Perencanaan tata ruang wilayah

​​​​​​​Mengurai Risiko Megaproject: Menata Strategi Sejak Tahap Identifikasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025


Megaproject bukanlah proyek biasa. Dengan anggaran yang sering melebihi 1 miliar dolar AS, masa pelaksanaan hingga lebih dari satu dekade, dan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan dari sektor publik dan swasta, megaproject menjadi medan uji paling ekstrem dalam manajemen proyek. Seperti ditunjukkan oleh Sanchez-Cazorla et al. (2017), karakteristik megaproject — mulai dari ketidakpastian, ambiguitas, dinamika sosial-politik, hingga antarmuka teknis — membuat pengelolaan risikonya lebih penting dan jauh lebih kompleks dibanding proyek skala kecil-menengah.

Tujuan Penelitian: Mengisi Kesenjangan Pengetahuan

Penelitian ini bertujuan menyusun tinjauan sistematis tentang manajemen risiko dalam megaproject, dengan fokus utama pada fase identifikasi risiko. Penulis menyusun:

  1. Analisis bibliometrik dari 83 artikel terpilih.
  2. Klasifikasi risiko ke dalam sembilan kategori utama.
  3. Pemetaan celah penelitian dan potensi praktik lanjutan dalam risk management megaproject.

Kerangka Teori: Mengapa Identifikasi Risiko Itu Kritis?

Manajemen risiko, menurut Project Management Institute (2013), merupakan proses sistematis untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan merespons risiko. Dalam konteks megaproject, proses ini menjadi kunci keberhasilan, karena keterlambatan, pembengkakan biaya, dan konflik kepentingan dapat menyebabkan proyek gagal total — bahkan hingga merugikan negara atau instansi pengelola.

Identifikasi risiko menjadi fase paling krusial. Tanpa identifikasi, risiko tidak bisa ditangani. Bahkan, semakin dini risiko dikenali, semakin rendah biaya dan upaya mitigasi yang dibutuhkan (Fukayama et al., 2008).

Metodologi: Tinjauan Literatur Sistematis

Proses Penelitian

Tim penulis menggunakan pendekatan systematic literature review dengan lima tahap:

  1. Menentukan topik dan periode (2000–2013).
  2. Memilih basis data (WoK, Scopus, ABI/Inform).
  3. Melakukan pencarian dengan kata kunci seperti “risk” + “megaproject”.
  4. Mengolah dan membersihkan hasil pencarian (365 artikel menjadi 83 artikel terpilih).
  5. Menganalisis menggunakan ATLAS.ti dan Excel.

Statistik Bibliometrik

  • Jumlah Artikel: 83 referensi, dengan 79,52% berasal dari jurnal dan sisanya prosiding konferensi.
  • Jurnal Dominan: International Journal of Project Management (12%).
  • Metode Populer: Studi kasus (41%), model/simulasi (29%), dan artikel konseptual (36%).
  • Fokus Proyek: Paling banyak pada sektor jalan dan rel (masing-masing 9 artikel), diikuti gedung, energi, dan kilang.
  • Lokasi Studi: Eropa (16 artikel) dan Amerika Utara (9 artikel) menjadi area dominan.

Temuan Utama: Kategori Risiko dalam Megaproject

Penulis menyusun sembilan kategori risiko utama sebagai panduan praktis:

1. Risiko Desain

Terkait pemilihan metode pelaksanaan, studi kelayakan, dan akuisisi lahan. Risiko ini lazim di tahap awal dan dapat berdampak sistemik ke seluruh siklus proyek.

2. Risiko Legal dan Politik

Misalnya, perubahan regulasi, pembatalan izin, atau intervensi pemerintah. Sebagai contoh, proyek di Turki yang dianalisis oleh Owens et al. (2012) menunjukkan betapa cepatnya lingkungan regulasi bisa berubah.

