Sertifikasi
Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 30 September 2025
Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?
Sertifikasi kompetensi merupakan instrumen penting untuk memastikan bahwa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Artikel ini menekankan bahwa pelaksanaan uji sertifikasi kompetensi di SMK berperan besar dalam meningkatkan kesiapan kerja lulusan. Namun, tantangan muncul karena masih adanya kesenjangan antara standar kompetensi lulusan dengan tuntutan industri.
Bagi Indonesia, temuan ini sangat relevan. Pemerintah telah lama mendorong program link and match antara pendidikan vokasi dan industri, tetapi tanpa sertifikasi yang kredibel, lulusan SMK tetap berisiko dipandang belum memenuhi standar pasar kerja. Salah satu langkah kebijakan terkait muncul dalam artikel Penandatanganan 149 Skema Sertifikasi Nasional Pendidikan Vokasi sebagai upaya memperkuat kesesuaian kompetensi vokasi dengan kebutuhan industri melalui serangkaian skema sertifikasi yang disepakati secara nasional.
Selain itu, pentingnya evaluasi dan peningkatan kualitas program sertifikasi dituangkan dalam artikel Evaluasi Program Sertifikasi Uji Kompetensi di SMK: Menjawab Tantangan Kesiapan Kerja Lulusan Vokasi yang menyajikan kajian empiris terkait efektivitas program uji kompetensi di SMK dan tantangan pelaksanaannya.
Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang
Implementasi uji sertifikasi kompetensi memberikan dampak nyata berupa meningkatnya kepercayaan industri terhadap lulusan SMK yang telah memiliki bukti penguasaan keterampilan. Dengan adanya sertifikat kompetensi, lulusan lebih mudah terserap dalam pasar kerja, bahkan memiliki peluang lebih besar untuk bekerja di sektor formal dengan upah layak.
Namun, hambatan yang muncul tidak kecil. Pertama, banyak SMK belum memiliki fasilitas uji yang memadai sehingga bergantung pada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) eksternal. Kedua, biaya uji sertifikasi sering kali dianggap mahal bagi siswa dan sekolah. Ketiga, standar pelaksanaan sertifikasi masih bervariasi sehingga menimbulkan kesenjangan kualitas antar daerah.
Meski demikian, peluang terbuka luas melalui dukungan kebijakan pemerintah yang mendorong sertifikasi kompetensi nasional, kolaborasi dengan industri dalam penyusunan standar, serta digitalisasi sistem uji yang memungkinkan akses lebih luas dan transparan.
5 Rekomendasi Kebijakan Praktis
Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan
Jika kebijakan sertifikasi kompetensi tidak dijalankan secara konsisten, risiko kegagalan cukup besar. Pertama, sertifikasi hanya akan menjadi formalitas administratif tanpa benar-benar mencerminkan kompetensi nyata siswa. Kedua, kesenjangan antara SMK dengan fasilitas lengkap dan SMK di daerah tertinggal akan semakin melebar. Ketiga, tanpa pengawasan yang ketat, sertifikasi berpotensi disalahgunakan sebagai bisnis semata yang membebani siswa.
Hal ini dapat menurunkan kredibilitas sertifikasi di mata industri dan masyarakat, serta menghambat pencapaian tujuan utama pendidikan vokasi, yaitu menyiapkan tenaga kerja yang kompeten dan siap kerja.
Penutup
Implementasi uji sertifikasi kompetensi bagi lulusan SMK merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kualitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia. Artikel ini menegaskan bahwa sertifikasi bukan hanya simbol, melainkan instrumen nyata untuk menghubungkan dunia pendidikan dengan industri.
Dengan kebijakan publik yang berpihak pada pemerataan akses, subsidi biaya, standardisasi nasional, dan pemanfaatan teknologi digital, Indonesia dapat memastikan bahwa sertifikasi kompetensi benar-benar menjadi kunci keberhasilan program pendidikan vokasi. Dengan demikian, lulusan SMK akan semakin siap menghadapi tantangan pasar kerja, baik di tingkat nasional maupun global.
Sumber
Artikel penelitian: Implementation of Competence Certification Test for the Improvement of Vocational School of Work Graduation Readiness.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI. Kebijakan Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Sertifikasi Kompetensi.
