Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 25 Juli 2025
Krisis Infrastruktur dan Kebutuhan Solusi Inovatif
Zimbabwe tengah menghadapi krisis multidimensi dalam sektor air dan sanitasi akibat penurunan kapasitas infrastruktur, kurangnya investasi, serta dampak dari instabilitas politik dan ekonomi selama beberapa dekade terakhir. Dalam paper “Framework Model for Financing Sustainable Water and Sanitation Infrastructure in Zimbabwe” (2024) oleh Justice Mundonde dan Patricia Lindelwa Makoni, ditawarkan sebuah model pembiayaan berbasis kemitraan publik-swasta (PPP) yang diharapkan mampu mengatasi krisis layanan dasar ini sekaligus mendorong pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 6.
H2: Konteks Krisis Air dan Sanitasi di Zimbabwe
H3: Infrastruktur Usang dan Ancaman Kesehatan Publik
Zimbabwe mengalami kerusakan serius pada jaringan air dan sanitasi. Beberapa fakta mencolok:
Kondisi ini memperparah risiko kesehatan masyarakat, memperbesar ketimpangan, dan menghambat pembangunan ekonomi secara keseluruhan.
H2: Potensi dan Hambatan PPP dalam Pembiayaan Infrastruktur
H3: Peluang Kolaborasi
Kemitraan publik-swasta (PPP) dinilai sebagai strategi penting untuk menutup kesenjangan pembiayaan. Negara-negara seperti China telah berhasil menerapkan PPP di sektor air melalui:
H3: Kegagalan Implementasi di Zimbabwe
Namun, Zimbabwe belum mampu mereplikasi keberhasilan ini. Sebagai contoh:
H2: Sumber-Sumber Pembiayaan untuk Proyek Air dan Sanitasi
H3: Sumber Publik
H3: Sumber Swasta
H2: Temuan Ekonometrik: Apa yang Mendorong Investasi PPP?
Penelitian ini menggunakan model Tobit dengan data dari 1996 hingga 2021 untuk menganalisis faktor-faktor penentu pembiayaan PPP. Beberapa hasil utama:
H2: Rangka Pembiayaan yang Diusulkan
H3: Tiga Komponen Biaya Utama
H3: Sumber Pembiayaan yang Terintegrasi
Rangka model merekomendasikan kombinasi sumber:
H2: Studi Kasus: Harare dan Proyeksi Nasional
Studi memperkirakan kebutuhan investasi untuk sistem air dan sanitasi di Harare sebesar USD 1,4 miliar hingga 2030. Bila kota-kota besar lain seperti Bulawayo dan Mutare disertakan, angka ini meningkat drastis.
Namun, tanpa kerangka kerja pembiayaan yang solid, angka ini hanyalah aspirasi. Kerangka yang ditawarkan Mundonde dan Makoni menyusun roadmap berbasis kondisi ekonomi, status pasar keuangan, dan struktur institusi di Zimbabwe.
H2: Analisis Kritis: Apa yang Bisa Dipelajari?
H3: Keunggulan Studi
H3: Kelemahan dan Tantangan
Kesimpulan: Menjahit Harapan dengan Investasi Cerdas
Paper ini menegaskan bahwa air dan sanitasi bukan sekadar isu teknis, tetapi soal keadilan sosial dan pembangunan jangka panjang. Untuk menjamin layanan yang andal dan terjangkau, Zimbabwe perlu:
Model pembiayaan yang diajukan bukan hanya relevan untuk Zimbabwe, tetapi juga menjadi acuan penting bagi negara-negara berkembang lain yang ingin mengatasi kesenjangan layanan dasar melalui pendekatan inovatif dan kolaboratif.
Sumber asli:
Mundonde, J., & Makoni, P. L. (2024). Framework Model for Financing Sustainable Water and Sanitation Infrastructure in Zimbabwe. Preprints.org, doi:10.20944/preprints202404.0805.v1.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Juli 2025
Mengapa Efisiensi Investasi Air Menjadi Kunci Masa Depan?
Di tengah krisis air global, Afrika Selatan menjadi contoh nyata negara yang menghadapi tantangan berat dalam membiayai, mengelola, dan memelihara infrastruktur air. Meski prinsip tarif dan pembiayaan air telah diatur dalam undang-undang, implementasinya kerap jauh dari harapan. Artikel ini membedah secara kritis temuan utama, studi kasus, serta angka-angka penting dari riset Cornelius Ruiters dan Joe Amadi-Echendu (2022) tentang biaya ekonomi, efisiensi, dan tantangan investasi infrastruktur air di Afrika Selatan. Dengan mengaitkan tren global, opini, dan rekomendasi, artikel ini diharapkan memberi insight strategis bagi pembuat kebijakan, pelaku industri, dan masyarakat luas.
