dengan campuran, stabilisasi kimia, grouting, serta teknik termal.
Artikel ini tidak hanya merangkum teori, tetapi juga mencakup studi kasus, data perbandingan biaya, efektivitas, dan pertimbangan praktis dalam memilih metode terbaik untuk proyek tertentu.
Kategori Utama Teknik Perbaikan Tanah
Makalah membagi teknik perbaikan tanah dalam lima kelompok besar:
1. Perbaikan Tanah Tanpa Campuran
1.1 Penggantian Tanah (Soil Replacement)
1.2 Preloading atau Pre-compression
1.3 Vertical Drains
a. Sand Drains
b. Prefabricated Vertical Drains (PVD)
2. Perbaikan Tanah dengan Campuran/Inklusi
2.1 Stone Columns
3. Stabilisasi Kimia dan Grouting
3.1 Stabilisasi Kimia
a. Semen
b. Kapur
c. Fly Ash
3.2 Deep Mixed Columns
3.3 Jet Grouting
4. Teknik Termal
4.1 Pemanasan Tanah
4.2 Pembekuan Tanah
5. Studi Kasus: Perbandingan Biaya dan Efektivitas
Studi kasus nyata menunjukkan bagaimana pilihan metode perbaikan tanah sangat memengaruhi efisiensi biaya dan kinerja teknis. Pada proyek pembangunan silo alumina berkapasitas 23.000 ton di atas tanah berlapis pasir medium (0–18 m) dan lempung kaku (18–35 m), lima metode diuji berdasarkan rasio biaya dan besar penurunan. Hasilnya menunjukkan bahwa metode preloading memiliki rasio biaya paling rendah (1.0) dengan penurunan hanya 0,2 meter. Sebagai perbandingan, pancang beton sedalam 35 meter menelan biaya 60 kali lipat lebih besar meski memberikan penurunan paling kecil yaitu 0,08 meter. Dengan demikian, preloading dianggap sebagai solusi paling ekonomis karena tetap memberikan kinerja penurunan yang dapat diterima.
Sementara itu, studi kedua dilakukan pada proyek tangki minyak yang berdiri di atas 27 meter tanah lempung lunak. Tiga metode dibandingkan dari sisi rasio biaya. Hasilnya, preloading tanpa vertical drains menjadi metode paling hemat (rasio biaya 1.0). Namun, penambahan sand drains sepanjang 28 meter terbukti mempercepat proses konsolidasi tanah, meskipun biayanya meningkat tiga kali lipat (rasio 3.0). Jika dibandingkan dengan pancang beton 30 meter yang memiliki rasio biaya 20.0, kombinasi preloading dan sand drains tetap jauh lebih efisien. Kesimpulannya, vertical drains memberikan keseimbangan ideal antara efisiensi waktu dan biaya, dibandingkan solusi fondasi dalam yang mahal.
Rekomendasi Praktis
Kritik dan Opini
Penelitian ini memberikan katalog metode perbaikan tanah secara sistematis, tetapi belum menyatukan semua parameter penting (daya dukung, penurunan, biaya, dan kemudahan eksekusi) dalam satu kerangka pemilihan. Untuk aplikasi praktis, perlu pendekatan kuantitatif berbasis multi-criteria decision making seperti dalam studi-studi yang lebih baru (misalnya Sánchez-Garrido et al., 2022).
Kesimpulan
Teknik perbaikan tanah adalah fondasi dari fondasi. Pilihan metode tergantung pada kondisi tanah, waktu, anggaran, dan jenis struktur yang dibangun. Preloading, stone columns, dan stabilisasi kimia adalah solusi umum, namun pendekatan berbasis data, eksperimen, dan simulasi sangat penting untuk menentukan strategi terbaik.
Makalah ini menegaskan perlunya studi lebih lanjut terhadap teknik removal and replacement, karena metode ini berpotensi memberikan keseimbangan optimal antara performa geoteknik dan biaya konstruksi.
Sumber : Gaafer, Manar, Bassioni, Hesham, & Mostafa, Tareq. (2015). Soil Improvement Techniques. International Journal of Scientific & Engineering Research, 6(12), 217–222.
Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 23 April 2025
Tanah gipsum yang meliputi sekitar 30% wilayah Irak dikenal rentan amblas saat basah. Ketika terkena air, gipsum larut dan meninggalkan pori besar, menyebabkan fondasi bangunan tidak stabil. Penelitian oleh Jawad dan Jahanger (2024) mencoba memahami pengaruh kontaminasi minyak—khususnya kerosin—terhadap pola runtuh dan deformasi tanah gipsum. Studi ini memadukan pendekatan eksperimental dan simulasi numerik untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap interaksi tanah-fondasi dalam kondisi kontaminasi minyak.
Latar Belakang: Mengapa Tanah Gipsum Perlu Diteliti?
Metodologi: Dua Pendekatan, Satu Tujuan
1. Eksperimen Laboratorium
2. Simulasi Plaxis 3D
Temuan Utama: Apa yang Terjadi Saat Kerosin Dicampur ke Tanah?
⚙️ Karakteristik Tanah
Hasil Pengujian: Studi Kasus dan Angka Nyata
Hasil pengujian uji geser langsung menunjukkan pengaruh kadar kerosin terhadap sifat mekanik tanah. Pada kadar kerosin 0% (alami), sudut geser (ϕ) tercatat sebesar 32° dengan kohesi (c) 27 kPa. Ketika kadar kerosin meningkat menjadi 3%, sudut geser meningkat menjadi 35,04° sementara kohesi menurun menjadi 18,24 kPa. Pada kadar 6%, sudut geser sedikit menurun menjadi 34° dengan kohesi yang juga berkurang menjadi 22,87 kPa. Namun, pada kadar kerosin 9%, sudut geser kembali meningkat menjadi 36,13°, tetapi kohesi mengalami penurunan signifikan hingga 7,76 kPa. Analisis ini menunjukkan bahwa penambahan kerosin dapat meningkatkan sudut geser tanah, namun pada saat yang sama, kerosin juga menyebabkan penurunan kohesi akibat pelumasan antar partikel, yang dapat mempengaruhi stabilitas tanah dalam aplikasi geoteknik.
2. Pengaruh Kerosin terhadap Potensi Kolaps (Cp)
Kesimpulan: 9% kerosin sangat efektif mereduksi potensi runtuh.
Hasil Visualisasi Deformasi dengan PIV
Pola Pergerakan Tanah
Kecepatan dan Arah Pergerakan
Simulasi Plaxis 3D: Validasi Hasil PIV
Simulasi Plaxis 3D dapat digunakan untuk memvalidasi hasil PIV dengan mempertimbangkan kondisi tanah yang berbeda. Perbandingan antara S/B Lab dan S/B Plaxis penting untuk memahami perbedaan hasil analisis dan memastikan akurasi model dalam menggambarkan perilaku tanah di lapangan.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk kondisi tanah kering, rasio S/B Lab sebesar 3,56 berbanding 2,49 pada S/B Plaxis, sedangkan untuk kondisi jenuh, rasio S/B Lab 40,24 berbanding 38,41 pada S/B Plaxis. Perbedaan ini menunjukkan bahwa meskipun ada variasi antara hasil laboratorium dan simulasi, hasil simulasi Plaxis 3D mendekati hasil eksperimen yang diperoleh, yang mendukung validitas model yang digunakan. Dengan demikian, simulasi ini memberikan keyakinan bahwa model dapat diandalkan untuk analisis lebih lanjut dalam proyek geoteknik.
Distribusi Regangan dan Perpindahan
📈 Displacement Vector Maps menunjukkan zona deformasi makin dalam namun terkontrol saat kerosin ditambahkan.
Kritik dan Catatan Tambahan
Implikasi Praktis bagi Dunia Teknik Sipil
💡 Catatan Lingkungan: Kerosin bukan solusi ramah lingkungan jangka panjang. Perlu riset lanjutan untuk alternatif yang lebih hijau.
Kesimpulan
Penelitian ini mengintegrasikan dua pendekatan—eksperimen visual PIV dan simulasi numerik Plaxis 3D—untuk menganalisis interaksi fondasi-strip pada tanah gipsum dalam berbagai kondisi. Tambahan kerosin hingga 9% terbukti efektif mengurangi potensi runtuh dari kategori tinggi menjadi tidak runtuh. Visualisasi deformasi dengan PIV memberikan wawasan berharga terhadap mekanisme kegagalan tanah, sementara simulasi Plaxis memberikan validasi numerik yang andal.
Sumber :Jawad, H. M., & Jahanger, Z. K. (2024). The Effect of Oil Contaminated on Collapse Pattern in Gypseous Soil Using Particle Image Velocimetry and Simulation. Civil Engineering Journal, 10(7), 2325–2343.