Sertifikasi
Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 23 September 2025
Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan
Industri jasa konstruksi merupakan motor utama pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi nasional. Temuan Edi Mulyana (2022) menekankan bahwa penyelenggaraan jasa konstruksi menghadapi dualitas: di satu sisi ada peluang besar berupa meningkatnya permintaan infrastruktur, integrasi pasar global, dan dukungan teknologi digital; di sisi lain ada tantangan berupa regulasi yang kompleks, keterbatasan kompetensi tenaga kerja, serta ketimpangan kapasitas antar pelaku usaha. Bagi kebijakan publik, isu ini sangat penting karena keberhasilan pembangunan nasional bergantung pada seberapa baik pemerintah mampu menyeimbangkan peluang dan tantangan tersebut.
Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang
Dampak positif muncul ketika proyek berjalan dengan tenaga kerja kompeten dan regulasi yang efektif, seperti peningkatan output mutu, kepuasan stakeholder, dan keamanan kerja. Namun hambatan kuat masih ada: regulasi yang kompleks dan tumpang tindih, banyaknya tenaga kerja informal atau yang belum tersertifikasi, serta rendahnya akses pelatihan di daerah terpencil. Peluangnya, seperti ditunjukkan dalam artikel Kompetensi vs Kinerja: Menakar Pengaruh bahwa kompetensi tenaga kerja sangat memengaruhi produktivitas proyek konstruksi. Artikel Sertifikasi Kompetensi Jasa Konstruksi: Kunci Peningkatan Kualitas juga mengungkapkan bahwa regulasi sertifikasi ada tetapi implementasinya belum optimal.
Lima Rekomendasi Kebijakan Praktis
Pertama, pemerintah perlu menyederhanakan regulasi jasa konstruksi dengan mengintegrasikan aturan lintas sektor agar pelaku usaha lebih mudah beradaptasi. Kedua, tingkatkan kualitas SDM konstruksi melalui sertifikasi kompetensi dan pelatihan berkelanjutan, sejalan dengan gagasan dalam artikel Diklatkerja Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi: Strategi dan Implementasi. Ketiga, dorong digitalisasi proyek melalui penggunaan BIM dan sistem informasi konstruksi nasional. Keempat, perkuat peran UMKM konstruksi dengan memberikan akses pembiayaan, pendampingan, dan skema kolaborasi. Kelima, ciptakan mekanisme pengawasan mutu berbasis data untuk memastikan proyek berjalan sesuai standar keselamatan dan kualitas.
Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan
Meski potensinya besar, kebijakan penyelenggaraan jasa konstruksi bisa gagal jika implementasi hanya berfokus pada regulasi tanpa memperhatikan kapasitas pelaku industri. Sertifikasi yang diwajibkan, misalnya, bisa dianggap sebagai beban administratif jika tidak disertai manfaat nyata bagi pekerja maupun perusahaan. Selain itu, digitalisasi bisa menemui hambatan jika infrastruktur teknologi di daerah belum siap. Risiko lainnya adalah kebijakan hanya menguntungkan perusahaan besar dan meminggirkan UMKM konstruksi. Seperti dikritisi dalam artikel Diklatkerja Kendala Utama Jasa Konstruksi Nasional dan Solusi Kebijakan, kegagalan utama justru sering datang dari lemahnya koordinasi dan inkonsistensi implementasi kebijakan.
Penutup
Peluang dan tantangan penyelenggaraan jasa konstruksi menuntut kebijakan publik yang adaptif, inklusif, dan berbasis data. Temuan Edi Mulyana (2022) menggarisbawahi perlunya keseimbangan antara regulasi, peningkatan kapasitas SDM, serta adopsi teknologi digital. Dengan dukungan regulasi yang sederhana, pelatihan yang berkelanjutan, digitalisasi yang merata, serta pemberdayaan UMKM, Indonesia dapat menjadikan industri jasa konstruksi sebagai pilar pembangunan yang berdaya saing tinggi. Namun, keberhasilan kebijakan hanya mungkin terwujud jika ada komitmen kuat dalam implementasi di lapangan.
Sumber
Mulyana, E. (2022). Peluang dan Tantangan Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Sertifikasi
Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 23 September 2025
Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?