3. Risiko Kontraktual

Melibatkan ketidakjelasan isi kontrak, renegosiasi sepihak, atau konflik antar pihak dalam PPP (Public–Private Partnership). Contoh muncul dalam proyek jalan tol di Brasil.

4. Risiko Konstruksi

Kategori paling dominan (43,37%) dalam literatur. Mencakup keterlambatan, kesalahan teknis, atau kegagalan spesifikasi teknis. Salah satu studi menarik berasal dari Heathrow Terminal 5, yang mengalami penundaan karena kesalahan perencanaan teknis.

5. Risiko Operasional dan Pemeliharaan

Biasanya muncul pasca konstruksi, seperti kesalahan manajemen fasilitas, inefisiensi operasional, atau ketidaksesuaian performa.

6. Risiko Tenaga Kerja

Meliputi pelatihan, keselamatan kerja, dan tantangan komunikasi lintas budaya — terutama relevan dalam proyek internasional dengan tenaga kerja multinasional.

7. Risiko Sosial dan Konsumen

Dibagi menjadi:

  • Risiko Permintaan: Fluktuasi volume pengguna.
  • Risiko Pasar: Perubahan preferensi pengguna atau munculnya pesaing.
  • Dampak Sosial: Penolakan masyarakat lokal (NIMBY).
  • Lingkungan: Risiko pencemaran, deforestasi, dan lain-lain.
  • Reputasi: Citra buruk akibat pemberitaan negatif.

8. Risiko Finansial dan Ekonomi

Termasuk devaluasi mata uang, inflasi, masalah likuiditas, atau kesalahan prediksi pendapatan jangka panjang.

9. Force Majeure

Bencana alam, perang, atau terorisme yang tidak dapat dikendalikan dan berdampak sistemik terhadap jadwal dan anggaran.

Studi Kasus: Heathrow Terminal 5 dan Gideon’s Gang

Studi pada proyek Terminal 5 di Heathrow menunjukkan kompleksitas manajemen risiko di lingkungan berisiko tinggi. Isu desain dan konstruksi menjadi hambatan utama, ditambah tekanan publik yang kuat karena pengaruh media. Sementara proyek "Gideon’s Gang" (sebuah inisiatif infrastruktur lingkungan) menunjukkan pentingnya keterlibatan masyarakat sejak dini untuk menghindari risiko reputasi dan resistensi sosial.

Kelemahan dan Rekomendasi Penelitian Lanjutan

Penelitian ini mengakui keterbatasan berikut:

  • Kurangnya Studi Longitudinal: Mayoritas artikel bersifat cross-sectional.
  • Minimnya Statistik Empiris: Hanya 18% artikel menggunakan analisis statistik.
  • Dominasi Studi Konstruksi: Risiko sosial, finansial, dan politik kurang dijelajahi secara mendalam.
  • Ketiadaan Standarisasi Model: Tidak ditemukan satu pun model risiko yang disepakati bersama di bidang megaproject.

Penulis merekomendasikan penelitian lebih lanjut dalam:

  • Analisis lintas sektor (misalnya: transportasi vs energi).
  • Studi longitudinal untuk melihat evolusi risiko.
  • Pengembangan alat kuantitatif berbasis big data dan AI untuk prediksi risiko secara dinamis.

Implikasi Praktis: Panduan bagi Manajer Proyek

Bagi praktisi, artikel ini menyediakan peta risiko yang komprehensif dan aplikatif untuk tahap identifikasi risiko awal. Dalam praktik, daftar risiko dan klasifikasinya dapat digunakan untuk:

  • Membuat Checklist Risiko: Sebagai bagian dari due diligence proyek.
  • Menyesuaikan Strategi Mitigasi: Sesuai dengan jenis risiko dominan pada setiap fase proyek.
  • Mengalokasikan Sumber Daya Mitigasi: Berdasarkan kategori risiko dan kemungkinan dampaknya.

