Sosiohidrologi

Citizen Science Ubah Wajah Pemantauan Hidrologi Menuju Masa Depan Air yang Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 01 Juli 2025


Pendahuluan

Dalam dunia yang terus menghadapi tekanan perubahan iklim, urbanisasi, dan degradasi lingkungan, pemantauan hidrologi menjadi fondasi penting untuk memastikan pengelolaan air yang berkelanjutan. Sayangnya, biaya tinggi dan keterbatasan jaringan pemantauan membuat negara-negara berpenghasilan rendah sulit memperoleh data yang memadai. Artikel ilmiah dari Njue et al. (2019) mengusulkan solusi revolusioner: citizen science, yakni keterlibatan masyarakat umum dalam pengumpulan dan analisis data ilmiah, sebagai alternatif yang murah, partisipatif, dan efektif.

Mengapa Citizen Science Relevan untuk Hidrologi?

Pemantauan hidrologi konvensional mahal, memerlukan sensor otomatis, tenaga ahli, dan infrastruktur kompleks. Namun:

  • Banyak wilayah belum dipantau atau memiliki data hidrologi yang tidak memadai.
  • Peristiwa ekstrem seperti banjir atau kekeringan sering terlewat.
  • Negara-negara berpendapatan rendah seperti Kenya, Ethiopia, dan Tanzania mengalami kesenjangan data.

Citizen science menjembatani kesenjangan ini dengan:

  • Mengurangi biaya melalui pengumpulan data oleh sukarelawan.
  • Memperluas jangkauan spasial dan frekuensi pengukuran.
  • Meningkatkan literasi lingkungan masyarakat.

Temuan Kunci dan Angka-Angka dari Studi

  • Review dilakukan terhadap 71 studi dari tahun 2001 hingga 2018.
  • Sekitar 63% proyek citizen science fokus pada kualitas air, meski data tinggi muka air lebih mudah dikumpulkan.
  • 45% proyek berlangsung di Amerika Utara, 20% di Eropa, dan hanya 10% di Afrika serta 9% di Asia—menunjukkan adanya kesenjangan adopsi global.
  • Sebanyak 73% proyek bersifat "contributory", artinya masyarakat hanya berperan dalam pengumpulan data.

Studi Kasus Nyata: Teknologi, Data, dan Partisipasi

1. Kenya – Sondu Catchment

  • Digunakan alat murah seperti tampon detektor deterjen, turbidity tube, dan pengukuran nitrat dengan strip warna.
  • Data dikumpulkan dan dilaporkan melalui SMS oleh warga.
  • Tingkat akurasi pengukuran cukup tinggi dan komparabel dengan sensor otomatis.

2. CoCoRaHS (AS dan Kanada)

  • Jaringan pemantauan curah hujan oleh warga sejak 1998.
  • Lebih dari 20.000 partisipan menghasilkan data berkualitas tinggi.
  • Data digunakan oleh NOAA dan badan pemerintah untuk validasi radar dan peringatan dini.

3. CrowdHydrology (AS)

  • Warga mengirim pembacaan tinggi air melalui pesan teks.
  • Data dikalibrasi dengan sensor tekanan—hasilnya sangat akurat.

4. NetAtmo dan IoT

  • Sensor cuaca pribadi warga tersambung otomatis ke platform daring.
  • Memberikan data suhu, tekanan udara, kelembaban, curah hujan—sangat membantu dalam pemodelan hidrologi perkotaan.

Keunggulan dan Tantangan Citizen Science

Keunggulan:

  • Biaya rendah: proyek dapat dimulai dengan peralatan sederhana.
  • Skalabilitas tinggi: dari lokal hingga global.
  • Kualitas data baik, terutama jika warga mendapat pelatihan dan protokol jelas.
  • Data dapat diunggah secara real-time melalui aplikasi smartphone, SMS, atau web.

Tantangan:

  • Kekhawatiran akan kualitas dan validitas data dari warga biasa.
  • Rendahnya adopsi di negara berkembang karena kurangnya pelatihan, dukungan, dan infrastruktur.
  • Keterbatasan dalam desain partisipatif—mayoritas proyek masih bersifat top-down.

Aplikasi di Media Sosial dan Teknologi Terbuka

Penelitian juga menunjukkan bahwa media sosial seperti YouTube, Twitter, dan Flickr menjadi sumber data baru:

  • Video banjir, foto aliran air, atau laporan warga secara tidak langsung berkontribusi pada pemodelan banjir dan pemetaan kejadian ekstrem.
  • Studi di Prancis dan Argentina menunjukkan bahwa video warga dapat digunakan untuk mengestimasi debit dan kecepatan aliran.

