Pendidikan

Pendidikan Inklusif di Kota Medan: Analisis Kebijakan Publik dan Rekomendasi untuk Akses yang Setara

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 11 September 2025


Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Pendidikan inklusif merupakan bagian dari tanggung jawab negara dalam mewujudkan hak pendidikan untuk semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Studi ini menemukan bahwa meskipun terdapat kebijakan lokal, pelaksanaannya di Kota Medan masih jauh dari optimal — terutama karena keterbatasan sarana-prasarana, minimnya guru terlatih, serta rendahnya sosialisasi kebijakan.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

  1. Dampak Positif

    • Kesempatan belajar yang setara bagi ABK.

    • Lingkungan sekolah lebih inklusif dan toleran.

    • Mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ABK.

  2. Hambatan yang Muncul

    • Kekurangan guru dengan keterampilan pendidikan inklusif.

    • Fasilitas sekolah belum ramah terhadap ABK (aksesibilitas fisik dan teknologi).

    • Rendahnya penyebaran informasi tentang kebijakan inklusif kepada sekolah dan masyarakat.

  3. Peluang Strategis

    • Pemanfaatan kursus daring untuk memperluas pemahaman tentang pendidikan inklusif.

    • Relevan dengan Pendidikan di Indonesia, yang menjelaskan tentang penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus. 

5 Rekomendasi Kebijakan Publik Praktis

  1. Pelatihan Guru Inklusif
    Sediakan pelatihan intensif bagi guru reguler agar mampu mengajar ABK secara efektif.

  2. Penyediaan Sarana & Prasarana Ramah ABK
    Renovasi sekolah dengan aksesibilitas penuh: ramp, toilet khusus, materi pendukung ABK.

  3. Sosialisasi Kebijakan Secara Luas
    Dinas terkait perlu melaksanakan forum, pelatihan, dan kampanye pendidikan inklusif kepada sekolah dan masyarakat.

  4. Kolaborasi dengan Komunitas & LSM
    Libatkan organisasi penyandang disabilitas untuk memastikan kebijakan menjawab kebutuhan ABK.

  5. Monitoring & Evaluasi Berkala
    Bentuk tim independen untuk menilai efektivitas pelaksanaan kebijakan inklusif setiap semester.

Kritik: Risiko Jika Tanpa Kebijakan yang Serius

  • ABK terpinggirkan dari sistem pendidikan formal.
  • Ketimpangan kualitas SDM semakin meningkat.
  • Citra pemerintah daerah menurun karena gagal menjamin keadilan pendidikan.

Penutup: Relevansi Strategis untuk Indonesia

Pendidikan inklusif adalah cermin komitmen negara terhadap keadilan sosial. Dengan kebijakan yang baik — seperti pelatihan guru inklusif, infrastruktur pendukung, sosialisasi intensif, kolaborasi multipihak, dan evaluasi berkelanjutan — Medan bisa menjadi contoh daerah inklusif berkelanjutan.

Sumber

  • Hasian Negara Dasopang. Analisis Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Kota Medan.

  • Permendikbud Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif.

Selengkapnya
Pendidikan Inklusif di Kota Medan: Analisis Kebijakan Publik dan Rekomendasi untuk Akses yang Setara

Kebijakan Publik

Kompetensi ASN dalam Pengadaan Barang/Jasa: Strategi Kebijakan Publik untuk Kepercayaan dan Transparansi Daerah

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 11 September 2025


Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Perpres No. 16 Tahun 2018 (jo. No. 12/2021) mewajibkan sertifikasi kompetensi untuk ASN pengadaan paling lambat akhir 2023. Artikel ini menunjukkan bahwa meski banyak ASN telah memiliki sertifikat dasar, kualitas kompetensi mereka belum memadai untuk menangani pengadaan yang kompleks dan berskala besar. Risiko yang muncul? Gagal tender, keterlambatan proyek, hingga potensi penyalahgunaan anggaran.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

  1. Dampak Positif dari ASN Bersertifikasi Lanjutan

    • Efisiensi biaya dan waktu proyek meningkat.

    • Transparansi dan akuntabilitas pengadaan terjaga.

    • Hasil pengadaan lebih sesuai kebutuhan publik.

  2. Hambatan yang Dihadapi

    • Kompetensi teknis ASN masih terbatas.