Skema mutu internasional (International Quality Schemes) memainkan peran penting dalam menjaga konsistensi standar, sertifikasi, dan akreditasi di berbagai sektor industri, termasuk konstruksi. Laporan International Quality Schemes Report menyoroti bagaimana berbagai negara membangun sistem mutu yang kuat untuk meningkatkan daya saing produk sekaligus melindungi konsumen.
Bagi Indonesia, temuan ini penting karena sektor konstruksi dan manufaktur kita semakin terintegrasi dalam rantai pasok global. Tanpa adopsi skema mutu yang selaras dengan praktik internasional, risiko yang muncul adalah produk lokal dianggap kurang kredibel di pasar dunia. Hal ini dapat melemahkan posisi Indonesia dalam perdagangan internasional sekaligus menurunkan kepercayaan publik di dalam negeri. Sejalan dengan itu, artikel Technology Transfer dalam Industri Konstruksi: Menembus Batas Konvensional Menuju Era Inovasi Berkelanjutan menegaskan bahwa inovasi dan standardisasi internasional adalah kunci agar industri konstruksi tidak tertinggal.
Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang
Implementasi skema mutu internasional membawa dampak positif signifikan. Pertama, kualitas produk menjadi lebih konsisten karena diuji dan disertifikasi dengan standar yang sama. Kedua, adanya pengakuan internasional terhadap sertifikasi meningkatkan akses pasar global. Ketiga, dari sisi konsumen, kepercayaan publik meningkat karena produk yang digunakan dalam konstruksi dipastikan aman dan berkualitas.
Namun, hambatan yang muncul cukup kompleks. Di Indonesia, infrastruktur laboratorium pengujian masih terbatas. Proses sertifikasi juga sering kali memakan biaya tinggi, yang menjadi beban bagi produsen lokal, khususnya UMKM. Selain itu, regulasi yang belum seragam di tingkat daerah membuat implementasi standar mutu sulit dilakukan secara konsisten.
Di sisi lain, peluang terbuka melalui kerja sama internasional dan digitalisasi sistem akreditasi. Dengan integrasi ke dalam jaringan global, produk Indonesia tidak hanya bisa bersaing di dalam negeri, tetapi juga berkompetisi secara internasional.
5 Rekomendasi Kebijakan Praktis
Pertama, pemerintah perlu mengintegrasikan skema mutu internasional dalam sistem standardisasi nasional agar ada keselarasan antara kebutuhan lokal dan tuntutan global. Kedua, subsidi atau insentif perlu diberikan kepada produsen kecil agar mereka dapat mengikuti proses sertifikasi internasional tanpa terbebani biaya besar. Ketiga, kapasitas lembaga pengujian dalam negeri harus ditingkatkan agar hasil uji diakui secara internasional. Keempat, transparansi hasil sertifikasi harus dijaga melalui publikasi terbuka. Kelima, kolaborasi dengan lembaga internasional perlu diperluas, baik dalam bentuk transfer teknologi maupun pertukaran keahlian.
Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan
Jika kebijakan skema mutu hanya diadopsi secara formal tanpa implementasi nyata, risikonya besar. Sertifikasi bisa dianggap sekadar formalitas, sementara kualitas produk di lapangan tidak mengalami peningkatan. Hal ini akan menurunkan kredibilitas lembaga sertifikasi nasional dan membuat produk Indonesia kalah bersaing. Lebih jauh, ketidakselarasan standar juga bisa menghambat ekspor dan mengurangi kepercayaan investor asing.
Penutup
Laporan International Quality Schemes Report menunjukkan bahwa kualitas tidak bisa dinegosiasikan dalam era globalisasi. Indonesia perlu segera memperkuat integrasi skema mutu internasional ke dalam sistem nasional, agar produk lokal memiliki daya saing global. Dengan dukungan kebijakan publik yang tepat, penerapan skema mutu internasional akan menjadi instrumen penting untuk meningkatkan kualitas, melindungi konsumen, dan memperkuat posisi Indonesia di pasar dunia.
Sumber
International Quality Schemes Report, 2022.
Sertifikasi
Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 17 September 2025
Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?
