Perekonomian Global
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 02 Desember 2025
Pantai Gading merupakan pusat ekonomi Francophone Africa Barat dan pemain kunci dalam ECOWAS. Negara ini memiliki potensi besar bagi importir internasional berkat stabilitas politik relatif dan kedudukannya sebagai hub komersial regional. Namun laporan 2025 National Trade Estimate menegaskan bahwa hambatan perdagangan tetap signifikan—mulai dari tarif yang tinggi, larangan impor di berbagai sektor, proses pemeriksaan pra-pengapalan yang mahal, hingga rendahnya transparansi regulasi teknis dan SPS. Hambatan-hambatan tersebut membuat biaya bisnis di Pantai Gading lebih tinggi dibandingkan negara-negara Afrika Barat lainnya.
Struktur Tarif Tinggi dan Kompleks: Kombinasi Pungutan yang Meningkatkan Total landed cost
Sebagai bagian dari ECOWAS Common External Tariff (CET), Pantai Gading menerapkan struktur tarif lima level yang relatif sederhana di atas kertas. Namun implementasi lokal menambah biaya besar bagi importir.
Tarif rata-rata yang tinggi:
tarif MFN rata-rata 12,1%,
produk pertanian memiliki tarif lebih tinggi (15,8%),
banyak barang konsumsi mencapai 20–35%.
Pungutan tambahan non-tarif yang signifikan
Selain tarif dasar, importir menghadapi berbagai pungutan, seperti:
1.000 CFA/kg untuk unggas beku,
levy ECOWAS 1%,
pajak statistika 1%,
pajak solidaritas 0,8%,
tarif 2,5% untuk barang dari luar WAEMU,
pajak impor khusus 15% untuk peralatan listrik tertentu.
Kombinasi tarif + pajak + levy ini membuat biaya masuk (landed cost) jauh lebih tinggi daripada tarif nominal yang tertera.
Larangan Impor dan Kuota yang Melindungi Industri Lokal
Pantai Gading mempertahankan larangan impor pada berbagai komoditas sebagai bentuk proteksi terhadap industri domestik.
Larangan utama mencakup:
gula (dengan pengecualian hanya untuk dua produsen lokal),
tepung gandum tanpa fortifikasi,
produk hewani tertentu,
peralatan destilasi,
pembatasan usia kendaraan bekas (maksimal 5 tahun),
pembatasan benih, plastik, dan produk agrikultur tertentu.
Larangan gula adalah contoh paling mencolok di mana kebijakan digunakan bukan karena keamanan pangan, tetapi demi melindungi produsen lokal.
Minimum Import Prices: Proteksi Harga yang Meningkatkan Biaya Barang Asing
Pantai Gading menggunakan harga minimum impor untuk berbagai produk, seperti:
minyak goreng,
gula,
pasta tomat,
susu bubuk,
alkohol tertentu,
pakaian bekas,
beras pecah.
Harga minimum sering kali ditetapkan lebih tinggi daripada harga pasar dunia sehingga:
menaikkan biaya barang impor,
menjaga harga produk lokal tetap kompetitif,
menurunkan volume impor secara tidak langsung.
Pemeriksaan Pra-Pengapalan (PSI): Biaya Tambahan tanpa Pengurangan Waktu Impor
Semua barang >1 juta CFA wajib melalui pre-shipment inspection oleh salah satu perusahaan kontraktor (COTECNA, SGS, BIVAC, atau Intertek). Hambatan dari PSI:
biaya tambahan inspeksi dan sertifikasi,
tidak mengurangi pemeriksaan di pelabuhan (double inspection),
meningkatkan waktu tunggu impor,
menambah ketidakpastian logistik.
Selain itu, scan kontainer diwajibkan untuk hampir semua jenis barang, yang semakin memperlambat proses.
Regulasi Teknis dan SPS: Minim Transparansi dan Minim Notifikasi ke WTO
Salah satu kelemahan besar Pantai Gading adalah rendahnya transparansi regulasi teknis dan SPS.
Tantangan utama:
banyak regulasi dikeluarkan tanpa notifikasi WTO,
masa transisi sering tidak diberikan,
aturan diterapkan berbeda antar lembaga,
standar berbasis risiko kurang digunakan.
Pelaku usaha sering menghadapi perubahan aturan tiba-tiba, misalnya pada:
standar pangan,
persyaratan labeling,
izin fitosanitari,
izin untuk produk olahan tertentu.
Ini menciptakan risiko tinggi bagi eksportir, terutama di sektor pangan dan kosmetik.
Pengadaan Pemerintah: Sistem Terbuka Secara Formal, tetapi Praktik Masih Tertutup
Secara hukum, pengadaan pemerintah Pantai Gading:
mewajibkan tender terbuka,
mengatur kualifikasi vendor,
menggunakan e-procurement untuk sebagian proses.
Namun dalam praktiknya:
tender sering diberikan melalui sole sourcing,
proses evaluasi kurang transparan,
BUMN dan perusahaan dekat pemerintah memiliki keunggulan,
laporan audit tidak selalu dipublikasikan.
Reformasi 2019 mencoba mengatasi ini, tetapi implementasinya masih tidak merata.
Kekayaan Intelektual: Penegakan Terbatas dan Peredaran Barang Palsu yang Luas
Walaupun Pantai Gading memiliki hukum IP modern, penegakan masih lemah.
Permasalahan utama:
barang palsu (pakaian, kosmetik, elektronik) beredar luas,
batas-batas negara sangat porous,
CNLC (komite antipemalsuan) aktif tetapi kurang transparan,
penegak hukum kekurangan anggaran dan pelatihan,
proses birokrasi lambat untuk pemusnahan barang palsu.
Kurangnya keterlibatan bea cukai dalam operasi mandiri (ex officio) menambah tantangan dalam mencegah masuknya barang bajakan.
Lingkungan Investasi: Batas Kepemilikan dan Masalah Korupsi
Beberapa sektor strategis membatasi kepemilikan asing, termasuk:
jasa hukum dan akuntansi,
layanan kesehatan,
petroleum dan gas,
agen perjalanan dan turisme tertentu.