    • Anggaran pelatihan dan sertifikasi terbatas.

    • Perbedaan interpretasi regulasi di berbagai instansi.

  3. Peluang Strategis

    • Percepatan pelatihan ASN melalui e-learning.

    • Terbukanya akses pelatihan melalui kursus seperti "Dasar-Dasar Penyusunan HPS Jasa Konstruksi". Materi tersebut relevan untuk membekali ASN dengan kemampuan kritis dalam penyusunan HPS (Harga Perkiraan Sendiri)—angka dasar dalam pengadaan barang/jasa.

5 Rekomendasi Kebijakan Publik Praktis

  1. Wajibkan ASN Pengadaan Mengikuti Sertifikasi Tingkat Lanjutan
    Sertifikasi yang lebih mendalam wajib dimiliki pegawai KPA/PPK pengadaan.

  2. Sediakan Program Pelatihan Digital Gratis
    Pemda dapat bekerja sama dengan Diklatkerja untuk menyediakan pelatihan dan sertifikasi berbasis teknologi.

  3. Sisihkan Anggaran Khusus Pelatihan ASN Daerah
    Biaya pelatihan dan sertifikasi harus menjadi prioritas dalam APBD setiap daerah.

  4. Integrasi Kompetensi dengan Sistem E-Procurement
    ASN harus memahami digitalisasi sistem pengadaan untuk memastikan proses yang lebih transparan, efisien, dan akuntabel.

  5. Lakukan Audit Kompetensi Berkala
    Pemda menyelenggarakan evaluasi kompetensi ASN pengadaan agar pelatihan berdampak nyata dan berkelanjutan.

Kritik: Risiko Jika Tanpa Kebijakan Serius

Tanpa regulasi dan pelatihan yang memadai, risiko kegagalan pengadaan meningkat, korupsi lebih mudah terjadi, dan pelaksanaan proyek publik bisa melambat—semua merugikan masyarakat luas.

Penutup: Relevansi Strategis untuk Indonesia

Kompetensi ASN dalam pengadaan adalah fondasi tata kelola pemerintah daerah yang efisien dan tepercaya. Melalui pelatihan lanjutan, subsidi biaya, dan penerapan teknologi, pemerintah dapat memastikan bahwa setiap pengadaan membangun kepercayaan publik serta mendatangkan hasil pembangunan yang nyata dan berkualitas.

Sumber

  • Nasridal Patria (2021). Kompetensi Pengadaan Barang/Jasa bagi Aparatur Sipil Negara pada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.

  • Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (jo. Perpres No. 12 Tahun 2021).

Selengkapnya
Kompetensi ASN dalam Pengadaan Barang/Jasa: Strategi Kebijakan Publik untuk Kepercayaan dan Transparansi Daerah

Transformasi Digital

Kebijakan Publik untuk Adopsi Building Information Modelling (BIM): Pelajaran dari Industri Konstruksi Selangor

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 11 September 2025


Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Building Information Modelling (BIM) adalah teknologi revolusioner yang membantu meningkatkan kolaborasi, efisiensi, dan akurasi dalam konstruksi. Pada industri konstruksi di Selangor, tingkat kesadaran BIM tinggi (~ 90%), tapi penggunaan aktif hanya 21,7%, karena kendala biaya, pelatihan, dan lemah pola dukungan pemerintah.

Temuan ini memberi gambaran yang relevan buat kebijakan publik di Indonesia—tanpa dukungan strategis dari pemerintah, adopsi BIM akan stagnan dan daya saing konstruksi nasional berisiko tertinggal.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Dampak Positif

  • Peningkatan efisiensi waktu dan biaya proyek.

  • Transparansi dan akurasi desain konstruksi jadi lebih baik.

  • Sinergi lintas stakeholder dalam proyek tambah kuat.

Hambatan

  • Biaya lisensi software BIM relatif tinggi.

  • Kurangnya talenta profesional di bidang BIM.

  • Tidak ada anggaran teralokasi untuk pelatihan BIM.

Peluang Strategis

  • BIM bisa dijadikan standar wajib dalam tender proyek strategis.

  • Pelatihan daring tersedia seperti kursus Building Information Modeling for Structure Design, yang berfokus pada optimasi desain, otomatisasi dokumentasi, dan pengambilan keputusan berbasis BIM.