Kesimpulan: Identifikasi Risiko sebagai Pondasi Kesuksesan Megaproject

Melalui tinjauan literatur yang sistematis, Sanchez-Cazorla dan tim memberikan kontribusi penting dalam memahami dan mengkategorikan risiko megaproject. Penelitian ini menjadi dasar kuat untuk menyusun strategi manajemen risiko sejak tahap paling awal, yaitu identifikasi. Dalam konteks industri yang semakin sarat proyek berskala besar — seperti infrastruktur IKN, proyek kereta cepat, atau pembangkit energi terbarukan — pendekatan ini menjadi semakin relevan dan mendesak untuk diterapkan.

Sumber Asli:

Sanchez-Cazorla, A., Alfalla-Luque, R., & Irimia-Diéguez, A. (2017). Risk Identification in Megaprojects as a Crucial Phase of Risk Management: A Literature Review. Project Management Journal, 47(6), 75–93. DOI: 10.1177/875697281604700606.

 

Selengkapnya
​​​​​​​Mengurai Risiko Megaproject: Menata Strategi Sejak Tahap Identifikasi

Perencanaan tata ruang wilayah

Meningkatkan Perencanaan Tata Ruang melalui Integrasi Penilaian Risiko—Studi Kasus RiskOTe SDSS di Oeiras, Portugal

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 03 Juni 2025


Dalam era perubahan iklim dan urbanisasi yang kian pesat, kebutuhan akan sistem pendukung keputusan berbasis risiko dalam perencanaan tata ruang menjadi semakin penting. Artikel bertajuk “Integrating Risk Assessment into Spatial Planning: RiskOTe Decision Support System” oleh Nelson Mileu dan Margarida Queirós memaparkan bagaimana sistem pendukung keputusan spasial (SDSS) yang dikembangkan melalui RiskOTe dapat membantu perencana kota memahami, menganalisis, dan menanggapi risiko bencana secara lebih sistematis. Dengan menggunakan studi kasus di kota Oeiras, Portugal, artikel ini menggabungkan pendekatan kuantitatif dan spasial untuk mengintegrasikan risiko ke dalam kebijakan tata guna lahan, menghasilkan wawasan berharga yang sangat relevan bagi banyak kota yang rentan terhadap risiko alam dan teknologi.

Tantangan dalam Perencanaan Spasial dan Peran Risiko

Artikel ini dibuka dengan latar belakang meningkatnya relevansi sistem pendukung keputusan (DSS) dalam manajemen risiko bencana, terutama karena dampak bencana alam yang semakin besar terhadap komunitas dan ekonomi global. Ditekankan bahwa meskipun pemetaan risiko telah menjadi alat yang umum, cara penggunaannya dalam proses perencanaan ruang belum optimal. Inilah celah yang coba diisi oleh RiskOTe SDSS, sebuah sistem pendukung keputusan berbasis spasial yang dirancang untuk membantu pengambil kebijakan memahami kompleksitas hubungan antara bahaya, kerentanan, dan konsekuensi risiko.

Arsitektur dan Metodologi RiskOTe

RiskOTe dibangun berdasarkan kerangka penilaian risiko semi-kuantitatif yang memadukan indeks bahaya dan indeks konsekuensi. Rumus dasar yang digunakan adalah:

Risk = Hazard × Consequences

Komponen konsekuensi ini mencakup empat dimensi kerentanan utama—fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan—yang masing-masing dihitung dengan indeks tersendiri. Misalnya, indeks kerentanan sosial dihitung menggunakan formula yang mempertimbangkan rasio usia, gender, status pengangguran, kewarganegaraan, dan struktur keluarga. Demikian pula, indeks fisik mempertimbangkan populasi, bangunan, dan infrastruktur.

Data untuk model ini berasal dari database lokal dan sensus penduduk tahun 2011, yang kemudian dianalisis melalui sistem berbasis PostgreSQL dan PostGIS dengan antarmuka visual berbasis HTML5, JavaScript, dan pustaka GIS seperti OpenLayers dan GeoExt.