Investor juga menghadapi risiko:
permintaan pembayaran informal,
lambatnya penyelesaian sengketa,
ketidakpastian terkait hak atas tanah (terutama karena sistem hukum yang menggabungkan hukum modern dan adat).
Korupsi tetap menjadi hambatan serius yang memengaruhi keputusan investasi.
Kesimpulan: Potensi Pasar Besar, tetapi Hambatan Struktural Masih Signifikan
Pantai Gading menawarkan peluang besar di Afrika Barat, tetapi lingkungan perdagangannya masih penuh tantangan:
tarif tinggi dan pungutan tambahan,
larangan impor di berbagai sektor,
harga minimum impor,
pemeriksaan pra-pengapalan yang mahal,
regulasi teknis dan SPS yang tidak transparan,
penegakan IP yang lemah,
dan korupsi di berbagai tahapan bisnis.
Bagi eksportir dan investor asing, Pantai Gading adalah pasar yang menjanjikan tetapi membutuhkan strategi mitigasi risiko yang matang serta pemahaman mendalam tentang dinamika regulasi lokal.
Daftar Pustaka
2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Côte d’Ivoire Section.
Perekonomian Global
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 02 Desember 2025
Kolombia tetap menjadi salah satu mitra dagang strategis Amerika Serikat di Amerika Latin, terutama melalui United States–Colombia Trade Promotion Agreement (CTPA) yang telah berlaku sejak 2012. Perjanjian tersebut membuka akses pasar yang luas bagi produk industri dan konsumen AS serta memberikan mekanisme kerja sama yang lebih transparan dalam isu tarif, SPS, hingga pengadaan pemerintah. Namun laporan 2025 National Trade Estimate menunjukkan bahwa sejumlah hambatan non-tarif masih membatasi arus perdagangan, mulai dari prosedur kepabeanan yang belum modern, regulasi teknis kendaraan yang memicu kekhawatiran industri, hingga ketidakpastian dalam standar pangan, e-commerce, dan perlindungan kekayaan intelektual.
Meskipun akses tarif hampir sepenuhnya bebas, hambatan administratif, teknis, dan regulatori tetap menjadi tantangan utama yang harus diperhatikan eksportir dan investor internasional.
Akses Tarif: Hampir Bebas, tetapi Produk Pertanian Tertentu Masih dalam Masa Transisi
Sejak 2021 sebagian besar produk industri dan konsumen AS masuk Kolombia tanpa bea masuk sesuai CTPA. Untuk sektor pertanian:
beberapa produk sensitif baru mencapai tarif 0% pada 2023,
produk paling sensitif akan menyelesaikan fase penghapusan tarif pada 2026–2030,
eksportir AS memiliki tariff-rate quotas (TRQ) yang memberi akses bebas tarif untuk produk tertentu.
Dengan demikian, hambatan tarif sudah sangat kecil, tetapi akses penuh untuk komoditas tertentu masih bergantung pada kuota dan siklus liberalisasi jangka panjang.
Kepabeanan dan Fasilitasi Perdagangan: Modernisasi Tertunda dan Proses Lambat
Kolombia masih belum menerapkan sistem kepabeanan yang mengizinkan pedagang mengirim dokumen elektronik, seperti salinan invoice digital, meskipun hal ini direkomendasikan oleh WTO Trade Facilitation Agreement.
Keterlambatan ini berdampak pada:
proses clearance yang lambat,
biaya logistik yang lebih tinggi,
ketergantungan pada dokumen fisik,
risiko penundaan penyelesaian impor dan ekspor.
Pemerintah Kolombia mengaku sedang membangun sistem digital baru, tetapi belum ada implementasi penuh.
Hambatan Teknis (TBT): Regulasi Komponen Kendaraan yang Membebani Industri
Sejak 2021 Kolombia mengajukan tujuh regulasi berbeda yang mewajibkan sertifikasi pihak ketiga untuk berbagai komponen mobil dan sepeda motor, termasuk:
ban,
rem,
seatbelt,
kaca (glazing),
pita reflektif.
Masalah utama bagi produsen AS:
kapasitas lembaga sertifikasi tidak memadai,
sertifikasi tambahan menjadi redundant karena produk AS sudah memenuhi FMVSS (standar keamanan nasional AS),
implementasi sering ditunda akibat kekhawatiran industri.
Regulasi ban dan rem ditunda hingga Mei 2025, tetapi aturan untuk seatbelt, kaca, dan tape reflektif akan berlaku Maret 2025, menimbulkan ketidakpastian dalam rantai pasok otomotif.
Kosmetik dan Produk Perawatan Diri: Aturan Label AMAN tetapi Disruptif
Aturan Andean Community Resolution 2310 yang berlaku sejak Desember 2024:
mewajibkan format label baru untuk kosmetik dan personal care,
tidak mengakui label lama meskipun sudah memenuhi regulasi sebelumnya,
menimbulkan biaya repackaging dan reprinting bagi produsen.
Perubahan mendadak tanpa masa transisi yang memadai menjadi keluhan utama pelaku usaha.
SPS: Standar Susu, Larangan Rekonstitusi, dan Registrasi Fasilitas Asing
Sektor pangan menghadapi hambatan yang cukup signifikan.
1. Persyaratan lactic acid untuk susu bubuk
Kolombia menerapkan minimum lactic acid pada milk powder berdasarkan Decree 616, meskipun standar Codex hanya mengatur batas maksimum. Masalah lain:
alasan ilmiah tidak jelas,
tidak konsisten dengan standar global,
draf revisi 2024 bahkan menambah larangan baru: tidak boleh mengonversi susu bubuk menjadi susu cair.
Draf belum dikirim untuk konsultasi WTO, sehingga menambah ketidakpastian regulasi.
2. Registrasi Fasilitas (Decree 2478)
Aturan ini menetapkan persyaratan fasilitas asing harus:
mendapatkan persetujuan pemerintah Kolombia,
menjalani audit tambahan,
melalui proses registrasi negara-ke-negara.
