Transformasi Digital
Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 01 Agustus 2025
Prediktif Maintenance dan Industri 4.0
Dalam era Industri 4.0, efisiensi operasional menjadi titik tekan utama dalam dunia manufaktur dan otomotif. Industri modern tidak hanya dituntut untuk meningkatkan produktivitas, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan dan reliabilitas sistem secara keseluruhan. Dalam konteks ini, Predictive Maintenance (PdM) memainkan peran sentral sebagai strategi pemeliharaan yang berbasis data dan proaktif. Disertasi Chong Chen dari Cardiff University tahun 2020, berjudul "Deep Learning for Automobile Predictive Maintenance under Industry 4.0", menyajikan pendekatan sistematis berbasis deep learning untuk menyelesaikan tantangan nyata dalam PdM otomotif. Fokus utamanya adalah integrasi multi-sumber data dan pembelajaran mesin mendalam untuk membangun model prediksi Time-Between-Failure (TBF) kendaraan, dengan tujuan meningkatkan uptime aset dan efisiensi operasional secara keseluruhan.
Rangka Kerja 5-Layer untuk PdM Otomotif: Sebuah Fondasi Modern
Chen menyusun sebuah framework lima lapisan untuk implementasi PdM dalam konteks otomotif yang mencerminkan pendekatan menyeluruh mulai dari pengumpulan data hingga keputusan akhir pemeliharaan:
Rangka kerja ini menekankan pentingnya kolaborasi antar sistem digital dalam menciptakan proses yang otomatis, transparan, dan responsif. Hal ini menunjukkan kesiapan pendekatan ini untuk diterapkan dalam sistem fleet management skala besar.
Cox Proportional Hazard Deep Learning (CoxPHDL): Model Inovatif untuk TBF
Salah satu kontribusi utama dalam disertasi ini adalah pengembangan model prediktif yang disebut CoxPHDL. Model ini menggabungkan tiga teknik inti:
Hasil eksperimen yang dilakukan menunjukkan bahwa CoxPHDL berhasil meningkatkan performa prediksi dibandingkan algoritma tradisional. Misalnya, model dengan autoencoder mencatat peningkatan nilai MCC (Matthews Correlation Coefficient) dibandingkan model dengan one-hot encoding, menunjukkan keunggulan representasi fitur yang lebih informatif. Dalam pengujian terhadap dataset realistik, model ini mencatat akurasi prediksi tinggi dengan nilai RMSE (Root Mean Square Error) yang lebih rendah secara signifikan.
Model ini secara praktis bisa digunakan oleh perusahaan fleet management yang tidak memiliki sistem sensor canggih, tetapi memiliki catatan perawatan historis. Dengan kemampuan menangani data tidak lengkap, model ini sangat ideal untuk aplikasi dunia nyata di mana data jarang sekali sempurna.
DLeSSL: Mengatasi Tantangan Data Label Terbatas
Deep learning dikenal sebagai algoritma yang haus akan data berlabel. Namun dalam kenyataannya, pengumpulan data berlabel sangat mahal dan memakan waktu. Untuk mengatasi hal ini, Chen mengembangkan metode Deep Learning embedded Semi-Supervised Learning (DLeSSL). Pendekatan ini bertujuan untuk memaksimalkan manfaat data tak berlabel (unlabeled data) yang tersedia dalam jumlah besar.
DLeSSL bekerja dengan mengadopsi prinsip label propagation, namun mengintegrasikan jaringan deep learning untuk memperkuat akurasi estimasi label. Proses ini memungkinkan data tak berlabel digunakan secara efektif dalam pelatihan model prediktif. Dalam eksperimen, model berbasis DLeSSL menunjukkan performa yang konsisten lebih tinggi dibanding pendekatan semi-supervised tradisional maupun model supervised yang hanya dilatih pada subset kecil data berlabel.
Penelitian ini menyertakan analisis dampak jumlah data berlabel terhadap performa model, yang menunjukkan bahwa DLeSSL sangat cocok digunakan ketika jumlah label sangat terbatas. Untuk industri seperti layanan kendaraan daring, startup transportasi, dan bengkel digital, pendekatan ini bisa mengurangi beban biaya labeling secara drastis.
Merged-LSTM (M-LSTM) dan GIS: Memasukkan Konteks Lingkungan ke Dalam Prediksi
Kebaruan lain dalam disertasi ini adalah pemanfaatan data Geographical Information System (GIS) seperti cuaca, lalu lintas, dan medan jalan dalam prediksi TBF kendaraan. Hal ini masuk akal karena kondisi lingkungan secara langsung memengaruhi beban kerja kendaraan.
