Dalam era perubahan iklim dan urbanisasi yang kian pesat, kebutuhan akan sistem pendukung keputusan berbasis risiko dalam perencanaan tata ruang menjadi semakin penting. Artikel bertajuk “Integrating Risk Assessment into Spatial Planning: RiskOTe Decision Support System” oleh Nelson Mileu dan Margarida Queirós memaparkan bagaimana sistem pendukung keputusan spasial (SDSS) yang dikembangkan melalui RiskOTe dapat membantu perencana kota memahami, menganalisis, dan menanggapi risiko bencana secara lebih sistematis. Dengan menggunakan studi kasus di kota Oeiras, Portugal, artikel ini menggabungkan pendekatan kuantitatif dan spasial untuk mengintegrasikan risiko ke dalam kebijakan tata guna lahan, menghasilkan wawasan berharga yang sangat relevan bagi banyak kota yang rentan terhadap risiko alam dan teknologi.
Tantangan dalam Perencanaan Spasial dan Peran Risiko
Artikel ini dibuka dengan latar belakang meningkatnya relevansi sistem pendukung keputusan (DSS) dalam manajemen risiko bencana, terutama karena dampak bencana alam yang semakin besar terhadap komunitas dan ekonomi global. Ditekankan bahwa meskipun pemetaan risiko telah menjadi alat yang umum, cara penggunaannya dalam proses perencanaan ruang belum optimal. Inilah celah yang coba diisi oleh RiskOTe SDSS, sebuah sistem pendukung keputusan berbasis spasial yang dirancang untuk membantu pengambil kebijakan memahami kompleksitas hubungan antara bahaya, kerentanan, dan konsekuensi risiko.
Arsitektur dan Metodologi RiskOTe
RiskOTe dibangun berdasarkan kerangka penilaian risiko semi-kuantitatif yang memadukan indeks bahaya dan indeks konsekuensi. Rumus dasar yang digunakan adalah:
Risk = Hazard × Consequences
Komponen konsekuensi ini mencakup empat dimensi kerentanan utama—fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan—yang masing-masing dihitung dengan indeks tersendiri. Misalnya, indeks kerentanan sosial dihitung menggunakan formula yang mempertimbangkan rasio usia, gender, status pengangguran, kewarganegaraan, dan struktur keluarga. Demikian pula, indeks fisik mempertimbangkan populasi, bangunan, dan infrastruktur.
Data untuk model ini berasal dari database lokal dan sensus penduduk tahun 2011, yang kemudian dianalisis melalui sistem berbasis PostgreSQL dan PostGIS dengan antarmuka visual berbasis HTML5, JavaScript, dan pustaka GIS seperti OpenLayers dan GeoExt.
Studi Kasus: Kota Oeiras
Untuk menguji RiskOTe, penulis menggunakan kota Oeiras—sebuah kawasan metropolitan di pinggiran Lisbon—sebagai laboratorium nyata. Kota ini memiliki 172.120 penduduk dan karakteristik urbanisasi yang tinggi, serta ancaman multi-risiko seperti banjir, kebakaran hutan, gempa bumi, tsunami, dan tanah longsor.
Skenario Pertama: Evaluasi Dasar
Skenario awal menggunakan bobot default dan memetakan daerah di paroki Porto Salvo. Risiko utama adalah kebakaran semak dengan nilai indeks bahaya 2.89 dan konsekuensi rendah (0.92). Sistem menyimpulkan bahwa risiko keseluruhan adalah "rendah", dengan rekomendasi bahwa pembangunan diizinkan, tetapi masyarakat perlu sadar terhadap bahaya yang ada. Hanya tiga infrastruktur jalan lokal yang terpapar, dan waktu respons ke rumah sakit sekitar 13–14 menit serta ke stasiun pemadam kebakaran 6–7 menit.
Skenario Kedua: Dampak Peningkatan Kerentanan
Skenario ini mensimulasikan pembangunan baru yang menambah 70 penduduk dan 10 bangunan, tanpa mengubah bobot atau lokasi. Hasilnya menunjukkan peningkatan indeks konsekuensi menjadi 1.59 dan peningkatan level risiko menjadi "sedang". Meskipun demikian, model tetap merekomendasikan pembangunan dengan syarat adanya demonstrasi kondisi keamanan dan langkah mitigasi.