AS berhasil menegosiasikan pengecualian untuk daging dan unggas berdasarkan side letter CTPA, tetapi dairy, seafood, dan telur masih terdampak aturan baru.
Revisi Mei 2024 masih memuat persyaratan berat dan akan berlaku 31 Juli 2025, kecuali dicapai kesepakatan lanjutan.
Pengadaan Pemerintah: Syarat G2G di Sektor Pertahanan dan Minim Akses untuk Perusahaan AS
Kementerian Pertahanan Kolombia mewajibkan government-to-government agreements untuk pembelian pertahanan tertentu.
Dampaknya:
perusahaan AS tidak dapat berpartisipasi langsung,
AS tidak memiliki mandat hukum untuk bertindak sebagai penjamin kontrak,
beberapa kontrak bernilai besar hilang bagi perusahaan AS.
Kolombia bukan anggota WTO Government Procurement Agreement (GPA), sehingga tidak terikat standar transparansi global.
Kekayaan Intelektual: Penegakan Lemah dan Ketidakpastian Regulasi Farmasi
Kolombia tetap berada di Special 301 Watch List. Hambatan utama:
• Belum menerapkan komitmen CTPA untuk penegakan pelanggaran hak cipta digital.
Banyak platform ilegal dan pirasi IPTV tetap beroperasi.
• Belum mengadopsi UPOV 1991 untuk perlindungan varietas tanaman baru.
• San Andresitos
Lebih dari 600 pusat perbelanjaan ini masuk Notorious Markets 2025 karena skala besar penjualan barang palsu.
• Ketidakpastian approval farmasi
Decree 433 dan 710 (2018), yang memastikan approval obat hanya berdasar keamanan dan efektivitas, ditangguhkan sejak 2019 akibat gugatan warga.
Hingga akhir 2024 belum ada kepastian aturan penggantinya.
Layanan: Hambatan dalam Distribusi dan Penunjukan Agen
Kode komersial Kolombia memberi perlindungan sangat kuat kepada agen distributor. Kondisi ini membuat:
pemutusan kontrak agen sangat mahal,
produsen asing kesulitan untuk mengganti distributor yang berkinerja buruk,
AS terus meminta Kolombia memenuhi komitmen CTPA untuk menormalkan ketentuan ini.
Perdagangan Digital: Pajak SEP yang Tidak Konsisten antara Residen dan Non-Residen
Sejak 1 Januari 2024, Kolombia menerapkan Significant Economic Presence (SEP) tax:
berlaku untuk penjualan barang digital dan fisik,
perusahaan non-residen dianggap memiliki SEP jika:
berinteraksi dengan ≥ 300.000 pelanggan Kolombia, dan
memiliki pendapatan ≥ 31.300 TVU (± USD 370.000 pada 2025).
Tarif pajaknya:
3% jika perusahaan mendaftar sebagai wajib pajak, atau
10% withholding jika tidak mendaftar.
AS menilai aturan ini diperlakukan berbeda antara residen dan non-residen, sehingga berpotensi diskriminatif.
Isu Ketenagakerjaan: Perdagangan Terhubung dengan Penegakan Hak Buruh
AS dan Kolombia terus berdialog terkait:
perlindungan kebebasan berserikat,
hak untuk berorganisasi dan berunding kolektif,
kekerasan terhadap serikat buruh,
impunitas pelaku kekerasan.
Ini merupakan bagian dari komitmen CTPA untuk memastikan standar ketenagakerjaan tidak digunakan sebagai hambatan terselubung.
Penutup: Akses Tarif Terbuka, tetapi Tantangan Regulasi Tetap Intens
Kolombia memiliki fondasi perdagangan yang relatif liberal melalui CTPA, tetapi hambatan modern masih kuat dalam bentuk:
regulasi teknis otomotif,
standar pangan yang tidak sejalan dengan sains global,
sistem kepabeanan yang belum digital,
persyaratan registrasi fasilitas asing yang berbiaya tinggi,
ketidakpastian IP,
serta pajak digital yang berpotensi diskriminatif.
Reformasi bertahap masih terus berjalan, tetapi pelaku usaha perlu menavigasi lingkungan regulasi yang kompleks untuk memaksimalkan peluang pasar.
Daftar Pustaka
2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Colombia Section.
Perekonomian Global
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 01 Desember 2025
Sebagai anggota CAFTA–DR, Republik Dominika memiliki hubungan dagang yang erat dengan Amerika Serikat. Hampir seluruh produk industri dan sebagian besar produk pertanian AS masuk bebas tarif, menjadikan negara ini salah satu pasar yang secara formal paling terbuka di kawasan Karibia. Namun laporan 2025 National Trade Estimate menunjukkan bahwa hambatan non-tarif tetap mendominasi dinamika perdagangan.
Tantangan tersebut mencakup pengelolaan TRQ beras yang kontroversial, pajak internal yang mendiskriminasi produk impor, proses lisensi impor yang tidak konsisten, hambatan teknis seperti aturan baja tulangan (rebar), serta kelemahan penegakan kekayaan intelektual. Kombinasi ini membuat pasar Dominika tetap kompleks meski struktur tarif telah diliberalisasi secara substansial.
Akses Tarif Terbuka melalui CAFTA–DR, Tetapi TRQ Beras Menciptakan Ketidakpastian Baru
CAFTA–DR mewajibkan Republik Dominika untuk menghapus semua tarif beras per 1 Januari 2025. Namun pemerintah justru mengeluarkan Decree 693-24, yang:
mempertahankan tariff-rate quota (TRQ) beras sebesar 23.300 ton,
mengenakan tarif 99% untuk impor di luar kuota,
menerapkan perubahan setelah masa liberalisasi penuh seharusnya dimulai.
Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran karena:
berpotensi melanggar semangat CAFTA–DR,
menciptakan ketidakpastian terhadap pasokan beras AS,
memberi sinyal bahwa sektor pertanian dapat menjadi area proteksionisme baru.