5 Rekomendasi Kebijakan Publik Praktis

  1. Terapkan BIM sebagai Standar Resmi untuk Proyek Pemerintah
    Semua proyek strategis harus mengimplementasikan BIM sejak perencanaan.

  2. Subsidi Software & Licensing
    Kerjasama dengan penyedia software untuk memberikan harga khusus ke sektor publik dan kontraktor.

  3. Program Pelatihan & Sertifikasi BIM Nasional
    Bangun pelatihan berjenjang untuk pekerja konstruksi, konsultan, dan proyek manajer berbasis standar inklusif BIM.

  4. Dorong Sertifikasi dan Pendampingan oleh Asosiasi
    Libatkan LPJK dan asosiasi jasa konstruksi untuk menyelenggarakan program sertifikasi BIM.

  5. Monitoring & Evaluasi Periodik Penerapan BIM
    Audit regular di proyek yang menerapkan BIM, untuk mengukur dampak kualitas dan efisiensi.

Kritik: Risiko Jika Kebijakan Tidak Diambil

  • Proyek berpotensi tetap ineffisien, mengalami pemborosan waktu dan anggaran.

  • Industri konstruksi domestik tertinggal dalam era transformasi digital.

  • Potensi kualitas infrastruktur menurun karena minim inovasi teknologi.

Penutup: Relevansi Strategis untuk Indonesia

BIM bukan hanya teknologi; ia adalah pendorong produktivitas, transparansi, dan kolaborasi di sektor konstruksi. Kebijakan publik yang mendorong adopsi BIM secara sistematis akan memastikan pembangunan infrastruktur lebih efisien, berkualitas, dan berdaya saing global.

Sumber

Selengkapnya
Kebijakan Publik untuk Adopsi Building Information Modelling (BIM): Pelajaran dari Industri Konstruksi Selangor

Konstruksi

Mengurai Akar Masalah Buruknya Kinerja Proyek Konstruksi: Studi Lapangan dan Rekomendasi dari Malaysia

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 11 September 2025


 

Buruknya Kinerja Proyek Konstruksi: Masalah Lama yang Belum Seles

 

Dalam beberapa dekade terakhir, dunia konstruksi menyaksikan pertumbuhan pesat dalam hal skala, kompleksitas, dan tuntutan teknis. Namun, satu masalah klasik tak kunjung teratasi: buruknya kinerja proyek, terutama keterlambatan dan pembengkakan biaya. Dalam konteks Malaysia, dan bisa dikatakan berlaku pula di negara berkembang lainnya seperti Indonesia, persoalan ini menjadi penghambat utama efektivitas pembangunan.

 

Tesis ini bertujuan untuk menelisik akar penyebab kinerja buruk dalam proyek konstruksi berdasarkan data lapangan dan telaah literatur, dengan fokus pada kasus-kasus di wilayah Selangor. Fokus utama adalah pada keterlambatan ekstensif, sebagai indikator kinerja buruk yang paling mencolok.

 

Metodologi: Pendekatan Indeks dan Survei Langsung

 

Penelitian ini dilakukan melalui survei kuesioner yang melibatkan berbagai aktor konstruksi, mulai dari pengembang, konsultan, hingga kontraktor utama yang pernah terlibat dalam proyek bangunan dan infrastruktur di Malaysia. Total 44 faktor penyebab kinerja buruk diidentifikasi, kemudian dikategorikan ke dalam 8 kelompok besar. Analisis dilakukan menggunakan metode indeks rata-rata (average index) untuk menentukan tingkat keparahan setiap faktor.

 

Delapan Kategori Besar Penyebab Buruknya Kinerja Proyek

 

1. Karakteristik Proyek

Kinerja buruk sering kali sudah ditentukan sejak tahap awal proyek. Proyek berskala besar dengan desain kompleks, kurangnya perencanaan detail dan jadwal yang tidak realistis merupakan pemicu utama. Beberapa proyek jalan tol, misalnya, terhambat karena desain awal yang tidak mempertimbangkan kondisi geoteknik lapangan.