Studi Kasus: Kota Oeiras

Untuk menguji RiskOTe, penulis menggunakan kota Oeiras—sebuah kawasan metropolitan di pinggiran Lisbon—sebagai laboratorium nyata. Kota ini memiliki 172.120 penduduk dan karakteristik urbanisasi yang tinggi, serta ancaman multi-risiko seperti banjir, kebakaran hutan, gempa bumi, tsunami, dan tanah longsor.

Skenario Pertama: Evaluasi Dasar

Skenario awal menggunakan bobot default dan memetakan daerah di paroki Porto Salvo. Risiko utama adalah kebakaran semak dengan nilai indeks bahaya 2.89 dan konsekuensi rendah (0.92). Sistem menyimpulkan bahwa risiko keseluruhan adalah "rendah", dengan rekomendasi bahwa pembangunan diizinkan, tetapi masyarakat perlu sadar terhadap bahaya yang ada. Hanya tiga infrastruktur jalan lokal yang terpapar, dan waktu respons ke rumah sakit sekitar 13–14 menit serta ke stasiun pemadam kebakaran 6–7 menit.

Skenario Kedua: Dampak Peningkatan Kerentanan

Skenario ini mensimulasikan pembangunan baru yang menambah 70 penduduk dan 10 bangunan, tanpa mengubah bobot atau lokasi. Hasilnya menunjukkan peningkatan indeks konsekuensi menjadi 1.59 dan peningkatan level risiko menjadi "sedang". Meskipun demikian, model tetap merekomendasikan pembangunan dengan syarat adanya demonstrasi kondisi keamanan dan langkah mitigasi.

Skenario Ketiga: Area Perkotaan Rentan Banjir

Skenario ini diterapkan di pusat kota Oeiras, dekat sungai Laje dan stasiun kereta. Daerah tersebut memiliki indeks bahaya banjir sebesar 2.98 dan indeks konsekuensi sebesar 1.26, menghasilkan klasifikasi risiko “sedang”. Rekomendasi tetap sama: pembangunan diizinkan dengan catatan harus ada langkah mitigasi yang jelas.

Evaluasi Model dan Keterbatasan

Hasil skenario menunjukkan bahwa RiskOTe cenderung tidak terlalu restriktif terhadap perubahan tata guna lahan kecuali kedua komponen—bahaya dan konsekuensi—bernilai tinggi secara bersamaan. Hal ini mencerminkan pendekatan yang lebih fleksibel dan kontekstual daripada sistem konvensional yang biasanya berbasis larangan absolut.

Namun, artikel ini juga dengan jujur menyoroti sejumlah keterbatasan. Pertama adalah kesulitan memperoleh data moneter atau nilai strategis untuk semua elemen yang terekspos. Kedua, penggabungan indeks kerentanan yang sangat kompleks dapat menimbulkan persoalan dalam pembobotan dan perbandingan. Ketiga, unit analisis terkecil yang digunakan adalah blok statistik, yang menimbulkan isu klasik seperti modifiable areal unit problem (MAUP). Keempat, keterbatasan dalam memperhitungkan dinamika populasi harian dan musiman juga menambah tantangan dalam akurasi penilaian risiko.

Nilai Tambah dan Implikasi Industri

Keunggulan utama RiskOTe adalah pada fleksibilitasnya. Model ini tidak hanya menyediakan perhitungan risiko, tetapi juga dilengkapi alat perbandingan skenario dan visualisasi berbasis web yang mudah diakses tanpa memerlukan keahlian GIS tingkat lanjut. Bagi pemerintah kota, alat ini memungkinkan proses perencanaan yang lebih adaptif dan responsif terhadap kondisi lokal.

Dalam konteks tren global, RiskOTe sangat relevan mengingat kebutuhan akan integrasi antara tata ruang dan manajemen risiko semakin mendesak, terutama pasca-pandemi dan di tengah ancaman perubahan iklim. Kota-kota yang berkembang cepat, seperti Jakarta, Manila, atau Lagos, dapat sangat diuntungkan dari penerapan sistem serupa yang disesuaikan dengan data lokal.