Latar Belakang: Krisis Air, Investasi, dan Kesenjangan Infrastruktur
Fakta dan Tren
Tantangan Utama
Kerangka Analisis: Dari Biaya Ekonomi hingga Efisiensi Operasional
Komponen Biaya Air
Prinsip Ekonomi
Studi Kasus: Potret Infrastruktur Air di Afrika Selatan
Sampel dan Metodologi
Temuan Kunci
1. Kerugian Ekonomi Akibat Inefisiensi
2. Gap Investasi dan Dampaknya
3. Non-Revenue Water (NRW)
4. Efisiensi Anggaran dan Eksekusi Proyek
5. Multiplikasi Tarif Air
6. Return on Capital dan Revenue Management
Analisis Kritis: Kelebihan, Keterbatasan, dan Komparasi Global
Kelebihan Studi
Keterbatasan
Komparasi dengan Negara Lain
Kota Rural (Kategori B4)
Implikasi Praktis dan Rekomendasi Strategis
1. Reformasi Tarif dan Kebijakan Subsidi
2. Investasi pada Pemeliharaan dan Teknologi
3. Penguatan Kapasitas dan Tata Kelola
4. Diversifikasi Sumber Pendanaan
5. Perencanaan Investasi Berbasis Prioritas
Opini dan Kritik: Paradoks Air Murah, Investasi Mahal
Studi ini menegaskan paradoks klasik: air yang terlalu murah justru membuat investasi infrastruktur menjadi mahal akibat inefisiensi, kebocoran, dan backlog pemeliharaan. Tanpa reformasi tarif dan tata kelola, gap investasi akan terus melebar dan krisis air makin sulit diatasi.
Kritik utama terhadap praktik saat ini adalah lemahnya political will untuk menaikkan tarif air secara rasional, serta kecenderungan mengorbankan pemeliharaan saat terjadi tekanan fiskal. Selain itu, ketergantungan pada dana hibah pusat membuat banyak kota tidak punya insentif untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi.
Komparasi dengan Tren Global dan Industri
Kesimpulan: Menuju Ekosistem Air yang Efisien dan Berkelanjutan
Afrika Selatan menjadi cermin tantangan global dalam pembiayaan, efisiensi, dan pengelolaan infrastruktur air. Studi Ruiters dan Amadi-Echendu menegaskan bahwa solusi bukan sekadar menambah dana, melainkan menata ulang tarif, memperkuat tata kelola, dan berinvestasi pada pemeliharaan serta teknologi. Indonesia dan negara berkembang lain dapat mengambil pelajaran penting: air murah tanpa efisiensi dan investasi hanya akan memperbesar krisis di masa depan. Reformasi tarif, diversifikasi pendanaan, dan penguatan kapasitas SDM adalah kunci menuju layanan air yang berkelanjutan dan inklusif.
Sumber
Cornelius Ruiters, Joe Amadi-Echendu. (2022). Economic costs, efficiencies and challenges of investments in the provision of sustainable water infrastructure supply systems in South Africa. Journal of Infrastructure Asset Management, doi: 10.1680/jinam.21.00014.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Juli 2025
Mengapa Pendanaan Kerja Sama Air Lintas Batas Semakin Penting?
Lebih dari 60% air tawar dunia mengalir melintasi dua negara atau lebih. Pengelolaan air lintas batas yang berkelanjutan dan kolaboratif bukan hanya kunci bagi akses air, tapi juga fondasi pembangunan ekonomi, stabilitas kawasan, dan perdamaian regional. Namun, banyak negara dan lembah sungai menghadapi tantangan besar dalam menemukan sumber dana yang memadai untuk mendukung kerja sama ini. Keterbatasan kapasitas fiskal, risiko investasi yang tinggi, serta kurangnya pemahaman tentang manfaat kerja sama sering kali menjadi penghambat utama.
Artikel ini mengupas secara kritis temuan utama, studi kasus, dan angka-angka penting dari laporan United Nations Economic Commission for Europe (UNECE) berjudul Funding and Financing of Transboundary Water Cooperation and Basin Development (2021). Dengan gaya bahasa yang mudah dipahami, artikel ini juga mengaitkan isu pendanaan air lintas batas dengan tren global, inovasi industri, serta memberikan opini dan rekomendasi strategis yang relevan untuk Indonesia dan negara berkembang lainnya.