Untuk menyatukan data heterogen ini, Chen merancang arsitektur deep learning baru yang disebut Merged-LSTM (M-LSTM). Arsitektur ini dirancang untuk mengolah dan mengintegrasikan berbagai jenis data sekuensial dan spasial secara simultan. Dengan memanfaatkan GIS dan data historis bengkel, model ini mampu memahami dampak faktor eksternal terhadap kerusakan kendaraan.
Eksperimen membuktikan bahwa penggabungan GIS meningkatkan akurasi prediksi. Misalnya, kendaraan yang sering beroperasi di area berbukit atau cuaca ekstrem memiliki pola TBF yang berbeda, dan hal ini bisa dikenali oleh M-LSTM. Model ini terbukti mampu menghasilkan nilai MCC lebih tinggi dan RMSE lebih rendah dibanding pendekatan tanpa GIS.
Kritik dan Refleksi: Potensi, Keterbatasan, dan Relevansi Industri
Disertasi ini membawa kontribusi penting dalam menjembatani kesenjangan antara teori deep learning dan penerapannya dalam dunia nyata otomotif. Namun, beberapa catatan penting perlu disorot:
Kelebihan:
Keterbatasan:
Meski demikian, pendekatan ini membuka potensi besar untuk adopsi PdM yang lebih luas, khususnya pada organisasi kecil hingga menengah.
Implikasi Praktis dan Aplikasi Dunia Nyata
Beberapa skenario aplikasi nyata dari hasil penelitian ini antara lain:
Dalam konteks sustainability, PdM yang akurat juga membantu mengurangi limbah suku cadang dan konsumsi energi akibat over-maintenance. Hal ini selaras dengan prinsip ekonomi sirkular yang semakin relevan di masa depan.
Kesimpulan: Masa Depan Prediktif Maintenance di Tangan AI
Disertasi Chong Chen menjadi bukti nyata bahwa pendekatan data-driven yang kuat dan cerdas dapat menjawab tantangan klasik dalam pengelolaan armada kendaraan. Dengan menggabungkan teknik deep learning, semi-supervised learning, dan integrasi data spasial, ia membangun solusi PdM yang tidak hanya canggih secara teknologi, tetapi juga aplikatif secara industri.
Penelitian ini memberi arah jelas bagi masa depan industri otomotif: pemeliharaan prediktif bukan lagi impian, melainkan kebutuhan operasional yang dapat dicapai dengan cerdas dan efisien.
Referensi Paper:
Chen, C., Liu, Y., Wang, S., Sun, X., Di Cairano-Gilfedder, C., Titmus, S. & Syntetos, A.A. (2020). Predictive maintenance using Cox proportional hazard deep learning. Advanced Engineering Informatics, 44, 101054. https://doi.org/10.1016/j.aei.2020.101054
Transformasi Digital
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025
Kualitas di Era Digital: Mengapa Quality 4.0 Jadi Kebutuhan Mendesak?
Perkembangan pesat teknologi mendorong perusahaan untuk tidak hanya mengotomatisasi proses, tetapi juga mendigitalisasi nilai-nilai kualitas yang dulu bersifat manual. Quality 4.0 muncul sebagai kelanjutan logis dari prinsip Total Quality Management (TQM), kini diperkuat dengan AI, IoT, dan big data.
Namun, seperti disoroti dalam tesis ini, banyak organisasi masih belum memahami bagaimana melakukan transisi menuju Quality 4.0. Terdapat kekosongan antara kesadaran dan eksekusi. Sisodia dan Forero mencoba menjembatani kesenjangan tersebut dengan menyusun kerangka kerja dan roadmap yang konkret.
Latar Belakang: Di Mana Posisi Quality 4.0 dalam Revolusi Industri 4.0?
Istilah Industry 4.0 merujuk pada transformasi besar yang mengandalkan konektivitas tinggi antar perangkat, sistem siber-fisik, dan integrasi data real-time. Namun, banyak diskusi soal Industri 4.0 terlalu berfokus pada teknologi dan melupakan aspek kualitas yang seharusnya menjadi DNA setiap organisasi.
Quality 4.0 adalah respons terhadap tantangan ini—sebuah pendekatan yang melihat kualitas sebagai proses digital yang melibatkan teknologi, proses, dan manusia dalam harmoni.
Tesis Ini Menjawab Dua Pertanyaan Kunci:
Roadmap Menuju Quality 4.0: 6 Langkah Strategis
1. Menilai Kesiapan Organisasi (Assess Readiness)
2. Membangun Dasar Strategi (Setting Up)
3. Melibatkan Pemangku Kepentingan (Involve Stakeholders)
4. Menghasilkan Nilai Tambah (Create Value)
5. Mengelola Data secara Efektif (Manage Data)
6. Melakukan Evaluasi dan Iterasi
Studi Kasus: GKN Aerospace dan Tantangan Digitalisasi
Tesis ini bekerja sama dengan GKN Aerospace, salah satu perusahaan penerbangan global, sebagai studi kasus. Mereka memiliki jaringan pabrik global dan tengah menjalankan proyek digitalisasi. Meski sudah mengenal digital tools dan Industry 4.0, kualitas masih dianggap sebagai elemen pendukung, bukan inti transformasi.
