Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Menentukan Kekuatan Residu Tanah untuk Analisis Stabilitas Lereng Secara Akurat

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Mengapa Kekuatan Residu Penting?

Dalam rekayasa geoteknik, stabilitas lereng adalah salah satu aspek paling kritis untuk menjamin keselamatan struktur seperti jalan, bendungan, dan fondasi. Namun, ketika terjadi pergerakan tanah atau longsor, nilai kekuatan geser tanah yang dipakai sebelumnya tidak lagi relevan. Inilah pentingnya kekuatan residu (residual strength) — yaitu kekuatan minimum yang dimiliki tanah setelah mengalami deformasi besar. Artikel tinjauan ini oleh Chen Fang et al. (2020) menyajikan ulasan komprehensif mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan residu, metode pengujian yang paling akurat, dan tantangan penelitian masa depan.

Sejarah Singkat Konsep Kekuatan Residu

Konsep kekuatan residu mulai dikenal sejak 1936, namun diformalkan oleh Skempton pada 1964 dalam artikelnya “Long-term Stability of Clay Slopes”. Ia menjelaskan bahwa nilai geser aktual pada bidang longsor lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga dibutuhkan konsep baru: kekuatan residu sebagai parameter konservatif untuk menganalisis lereng yang telah gagal atau berpotensi reaktivasi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Residu Tanah

1. Jenis dan Struktur Tanah

  • Partikel tanah: bentuk bulat vs pipih sangat berpengaruh
  • Mode geser residu:
    • Turbulent mode: dominan partikel rotund, kekuatan tinggi
    • Sliding mode: dominan partikel pipih dan lempung, kekuatan rendah
    • Transitional mode: campuran, sangat sensitif terhadap distribusi ukuran partikel

2. Kadar Liat

  • <25%: kekuatan ditentukan oleh fraksi pasir dan lanau
  • 25–50%: sifat transisi
  • 50%: kekuatan bergantung hampir seluruhnya pada mineral liat

Metode Uji Kekuatan Residu

1. Uji Geser Langsung dan Ring Shear

  • Ring shear test lebih disarankan karena dapat menggeser tanah secara kontinu dan menghasilkan orientasi partikel sejajar bidang geser
  • Ring shear generasi terbaru seperti DPRI-6 dan DPRI-7 mampu mensimulasikan gempa dan fluktuasi air tanah dengan akurasi tinggi

Pengaruh Kondisi Uji terhadap Kekuatan Residu

1. Tegangan Normal

  • Kekuatan residu stabil di atas 100 kPa
  • Di bawah 50 kPa, kurva nonlinier muncul akibat rendahnya orientasi partikel

2. Overconsolidation Ratio (OCR)

  • Pengaruhnya tidak signifikan
  • Disarankan menggunakan overconsolidation karena waktu pengujian lebih cepat

3. Laju Geser (Shear Rate)

  • Efek laju positif: kekuatan meningkat dengan kecepatan
  • Efek laju negatif: kekuatan turun karena tekanan air pori
  • Efek netral pada laju < 0.1 mm/menit
  • Studi menyimpulkan mode geser dan karakter partikel sangat menentukan apakah efek positif, negatif, atau netral terjadi

4. Akselerasi

  • Gempa dapat menghasilkan percepatan > 980 cm/s²
  • Namun studi tentang pengaruh percepatan terhadap kekuatan residu masih minim
  • Diperlukan lebih banyak riset untuk memvalidasi dampaknya, terutama pada tanah kaolin dan campuran bentonit

Prediksi Kekuatan Residu dengan Indeks Sifat Tanah

Indeks yang Digunakan:

  • Batas cair (liquid limit)
  • Batas plastis dan indeks plastisitas
  • Studi menyebutkan:
    • Liquid limit memiliki korelasi terbaik
    • Tapi hubungan ini tidak seragam untuk semua jenis tanah

Catatan penting: Peneliti menyarankan untuk mengembangkan korelasi berbasis jenis tanah spesifik daripada pendekatan umum.