Latar Belakang: Mengapa Pendanaan Air Lintas Batas Sulit?
Tantangan Utama
Dampak Global
Lebih dari 40% populasi dunia tinggal di dekat atau bergantung pada lebih dari 300 lembah sungai dan danau lintas negara. Namun, hanya 24 dari 153 negara yang melaporkan seluruh wilayah air lintas batasnya telah dikelola dalam kerangka kerja sama formal. Banyak negara juga mengidentifikasi keterbatasan sumber daya sebagai tantangan utama dalam kerja sama air lintas batas.
Struktur Kebutuhan Dana: Dari Biaya Inti hingga Proyek Infrastruktur
1. Biaya Inti (Core Costs)
Biaya inti mencakup:
Contoh: International Commission for the Protection of the Danube River (ICPDR) dan International Commission for the Protection of the Rhine (ICPR) memiliki anggaran tahunan sekitar US$ 1 juta, sebagian besar untuk biaya staf.
2. Biaya Program dan Proyek
Meliputi:
Contoh: CICOS (International Commission of the Congo-Oubangui-Sangha Basin) menganggarkan €25 juta untuk implementasi rencana pengelolaan 2016–2020, namun realisasinya tertunda karena keterbatasan dana.
3. Biaya Awal Kerja Sama
Termasuk biaya negosiasi, pembangunan kepercayaan, dan penyusunan perjanjian. Sering kali didukung pihak ketiga seperti World Bank (Indus Waters Treaty 1960) atau UNDP (Mekong Agreement 1995).
Sumber Dana: Publik, Privat, hingga Inovasi Keuangan
A. Dana Publik
B. Dana Privat & Inovasi
Studi Kasus: Pelajaran dari Berbagai Benua
1. Mekong River Commission (Asia Tenggara)
2. CICOS (Afrika Tengah)
3. Niger Basin Authority (Afrika Barat)
4. Bujagali Hydropower Project (Uganda)
5. Nam Theun 2 Hydropower Project (Laos)
Analisis Kritis: Kelebihan, Tantangan, dan Inovasi
Kelebihan
Tantangan
Inovasi dan Peluang
Implikasi untuk Indonesia dan Negara Berkembang
Rekomendasi Strategis
Opini dan Kritik
Pendanaan kerja sama air lintas batas adalah isu strategis yang semakin mendesak di era perubahan iklim dan urbanisasi. Laporan UNECE membuktikan tidak ada solusi tunggal atau “jalan pintas” untuk masalah pendanaan ini. Setiap lembah sungai dan negara memiliki konteks unik yang membutuhkan kombinasi strategi berbeda.
Kritik utama adalah masih terbatasnya implementasi instrumen inovatif di negara berkembang, baik karena keterbatasan kapasitas, regulasi, maupun political will. Selain itu, terlalu banyak ketergantungan pada donor dan lembaga internasional dapat mengancam kemandirian dan keberlanjutan kerja sama. Indonesia dan negara berkembang lain harus mulai berani berinovasi, memperkuat institusi, dan membangun ekosistem pendanaan yang adaptif dan kolaboratif.
Kesimpulan: Menuju Ekosistem Pendanaan Air Lintas Batas yang Tangguh
Pendanaan kerja sama air lintas batas bukan sekadar soal mencari dana, tetapi juga membangun kepercayaan, institusi, dan ekosistem kolaborasi lintas negara. Dengan memadukan dana publik, privat, dan inovasi keuangan, serta memperkuat tata kelola dan komunikasi manfaat, negara-negara dapat mengoptimalkan potensi air lintas batas untuk pembangunan berkelanjutan, ketahanan iklim, dan perdamaian kawasan.
Indonesia dapat mengambil pelajaran berharga dari studi kasus global, mulai dari reformasi kontribusi anggota, inovasi blended finance, hingga penguatan institusi dan digitalisasi. Investasi pada data, teknologi, dan kolaborasi lintas sektor adalah kunci untuk membangun masa depan pengelolaan air lintas batas yang lebih resilien dan inklusif.