Rekomendasi untuk Masa Depan

Untuk Peneliti dan Akademisi:

  • Gunakan kombinasi metode tradisional dan partisipatif.
  • Kembangkan aplikasi yang mudah digunakan dan mampu memberi umpan balik otomatis.
  • Bangun proyek co-created agar warga juga terlibat dalam desain dan interpretasi hasil.

Untuk Pemerintah dan Lembaga Lingkungan:

  • Buat kebijakan yang mendukung integrasi data warga ke dalam sistem nasional.
  • Berikan insentif atau sertifikasi kepada warga yang berpartisipasi.

Untuk Platform Pembelajaran dan LSM:

  • Gunakan platform digital untuk pelatihan warga, seperti video daring, gamifikasi, dan aplikasi instruksional.
  • Promosikan konsep citizen scientist sebagai profesi masa depan.

Kesimpulan: Masa Depan Hidrologi Bersama Masyarakat

Artikel ini membuktikan bahwa citizen science mampu menghasilkan data hidrologi yang kredibel, luas, dan hemat biaya. Kuncinya adalah pelatihan, komunikasi dua arah, dan integrasi data ke dalam pengambilan keputusan. Dengan meningkatnya teknologi, smartphone, dan konektivitas internet, potensi untuk memobilisasi warga menjadi pengumpul data sains semakin besar, terutama di negara berkembang.

Citizen science bukan hanya strategi ilmiah, tapi juga gerakan sosial yang memperkuat hak masyarakat atas air, data, dan masa depan yang berkelanjutan.

Sumber : Njue, N., Kroese, J. S., Gräf, J., Jacobs, S. R., Weeser, B., Breuer, L., & Rufino, M. C. (2019). Citizen science in hydrological monitoring and ecosystem services management: State of the art and future prospects. Science of the Total Environment, 693, 133531.

Selengkapnya
Citizen Science Ubah Wajah Pemantauan Hidrologi Menuju Masa Depan Air yang Berkelanjutan

Sosiohidrologi

Riset Perdamaian dan Socio-Hydrology Bersatu Hadapi Krisis Air Global

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 01 Juli 2025


Pendahuluan

Di era perubahan iklim dan ketimpangan sosial, air menjadi sumber daya vital sekaligus sumber ketegangan. Artikel ilmiah oleh Döring, Kim, dan Swain (2024) menyoroti bagaimana bidang socio-hydrology—ilmu yang mengkaji interaksi antara masyarakat dan sistem hidrologi—dapat berkembang pesat bila diintegrasikan dengan riset perdamaian dan konflik. Pendekatan ini tidak hanya memperluas cara kita memahami konflik air, tetapi juga menawarkan cara baru untuk membangun perdamaian melalui tata kelola air yang lebih adil.

Mengapa Integrasi Socio-Hydrology dan Studi Konflik Penting?

Socio-hydrology berfokus pada dinamika sosial, kekuasaan, dan nilai-nilai budaya dalam pengelolaan air, bukan hanya aspek teknis. Sementara itu, riset konflik dan perdamaian menyajikan kerangka analisis mengenai bagaimana air memicu konflik—dan lebih penting lagi—bagaimana air bisa menjadi alat perdamaian. Dua bidang ini memiliki potensi saling melengkapi untuk menghadapi tantangan besar abad ke-21: kekurangan air, ketidaksetaraan distribusi, dan krisis iklim.

Konflik dan Kerja Sama atas Air: Data dan Temuan Penting

  • 60% air tawar dunia berada di 310 sungai internasional dan lebih dari 500 akuifer lintas batas.
  • Konflik air muncul saat negara hulu dan hilir berbeda kepentingan—seperti terlihat dalam kasus Sungai Nil dan Yordan.
  • Namun, data menunjukkan kerja sama lebih dominan dibandingkan konflik bersenjata.
    • Contoh: Transboundary Freshwater Dispute Database (TFDD) dan International River Conflict and Cooperation dataset (IRCC) menyatakan sebagian besar konflik bersifat diplomatik.