 

2. Faktor Klien atau Pengembang

Peran klien ternyata sangat krusial. Ketidaktegasan dalam keputusan, perubahan spesifikasi di tengah jalan, serta lambatnya pembayaran sangat berpengaruh terhadap ritme proyek. Dalam banyak kasus, kontraktor tidak dapat melanjutkan pekerjaan karena cash flow terganggu.

 

3. Faktor Kontraktor

Kurangnya keterampilan teknis, pelatihan yang minim, dan ketidakmampuan manajerial menyebabkan keterlambatan dan kesalahan pelaksanaan. Bahkan, kontraktor yang terpilih karena penawaran terendah cenderung gagal memenuhi standar teknis.

 

4. Faktor Konsultan

Kinerja konsultan juga tak lepas dari sorotan. Desain yang tidak matang, inspeksi yang tidak disiplin, hingga komunikasi yang lemah dengan tim lapangan menyebabkan miskomunikasi dan pekerjaan ulang. Sebagai contoh, proyek pembangunan rumah susun di Malaysia sempat terhambat karena desain arsitektur yang tidak sinkron dengan struktur.

 

5. Tenaga Kerja dan Material

Faktor ini mencakup keterlambatan pengiriman bahan, kekurangan material di lokasi, serta pekerja yang tidak kompeten atau tidak cukup jumlahnya. Bahkan, 54% kegagalan konstruksi terjadi karena kualitas tenaga kerja yang rendah dan manajemen logistik yang lemah.

 

6. Hubungan Kontraktual

Permasalahan hukum dalam kontrak, seperti ketidakjelasan hak dan kewajiban antar pihak, serta kurangnya klausul penyelesaian sengketa, turut memperpanjang durasi proyek. Kontrak yang lemah sering kali menjadi sumber konflik yang berlarut.

 

7. Prosedur Pengadaan Proyek

Sistem tender yang hanya mengutamakan harga terendah sering kali menjadi jebakan. Proyek diserahkan kepada pihak yang tidak memiliki kapasitas teknis memadai. Selain itu, proses lelang yang panjang dan birokratis menyebabkan proyek mundur sebelum dimulai.

 

8. Lingkungan Eksternal

Faktor cuaca, regulasi pemerintah, dan masalah sosial seperti protes warga sekitar turut menjadi penyebab. Dalam proyek jembatan antarnegara bagian, misalnya, keterlambatan izin lingkungan menyebabkan proyek tertunda hingga dua tahun.

 

Tiga Penyebab Utama Berdasarkan Hasil Survei

 

Dari 44 faktor yang dianalisis, tiga faktor teratas dengan tingkat keparahan tertinggi adalah:

 

  • Kualitas hubungan antar anggota tim proyek

Kolaborasi yang buruk antar pemilik, kontraktor, dan konsultan berpotensi menimbulkan konflik dan kesalahan eksekusi.

 

  • Sistem komunikasi antar peserta proyek

Minimnya alur informasi formal membuat keputusan penting tertunda atau tidak dipahami semua pihak.

 

  • Kemampuan memotivasi tim oleh pemimpin proyek

Kurangnya jiwa kepemimpinan menyebabkan moral kerja menurun dan produktivitas terganggu.

 

Rekomendasi Perbaikan untuk Industri Konstruksi

 

1. Perkuat Peran Manajer Proyek sebagai Leader, Bukan Hanya Administrator

Pemimpin proyek perlu dibekali soft skills seperti komunikasi, manajemen konflik, dan motivasi tim.

 

2. Reformasi Sistem Tender

Gabungkan aspek harga dan kualifikasi teknis untuk memilih kontraktor yang benar-benar kompeten.

 

3. Audit Desain Sejak Awal

Semua dokumen desain harus diverifikasi oleh tim independen sebelum tahap pelaksanaan.

 

4. Bangun Tim Terintegrasi Sejak Pra-Konstruksi

Libatkan semua aktor proyek mulai dari klien, konsultan, hingga kontraktor dalam perencanaan agar ada rasa memiliki bersama.

 

5. Penerapan Teknologi Seperti BIM dan ERP Konstruksi

Penggunaan teknologi dapat mempercepat alur komunikasi, pemantauan progres, dan pengendalian biaya.

 

6. Standardisasi Dokumen Kontrak dengan Klausul Penyelesaian Sengketa

Kontrak harus jelas dalam mengatur hak, kewajiban, serta mekanisme alternatif penyelesaian masalah seperti mediasi dan arbitrase.