Sumber
United Nations Economic Commission for Europe (UNECE). (2021). Funding and Financing of Transboundary Water Cooperation and Basin Development. ECE/MP.WAT/61.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 01 Juli 2025
Krisis air, pangan, dan energi kini menjadi tantangan utama pembangunan berkelanjutan, terutama di kawasan yang mengalami pertumbuhan penduduk pesat dan tekanan ekonomi tinggi. Paper “System dynamics model of sustainable water resources management using the Nexus Water-Food-Energy approach” (Keyhanpour, Musavi Jahromi, Ebrahimi, 2021) menawarkan pendekatan baru berbasis model dinamika sistem (system dynamics/SD) untuk mengelola keterkaitan kompleks antara air, pangan, dan energi (Nexus WFE). Studi ini berfokus pada Provinsi Khuzestan, Iran—wilayah strategis yang kaya sumber daya namun rawan krisis air akibat tekanan pertanian, industri, dan pertumbuhan ekonomi.
Resensi ini akan membedah konsep, metodologi, hasil simulasi, serta relevansi kebijakan dari studi tersebut, sekaligus mengaitkannya dengan tren global dan praktik tata kelola sumber daya lintas sektor.
Latar Belakang: Mengapa Pendekatan Nexus Penting?
Nexus WFE menekankan pentingnya melihat keterkaitan dan dampak lintas sektor—misal, irigasi pertanian menyedot air dan energi, sementara industri energi juga butuh air dalam jumlah besar. Pendekatan ini menuntut kebijakan lintas sektor, bukan lagi parsial.
Studi Kasus: Khuzestan, Iran—“Jantung Air dan Energi” yang Terancam
Profil Wilayah
Metodologi: Model Dinamika Sistem Berbasis Nexus WFE
Konsep dan Struktur Model
Variabel Kunci
Studi Sensitivitas
Hasil Simulasi: Proyeksi dan Evaluasi Kebijakan
Validasi Model
Simulasi Dasar (Tanpa Intervensi)
Analisis Kebijakan: Empat Skenario Strategis
1. Manajemen Suplai Air
2. Manajemen Permintaan Air
3. Manajemen Sumber Pangan
4. Manajemen Permintaan Energi
Kombinasi Kebijakan Terbaik
Angka-Angka Kunci dari Studi
Studi Kasus: Efisiensi Irigasi dan Pola Tanam di Khuzestan
Analisis Kritis dan Perbandingan
Kelebihan Model
Keterbatasan
Perbandingan dengan Studi Lain
Implikasi untuk Kebijakan dan Industri
Keterkaitan dengan Tren Global
Pendekatan Nexus WFE kini diadopsi secara luas oleh lembaga internasional (FAO, UNESCAP, World Economic Forum) untuk mendukung SDG 2 (Zero Hunger), SDG 6 (Clean Water), dan SDG 7 (Affordable Energy). Model seperti yang dikembangkan di Khuzestan dapat direplikasi di wilayah lain yang menghadapi tekanan sumber daya serupa, termasuk Indonesia.
Rekomendasi dan Pengembangan Lanjutan
Penutup: Menuju Tata Kelola Sumber Daya Terintegrasi
Studi Keyhanpour dkk. menunjukkan bahwa solusi krisis air, pangan, dan energi hanya bisa dicapai dengan pendekatan lintas sektor berbasis model dinamis. Efisiensi irigasi, perubahan pola tanam, pengurangan kehilangan pangan, dan efisiensi energi adalah kunci keberlanjutan. Dengan kebijakan terintegrasi dan dukungan teknologi, wilayah kaya sumber daya seperti Khuzestan dapat menjadi model tata kelola Nexus WFE yang sukses untuk dunia.
Sumber asli:
Keyhanpour, Mohammad Javad; Musavi Jahromi, Seyed Habib; Ebrahimi, Hossein. (2021). System dynamics model of sustainable water resources management using the Nexus Water-Food-Energy approach. Ain Shams Engineering Journal, 12(1), 1267–1281.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 25 Juni 2025
Air adalah sumber daya vital yang melintasi batas-batas negara, menghubungkan lebih dari 300 sungai dan danau lintas negara di dunia. Dengan 40% populasi global bergantung pada sumber air lintas negara dan 145 negara memiliki wilayah dalam satu atau lebih DAS internasional, potensi konflik maupun kerja sama sangat besar. Paper Aaron T. Wolf “Conflict and Cooperation Over Transboundary Waters” (2006) menjadi salah satu rujukan utama untuk memahami dinamika, tantangan, dan peluang pengelolaan air lintas negara di era modern1.
Mengapa Air Lintas Negara Rentan Konflik?