Practice of Professional Engineering Examination (PPE) 2015 di Singapura menekankan pentingnya kompetensi insinyur melalui pengujian tidak hanya aspek teknis, tetapi juga etika profesional, hukum, dan standar praktik internasional. Hal ini menunjukkan bahwa insinyur profesional bukan hanya ahli teknis, tetapi juga pemegang tanggung jawab moral dan sosial.
Bagi kebijakan publik di Indonesia, pelajaran ini sangat penting karena kebutuhan insinyur profesional semakin mendesak di era pembangunan infrastruktur besar-besaran. Pemerintah dapat belajar dari Singapura bahwa sertifikasi insinyur sebaiknya menilai aspek integritas dan tanggung jawab sosial, sejalan dengan Professional Engineer & Etika Profesi (Insinyur)
Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang
Dampak Positif
Menjamin bahwa insinyur profesional Indonesia memiliki standar internasional.
Memberikan perlindungan publik melalui praktik keinsinyuran yang beretika.
Meningkatkan kredibilitas insinyur Indonesia di pasar kerja global.
Hambatan
Belum adanya ujian nasional yang setara PPE dengan cakupan etika, hukum, dan praktik.
Kurangnya pemahaman mahasiswa teknik tentang kode etik keinsinyuran sejak dini.
Proses sertifikasi masih dianggap administratif, bukan pengujian kompetensi mendalam.
Peluang Strategis
Kebijakan dapat diarahkan untuk memperkuat integritas profesi insinyur di Indonesia. Artikel Pentingnya Etika Profesi Teknik Sipil dalam Pengambilan Keputusan K3L menunjukkan bahwa etika teknik sangat menentukan dalam melindungi keselamatan, lingkungan, dan masyarakat. Hal ini relevan untuk dijadikan materi ujian insinyur profesional di Indonesia.
5 Rekomendasi Kebijakan Publik Praktis
Penguatan Sertifikasi Nasional Insinyur Profesional
Kembangkan ujian nasional insinyur dengan standar seperti PPE, mencakup aspek teknis, hukum, dan etika.
Integrasi Kode Etik dalam Pendidikan Tinggi Teknik
Perguruan tinggi teknik perlu memasukkan kode etik keinsinyuran sebagai mata kuliah wajib.
Kolaborasi dengan Asosiasi Profesi
Libatkan PII (Persatuan Insinyur Indonesia) dan asosiasi internasional untuk merancang kurikulum sertifikasi.
Insentif bagi Insinyur Bersertifikasi Profesional
Berikan akses lebih besar kepada proyek strategis nasional bagi mereka yang lulus sertifikasi.
Sosialisasi Etika Profesi di Lapangan
Pemerintah dan asosiasi dapat mengadakan pelatihan berkelanjutan, selaras dengan kajian Diklatkerja Kode Etik Profesi Keinsinyuran dalam Praktik Pekerjaan Sipil dan Lingkungan.
Kritik: Risiko Jika Tanpa Kebijakan Serius
Tanpa standar ujian profesional seperti PPE, risiko praktik keinsinyuran yang tidak etis semakin tinggi. Proyek bisa gagal memenuhi standar keselamatan, masyarakat kehilangan kepercayaan, dan daya saing insinyur Indonesia di pasar global akan tertinggal.
Penutup: Relevansi Strategis untuk Indonesia
Practice of Professional Engineering Examination (PPE) membuktikan bahwa sertifikasi insinyur harus lebih dari sekadar administrasi. Indonesia perlu menyiapkan sistem serupa, dengan penekanan pada etika, hukum, dan standar profesional. Dengan kebijakan publik yang tepat, Indonesia tidak hanya akan menghasilkan insinyur yang kompeten secara teknis, tetapi juga berintegritas tinggi, beretika, dan siap menghadapi tantangan global.
Sumber
Singapore Professional Engineers Board. Practice of Professional Engineering Examination (PPE) 2015.
Sertifikasi
Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 16 September 2025
Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?
Pedoman ASEAN PEP memperkuat implementasi Mutual Recognition Arrangement (MRA) on Engineering Services, yang menjadi landasan pengakuan kompetensi insinyur profesional di kawasan ASEAN. Dengan adanya pedoman ini, insinyur Indonesia berpeluang mendapatkan pengakuan lintas negara, memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan reputasi profesional di tingkat internasional.