 

Kritik dan Evaluasi Studi

 

Tesis ini sangat kuat dari sisi struktur metodologi dan komprehensif dalam pengelompokan faktor. Namun, perlu dicatat beberapa keterbatasan:

  • Fokus hanya pada wilayah Selangor, sehingga generalisasi ke konteks nasional masih perlu pembuktian lebih lanjut.
  • Belum membandingkan faktor-faktor ini dengan proyek di sektor publik dan swasta secara eksplisit.
  • Tidak menyertakan variabel kultural atau politik yang bisa jadi sangat menentukan dalam proyek-proyek pemerintah.

 

Konteks Global dan Perbandingan dengan Negara Lain

 

Temuan Puspasari sejalan dengan riset di negara lain. Di Indonesia, Kaming et al. (1997) mencatat bahwa 87% proyek high-rise mengalami keterlambatan dan 86% mengalami pembengkakan biaya karena faktor serupa: tenaga kerja, logistik, dan perencanaan yang lemah.

 

Sementara itu, di Arab Saudi, Assaf & Al-Hejji (2005) menemukan bahwa kurangnya komunikasi dan perubahan desain adalah faktor utama keterlambatan. Ini menunjukkan bahwa isu-isu yang sama muncul di berbagai belahan dunia, meskipun dalam konteks lokal yang berbeda.

 

Kesimpulan: Akar Masalah Bukan pada Satu Pihak, tapi pada Sistem Kolaborasi

 

Berdasarkan temuan dalam tesis ini, penyebab buruknya kinerja proyek konstruksi tidak dapat ditimpakan kepada satu aktor saja. Sebaliknya, yang diperlukan adalah reformasi sistemik yang menyentuh seluruh siklus hidup proyek, mulai dari desain, kontraktual, hingga tahap pelaksanaan.

 

Solusi terbaik bukanlah mencari kambing hitam, melainkan memperbaiki sistem komunikasi, manajemen risiko, dan kolaborasi lintas aktor. Tesis Tatiana Rina Puspasari memberikan peta jalan yang sangat berguna bagi para pengambil keputusan, akademisi, maupun praktisi untuk mulai melakukan perbaikan dari dasar.

 

 

Sumber:

Puspasari, T. R. (2005). Factors Causing the Poor Performance of Construction Project. Master’s Thesis, Faculty of Civil Engineering, Universiti Teknologi Malaysia.

Selengkapnya
Mengurai Akar Masalah Buruknya Kinerja Proyek Konstruksi: Studi Lapangan dan Rekomendasi dari Malaysia

Limbah Kontruksi

Membedah Akar Limbah Konstruksi di Indonesia: Tantangan, Fakta, dan Jalan Menuju Nol Sampah

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 11 September 2025


Limbah Konstruksi: Ancaman Besar di Balik Ledakan Infrastruktur

 

Indonesia tengah berada dalam periode emas pembangunan infrastruktur. Namun, di balik pertumbuhan pesat tersebut, tersembunyi persoalan serius: limbah konstruksi. Dalam konteks inilah, artikel ilmiah karya Heni Fitriani, Saheed Ajayi, dan Sunkuk Kim (2023), yang diterbitkan di jurnal Sustainability, hadir menyajikan analisis komprehensif tentang penyebab mendasar dari limbah di sektor konstruksi Indonesia. Temuan ini menjadi kunci penting dalam upaya mendorong praktik konstruksi berkelanjutan di negara berkembang seperti Indonesia.

 

Mengapa Penelitian Ini Penting?

 

Banyak studi terdahulu fokus pada minimisasi limbah di negara maju, namun sedikit yang menggali akar permasalahan di negara berkembang. Mengingat bahwa Indonesia diprediksi menjadi salah satu pasar konstruksi terbesar dunia pada 2030, kegagalan dalam mengelola limbah konstruksi bisa menimbulkan krisis lingkungan berskala nasional.

 

Metodologi dan Sampel: Suara dari 468 Profesional Konstruksi Indonesia

 

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan penyebaran kuesioner daring kepada 468 responden dari berbagai peran di industri konstruksi: arsitek, manajer proyek, insinyur sipil, dosen, hingga pemasok material. Data dianalisis menggunakan analisis faktor eksploratori dan reliabilitas statistik (α = 0.893), yang menunjukkan konsistensi tinggi.