Arah Penelitian Masa Depan

  • Konsistensi teori masih belum tercapai meski sudah diteliti selama lebih dari 50 tahun
  • Simulasi dinamis dengan pengaruh gempa dan fluktuasi air tanah perlu diintensifkan
  • Studi akselerasi pada shear rate tinggi masih terbuka luas
  • Korelasi indeks tanah khusus per lokasi/jenis tanah harus dikembangkan untuk prediksi praktis di lapangan

Kesimpulan

Penentuan kekuatan residu tanah adalah aspek vital dalam analisis stabilitas lereng, terutama pada kasus reaktivasi longsor atau pasca-gempa. Artikel ini menekankan bahwa alat uji ring shear modern dengan simulasi kondisi nyata sangat disarankan. Variabel seperti tegangan normal tinggi, penggunaan OCR, serta pemilihan laju geser yang tepat sangat berpengaruh pada hasil. Di sisi lain, penggunaan indeks seperti liquid limit menjadi solusi praktis untuk prediksi awal, namun tetap memerlukan validasi untuk jenis tanah spesifik. Singkatnya, tanpa pemahaman dan penentuan kekuatan residu yang tepat, stabilitas lereng tidak bisa dinilai secara realistis dan berisiko menimbulkan bencana di kemudian hari.

Sumber : Chen Fang, Hideyoshi Shimizu, Tatsuro Nishiyama, dan Shin-Ichi Nishimura (2020). Determination of Residual Strength of Soils for Slope Stability Analysis: State of the Art Review. Reviews in Agricultural Science, Vol. 8, pp. 46–57.

Selengkapnya
Menentukan Kekuatan Residu Tanah untuk Analisis Stabilitas Lereng Secara Akurat

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Mendeteksi Longsor Jalan Sawla-Laska Lewat Analisis Geoteknik dan Model Numerik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan

Longsor merupakan bencana serius di wilayah berbukit seperti Ethiopia Selatan. Studi ini mengulas analisis stabilitas lereng di sepanjang jalan Sawla–Laska, jalur penting sepanjang 52 km yang rawan terganggu akibat struktur tanah lemah, curah hujan tinggi, dan muka air tanah dangkal. Penelitian oleh Kinde, Getahun, dan Jothimani (2024) menggunakan pendekatan uji laboratorium, survei lapangan, dan simulasi numerik untuk memahami penyebab utama dan potensi mitigasi.

Geologi dan Geografi Lokasi

  • Terletak di zona Goffa, Ethiopia Selatan
  • Ketinggian dan kemiringan lereng bervariasi, banyak lereng >35°
  • Dominasi litologi: Basalt, Trachyte, dan tanah sisa pelapukan
  • Cuaca tropis dengan curah hujan tahunan rata-rata 1339 mm

Jenis Longsor yang Terjadi

  • Rock fall
  • Soil/rock slides
  • Earth flow Ketiga jenis ini didorong oleh kemiringan tinggi, batuan lapuk, dan infiltrasi air hujan.

Karakteristik Geoteknik Tanah

Kadar Air dan Berat Jenis

  • Rata-rata kadar air tanah di lereng:
    • Seksi 1: 19–34%
    • Seksi 2: 29–35%
    • Seksi 3: 36–39%
  • Berat jenis kering: 14.95–17.05 kN/m³
  • Berat jenis basah: 21.63–24.4 kN/m³

Kekuatan Geser

Hasil dari uji direct shear menunjukkan:

  • Seksi 1: kohesi 2–34.7 kN/m², sudut geser 30–37°
  • Seksi 2: kohesi 8–11.8 kN/m², sudut geser 18–21°
  • Seksi 3: kohesi 11.3–14 kN/m², sudut geser 11–17°

Tanah dengan kadar air tinggi dan sudut geser rendah sangat rentan terhadap longsor.