Sengketa beras ini dipandang sebagai indikasi bahwa Republik Dominika masih berusaha mempertahankan instrumen untuk melindungi petani lokal, meskipun komitmen perjanjian jelas mengarah pada liberalisasi penuh.
Pajak Internal yang Tidak Seimbang: Etanol dan Keju Impor Menjadi Korban
Salah satu hambatan terbesar adalah struktur perpajakan domestik yang tidak memperlakukan produk lokal dan impor secara setara.
1. Etanol
Etanol AS dikenai:
10% ad valorem tax,
pajak khusus ± USD 11/liter,
18% ITBIS (VAT Dominika).
Sementara itu, etanol lokal tidak dikenai pajak sama sekali. Perbedaan struktur ini menciptakan distorsi harga besar dan menempatkan eksportir AS pada posisi sangat tidak menguntungkan. Pemerintah menunda harmonisasi pajak sejak 2018, dan hingga kini belum ada reformasi substantif.
2. Keju
Keju impor dikenai 18% ITBIS, sedangkan keju lokal dikecualikan dari pajak tersebut. Industri AS telah lama meminta pemerataan pajak, tetapi pembahasan kebijakan sering tertunda.
Import Licensing: Instrumen Proteksionisme Agrikultur yang Konsisten Dipertahankan
Meskipun CAFTA–DR menekankan transparansi, Republik Dominika tetap menerapkan lisensi impor yang memengaruhi berbagai komoditas pertanian:
beras
kacang
unggas
daging sapi dan babi
gula
bawang dan bawang putih
Dalam praktiknya, lisensi:
tidak selalu dikeluarkan tepat waktu,
memiliki kriteria evaluasi yang tidak jelas,
dapat diperlambat oleh pertimbangan politik atau perlindungan musiman.
Side letter CAFTA–DR sebenarnya menuntut proses yang transparan. Namun para eksportir AS melaporkan bahwa hambatan administratif masih menjadi alat efektif untuk mengontrol arus barang.
Hambatan Teknis: Regulasi Baja Tulangan (Rebar) yang Mendiskriminasi Produk Impor
Salah satu hambatan teknis paling signifikan adalah RTD 458, regulasi untuk steel rebar.
Poin masalah utama:
Produk asing diwajibkan melalui uji laboratorium pihak ketiga,
Sementara produk domestik dikecualikan dari uji tersebut,
Republik Dominika tidak memiliki laboratorium dengan standar memadai,
Akibatnya, sampel harus dikirim kembali ke AS atau negara lain,
Menyebabkan biaya tambahan, penundaan logistik, dan ketidakpastian proyek konstruksi.
Beberapa eksportir AS mendapatkan pengecualian sementara, tetapi tidak ada solusi struktural jangka panjang. RTD 458 masih dianggap sebagai hambatan teknis yang paling merugikan sektor baja AS.
SPS dan Regulasi Pangan: Perbaikan Bertahap tetapi Masih Lambat
DIGEMAPS—lembaga baru yang terpisah dari Kementerian Kesehatan sejak 2023—telah meningkatkan efisiensi registrasi produk. Namun:
waktu pemrosesan masih panjang,
standar sering direvisi tanpa notifikasi WTO,
beberapa produk pangan AS yang aman secara ilmiah masih menghadapi penundaan administratif.
Permasalahan SPS terutama muncul pada:
pengakuan standar asing untuk produk pertanian,
persyaratan dokumentasi yang berubah mendadak,
belum optimalnya penerapan prinsip analisis risiko.
Pengadaan Pemerintah: Reformasi Ada, tetapi Praktik Lapangan Belum Konsisten
Reformasi 2023 melalui Decree 416-23 memperkuat:
e-procurement,
kriteria risiko,
audit pemilihan vendor,
transparansi tender.
Namun, pelaku bisnis melaporkan:
beberapa lembaga tetap menggunakan kriteria subjektif,
pemenang tender sering tidak diumumkan dengan cukup detail,
hubungan politik dapat memengaruhi hasil.
Republik Dominika bukan anggota WTO GPA, sehingga tidak terikat standar pengadaan internasional.
Kekayaan Intelektual: Reformasi Penting tetapi Penegakan Masih Lemah
Republik Dominika mencatat kemajuan berarti:
keluar dari Special 301 Watch List pada 2024,
membentuk National Inter-Ministerial Council of IP,
memperkuat koordinasi antar lembaga.
Meski begitu, hambatan tetap besar:
barang palsu tersedia luas,
pembajakan siaran dan IPTV ilegal masih marak,
kapasitas penegakan di perbatasan terbatas,
aparat kekurangan dana dan pelatihan.
Penegakan hukum IP belum selevel dengan standar negara-negara maju, sehingga risiko bagi eksportir tetap signifikan.
Kesimpulan: Pasar Berbasis CAFTA–DR dengan Hambatan Non-Tarif Tinggi
Republik Dominika menawarkan akses tarif yang sangat terbuka bagi produk AS melalui CAFTA–DR, namun struktur akses pasar masih terhambat oleh:
TRQ beras yang mempertahankan proteksi setelah masa liberalisasi seharusnya berakhir,
pajak diskriminatif terhadap etanol dan keju impor,
lisensi impor yang dapat digunakan sebagai alat proteksi,
hambatan teknis pada sektor baja,
kelemahan sistemik dalam pengadaan pemerintah dan penegakan IP.
Bagi pelaku usaha asing, memahami dinamika non-tarif ini sangat penting untuk menilai risiko, mengelola biaya tambahan, dan memastikan kelancaran ekspor ke Republik Dominika.
Daftar Pustaka
2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Dominican Republic Section.
Perekonomian Global
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 01 Desember 2025
Kosta Rika adalah salah satu ekonomi paling stabil di Amerika Tengah dan mitra penting Amerika Serikat melalui perjanjian CAFTA–DR. Perjanjian tersebut telah membuka akses pasar yang sangat luas bagi barang dan jasa AS, terutama sejak seluruh produk non-pertanian AS masuk tanpa tarif sejak 2015. Meskipun demikian, laporan 2025 National Trade Estimate mengungkap bahwa sejumlah hambatan non-tarif—mulai dari penundaan izin SPS, ketidakselarasan aturan label produk, hingga perlakuan berbeda dalam pajak minuman beralkohol dan persaingan tidak setara dalam pengadaan pemerintah—tetap menghalangi akses pasar yang penuh.