 

Delapan Akar Utama Limbah Konstruksi di Indonesia

 

1. Manajemen Lapangan dan SDM yang Buruk (14,2%)

Faktor dominan ini mencakup: distribusi tenaga kerja tidak merata, absensi tinggi, komunikasi terbatas, hingga pekerja pindah tugas sebelum menyelesaikan pekerjaan. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan disiplin di proyek konstruksi. Jika dibiarkan, bisa menyebabkan rework, pemborosan waktu, dan kenaikan biaya proyek.

 

2. Kurangnya Kolaborasi Antar Pemangku Kepentingan (13,2%)

Minimnya koordinasi antara kontraktor, konsultan, dan klien memicu pengambilan keputusan yang keliru, lambannya pembayaran, dan jadwal yang tidak sinkron. Padahal, proyek konstruksi adalah kerja tim lintas entitas.

 

3. Pengelolaan Peralatan yang Tidak Efektif (9,9%)

Kesalahan dalam pemilihan dan pengoperasian alat, kelebihan alokasi alat berat, serta peralatan rusak, menjadi penyumbang besar limbah. Solusi seperti prefabrikasi dan modularisasi dapat mengurangi limbah hingga 84%.

 

4. Kelemahan dalam Manajemen Logistik Material (9%)

Penanganan material yang buruk, penggunaan bahan yang salah, dan pembelian yang tidak sesuai kebutuhan menciptakan penumpukan dan pemborosan. Kolaborasi yang kuat dengan pemasok dibutuhkan untuk menyesuaikan pengiriman dengan jadwal proyek.

 

5. Lingkungan Kerja yang Tidak Kondusif (7%)

Kondisi cuaca ekstrem, vandalisme, dan layout site yang semrawut memperbesar potensi kerusakan material dan penundaan pekerjaan. Perlu desain lapangan yang ergonomis dan aman.

 

6. Komunikasi yang Buruk di Lapangan (6,8%)

Kurangnya instruksi jelas dari mandor, kekurangan supervisor, dan lemahnya skill komunikasi memicu kesalahpahaman yang berujung pada kesalahan teknis.

 

7. Perilaku Boros dan Kurangnya Kompetensi (6,7%)

Sikap ceroboh, motivasi rendah, serta kurangnya kesadaran lingkungan menjadi indikator penting. Ini menunjukkan bahwa persoalan budaya kerja dan etika turut berkontribusi terhadap limbah.

 

8. Kurangnya Pelatihan dan Pengalaman (4,9%)

Minimnya pelatihan formal dalam manajemen limbah membuat tenaga kerja tidak paham prosedur efisien. Hal ini menyulitkan implementasi program waste reduction.

 

Analisis Tambahan dan Perbandingan Global

 

Temuan ini sejalan dengan studi di Malaysia, Tiongkok, dan Inggris. Namun, yang membedakan Indonesia adalah dominasi faktor perilaku dan manajerial ketimbang teknis. Negara-negara maju telah menerapkan kebijakan seperti site waste management plans (SWMP) yang mewajibkan tiap proyek memiliki rencana penanganan limbah sejak awal.

 

Studi Kasus Nyata: Proyek Modular di Hong Kong

 

Salah satu contoh keberhasilan adalah penggunaan komponen modular di Hong Kong yang mampu menurunkan volume limbah hingga 52%. Jika Indonesia mengadopsi prefabrikasi lebih luas, maka pengurangan limbah bisa terjadi signifikan bahkan di proyek hunian sederhana.

 

Rekomendasi Strategis bagi Industri Konstruksi Indonesia

 

  • Wajibkan Rencana Pengelolaan Limbah Proyek (SWMP)

Perlu regulasi nasional yang mewajibkan setiap proyek untuk memiliki SWMP.

 

  • Pelatihan Rutin untuk Pekerja dan Manajer Proyek

Baik tentang pengelolaan material, safety, maupun budaya kerja bersih.

 

  • Adopsi Teknologi Modern: BIM & Modularisasi

BIM bisa digunakan untuk meminimalisasi limbah sejak tahap desain.