Klasifikasi Tanah (USCS)

  • Silty sand (SM) dan sandy lean clay (CL) dominan di Seksi 1
  • Sandy silt (ML) mendominasi di Seksi 2 dan 3
  • Aktivitas plastisitas: sebagian besar tanah bersifat tidak aktif (activity < 0.75), hanya satu sampel menunjukkan aktivitas sedang

Analisis Stabilitas Lereng dengan SLOPE/W

Metode:

  • Model: Mohr-Coulomb
  • Simulasi dengan kondisi muka air:
    1. Kering (GWT dalam)
    2. Setengah tinggi lereng
    3. Permukaan (jenuh air)

Hasil Faktor Keamanan (FoS):

  • Seksi 1 (kemiringan 45°):
    • FoS kering: 1.041–1.092 (sedikit stabil)
    • FoS jenuh: 0.304–0.608 (tidak stabil)
  • Seksi 2 (kemiringan 39°):
    • FoS semua kondisi: < 0.93 (selalu tidak stabil)
  • Seksi 3 (kemiringan 35°):
    • FoS semua kondisi: < 0.92 (tidak stabil)

Tren jelas: makin dangkal muka air tanah, makin tidak stabil lereng.

Analisis Kualitas Massa Batuan (Rock Slope & SMR)

  • RSs1 (Trachyte): UCS 28.68 MPa, SMR 78–79 → stabil
  • RSs2 (Trachyte): UCS 32.25 MPa, SMR 71.1–72 → stabil
  • RSs3 (Basalt): UCS 28.83 MPa, SMR 49.9–55.9 → stabil sedang
  • RSs4 (Basalt): UCS 18.41 MPa, SMR 39.6–45.1 → tidak stabil
  • RSs5 (Basalt): UCS 25.77 MPa, SMR 7–57 → dari sangat buruk hingga sedang

Peran Pelapukan dan Struktur Geologi

  • Batuan yang sangat lapuk menunjukkan nilai rebound Schmidt rendah (<25)
  • Banyak retakan vertikal dan sendi miring, menyebabkan kelemahan struktural
  • Dua patahan besar memotong wilayah studi, memperburuk stabilitas

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penyebab Utama Ketidakstabilan:

  • Kemiringan lereng curam
  • Muka air tanah dangkal
  • Tanah dengan plastisitas sedang dan kohesi rendah
  • Batuan lapuk dengan sendi dominan

Rekomendasi Teknis:

  • Drainase air bawah permukaan untuk turunkan tekanan pori
  • Perkuatan lereng dengan vegetasi akar dalam dan teknik rekayasa (revetment, soil nailing)
  • Hindari pembangunan di wilayah dengan SMR rendah dan kemiringan >35°

Kritik dan Saran Lanjutan

Studi ini unggul dalam metode komprehensif — gabungan lapangan, lab, dan simulasi numerik. Namun:

  • Tidak membahas risiko sosial-ekonomi langsung
  • Belum ada skenario mitigasi berbasis biaya
  • Dapat diperluas untuk prediksi masa depan dengan metode machine learning

Tetapi sebagai acuan teknis, artikel ini sangat layak dijadikan dasar dalam desain dan pemeliharaan infrastruktur jalan di wilayah tropis berbukit.

Sumber : Melkamie Kinde, Ephrem Getahun, Muralitharan Jothimani (2024). Geotechnical and slope stability analysis in the landslide-prone area: A case study in Sawla – Laska road sector, Southern Ethiopia. Scientific African, Vol. 23, e02071.

Selengkapnya
Mendeteksi Longsor Jalan Sawla-Laska Lewat Analisis Geoteknik dan Model Numerik

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Mengungkap Longsor di Jimma Ethiopia Lewat Analisis Geofisika dan Numerik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 02 Mei 2025


Pendahuluan: Longsor dan Ancaman Nyata bagi Komunitas Agraris

Longsor menjadi bencana yang mematikan di wilayah perbukitan dengan curah hujan tinggi, terutama jika dipicu oleh kondisi tanah jenuh air dan topografi curam. Artikel ini membahas peristiwa longsor besar di Desa Lalisa, Zona Jimma, Ethiopia, yang menyebabkan kerusakan lahan seluas 27 hektare dan memaksa ratusan warga mengungsi. Penelitian oleh Beyene et al. (2023) menyajikan pendekatan gabungan geofisika dan analisis numerik untuk menyelidiki penyebab utama dan mencari solusi yang layak.