Dengan kombinasi kebijakan agrikultur proteksionis, bottleneck administratif, dan tantangan penegakan kekayaan intelektual, pelaku usaha asing masih harus menavigasi lanskap regulasi yang kompleks meskipun hubungan dagang bilateral berjalan positif.
Akses Tarif: Hampir Seluruh Produk AS Bebas Bea, tetapi Pengelolaan TRQ Tetap Kritis
Sebagai anggota Central American Common Market (CACM), Kosta Rika memiliki tarif eksternal umum maksimal 15% untuk sebagian besar produk. Namun perjanjian CAFTA–DR memberikan keunggulan bagi AS:
seluruh produk non-pertanian AS bebas tarif sejak 2015;
hampir semua produk pertanian juga sudah bebas tarif;
tarif untuk beras dan produk susu tertentu dihapus pada 1 Januari 2025;
bawang dan kentang segar diliberalisasi melalui mekanisme tariff-rate quota (TRQ).
Salah satu tantangan utama adalah pengelolaan TRQ, karena:
TRQ harus tersedia setiap 1 Januari,
Kosta Rika mengawasi akses melalui sistem lisensi impor,
keterlambatan lisensi dapat langsung mengganggu pasokan.
Amerika Serikat secara aktif memantau sistem ini untuk memastikan tidak terjadi penundaan yang menghambat eksportir AS.
Pajak Distilat: Struktur yang Tidak Seimbang antara Produk Domestik dan Impor
Kosta Rika menerapkan pajak cukai atas minuman beralkohol berdasarkan kadar alkohol per liter. Struktur pajak tersebut menciptakan dampak yang tidak seimbang karena:
produk domestik utama disuling pada 30% alkohol,
kebanyakan minuman impor (misalnya whisky dan vodka) memiliki kadar 40%,
tarif tertinggi diberlakukan untuk produk di atas 30% alkohol.
Akibatnya, minuman impor membayar pajak lebih tinggi meskipun kualitas produknya tidak terkait dengan kadar alkohol yang lebih besar. Selain itu:
produsen lokal dapat membayar pajak 15 hari setelah penjualan,
importir wajib melunasi pajak sebelum barang keluar dari bea cukai.
Perlakuan berbeda ini meningkatkan biaya modal impor dan memberikan keuntungan kompetitif bagi produsen domestik.
SPS: Penundaan Izin, Penutupan Pasar Kentang Meja, dan Persyaratan Fasilitas yang Berat
Bidang sanitasi dan fitosanitasi (SPS) adalah salah satu area hambatan paling signifikan.
1. Penundaan izin fitosanitari pada musim panen
Kementerian Pertanian Kosta Rika sering memperlambat pemberian izin impor pada masa panen lokal, terutama:
bawang (April–Juni),
beberapa produk hortikultura lainnya.
Penundaan musiman ini menyebabkan:
gangguan rantai pasok,
peningkatan biaya logistik bagi eksportir AS,
ketidakpastian besar dalam perencanaan impor.
2. Pasar kentang meja masih tertutup sejak 2013
Walaupun AS mengekspor chipping potatoes senilai USD 3,4 juta pada 2024, pasar table-stock potato masih sepenuhnya tertutup karena belum terpenuhinya persyaratan SPS lokal. Jika pasar ini dibuka, potensi ekspor dapat meningkat menjadi lebih dari USD 5 juta per tahun.
3. Kuesioner fasilitas yang sangat membebani
Regulasi 2016 mewajibkan fasilitas pengolahan hewan dari AS (termasuk dairy, seafood, lamb, dan egg products) untuk:
mengisi kuesioner teknis panjang,
menyediakan informasi bisnis sensitif,
menunggu asupan data diproses berbulan-bulan sebelum produk baru disetujui.
Kuesioner ini sering dianggap tidak proporsional dan tidak berdasarkan kebutuhan keamanan pangan yang jelas.
Pengadaan Pemerintah: Persaingan Tidak Setara dengan BUMN Sektor TIC dan Asuransi
Dalam pengadaan publik, perusahaan swasta—termasuk perusahaan AS—kadang kalah bersaing karena negara mengizinkan pengadaan non-kompetitif kepada entitas publik berdasarkan:
jika pejabat menyatakan bahwa pemberian kontrak kepada BUMN “lebih efisien”.
Ini memengaruhi tender di sektor:
teknologi informasi dan komunikasi,
asuransi,
berbagai layanan publik.
Kosta Rika memang memiliki komitmen pengadaan pemerintah di bawah CAFTA–DR, tetapi pada praktiknya proses penilaian efisiensi tersebut sering tidak transparan. Negara juga baru berstatus observer pada WTO GPA sejak 2015 dan baru mengajukan aksesi resmi pada September 2023, sehingga proses harmonisasi masih berjalan.
Kekayaan Intelektual: Kemajuan Struktural tetapi Penegakan Masih Lemah
Kosta Rika pernah masuk Special 301 Watch List, tetapi dikeluarkan pada 2020 setelah sejumlah reformasi. Reformasi tersebut mencakup:
peluncuran sistem pencatatan online untuk membantu penegakan di perbatasan,
program pemantauan lisensi software pada institusi pemerintah.
Namun kelemahan tetap terlihat:
• Laporan penggunaan software legal belum dipublikasikan
Dua laporan internal pemerintah (2020 & 2022) tidak tersedia publik karena tidak diwajibkan untuk dirilis.
• Online piracy masih meluas
Penegakan terhadap situs bajakan, IPTV ilegal, dan platform streaming tidak sah masih kurang efektif.
• Prosedur bea cukai lambat terhadap barang palsu
Petugas perbatasan belum sepenuhnya memanfaatkan kewenangan ex officio untuk menahan barang palsu tanpa keluhan pemilik merek.