Sebagai catatan tambahan, langkah ke depan yang direkomendasikan penulis adalah memigrasikan sistem sepenuhnya ke platform open-source seperti Python dan GitHub, sehingga dapat digunakan oleh lebih banyak pemerintah daerah.

Kesimpulan

RiskOTe SDSS merupakan inovasi penting dalam bidang perencanaan tata ruang berbasis risiko. Dengan pendekatan semi-kuantitatif yang menggabungkan analisis bahaya, kerentanan, dan eksposur, sistem ini menghadirkan platform yang tidak hanya informatif tetapi juga strategis. Meski terdapat keterbatasan data dan metodologi, fleksibilitas sistem memungkinkan penyesuaian lebih lanjut. Implementasinya di kota Oeiras membuktikan bahwa pengambilan keputusan dalam transformasi penggunaan lahan dapat dilakukan secara lebih cermat dan berbasis bukti. Bagi perencana kota dan pembuat kebijakan, RiskOTe bisa menjadi contoh konkret bagaimana teknologi dapat menjembatani antara analisis spasial dan tindakan nyata dalam pengelolaan risiko perkotaan.

Sumber artikel asli:
Mileu, N., & Queirós, M. (2018). Integrating Risk Assessment into Spatial Planning: RiskOTe Decision Support System. International Journal of Geo-Information, 7(5), 184.

 

Selengkapnya
Meningkatkan Perencanaan Tata Ruang melalui Integrasi Penilaian Risiko—Studi Kasus RiskOTe SDSS di Oeiras, Portugal

Perencanaan tata ruang wilayah

Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Nias Barat

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025


Perencanaan tata ruang wilayah (RTRW) merupakan elemen fundamental dalam pengelolaan pembangunan daerah. Kabupaten Nias Barat yang mengalami pertumbuhan pesat menghadapi tantangan dalam mengakomodasi perkembangan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Paper "Kajian Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Nias Barat" oleh Faahakhododo Zai dan Wanapri Pangaribuan membahas urgensi revisi RTRW guna memastikan perencanaan ruang yang selaras dengan dinamika perubahan wilayah dan regulasi terbaru.

1. Perubahan Batas Wilayah dan Dampaknya

Kabupaten Nias Barat mengalami perubahan batas wilayah administratif antara tahun 2014 hingga 2021. Data menunjukkan:

  • Luas wilayah tahun 2014: 49.423,79 Ha.
  • Luas wilayah tahun 2021: 46.533,04 Ha.
  • Wilayah yang bertambah: 2.445 Ha.
  • Wilayah yang berkurang: 2.990 Ha.

Perubahan batas ini berdampak langsung pada pola pemanfaatan ruang, termasuk penyesuaian kawasan lindung dan kawasan budidaya.

2. Ketidaksesuaian Pemanfaatan Ruang Eksisting dengan RTRW 2014

Kajian ini menemukan adanya perbedaan signifikan antara kondisi penggunaan lahan aktual dengan perencanaan RTRW 2014:

  • Permukiman: RTRW mencatat luas 187,43 Ha, sedangkan data eksisting menunjukkan 1.469,55 Ha.
  • Perkebunan: RTRW menetapkan 9.605,55 Ha, namun penggunaan lahan aktual mencapai 27.362,06 Ha.
  • Pertanian lahan kering: 14.951,16 Ha dalam RTRW, sementara hasil observasi menunjukkan 15.047,93 Ha.
  • Pertanian lahan basah: 1.143,71 Ha dalam RTRW, tetapi data eksisting mencatat 1.839,04 Ha.

Ketidaksesuaian ini menunjukkan bahwa RTRW perlu diperbarui untuk mencerminkan kondisi nyata di lapangan.