Kondisi Lokasi dan Dampaknya

Geografi dan Topografi:

  • Lokasi: 320 km dari Addis Ababa
  • Ketinggian: 2106–2176 mdpl
  • Kemiringan lereng: 30°–52°
  • Iklim: Tropis lembap, curah hujan 1900 ± 800 mm/tahun

Dampak Sosial:

  • Lahan pertanian utama hancur
  • Akses ke area tertutup total karena rekahan tanah
  • Aktivitas longsor meningkat di musim hujan, mereda saat musim kering

Investigasi Geofisika dan Geoteknik

1. Metode Geofisika (VES & Profil Resistivitas):

  • Menggunakan metode resistivitas listrik untuk identifikasi struktur bawah tanah
  • Ditemukan lapisan jenuh air dan sangat lapuk pada kedalaman 10–25 m
  • Resistivitas rendah (<20 Ωm) menunjukkan zona kelemahan kritis

2. Uji Geoteknik:

  • Sampel tanah diambil hingga kedalaman 16 m
  • Uji laboratorium: Atterberg limits, kohesi, sudut geser, kepadatan
  • Semua sampel menunjukkan kandungan air tinggi dan struktur tanah lepas

Simulasi Numerik: Analisis Keamanan Lereng

Metode:

  • Menggunakan software Slope W 2D dengan pendekatan Morgenstern-Price
  • Simulasi empat kondisi:
    1. Lereng alami – basah
    2. Lereng alami – kering
    3. Lereng modifikasi – basah
    4. Lereng modifikasi – kering

Hasil Utama:

  • Faktor keamanan (FoS) berkisar:
    • Basah: 0.993 – 1.401
    • Kering: 1.064 – 1.514
  • FoS < 1.25 di semua kondisi alami → lereng tidak stabil
  • Modifikasi kemiringan lereng menambah FoS hingga 24,1%
  • Sudut kritis aman turun dari 44,2° (kering) menjadi 36,4° (basah)

Jenis dan Karakteristik Longsor

Jenis Longsor:

  • Rotasi dalam (deep rotational landslide)
  • Permukaan longsor berbentuk melengkung dan dalam
  • Titik awal pergerakan: >10 m di bawah permukaan

Penyebab Utama:

  • Infiltrasi hujan → meningkatkan tekanan air pori
  • Lapisan tanah jenuh air dan lapuk sebagai zona pelepasan massa
  • Tidak ada gempa atau beban eksternal → hujan adalah pemicu dominan

Rekomendasi Mitigasi

1. Solusi Hidrologis:

  • Alihkan aliran sungai kecil di kaki lereng
  • Tujuannya mengurangi pasokan air ke zona jenuh
  • Perlu analisis AMDAL agar tidak menimbulkan masalah baru

2. Rekayasa Vegetatif:

  • Tanam pohon akar dalam dan ringan untuk stabilisasi mekanis dan hidrologis
  • Akar memperkuat tanah dan mengurangi infiltrasi

3. Pengurangan Gradien Lereng:

  • Tidak disarankan di area ini karena:
    • Volume tanah sangat besar
    • Biaya dan dampak sosial tinggi

Kritik dan Implikasi Lanjut

Keunggulan Penelitian:

  • Gabungan pendekatan geofisika + numerik menghasilkan pemahaman menyeluruh
  • Menunjukkan pentingnya moisture content dan struktur geologi dalam memicu longsor

Catatan Tambahan:

  • Diperlukan uji validasi di wilayah serupa
  • Perlu integrasi ke dalam kebijakan mitigasi bencana nasional di negara berkembang
  • Metodologi dapat diterapkan untuk perencanaan infrastruktur jalan dan energi di lahan perbukitan tropis

Kesimpulan

Penelitian ini menyoroti pentingnya menggabungkan analisis geofisika dan simulasi numerik untuk memahami dan mencegah longsor. Kasus Desa Lalisa di Ethiopia adalah contoh nyata bagaimana zona jenuh dan tanah lapuk dapat menyebabkan bencana besar, bahkan tanpa pemicu eksternal besar seperti gempa. Dengan pendekatan seperti ini, kita dapat merancang tindakan mitigasi berbasis bukti untuk menyelamatkan lahan, infrastruktur, dan nyawa manusia di wilayah rentan longsor.