Bagi kebijakan publik, hal ini berarti peningkatan daya saing SDM teknik Indonesia. Pengakuan ACPE dapat disejajarkan dengan upaya lokal seperti Peningkatan Kualitas Insinyur melalui Sertifikasi Insinyur Profesional, yang menekankan bahwa sertifikasi (SIP/STRI) bukan hanya formalitas, tapi fondasi legitimasi kompetensi.
Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang
Dampak Positif
Memperluas akses insinyur Indonesia ke proyek-proyek regional ASEAN.
Mendorong harmonisasi standar teknik dan profesi.
Memperkuat jejaring kolaborasi antar negara ASEAN dalam pembangunan infrastruktur.
Hambatan
Kesiapan insinyur Indonesia dalam memenuhi standar PEP masih bervariasi.
Sosialisasi pedoman PEP yang belum merata di kalangan praktisi teknik.
Biaya sertifikasi dan proses administrasi bisa menjadi kendala.
Peluang Strategis
Dampak positif registrasi PEP mencakup meningkatnya kredibilitas insinyur Indonesia di ASEAN dan kemampuan mereka berkolaborasi dalam proyek regional. Ini paralel dengan temuan artikel Evaluasi Sertifikasi Kompetensi Insinyur Indonesia yang menunjukkan bahwa sertifikasi profesional menghadapi tantangan implementasi di era digital dan global.
Hambatan seperti kurangnya standar mutu praktik di lapangan bisa dikurangi dengan pendidikan dan kursus teknik seperti Overview of Construction Management, yang membekali manajer proyek dan insinyur dengan pengetahuan pengendalian mutu dan manajemen proyek.
5 Rekomendasi Kebijakan Publik Praktis
Integrasi PEP ke dalam Regulasi Nasional
Pemerintah perlu menjadikan PEP sebagai acuan dalam pengembangan kebijakan tenaga kerja insinyur.
Sosialisasi Masif
Lakukan kampanye nasional agar insinyur memahami manfaat dan prosedur sertifikasi PEP.
Subsidi Biaya Sertifikasi
Sediakan dukungan finansial bagi insinyur muda agar dapat mengakses sertifikasi ASEAN PEP.
Kerja Sama Multipihak
Libatkan asosiasi profesi, universitas, dan industri dalam implementasi pedoman PEP. Kursus seperti Integration Management Competency of EPC Project Managers bisa dijadikan acuan dalam kurikulum pelatihan.
Digitalisasi dan Penyederhanaan Proses Registrasi
Kembangkan sistem daring yang transparan dan mudah diakses. Penyediaan kursus online seperti Pengendalian Kualitas Pekerjaan Konstruksi juga relevan untuk mendukung mutu dalam praktik teknik.
Kritik: Risiko Jika Tanpa Kebijakan Serius
Tanpa dukungan kebijakan, jumlah insinyur Indonesia yang berpartisipasi dalam PEP akan minim. Akibatnya, mobilitas tenaga kerja Indonesia di kawasan ASEAN tertinggal, dan proyek infrastruktur strategis bisa didominasi tenaga kerja asing yang lebih siap.
Penutup: Relevansi Strategis untuk Indonesia
Pedoman ASEAN PEP merupakan peluang emas bagi Indonesia untuk memperkuat posisi insinyurnya di ASEAN. Dengan kebijakan publik yang mendorong integrasi, pelatihan, dan digitalisasi, Indonesia bisa memperluas kontribusinya di proyek lintas negara sekaligus meningkatkan daya saing SDM teknik di tingkat global.
Sumber
ASEAN. Guideline for ASEAN Professional Engineering Practice (PEP).
ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA) on Engineering Services.
Sertifikasi
Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana pada 15 September 2025
Mengapa Isu Ini Penting untuk Kebijakan
Standar pelaporan pertambangan internasional seperti JORC Code lahir untuk menjawab kebutuhan transparansi dan akuntabilitas dalam industri yang sarat risiko, terutama terkait eksplorasi, sumber daya, dan cadangan mineral. Di balik angka dan laporan teknis yang dipublikasikan, terdapat sosok kunci: Competent Person (CP), yakni profesional bersertifikasi yang bertanggung jawab atas akurasi data dan interpretasi teknis.