• Sistem recordation belum sekuat e-Recordation AS
Upaya penguatan sistem masih berlangsung melalui kerja sama Kementerian Perdagangan, otoritas IP, dan sektor swasta.
Penutup: Akses Tarif Terbuka Tetapi Tantangan Non-Tarif Tetap Mendasar
Kosta Rika menawarkan akses pasar yang luas bagi barang AS melalui CAFTA–DR, namun hambatan modern terus muncul dalam bentuk:
penundaan izin SPS,
aturan teknis yang memakan waktu,
perlakuan pajak yang tidak seimbang,
persaingan yang tidak setara dalam pengadaan publik,
serta penegakan IP yang belum konsisten.
Ke depan, reformasi digitalisasi bea cukai, penyederhanaan standar SPS, dan peningkatan transparansi pengadaan pemerintah akan menjadi faktor kunci yang menentukan apakah Kosta Rika dapat memberikan lingkungan bisnis yang lebih setara bagi perusahaan global.
Daftar Pustaka
2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Costa Rica Section.
Perekonomian Global
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 01 Desember 2025
Tiongkok telah menjadi pusat gravitasi baru dalam ekonomi dunia, namun posisinya sebagai pusat manufaktur global bersanding dengan kebijakan pasar domestik yang sangat tertutup, regulasi yang bergerak cepat, serta kerangka hukum yang memberi pemerintah ruang kontrol luas terhadap aktivitas ekonomi. Laporan 2025 National Trade Estimate menunjukkan bahwa hambatan perdagangan Tiongkok tidak lagi bersifat tradisional—melainkan berupa jaringan kebijakan industri, pembatasan data, dan dominasi SOE yang membentuk tantangan struktural bagi Amerika Serikat dan perusahaan global.
Dalam konteks geopolitik dan ekonomi yang semakin sensitif, AS dan banyak negara lain menilai bahwa Tiongkok menggunakan strategi pembangunan negara terpusat untuk memperluas kapasitas industri, mengamankan teknologi strategis, dan memanfaatkan pasar domestik besar untuk mengatur akses vendor asing. Akibatnya, hambatan perdagangan Tiongkok tidak hanya memengaruhi hubungan bilateral AS–Tiongkok, tetapi juga memengaruhi struktur kompetisi global.
1. Kebijakan Industri sebagai Fondasi Proteksionisme Modern
Tidak ada negara besar lain yang mengintegrasikan perencanaan industri sedalam Tiongkok. Melalui 14th Five-Year Plan, Blueprint Made in China 2025, dan ratusan rencana sektoral tingkat provinsi, Tiongkok mengarahkan perkembangan industrial melalui:
• Subsidi terselubung dan terbuka
Kredit berbunga rendah dari bank negara,
Tanah industri dengan sewa minimal atau gratis,
Hibah R&D bagi perusahaan tertentu,
Pembebasan tarif untuk impor peralatan bagi perusahaan favorit,
Subsidi ekspor tidak langsung melalui rebat VAT.
Subsidi besar-besaran ini menyebabkan kapasitas berlebih di sektor strategis seperti EV, baterai lithium, solar panel, baja, dan industri kimia.
• Industrial guidance funds
Puluhan dana yang dikelola pemerintah daerah dan pusat berfungsi layaknya private equity, tetapi dengan mandat industrial:
berinvestasi di AI, robotika, farmasi, energi baru,
memaksa alih teknologi dari perusahaan asing melalui persyaratan investasi,
mendukung ekspansi agresif perusahaan lokal ke luar negeri.
• Instrumen regulasi untuk memaksa penggunaan teknologi lokal
Melalui istilah seperti secure and controllable, Tiongkok menciptakan standar keamanan yang secara efektif:
menolak teknologi asing,
mendorong adopsi chip, sistem operasi, dan server buatan domestik,
memberi ruang SOE untuk mendominasi tender publik.
Dalam praktiknya, kebijakan industri menjadi alat kontrol dan proteksi sekaligus pendorong ekspor yang mengganggu keseimbangan pasar internasional.
2. Transfer Teknologi Paksa: Mekanisme Baru yang Lebih Terselubung
Walaupun aturan resmi menyatakan bahwa transfer teknologi “sukarela”, praktik lapangan sangat berbeda.
• Joint Venture sebagai syarat akses pasar
Sektor-sektor seperti otomotif energi baru, perangkat medis tertentu, dan telekomunikasi masih sering mengharuskan:
pembentukan JV dengan SOE,
transfer IP tertentu untuk memperoleh lisensi,
pembagian R&D secara tidak seimbang.
• Review keamanan siber
Proses ini menjadi jalur baru transfer teknologi paksa:
regulator meminta skema kode, arsitektur software, dan audit sistem,
perusahaan asing harus membuka detail paling sensitif untuk diverifikasi,
beberapa alat dan jaringan asing dianggap “tidak aman” tanpa penjelasan teknis yang dapat diverifikasi.
• Localisation requirements
Perusahaan teknologi asing sering menemukan bahwa:
hanya produk yang dikembangkan “secara lokal” yang mendapat izin,
sistem harus menggunakan algoritma, chip, atau modul domestik.
Mekanisme modern transfer teknologi paksa lebih berbasis regulasi teknis daripada instruksi langsung, sehingga lebih sulit untuk dibantah oleh negara lain melalui kerangka WTO.
3. Hambatan Tarif, TRQ, dan Perlakuan Pajak yang Menguntungkan SOE
• TRQ yang tidak transparan
Untuk komoditas tertentu (gandum, jagung, beras), Tiongkok menggunakan TRQ yang seolah-olah terbuka tetapi dalam praktik menguntungkan SOE besar seperti COFCO.
Masalah umum meliputi:
alokasi yang tidak jelas,
sebagian kuota diberikan kepada perusahaan yang tidak beroperasi aktif,
importir swasta kesulitan mendapatkan akses TRQ.
• VAT discrimination
Dalam beberapa sektor, produk domestik:
mendapat rebat VAT untuk ekspor,
sementara produk asing tidak mendapat rebat yang sama,
menciptakan distorsi biaya signifikan.
