Latar Belakang Teoretis
Penelitian ini berakar pada konteks unik Gangtok, di mana Smart City Mission (SCM) tidak hanya berfokus pada infrastruktur digital, tetapi juga pada "pencitraan ulang kota sebagai pusat pertukaran ekonomi dan peleburan budaya." Fokus studi ini adalah Kompleks Istana Tsuklakhang—simbol kerajaan Sikkim yang dibangun oleh Chogyal ke-9, Thutob Namgyal. Kompleks ini terdiri dari Istana Kerajaan, Kapel Kerajaan, Yabring (paviliun), dan gerbang masuk.
Kerangka teoretis proyek ini adalah konservasi terintegrasi yang menyelaraskan pelestarian fisik (warisan benda) dengan kelangsungan tradisi hidup (warisan tak benda). Latar belakang masalahnya adalah bahwa struktur bersejarah ini menghadapi ancaman kerusakan fisik (seperti defleksi kolom dan kerusakan kayu) dan kebutuhan untuk mengakomodasi fungsi baru sebagai destinasi wisata publik yang dapat menghasilkan pendapatan bagi daerah. Tujuannya adalah untuk melakukan "restorasi, renovasi, retrofitting, dan pembangunan kembali" yang menghormati tatanan warisan yang ada.
Metodologi dan Kebaruan
Studi SAAR ini mengadopsi metodologi kualitatif deskriptif. Pendekatan ini melibatkan tinjauan literatur, dokumentasi foto, survei lapangan, dan wawancara mendalam dengan para ahli kunci, termasuk CEO Gangtok Smart City Development Ltd (GSCDL), arsitek proyek (TDW Architects), insinyur struktur, dan manajer estat dari Tsuklakhang Trust.
Kebaruan dari proyek ini terletak pada strategi desainnya yang sensitif terhadap konteks topografi dan visual. Alih-alih membangun struktur vertikal yang mendominasi, arsitek merancang bangunan baru (seperti asrama biksu) dengan memanfaatkan kemiringan lereng, menempatkannya di bawah level tanah agar tidak menghalangi pandangan atau melebihi ketinggian Kapel Kerajaan yang sakral.
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi
Analisis studi kasus menyoroti keberhasilan teknis dan kultural dari intervensi ini:
-
Intervensi Struktural Presisi: Wawancara dengan insinyur struktur mengungkapkan tantangan teknis yang signifikan. Ditemukan bahwa kolom di istana telah mengalami defleksi sebesar 4 inci. Solusi yang diterapkan adalah "penyaketan kolom" (column jacketing) dari level pondasi menggunakan pneumatic grouting dan agen pengikat (HIBOND) untuk menyatukan beton lama dan baru, sebuah contoh aplikasi teknik modern untuk menyelamatkan struktur kuno.
-
Pelestarian Integritas Visual dan Autentisitas: Proyek ini berhasil mempertahankan keaslian material. Lantai kayu yang rusak akibat rayap diganti dengan kayu yang telah dikeringkan (seasoned timber). Yang krusial, tidak ada perubahan besar yang dilakukan pada rencana tapak (site plan) asli; penambahan baru seperti Dukhang (aula pertemuan) dan Chimey Lhakhang (kuil lampu mentega) dirancang untuk selaras dengan arsitektur vernakular "gaya Tibet Pusat" yang ada.
-
Pengelolaan Warisan Tak Benda: Proyek ini melampaui batu dan bata. Dengan membangun fasilitas baru untuk 600 biksu dan kuil khusus untuk ritual lampu mentega, proyek ini secara aktif "membina praktik warisan tak benda" seperti ritual keagamaan, lukisan Lamaist, dan tarian topeng, memastikan bahwa istana tetap menjadi pusat budaya yang hidup, bukan sekadar museum mati.
-
Transisi dari Privat ke Publik: Secara fungsional, proyek ini menandai pergeseran signifikan. Kompleks yang dulunya merupakan properti pribadi Chogyal kini dipersiapkan untuk dibuka bagi publik dan wisatawan. Fasilitas pengunjung seperti loket tiket dan toko suvenir telah dibangun untuk mendukung model ekonomi pariwisata yang berkelanjutan.
Keterbatasan dan Refleksi Kritis
Studi ini mencatat beberapa keterbatasan penelitian, terutama ketidaktersediaan gambar teknis detail yang membatasi analisis mendalam mengenai strategi konservasi material tertentu.
Secara kritis, tantangan konservasi masih ada. Studi ini menyoroti masalah kerusakan akibat kotoran burung merpati pada dinding lumpur-dan-batu Kapel Kerajaan. Rekomendasi mendesak diberikan untuk pemasangan jaring pelindung dan penolak burung yang tidak mengganggu estetika visual. Selain itu, karena proyek belum sepenuhnya dibuka untuk umum saat studi dilakukan, dampak pariwisata terhadap ketenangan spiritual tempat tersebut belum dapat dievaluasi.
Implikasi Ilmiah di Masa Depan
Secara praktis, proyek ini menetapkan tolok ukur (benchmark) bagi wilayah Himalaya tentang bagaimana memodernisasi fasilitas warisan tanpa kehilangan "kemegahan dan keanggunan masa lalu." Strategi menyembunyikan massa bangunan baru di balik kontur tanah adalah pelajaran desain yang sangat berharga.
Untuk penelitian di masa depan, studi ini menyarankan perlunya evaluasi pasca-hunian untuk mengukur dampak "komersialisasi" pariwisata terhadap komunitas monastik yang tinggal di sana. Keseimbangan antara pendapatan ekonomi dari pariwisata dan kesakralan tempat ibadah akan menjadi area studi longitudinal yang penting.
Sumber
Studi Kasus C7: Palace Rejuvenation, Retrofitting and Redevelopment, Gangtok. (2023). Dalam SAAR: Smart cities and Academia towards Action and Research (Part C: Urban Infrastructure) (hlm. 61-68). National Institute of Urban Affairs (NIUA).