Studi Kasus Empiris dan Data Global

  • Afrika Sub-Sahara dan Asia Tengah: sekitar setengah lahan pertanian mengalami kekurangan air minimal 5 bulan per tahun (Rosa et al., 2020).
  • Afghanistan, DRC, Liberia: pendekatan partisipatif dalam pengelolaan air pasca-konflik terbukti memperkuat perdamaian dan kesehatan masyarakat (Burt & Keiru, 2011).
  • Iraq Marshlands: proyek restorasi pascaperang oleh UNEP meningkatkan kualitas air dan mendorong pemulihan ekonomi, meski memunculkan tantangan tata kelola lokal (Aoki et al., 2011).

Pendekatan Kritis: Politik, Gender, dan Keadilan Air

Penelitian menunjukkan bahwa:

  • Perspektif teknokratis saja tidak cukup. Proyek besar seperti bendungan seringkali mengabaikan dampak sosial dan lingkungan.
  • Kerangka ‘hydro-hegemony’ dan ‘water justice’ digunakan untuk menganalisis kekuasaan dan ketidakadilan dalam akses air.
  • Feminist political ecology mengungkapkan dampak tidak proporsional terhadap perempuan dan anak perempuan yang harus berjalan jauh untuk mengakses air bersih.

Peran Socio-Hydrology dalam Peacebuilding

Environmental peacebuilding menjadi pendekatan penting dalam pembangunan pascakonflik:

  • Air dapat berfungsi sebagai jalur diplomatik untuk memperkuat institusi pasca-perang.
  • Contoh nyata seperti Sungai Mekong dan Sungai Nil menunjukkan bahwa dialog air lintas negara bisa mengurangi ketegangan geopolitik.
  • Socio-hydrology mampu memberikan model sistemik berbasis data dan pendekatan sosial untuk restorasi sumber daya air, terutama di negara fragile.

Kritik dan Refleksi: Apa yang Kurang dan Harus Diperbaiki

Tantangan utama integrasi dua bidang ini adalah:

  • Masih adanya “silo ilmiah” antara ilmu sosial dan hidrologi.
  • Socio-hydrology sering mengedepankan positivisme, sedangkan ilmu sosial menuntut refleksi ontologis dan nilai-nilai lokal.
  • Kurangnya keterlibatan komunitas lokal dan suara kelompok rentan.

Namun, bila kolaborasi ini difasilitasi secara sistematis, hasilnya bisa membentuk kebijakan air yang lebih tangguh dan inklusif.

Relevansi dengan Target Global

Integrasi socio-hydrology dan studi konflik memiliki dampak langsung terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya:

  • SDG 6: Air Bersih dan Sanitasi
  • SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Institusi yang Tangguh
  • SDG 13: Aksi Iklim

Rekomendasi Kebijakan dan Penelitian

Untuk peneliti:

  • Gunakan data kuantitatif (seperti dataset WARICC atau TFDD) dan gabungkan dengan metode etnografi, wawancara, dan peta partisipatif.
  • Kaji kembali bias dalam desain studi, terutama yang hanya fokus pada konflik dan mengabaikan bentuk-bentuk kerja sama lokal.

Untuk pembuat kebijakan:

  • Prioritaskan restorasi sumber daya air sebagai bagian dari rekonstruksi pasca-konflik.
  • Terapkan pendekatan lintas disiplin yang menyertakan gender, keadilan sosial, dan analisis kekuasaan dalam proyek air.

Untuk masyarakat sipil dan organisasi internasional:

  • Dorong partisipasi masyarakat lokal dalam proyek pengelolaan air.
  • Lakukan kampanye hak atas air sebagai hak asasi manusia.

Kesimpulan

Artikel ini menunjukkan bahwa mengelola air tidak hanya soal teknologi dan infrastruktur, tetapi juga soal politik, keadilan, dan perdamaian. Integrasi antara socio-hydrology dan riset perdamaian memberi arah baru untuk menjawab tantangan air abad ke-21. Jika dikelola dengan cermat, air bisa menjadi alat pemersatu, bukan pemicu konflik. Ke depan, kolaborasi antardisiplin harus diperluas agar solusi terhadap krisis air bisa menyentuh akar masalah, bukan sekadar permukaan.

Sumber : Döring, S., Kim, K., & Swain, A. (2024). Integrating socio-hydrology, and peace and conflict research. Journal of Hydrology, 633, 131000.

Selengkapnya
Riset Perdamaian dan Socio-Hydrology Bersatu Hadapi Krisis Air Global
« First Previous page 9 of 9