• Retaliatory tariffs terhadap AS
Beberapa produk pertanian AS menghadapi tarif tambahan yang belum dicabut, sekaligus menjadi alat politik perdagangan.
4. SPS dan TBT: Hambatan yang Dipertahankan melalui Kompleksitas Administratif
Mengimpor produk pangan ke Tiongkok adalah proses panjang yang melibatkan:
• Registrasi fasilitas (Decree 248)
Fasilitas pengolahan pangan luar negeri harus terdaftar secara spesifik untuk produk tertentu. Setiap perubahan formula, desain label, atau fasilitas membutuhkan:
pendaftaran ulang,
verifikasi dokumen tambahan,
potensi inspeksi.
• Labeling rigid
Kesalahan kecil dalam label, seperti ukuran font, warna, atau informasi nutrisi, dapat menyebabkan penahanan barang.
• Meat & poultry restrictions
Larangan regional berdasarkan outbreak flu burung diterapkan:
secara tidak proporsional terhadap Amerika Serikat,
bahkan ketika standar internasional (OIE) mengizinkan pembukaan kembali pasar.
• Ag biotech approvals sangat lambat
AS menilai proses ini sebagai hambatan non-tarif paling kronis:
waktu approval dapat 5–7 tahun,
tumpukan aplikasi tidak diselesaikan,
keputusan sering dikaitkan dengan dinamika politik.
5. Kekayaan Intelektual: Enforcement Lemah meski Kerangka Hukum Modern
Tiongkok telah memperbarui hukum paten, merek, dan hak cipta, tetapi implementasi masih tertinggal.
• Online piracy tetap masif
IPTV ilegal,
situs streaming bajakan,
aplikasi mobile dengan konten curian.
• Notorious markets fisik
Pasar terkenal masih menjual tas, pakaian, kosmetik, dan perangkat palsu secara terang-terangan.
• Bad faith trademarking
Perusahaan asing sering menemukan merek mereka didaftarkan oleh pihak lokal jauh sebelum memasuki pasar Tiongkok.
• Trade secret enforcement sulit
akses bukti (discovery) sangat terbatas,
kerugian sulit dihitung,
hukuman tidak memberikan efek jera.
6. Hambatan Layanan: Kontrol Ketat atas Sektor Berteknologi Tinggi dan Ekonomi Digital
• Cloud computing
Perusahaan asing tidak dapat mengoperasikan layanan cloud mandiri:
harus bermitra dengan penyedia lokal,
kontrol penuh berada pada mitra Tiongkok,
transfer data harus menggunakan infrastruktur lokal.
• Audiovisual
Konten asing menghadapi:
kuota pemutaran,
persetujuan sensor yang lambat,
larangan platform tertentu.
• Logistik dan ekspres
China Post tetap dominan:
perusahaan asing dibatasi untuk layanan tertentu,
lisensi tidak mudah diperoleh,
wilayah operasional dapat dibatasi.
• Keuangan
Meski liberalisasi diumumkan, hambatan tetap terlihat:
izin produk baru lambat,
persyaratan data localization tinggi,
kewajiban pelaporan ekstensif kepada regulator.
7. Regulasi Data dan Keamanan Siber: Hambatan Paling Berat Era Modern
Regulasi digital Tiongkok adalah salah satu hambatan paling signifikan.
• Data Security Law (DSL)
Menentukan kategori data “penting” atau “inti”, namun definisinya samar.
• Personal Information Protection Law (PIPL)
Transfer data keluar negeri membutuhkan:
security assessment pemerintah,
model contract resmi, atau
sertifikasi yang belum sepenuhnya tersedia.
• Cybersecurity reviews
Perusahaan asing yang bergerak di:
cloud,
fintech,
kendaraan terhubung,
telekomunikasi,
sering diminta menyerahkan informasi sensitif, menciptakan risiko keamanan komersial dan pelanggaran IP.
• Fragmentasi data
Beberapa perusahaan global harus mengelola dua sistem data terpisah:
satu untuk operasi Tiongkok,
satu untuk global.
Fragmentasi ini meningkatkan biaya, mengubah model bisnis, dan menghambat integrasi sistem.
8. Pengadaan Pemerintah: “Buy China” yang Semakin Formal dan Sistemik
Tiongkok belum bergabung dengan GPA WTO dan mempraktikkan:
persyaratan penggunaan teknologi domestik,
standar teknis khusus Tiongkok,
penolakan tidak langsung terhadap vendor asing dengan alasan keamanan.
Dalam sektor seperti:
AI,
cloud,
jaringan 5G,
pertahanan sipil,
pendidikan publik,
pemasok asing hampir tidak punya akses.
9. SOE sebagai Aktor Dominan: Distorsi Kompetitif yang Tidak Terhindarkan
SOE memegang peran di hampir seluruh sektor kritikal. Mereka mendapatkan:
bailout ketika rugi,
kredit murah,
proyek pemerintah secara prioritas,
perlindungan dari kompetisi asing.
Dengan skala ekonomi sebesar Tiongkok, dominasi SOE menciptakan distorsi yang efeknya menyebar ke seluruh rantai pasok global.
Kesimpulan: Tiongkok sebagai Pasar Besar dengan Hambatan Struktural Paling Kompleks di Dunia
Akses pasar Tiongkok bukan hanya persoalan aturan, melainkan persoalan struktur. Hambatan modern Tiongkok berasal dari:
kebijakan industri yang agresif,
kontrol negara dalam ekonomi,
standar data yang ketat dan tidak pasti,
penegakan hukum non-transparan,
dan dinamika politik luar negeri.
Bagi pelaku usaha global, Tiongkok tetap pasar besar, tetapi dengan risiko regulasi, politik, dan kepatuhan yang memerlukan strategi khusus serta kesiapan menghadapi perubahan mendadak.
Daftar Pustaka
2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – China Section.