 

  • Insentif dan Sanksi Terkait Pengelolaan Limbah

Kontraktor yang berhasil menekan limbah diberi bonus. Yang lalai, dikenai penalti.

 

  • Kolaborasi Lebih Erat dengan Pemasok Material

Pemasok dapat berperan dalam take-back scheme atau pengemasan ulang efisien.

 

Kritik terhadap Studi

 

Studi ini sangat kuat dalam metodologi, namun masih memiliki keterbatasan:

  • Data dikumpulkan hanya dari persepsi profesional, belum mencakup data lapangan aktual terkait volume limbah per proyek.
  • Belum mempertimbangkan pengaruh sistem tender dan tekanan biaya dalam praktik boros material.

 

Dampak Praktis: Menyasar Zero Waste Construction di 2045?

 

Jika Indonesia ingin menyambut era bonus demografi dengan lingkungan yang lestari, maka reformasi pengelolaan limbah konstruksi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Temuan Fitriani dkk. bisa menjadi dasar kebijakan nasional menuju konstruksi berkelanjutan. Target zero waste mungkin ambisius, tapi bukan tidak mungkin jika dimulai hari ini.

 

 

Sumber:

Fitriani, H., Ajayi, S., & Kim, S. (2023). Analysis of the Underlying Causes of Waste Generation in Indonesia’s Construction Industry. Sustainability, 15(1), 409. DOI:10.3390/su15010409

Selengkapnya
Membedah Akar Limbah Konstruksi di Indonesia: Tantangan, Fakta, dan Jalan Menuju Nol Sampah

Perencanaan Hidrologi

Menata Drainase Haruru: Solusi Terukur Atasi Banjir Permukiman Maluku Tengah

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 11 September 2025


Pengantar: Ketika Genangan Menjadi Ancaman Rutin

Banjir di wilayah organisasi bukan sekadar gangguan musiman, tetapi bisa menjadi bencana permanen jika sistem drainase tidak memadai. RT 21 Desa Haruru, Kecamatan Amahai, Maluku Tengah, merupakan salah satu kawasan yang sering mengalami genangan dan banjir saat hujan lebat. Ketidaksiapan infrastruktur, terutama saluran drainase, menjadi penyebab utama.

Penelitian oleh Novita Irma Diana Magrib dan Charles J. Tiwery hadir untuk memberikan solusi konkrit berbasis perhitungan teknis. Dengan menggabungkan analisis hidrologi dan hidrolika, mereka merancang sistem drainase yang adaptif terhadap kondisi lokal dan berbagai skenario hujan.

Masalah Utama: Kurangnya Saluran dan Berkurangnya Daya Resap Lahan

Luas wilayah RT 21 mencapai 131.137 m², yang secara status masuk sebagai desa berkembang. Sayangnya, perkembangan ini tidak disebabkan oleh sistem drainase yang memadai. Alih fungsi lahan menyebabkan resapan air berkurang drastis. Akibatnya, saat hujan deras terjadi, air tidak memiliki jalur aliran yang cukup cepat dan menimbulkan genangan.

Fakta ini menekankan pentingnya sistem drainase yang terencana dan sesuai beban hidrologis aktual.

Perencanaan Strategi: Mulai dari Rencana Hujan hingga Bentuk Saluran

1. Analisis Hidrologi: Distribusi Curah Hujan dan Debit Rencana

Penelitian ini memanfaatkan data curah hujan maksimum harian dari BMKG Amahai selama periode 2011–2020. Distribusi Log Pearson Type III dipilih setelah uji menunjukkan kesesuaian metode ini paling sesuai. Hasilnya:

  • Hujan rencana 2 tahun: 154,2 mm
  • Hujan rencana 5 tahun: 204,23 mm
  • Hujan rencana 10 tahun: 236,73 mm

Rencana debit dihitung menggunakan metode rasional:
Q = 0,278 × C × I × A
dengan hasil debit minimum 0,010 m³/detik hingga maksimum 2,737 m³/detik.

2. Waktu Konsentrasi dan Intensitas Hujan

Waktu konsentrasi dihitung dengan pendekatan t₀ + tᵈ, mempertimbangkan permukaan lahan, jarak aliran, serta kemiringan topografi. Intensitas hujan menggunakan rumus Mononobe, yang menghasilkan data penting untuk dimensi saluran.