Fakta dan Tantangan Global
Wolf menegaskan bahwa walaupun potensi konflik tinggi, sejarah menunjukkan bahwa kerja sama lebih sering terjadi dibanding perang terbuka terkait air1.
Studi Kasus: Konflik dan Kerja Sama di Sungai Lintas Negara
1. Sungai Indus (India–Pakistan)
2. Sungai Ganges-Brahmaputra (India–Bangladesh–Nepal–Bhutan)
3. Tigris-Euphrates (Turki–Suriah–Irak)
Data dan Tren: Konflik vs. Kerja Sama
Faktor Penentu: Mengapa Ada Konflik, Ada Kerja Sama?
1. Peran Institusi
2. Keadilan dan Persepsi Hak
3. Data dan Transparansi
Solusi dan Inovasi: Menuju Diplomasi Air Modern
1. Penguatan Kelembagaan
2. Integrasi Pengetahuan Tradisional
3. Early Warning System
Kritik dan Opini
Relevansi dengan Tren Global dan Industri
Kesimpulan: Air sebagai Jembatan Kolaborasi Global
Aaron T. Wolf melalui paper ini menegaskan bahwa air lintas negara lebih sering menjadi jembatan kolaborasi daripada pemicu perang. Kunci utama adalah kekuatan institusi, keadilan, data sharing, dan diplomasi multi-level. Transformasi konflik air menjadi peluang kolaborasi adalah tantangan dan peluang besar abad ke-21—dan Wolf telah memberikan fondasi konsep, data, dan praktik untuk mewujudkannya.
Sumber Artikel dalam Bahasa Asli (tanpa link):
Wolf, Aaron T. 2006. Conflict and Cooperation Over Transboundary Waters. New York.
Sumber Daya Air
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 25 Juni 2025
Ketahanan air (water security) kini menjadi isu strategis global, terutama di tengah tekanan perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan perubahan sosial ekonomi. Artikel “Water Security in a Changing Environment: Concept, Challenges and Solutions” karya Mishra et al. (2021) memberikan tinjauan komprehensif tentang evolusi konsep ketahanan air, tantangan utama yang dihadapi, serta solusi berkelanjutan yang dapat diadopsi di berbagai skala12. Resensi ini mengupas isi paper, menyoroti studi kasus nyata, data penting, serta membandingkan pendekatan yang diusulkan dengan tren dan praktik di sektor air global.
Konsep Ketahanan Air: Definisi dan Evolusi
Ketahanan air didefinisikan sebagai kapasitas suatu populasi untuk menjamin akses berkelanjutan terhadap air dalam jumlah dan kualitas yang memadai guna mendukung kehidupan, kesejahteraan, pembangunan sosial ekonomi, serta perlindungan terhadap bencana terkait air dan kelestarian ekosistem dalam suasana damai dan stabil12. Konsep ini telah berkembang dari sekadar penyediaan air bersih menjadi pendekatan multidimensi yang meliputi aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan tata kelola.
Data Penting:
Tantangan Ketahanan Air di Era Perubahan Lingkungan
1. Tekanan Populasi dan Urbanisasi
Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi pesat meningkatkan permintaan air, memperberat tekanan pada sistem pasokan dan pengelolaan air. Lebih dari 50% populasi dunia kini tinggal di kawasan urban, yang sering kali belum mampu menyediakan layanan air minimum bagi warganya12.
2. Perubahan Iklim dan Variabilitas Cuaca
Perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana terkait air seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor. Laporan IPCC menyebutkan 87% dampak perubahan iklim akan berpengaruh langsung pada infrastruktur air2.
3. Kualitas Air dan Polusi
Pencemaran air permukaan dan air tanah akibat limbah domestik, industri, dan pertanian memperburuk ketersediaan air layak konsumsi. Banyak kota besar di negara berkembang menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan limbah cair dan perlindungan sumber air12.
4. Tata Kelola dan Keterbatasan Infrastruktur
Kurangnya infrastruktur, lemahnya tata kelola, dan pendekatan sektoral yang kaku menjadi penghambat utama dalam pencapaian ketahanan air. Pendekatan lama yang terfragmentasi dinilai tidak lagi relevan untuk menghadapi tantangan baru2.