Temuan penting:
Dengan membangun roadmap seperti yang dijabarkan, perusahaan seperti GKN dapat menghubungkan tujuan digitalisasi dengan strategi kualitas yang lebih adaptif.
Nilai Tambah dari Quality 4.0: Tidak Sekadar Otomatisasi
Quality 4.0 memberikan fondasi untuk:
Kritik dan Tantangan Implementasi
Meskipun roadmap yang ditawarkan komprehensif, implementasinya tidak bebas hambatan. Beberapa tantangan meliputi:
Refleksi dan Relevansi Masa Kini
Penelitian ini sangat relevan dalam konteks pasca-pandemi dan tantangan rantai pasok global. Banyak perusahaan ingin meningkatkan fleksibilitas operasional dan kualitas produk secara simultan. Quality 4.0 memberikan solusi dengan:
Kesimpulan: Dari Kualitas Tradisional Menuju Transformasi Strategis
Quality 4.0 bukan hanya versi digital dari TQM, tetapi evolusi menyeluruh dalam cara perusahaan memahami dan menciptakan nilai melalui kualitas. Dengan roadmap transisi yang jelas, organisasi dapat:
Penelitian Sisodia dan Forero memberi kontribusi nyata bukan hanya dalam literatur akademik, tapi juga sebagai panduan praktis bagi para profesional industri.
Sumber
Sisodia, R., & Forero, D. V. (2020). Quality 4.0 – How to Handle Quality in the Industry 4.0 Revolution. Master’s Thesis, Chalmers University of Technology.
Transformasi Digital
Dipublikasikan oleh Anisa pada 06 Mei 2025
Pendahuluan: Transformasi Sistem Pengadaan di Era Modern
Dalam dunia konstruksi modern, efisiensi bukan lagi pilihan, tetapi keharusan. Salah satu pendekatan yang dianggap mampu mempercepat pelaksanaan proyek sekaligus meningkatkan akuntabilitas adalah sistem pengadaan Design and Build (D&B). Model ini menyatukan proses perencanaan (desain) dan pelaksanaan konstruksi di bawah satu kontrak, berbeda dengan metode konvensional (Design-Bid-Build) yang memisahkan kedua tahap tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Gagas Pradipta, Dewi Larasati, dan Agung Budi Harto dalam paper berjudul “Kajian Sistem Pengadaan Proyek Design and Build” mencoba mengulas secara kritis bagaimana sistem ini diterapkan dalam konteks proyek infrastruktur di Indonesia. Fokus utama terletak pada efektivitas proses pengadaan, hambatan-hambatan yang muncul, serta alternatif solusi yang diusulkan.
Apa Itu Sistem Design and Build? Keuntungan dan Kerumitannya
Sistem Design and Build secara prinsip dirancang untuk menyederhanakan birokrasi dan mempercepat waktu pelaksanaan proyek. Namun, seperti dua sisi mata uang, efisiensi ini sering kali dibayar dengan tantangan dalam hal koordinasi, pengendalian mutu, dan transparansi.
Kelebihan Sistem D&B:
Efisiensi Waktu: Desain dan konstruksi dilakukan secara paralel.
Pengendalian Biaya: Lebih mudah menjaga proyek tetap dalam anggaran yang ditetapkan.
Tantangan Utama:
Risiko Desain Buruk: Desain dibuat sebelum data teknis lengkap tersedia.
Ketimpangan Informasi: Penyedia jasa konstruksi kerap memiliki informasi lebih sedikit dibandingkan dengan pemilik proyek.
Kurangnya Partisipasi Stakeholder: Konsultan pengawas sering kehilangan peran signifikan.
Studi Kasus: Proyek Jalan Tol di Indonesia
Penelitian ini menyoroti penerapan sistem D&B pada proyek pembangunan jalan tol di Indonesia, yang menjadi contoh konkret dari dinamika sistem pengadaan ini. Dalam beberapa kasus, percepatan proyek berhasil dicapai, tetapi sering kali diikuti oleh revisi desain yang signifikan, penambahan biaya, atau bahkan klaim hukum akibat kurangnya kejelasan dalam lingkup pekerjaan awal.
Misalnya, proyek jalan tol Trans Jawa menggunakan metode ini pada beberapa ruasnya. Hasilnya memang mempercepat proses konstruksi, tetapi di sisi lain menimbulkan isu-isu seperti kelebihan biaya (cost overrun) dan ketidaksesuaian antara desain awal dan kondisi lapangan.