Sumber : Adamu Beyene, Narobika Tesema, Fekadu Fufa, Damtew Tsige (2023). Geophysical and numerical stability analysis of landslide incident. Heliyon, Vol. 9, e13852.

Selengkapnya
Mengungkap Longsor di Jimma Ethiopia Lewat Analisis Geofisika dan Numerik

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Panduan Menilai Risiko Longsor Gambut untuk Proyek Energi di Lahan Basah

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 30 April 2025


Pendahuluan: Urgensi Penilaian Longsor Gambut dalam Pengembangan Energi

Lahan gambut adalah penyimpan karbon penting yang mencakup sekitar 30% dari simpanan karbon tanah dunia, namun rentan terhadap instabilitas lereng dan longsor. Penelitian dan panduan teknis yang disusun oleh Energy Consents Unit, Pemerintah Skotlandia (2017) ini bertujuan memberikan pedoman praktik terbaik dalam menilai dan mengelola risiko longsor gambut, terutama dalam konteks proyek pembangkit listrik tenaga angin dan hidro di dataran tinggi.

Mengapa Longsor Gambut Berbahaya?

Longsor gambut dapat:

  • Mengganggu ekosistem unik lahan basah yang langka dan rapuh
  • Mengakibatkan kerusakan infrastruktur, seperti jaringan listrik dan akses jalan
  • Mengganggu penyimpanan karbon alami, sehingga memperburuk perubahan iklim
  • Mengancam kehidupan manusia jika terjadi dekat pemukiman atau jalur distribusi energi

Studi Kasus Nyata: Longsor Gambut Derrybrien, Irlandia

  • Terjadi saat konstruksi ladang angin
  • Menghancurkan sebagian lahan, menyebabkan gangguan air, memengaruhi sungai, dan menimbulkan kerusakan ekologi
  • Jadi sorotan internasional yang memicu revisi kebijakan pengelolaan lahan gambut

Jenis-Jenis Longsor Gambut

1. Peat Slide (Luncuran Gambut):

  • Terjadi pada kemiringan 5–15°
  • Ketebalan gambut 1–3 m
  • Gerakan translasi cepat di sepanjang bidang geser

2. Bog Burst (Ledakan Gambut):

  • Terjadi pada kemiringan 2–10°
  • Ketebalan >2 m
  • Pelepasan massa gambut cair yang besar akibat tekanan internal

3. Bog Flow dan Bog Slide:

  • Cenderung terjadi di blanket bog (gambut selimut) dan raised bog
  • Melibatkan pergerakan lambat atau sedang dari material gambut basah

Faktor Pemicu Longsor Gambut

Faktor Alami:

  • Hujan ekstrem → meningkatkan tekanan air pori
  • Salju mencair cepat
  • Kemiringan lereng dan tekanan air bawah tanah
  • Kondisi lapisan tanah seperti keberadaan iron pan (lapisan keras tak tembus air)

Faktor Ulah Manusia:

  • Pembangunan jalan dan infrastruktur di atas gambut
  • Drainase atau pemotongan lereng yang melemahkan stabilitas
  • Penanaman pohon (afforestation) yang mengubah struktur hidrologi alami

Indikator Lapangan yang Perlu Diwaspadai

  • Retakan memanjang dan konsentris di permukaan gambut
  • Tonjolan tanah, ridge, dan tekanan bawah tanah
  • Jaringan drainase buatan atau pipa alami
  • Tanda-tanda ‘peat creep’: pergeseran tanah lambat yang tampak dari pagar atau tiang miring
  • Vegetasi yang tenggelam atau munculnya sumber air secara tiba-tiba

Langkah-Langkah Penilaian Risiko (PLHRA)