3. Perencanaan Pola Ruang Kabupaten Nias Barat

Dalam konsep revisi RTRW, terdapat dua zona utama:

  1. Kawasan Lindung (25,3% atau 11.776,18 Ha) – mencakup hutan lindung, kawasan konservasi, dan badan air.
  2. Kawasan Budidaya (74,7% atau 34.756,88 Ha) – meliputi pemukiman, perkebunan, pertanian, dan kawasan industri.

Rencana ini bertujuan untuk menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.

4. Sistem Jaringan Infrastruktur dan Transportasi

Dalam revisi RTRW, sistem jaringan infrastruktur dikembangkan untuk meningkatkan konektivitas wilayah:

  • Jaringan jalan mencakup jalan kolektor primer dan sekunder untuk mendukung mobilitas ekonomi.
  • Pengembangan energi baru seperti Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) untuk memenuhi kebutuhan listrik daerah.
  • Sistem telekomunikasi diperkuat dengan menara BTS guna memperluas jangkauan internet dan komunikasi.
  • Jaringan sumber daya air dikembangkan untuk mendukung ketahanan pangan dan mitigasi banjir.

Analisis dan Kritik

1. Pentingnya Integrasi Data Terkini dalam Perencanaan RTRW

Ketidaksesuaian antara RTRW 2014 dan kondisi eksisting menunjukkan bahwa pembaruan RTRW harus berbasis data terbaru. Penggunaan teknologi seperti citra satelit dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat meningkatkan akurasi dalam perencanaan tata ruang.

2. Keterlibatan Masyarakat dalam Revisi RTRW

Perencanaan tata ruang yang efektif memerlukan partisipasi aktif masyarakat. Kajian ini menyoroti bahwa aspirasi masyarakat belum sepenuhnya tercermin dalam RTRW sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme konsultasi publik yang lebih inklusif dalam revisi RTRW.

3. Penguatan Regulasi dan Pengawasan Pemanfaatan Ruang

Kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan RTRW menyebabkan ketidaksesuaian dalam pemanfaatan lahan. Untuk mengatasi hal ini, disarankan:

  • Peningkatan kapasitas aparatur dalam pengawasan pemanfaatan ruang.
  • Pemberian sanksi terhadap pelanggaran tata ruang.
  • Insentif bagi pengembang yang mematuhi regulasi tata ruang.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Revisi RTRW Kabupaten Nias Barat menjadi langkah strategis dalam menghadapi dinamika pertumbuhan wilayah. Beberapa kesimpulan utama dari penelitian ini adalah:

  • Perubahan batas wilayah mempengaruhi pemanfaatan ruang, sehingga RTRW perlu disesuaikan.
  • Ketidaksesuaian pemanfaatan ruang eksisting dengan RTRW 2014 menegaskan urgensi revisi berbasis data terbaru.
  • Pola ruang yang diusulkan (25,3% kawasan lindung dan 74,7% kawasan budidaya) bertujuan untuk menjaga keseimbangan pembangunan dan lingkungan.
  • Peningkatan infrastruktur dan jaringan transportasi menjadi prioritas dalam revisi RTRW.

Sebagai rekomendasi, langkah-langkah yang dapat diambil antara lain:

  1. Penguatan basis data spasial dengan memanfaatkan teknologi pemetaan modern.
  2. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam penyusunan RTRW melalui forum konsultasi publik.
  3. Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum untuk menghindari pelanggaran pemanfaatan ruang.
  4. Integrasi RTRW dengan kebijakan pembangunan berkelanjutan agar selaras dengan tujuan nasional dan global.

Dengan penerapan strategi ini, Kabupaten Nias Barat dapat mengelola pertumbuhan wilayah secara lebih efektif, mencegah konflik tata ruang, dan menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan.

Sumber Artikel:
Faahakhododo Zai, Wanapri Pangaribuan. "Kajian Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Nias Barat." Jurnal Insinyur Profesional, Volume 2, No. 3, Mei 2023, Hal 74-82.

Selengkapnya
Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Nias Barat
page 1 of 1