Skenario Ketiga: Area Perkotaan Rentan Banjir
Skenario ini diterapkan di pusat kota Oeiras, dekat sungai Laje dan stasiun kereta. Daerah tersebut memiliki indeks bahaya banjir sebesar 2.98 dan indeks konsekuensi sebesar 1.26, menghasilkan klasifikasi risiko “sedang”. Rekomendasi tetap sama: pembangunan diizinkan dengan catatan harus ada langkah mitigasi yang jelas.
Evaluasi Model dan Keterbatasan
Hasil skenario menunjukkan bahwa RiskOTe cenderung tidak terlalu restriktif terhadap perubahan tata guna lahan kecuali kedua komponen—bahaya dan konsekuensi—bernilai tinggi secara bersamaan. Hal ini mencerminkan pendekatan yang lebih fleksibel dan kontekstual daripada sistem konvensional yang biasanya berbasis larangan absolut.
Namun, artikel ini juga dengan jujur menyoroti sejumlah keterbatasan. Pertama adalah kesulitan memperoleh data moneter atau nilai strategis untuk semua elemen yang terekspos. Kedua, penggabungan indeks kerentanan yang sangat kompleks dapat menimbulkan persoalan dalam pembobotan dan perbandingan. Ketiga, unit analisis terkecil yang digunakan adalah blok statistik, yang menimbulkan isu klasik seperti modifiable areal unit problem (MAUP). Keempat, keterbatasan dalam memperhitungkan dinamika populasi harian dan musiman juga menambah tantangan dalam akurasi penilaian risiko.
Nilai Tambah dan Implikasi Industri
Keunggulan utama RiskOTe adalah pada fleksibilitasnya. Model ini tidak hanya menyediakan perhitungan risiko, tetapi juga dilengkapi alat perbandingan skenario dan visualisasi berbasis web yang mudah diakses tanpa memerlukan keahlian GIS tingkat lanjut. Bagi pemerintah kota, alat ini memungkinkan proses perencanaan yang lebih adaptif dan responsif terhadap kondisi lokal.
Dalam konteks tren global, RiskOTe sangat relevan mengingat kebutuhan akan integrasi antara tata ruang dan manajemen risiko semakin mendesak, terutama pasca-pandemi dan di tengah ancaman perubahan iklim. Kota-kota yang berkembang cepat, seperti Jakarta, Manila, atau Lagos, dapat sangat diuntungkan dari penerapan sistem serupa yang disesuaikan dengan data lokal.
Sebagai catatan tambahan, langkah ke depan yang direkomendasikan penulis adalah memigrasikan sistem sepenuhnya ke platform open-source seperti Python dan GitHub, sehingga dapat digunakan oleh lebih banyak pemerintah daerah.
Kesimpulan
RiskOTe SDSS merupakan inovasi penting dalam bidang perencanaan tata ruang berbasis risiko. Dengan pendekatan semi-kuantitatif yang menggabungkan analisis bahaya, kerentanan, dan eksposur, sistem ini menghadirkan platform yang tidak hanya informatif tetapi juga strategis. Meski terdapat keterbatasan data dan metodologi, fleksibilitas sistem memungkinkan penyesuaian lebih lanjut. Implementasinya di kota Oeiras membuktikan bahwa pengambilan keputusan dalam transformasi penggunaan lahan dapat dilakukan secara lebih cermat dan berbasis bukti. Bagi perencana kota dan pembuat kebijakan, RiskOTe bisa menjadi contoh konkret bagaimana teknologi dapat menjembatani antara analisis spasial dan tindakan nyata dalam pengelolaan risiko perkotaan.
Sumber artikel asli:
Mileu, N., & Queirós, M. (2018). Integrating Risk Assessment into Spatial Planning: RiskOTe Decision Support System. International Journal of Geo-Information, 7(5), 184.