Perekonomian Global
Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 01 Desember 2025
Chile selama dua dekade menjadi salah satu mitra dagang paling stabil bagi Amerika Serikat melalui United States–Chile Free Trade Agreement (FTA). Seluruh produk AS telah menikmati akses bebas tarif sejak 2015, menempatkan Chile sebagai salah satu pasar paling terbuka di belahan barat. Namun laporan 2025 National Trade Estimate menegaskan bahwa meskipun struktur tarif bukan lagi masalah, berbagai hambatan non-tarif—mulai dari perlindungan kekayaan intelektual yang belum memadai hingga aturan data pribadi yang baru dan potensi dampaknya bagi arus data lintas negara—tetap menghambat kepastian usaha.
Dengan demikian, tantangan perdagangan AS–Chile tidak lagi berputar pada tarif, tetapi pada penerapan komitmen FTA, sengketa nomenklatur pangan, reformasi sektor jasa, dan kebijakan digital yang masih berubah.
Geographical Indications (GI): Persaingan Penamaan Produk antara Chile, Uni Eropa, dan Amerika Serikat
Salah satu isu paling sensitif dalam hubungan dagang Chile adalah pengakuan nama generik untuk produk susu dan daging.
Pada Desember 2023, Chile menandatangani Advanced Framework Agreement dengan Uni Eropa, termasuk pengakuan berbagai istilah sebagai geographical indications (GI). Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius bagi AS karena banyak istilah GI versi UE digunakan secara luas sebagai istilah generik di pasar global.
Bagi pelaku industri AS, risiko utamanya adalah:
pembatasan penggunaan nama keju dan daging tertentu,
potensi kehilangan akses pasar untuk produk yang menggunakan common names,
minimnya transparansi dan proses konsultasi dalam penetapan GI.
Melalui negosiasi intensif, AS berhasil mencapai kesepakatan bilateral dengan Chile pada 2024 yang menjamin:
pengakuan hak prior users untuk istilah tertentu,
akses pasar yang tetap terbuka untuk produk keju dan daging AS,
kepastian penggunaan istilah tertentu yang sebelumnya terancam dibatasi.
Kesepakatan tersebut disahkan oleh Kongres Chile pada September 2024 dan berlaku sejak 29 Desember 2024, memberikan stabilitas bagi eksportir AS.
Kekayaan Intelektual: Implementasi FTA yang Belum Selesai dan Persoalan Penegakan Online
Chile kembali masuk Priority Watch List dalam laporan Special 301 karena berbagai kelemahan struktural dalam perlindungan dan penegakan IP.
Masalah utama meliputi:
1. Teknologi perlindungan digital (TPM) tidak dilindungi penuh
Komitmen FTA mengharuskan Chile melarang peralatan atau layanan yang memfasilitasi penghindaran technological protection measures, tetapi implementasi penuhnya masih tertunda.
2. Belum meratifikasi UPOV 1991
Keterlambatan ini menghambat perlindungan varietas tanaman baru dan menurunkan minat investasi sektor agritech.
3. Sistem ISP liability yang tidak efektif
Kurangnya mekanisme penanganan cepat terhadap pelanggaran online membuat pembajakan digital—film, musik, dan buku—tetap tinggi.
4. Keterbatasan perlindungan data uji farmasi
Perusahaan farmasi AS menilai:
mekanisme penyelesaian paten lambat,
perlindungan data uji belum memadai,
terdapat risiko penyalahgunaan atau pengungkapan tidak sah.
AS juga menekankan pentingnya transparansi ketika Chile mempertimbangkan GI baru atau menilai permintaan perlindungan dari pihak ketiga.
Reformasi Sistem Pensiun: Ketidakpastian bagi Industri Jasa Keuangan AS
Pada Januari 2025, Kongres Chile mengesahkan undang-undang untuk mereformasi sistem pensiun berbasis swasta. Industri jasa keuangan AS menyoroti beberapa ketentuan baru yang dinilai:
menambah campur tangan pemerintah,
menciptakan ketidakpastian atas portofolio yang sudah ada,
mewajibkan lelang klien eksisting,
berpotensi mengurangi daya saing perusahaan asing.
AS mendorong agar implementasinya melibatkan konsultasi luas dan tetap sejalan dengan komitmen Chile dalam FTA terkait layanan keuangan.
Data Protection Law: Standar Baru yang Mempengaruhi Transfer Data Internasional
Pada Desember 2024, Chile mesahkan Data Protection Law (DPL) yang memperbarui kerangka privasi negara tersebut. DPL mewajibkan:nge
negara tujuan transfer data harus memiliki tingkat perlindungan “memadai”,
jika belum ada penilaian memadai, perusahaan wajib memakai contractual clauses yang disetujui regulator,
tidak adanya kejelasan definisi untuk istilah kunci,
pedoman teknis yang belum diterbitkan sepenuhnya.
Bagi perusahaan AS, ketidakpastian tersebut dapat menghambat:
pengoperasian layanan cloud,
pemindahan data internal perusahaan multinasional,
transaksi digital lintas negara.
AS terus bekerja melalui mekanisme multilateral termasuk program sertifikasi lintas yurisdiksi untuk mempermudah transfer data secara aman dan legal.
Penutup: Akses Tarif Nol yang Diperkuat tapi Tantangan Non-Tarif Masih Kuat
Chile dan Amerika Serikat telah membina hubungan dagang erat melalui FTA, namun tantangan 2025 memperlihatkan bahwa hambatan modern sudah bergeser ke:
penetapan GI yang memengaruhi common names,
perlindungan IP yang belum memadai,
reformasi sistem pensiun yang berpotensi mendisrupsi pasar jasa,
dan regulasi data baru yang menambah risiko kepatuhan.
Dengan struktur tarif yang hampir sepenuhnya bebas, arah sengketa dagang kini berfokus pada regulasi domestik dan implementasi komitmen FTA yang belum tuntas. Masa depan hubungan dagang kedua negara akan sangat ditentukan oleh kemampuan Chile memperkuat transparansi, penegakan hukum IP, dan kejelasan kerangka digitalnya.
Daftar Pustaka
2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Chile Section