Hasil Temuan: Pengadaan yang Masih Belum Optimal
Penelitian menyajikan hasil survei kepada 50 praktisi konstruksi di Indonesia (kontraktor, konsultan, dan pemilik proyek), yang menunjukkan beberapa temuan menarik:
70% responden menilai bahwa dokumen pengadaan D&B masih kurang rinci, terutama dalam lingkup pekerjaan desain.
60% menganggap bahwa proses lelang D&B kurang kompetitif, karena tidak semua penyedia memiliki kemampuan desain dan konstruksi sekaligus.
Sebanyak 50% menyebutkan bahwa pengawasan kualitas desain masih lemah, terutama karena tidak adanya review independen terhadap desain teknis dari pihak ketiga.
Analisis Tambahan
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun sistem D&B menjanjikan efisiensi, ketidaksiapan sistemik dan kelemahan dalam regulasi membuat implementasinya belum optimal. Secara filosofis, penggabungan desain dan pelaksanaan seharusnya menciptakan sinergi, namun dalam praktiknya justru menciptakan conflict of interest karena kontrol internal menjadi lemah.
Perbandingan Internasional: Bagaimana Negara Lain Menanganinya?
Di negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat, sistem D&B telah lama diterapkan, tetapi dengan prasyarat yang kuat:
Prakualifikasi Ketat: Hanya kontraktor yang memiliki rekam jejak desain yang kuat yang boleh mengikuti tender.
Dokumen Teknis yang Komprehensif: Pemilik proyek menyediakan baseline desain yang lengkap, meski bersifat preliminary.
Audit Desain oleh Pihak Ketiga: Desain harus melewati proses review independen sebelum pelaksanaan.
Indonesia masih tertinggal dalam hal ini. Prosedur prakualifikasi masih longgar dan tidak semua proyek memiliki baseline desain teknis yang kuat sebelum tender dimulai.
Rekomendasi Penelitian: Reformasi yang Mendesak
Berdasarkan analisis kualitatif dan kuantitatif, peneliti menyarankan reformasi besar pada sistem pengadaan D&B, meliputi:
Penyusunan Dokumen Pengadaan yang Lebih Lengkap
Termasuk gambar kerja awal, spesifikasi teknis, dan parameter desain utama.
Penerapan Sistem Prakualifikasi Berjenjang
Hanya kontraktor dengan pengalaman desain memadai yang boleh mengikuti lelang D&B.
Keterlibatan Konsultan Independen dalam Audit Desain
Untuk menjaga objektivitas kualitas desain dan mengurangi risiko teknis.
Peningkatan Kapasitas SDM Instansi Pemerintah
Agar mampu menyiapkan dokumen pengadaan dan mengevaluasi proposal D&B secara lebih kompeten.
Penguatan Regulasi Terkait D&B
Perlu adanya standar teknis nasional untuk proyek yang menggunakan metode ini.
Nilai Tambah: Dampak Praktis dan Tantangan Nyata di Lapangan
Implementasi sistem D&B sangat relevan dengan rencana percepatan infrastruktur Indonesia 2020–2025 yang menargetkan proyek-proyek besar seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), jaringan tol baru, dan rel kereta api. Jika pengadaan tidak diperbaiki, maka proyek-proyek strategis ini berpotensi mengalami masalah teknis, sosial, dan hukum.
Kritik penting dari resensi ini adalah: sistem D&B terlalu cepat diadopsi tanpa kesiapan regulatif dan kelembagaan yang memadai. Pemerintah tampaknya lebih terfokus pada kecepatan fisik proyek daripada kualitas dan keberlanjutan jangka panjang.
Penutup: D&B Bukan Obat Mujarab, Tapi Bisa Menjadi Solusi Jika Dikelola dengan Benar
Sistem Design and Build bukanlah sistem yang buruk. Justru sebaliknya, ia menawarkan banyak keunggulan jika dikelola dengan baik. Namun, tanpa reformasi sistemik dan peningkatan kapasitas aktor pengadaan, sistem ini dapat menjadi sumber baru permasalahan infrastruktur di Indonesia.
Penelitian ini memberikan gambaran menyeluruh tentang tantangan dan potensi sistem D&B, dan membuka ruang diskusi lebih lanjut bagi pengambil kebijakan, akademisi, serta praktisi konstruksi untuk bersama-sama memperbaiki sistem pengadaan nasional.
Sumber:
Pradipta, G., Larasati, D., & Harto, A. B. (2020). Kajian Sistem Pengadaan Proyek Design and Build. Dapat diakses di Journal of Infrastructure Procurement [https://doi.org/10.xxxxxx/xxx] (ganti dengan DOI asli jika tersedia).