Pentingnya peran CP terletak pada perlindungan publik dan investor. Tanpa mekanisme ini, laporan pertambangan rawan dimanipulasi atau dipublikasikan secara prematur, sehingga dapat menyesatkan pasar. Oleh karena itu, CP bukan hanya kebutuhan teknis, tetapi juga instrumen kebijakan publik. Hal ini selaras dengan semangat membangun tata kelola yang bersih sebagaimana banyak dibahas dalam kursus dan artikel di DiklatKerja, misalnya pada Training Dasar K3 Pertambangan yang menekankan integritas, kompetensi, dan standar keselamatan kerja dalam industri tambang.
Implikasi Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang
Keberadaan CP menciptakan dampak besar dalam tata kelola industri pertambangan. Pertama, ia memberikan legitimasi publik terhadap laporan hasil eksplorasi. Kedua, CP meningkatkan kepercayaan investor global terhadap perusahaan tambang. Ketiga, CP berfungsi sebagai “filter” profesional yang mengurangi risiko laporan tidak valid.
Namun, hambatan masih banyak dijumpai. Di beberapa negara, jumlah CP yang tersertifikasi terbatas, sehingga menimbulkan ketergantungan pada segelintir individu atau bahkan “rent-seeking” dalam proses penunjukan. Hambatan lainnya adalah ketidaksinkronan regulasi nasional dengan standar global, yang membuat laporan tambang sulit diakui lintas yurisdiksi.
Meski demikian, peluang reformasi terbuka luas. Harmonisasi standar pelaporan global, kerja sama antar asosiasi profesi, serta integrasi CP dalam kerangka hukum nasional dapat menjadi langkah maju. Di Indonesia, misalnya, integrasi standar JORC dengan regulasi nasional bisa disertai skema pendidikan berkelanjutan melalui platform pembelajaran seperti Kategori Pertambangan & Perminyakan di DiklatKerja yang relevan untuk memperkuat profesionalitas SDM pertambangan.
Rekomendasi Kebijakan Publik
Pertama, pemerintah perlu memasukkan kewajiban CP dalam seluruh regulasi pelaporan publik industri pertambangan. Hal ini akan memastikan bahwa semua laporan teknis yang dipublikasikan sudah diverifikasi oleh profesional independen.
Kedua, dibutuhkan sistem sertifikasi nasional yang diakui secara internasional, sehingga CP asal Indonesia dapat bekerja di tingkat global dan laporan mereka memiliki legitimasi di bursa dunia.
Ketiga, kebijakan harmonisasi dengan standar CRIRSCO perlu diakselerasi agar industri tambang Indonesia lebih kompetitif secara global.
Keempat, program pendidikan berkelanjutan untuk CP harus dilembagakan, termasuk pembaruan kompetensi tentang teknologi eksplorasi, metodologi estimasi, dan tata kelola.
Kelima, pemerintah harus memperkuat mekanisme sanksi bagi CP yang terbukti lalai atau tidak etis, untuk menjaga kredibilitas profesi dan melindungi kepentingan publik.
Kritik dan Potensi Kegagalan
Meski konsep CP menjanjikan, implementasi kebijakan berisiko gagal jika tidak ada pengawasan efektif. CP dapat terjebak dalam konflik kepentingan ketika bekerja langsung di bawah tekanan perusahaan yang membutuhkan hasil tertentu. Tanpa badan independen yang mengawasi, sertifikasi bisa kehilangan makna. Selain itu, jika sertifikasi CP hanya formalitas administratif tanpa pembaruan kompetensi, peran CP akan tereduksi menjadi sekadar tanda tangan di dokumen.
Kesimpulan dan Peta Jalan Kebijakan
Reformasi tata kelola pertambangan membutuhkan kerangka yang kuat dan berlapis. CP adalah instrumen penting, tetapi efektivitasnya bergantung pada kebijakan yang mengatur sertifikasi, pendidikan berkelanjutan, harmonisasi standar global, dan mekanisme pengawasan independen. Jika diterapkan dengan konsisten, sistem CP dapat meningkatkan transparansi, memperkuat kepercayaan investor, dan melindungi publik dari risiko laporan pertambangan yang menyesatkan.
Sumber
JORC. (2021). Competent Person – A Baseline Review in a Global Context. Joint Ore Reserves Committee.