3. Pemilihan Bentuk dan Ukuran Saluran

Saluran yang dirancang berbentuk persegi, dinilai paling efisien dan mudah diterapkan di area padat. Dimensi bervariasi:

  • Minimum: tinggi 0,10 m dan lebar 0,20 m
  • Maksimum: tinggi 0,60 m dan lebar 1,20 m

Saluran terbesar (S37) dirancang untuk debit hampir 3,3 m³/detik, menunjukkan skenario ekstrem dapat ditangani.

Hasil Efisiensi: Tinggi dan Konsisten

Salah satu aspek penting dalam studi ini adalah pengukuran efisiensi saluran :

  • Kala ulang 2 tahun : 132,45% → overdesain, sangat aman
  • Kala ulang 5 tahun : 100% → tepat guna
  • Kala ulang 10 tahun : 86,19% → risiko melimpas mulai muncul

Hasil ini menunjukkan bahwa desain drainase tidak hanya menyesuaikan hujan masa kini, tetapi mengantisipasi perubahan iklim jangka panjang.

Studi Kasus: Saluran S37 dan Tantangan Kapasitas Maksimum

Saluran S37 dirancang untuk menampung beban tertinggi (3,276 m³/detik). Ukurannya besar: tinggi 0,98 m dan lebar 1,96 m. Efisiensi saluran tetap mencapai 100% untuk kala ulang 5 tahun dan masih memadai pada kala ulang 10 tahun.

Kasus ini menunjukkan pentingnya skalabilitas desain —saluran harus mampu menangani limpasan ekstrem tanpa meluap ke jalan atau rumah warga.

Opini dan Nilai Tambah: Apa yang Bisa Ditingkatkan?

Kritik:

  • Desain yang berdasarkan data hujan bisa historis bias jika tren iklim berubah dengan cepat. Diperlukan pendekatan prakiraan iklim jangka menengah.
  • Tidak semua warga memahami peran drainase. Diperlukan edukasi agar saluran tidak tersumbat sampah.
  • Biaya implementasi belum dihitung secara rinci, suatu aspek penting dalam penganggaran desa.

Bandingkan dengan Wilayah Lain:

  • Di Kota Ambon, pendekatan menggunakan underdrain box storage menjadi pelengkap saluran terbuka.
  • Kota Surakarta berhasil menambahkan sumur resapan sebagai solusi per rumah yang menurunkan tekanan pada drainase utama.

Kombinasi solusi lokal dengan pendekatan berbasis komunitas dapat memperkuat sistem drainase.

Implikasi Praktis: Bukan Sekadar Saluran, Tapi Ketahanan Wilayah

Penelitian ini menunjukkan bahwa drainase bukan sekedar infrastruktur teknis, tetapi jantung dari ketahanan lingkungan organisasi. Saluran yang mampu menampung debit air tinggi bisa menyelamatkan nyawa, aset, dan kualitas hidup.

Manfaat nyata dari desain drainase optimal:

  • Menekan biaya kerusakan pasca banjir
  • Meningkatkan nilai properti
  • Mendorong pengembangan wilayah yang aman dan ramah lingkungan

Kesimpulan: Drainase adalah Investasi, Bukan Beban

Desain saluran drainase di RT 21 Desa Haruru yang dirancang oleh Magrib dan Tiwery adalah contoh penerapan teknik sipil berbasis data dan efisiensi. Dengan dimensi yang disesuaikan untuk berbagai debit, serta efisiensi yang diuji hingga skenario ekstrim, sistem ini terbukti layak diterapkan.

Lebih dari itu, studi ini menjadi pengingat bahwa solusi banjir tidak harus menunggu bencana besar,  melainkan dapat dimulai dari pemetaan kecil, perhitungan yang cermat, dan keberanian bertindak sejak dini.

Sumber:

Magrib, NID, & Tiwery, CJ (2023). Perencanaan Saluran Drainase untuk Penanggulangan Banjir (Studi Kasus di RT 21 Desa Haruru Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah) . ARIKA, 17(1), 12–22.

Selengkapnya
Menata Drainase Haruru: Solusi Terukur Atasi Banjir Permukiman Maluku Tengah
« First Previous page 16 of 1.165 Next Last »