Studi Kasus Global: Solusi Praktis dan Angka-angka
1. Huaifang Underground Water Reclamation Plant, Beijing
Proyek ini merupakan fasilitas daur ulang air limbah bawah tanah seluas 31 hektar yang mampu menghasilkan air daur ulang untuk keperluan industri dan kota, serta mengurangi tekanan pada sungai Liangshui. Empat bioreaktor besar digunakan untuk mengolah air limbah hingga standar kualitas lingkungan kelas IV. Proyek ini juga memanfaatkan sludge sebagai pupuk dan penutup lahan, serta mengurangi polusi suara dan bau3.
2. Omdurman Water Supply Optimization, Sudan
Untuk mengatasi kekurangan air minum di Khartoum, Sudan, dibangun instalasi pengolahan air skala besar dengan intake inovatif di Sungai Nil. Struktur intake ini mampu menangani fluktuasi permukaan sungai hingga 8 meter dan beban sedimen besar selama musim hujan, memastikan pasokan air tetap stabil sepanjang tahun3.
3. AICCA Project di Andes (Peru, Bolivia, Kolombia)
Didukung dana $10 juta, proyek ini berfokus pada ketahanan air dan adaptasi perubahan iklim di komunitas Andean, dengan pendekatan berbasis ekosistem dan pelibatan masyarakat lokal untuk pengelolaan sumber daya air berkelanjutan3.
4. Guandu Water Producer Project, Brasil
Melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan, petani dan peternak di hulu Sungai Guandu diberi insentif untuk melakukan reforestasi dan menjaga hutan riparian. Hasilnya, kualitas air di Rio de Janeiro membaik, sekaligus mengurangi emisi karbon dan meningkatkan ketahanan iklim4.
5. Farmer-Led Irrigation Development (FLID) di Afrika
Ratusan ribu petani kecil di Kenya, Somalia, Malawi, dan Rwanda mengembangkan irigasi berbasis inisiatif petani sendiri. FLID didukung panduan praktis dari World Bank dan GWSP, mempercepat perluasan irigasi dengan solusi adaptif berbasis kebutuhan lokal5.
Paradigma Baru dan Solusi Berkelanjutan
Artikel ini menyoroti perlunya pergeseran paradigma dari solusi ad hoc menuju pendekatan terintegrasi berbasis tata kelola adaptif dan kolaboratif (polycentric governance), serta kombinasi solusi teknis (hard) dan non-teknis (soft)12.
Solusi Berbasis Tata Kelola Adaptif dan Kolaboratif
Solusi Kombinasi Hard dan Soft
Solusi Berbasis Alam (Nature-Based Solutions)
Indikator dan Penilaian Ketahanan Air
Penilaian ketahanan air membutuhkan indikator kuantitatif dan kualitatif yang mencakup:
Framework Asian Water Development Outlook (AWDO) mengukur ketahanan air dalam lima dimensi: rumah tangga, ekonomi, urban, lingkungan, dan resiliensi terhadap bencana air2.
Perbandingan dengan Penelitian Lain dan Tren Industri
Artikel ini sejalan dengan tren global yang menekankan solusi terintegrasi, kolaboratif, dan berbasis alam. World Bank dan GWSP, misalnya, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, inovasi pembiayaan, dan peran swasta dalam mempercepat pencapaian SDG 6 (air bersih dan sanitasi)5. Sementara itu, pendekatan FLID di Afrika dan proyek-proyek berbasis ekosistem di Amerika Selatan menegaskan efektivitas solusi partisipatif dan berbasis lokal53.
Kritik dan Opini
Kekuatan utama paper ini adalah pendekatan holistik yang mengintegrasikan berbagai disiplin dan skala, serta penekanan pada solusi berkelanjutan dan adaptif. Namun, implementasi di lapangan seringkali terkendala oleh lemahnya kapasitas institusi, keterbatasan pendanaan, dan resistensi terhadap perubahan tata kelola. Paper ini juga menyoroti perlunya indikator yang lebih sensitif terhadap konteks lokal dan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Ketahanan air adalah fondasi pembangunan berkelanjutan dan kunci pencapaian SDGs. Tantangan yang dihadapi sangat kompleks dan memerlukan solusi inovatif, adaptif, serta kolaboratif lintas sektor dan skala. Studi kasus global menunjukkan bahwa kombinasi antara tata kelola adaptif, solusi teknis dan non-teknis, serta pendekatan berbasis alam adalah kunci keberhasilan.
Rekomendasi:
Sumber Artikel (Bahasa Asli)
Mishra, B.K.; Kumar, P.; Saraswat, C.; Chakraborty, S.; Gautam, A. Water Security in a Changing Environment: Concept, Challenges and Solutions. Water 2021, 13, 490.