1. Scoping dan Studi Awal

  • Cek peta tanah dan citra satelit
  • Survei awal untuk memastikan kedalaman dan luas gambut
  • Tentukan apakah area masuk dalam kategori bog aktif

2. Survei Lapangan dan Pemetaan

  • Identifikasi gejala awal longsor
  • Peta kemiringan, kedalaman gambut, drainase alami dan buatan
  • Gunakan teknologi LiDAR, GPR, dan UAV bila perlu

3. Investigasi Kondisi Tanah

  • Uji laboratorium: kadar organik, kadar air, struktur gambut
  • Logging dengan sistem Troels-Smith dan von Post
  • Pemetaan ketebalan gambut dengan teknik coring dan probing

4. Analisis Bahaya dan Risiko

  • Gunakan kombinasi pendekatan probabilistik dan analisis stabilitas
  • Evaluasi dampak: pada habitat, air, struktur
  • Hitung skenario risiko: frekuensi × dampak

Strategi Mitigasi Longsor Gambut

1. Pencegahan (Avoidance):

  • Pindahkan jalur infrastruktur menjauhi daerah dengan ketebalan gambut >1 meter
  • Hindari daerah dengan sejarah longsor atau indikator kegagalan

2. Solusi Teknik (Engineering):

  • Perkuat tanah dasar dengan material stabil
  • Pasang sistem drainase horizontal dan vertikal
  • Gunakan penghalang geomembran atau penutup batu kerikil

3. Pemantauan & Tindak Lanjut:

  • Gunakan instrumen monitoring kelembaban dan tekanan air
  • Lakukan inspeksi berkala sebelum, selama, dan sesudah konstruksi
  • Siapkan rencana tanggap darurat jika longsor terjadi

Catatan Kritis dan Perbandingan

Panduan ini sangat komprehensif dan praktis, namun:

  • Perlu diperluas ke wilayah tropis, seperti Kalimantan dan Papua
  • Perlu penyesuaian lokal dengan regulasi Indonesia
  • Belum banyak membahas integrasi dengan perencanaan karbon nasional atau dampak sosial

Namun keunggulan panduan ini sangat jelas:

  • Mengintegrasikan aspek geologi, ekologi, dan kebijakan energi
  • Memberikan template langkah demi langkah yang bisa diadopsi negara lain
  • Mendorong sinergi antara pemerintah, pengembang, dan ahli teknis

Kesimpulan

Penilaian risiko dan mitigasi longsor gambut bukan sekadar aspek teknis, tapi juga bagian dari tanggung jawab ekologis dan sosial dalam pembangunan infrastruktur energi. Panduan ini menyajikan pendekatan multidisiplin, dari identifikasi lokasi rawan, pengukuran ilmiah, hingga strategi rekayasa mitigasi yang terukur. Di tengah perubahan iklim dan meningkatnya tekanan pembangunan, perlindungan lahan gambut adalah prioritas global, dan panduan ini bisa jadi model acuan internasional untuk wilayah gambut lainnya.

Sumber : Scottish Government Energy Consents Unit (2017). Peat Landslide Hazard and Risk Assessments: Best Practice Guide for Proposed Electricity Generation Developments, Second Edition, April 2017

Selengkapnya
Panduan Menilai Risiko Longsor Gambut untuk Proyek Energi di Lahan Basah

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Evaluasi Stabilitas Lereng pada Pertambangan Bawah Tanah: Pendekatan Berbasis Indeks dan Model Cloud

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 30 April 2025


 Pendahuluan
Pertambangan bawah tanah sering kali menimbulkan risiko ketidakstabilan lereng, yang dapat berakibat fatal dengan kerugian ekonomi yang besar dan bahkan mengancam keselamatan jiwa. Untuk mencegah bencana yang mungkin terjadi akibat ketidakstabilan ini, diperlukan model evaluasi yang tidak hanya ilmiah tetapi juga praktis. Dalam konteks ini, Chen dkk. (2022) mengidentifikasi tujuh indikator utama yang mencakup berbagai aspek, mulai dari derajat tambang hingga metode penyangga atap, untuk menilai stabilitas lereng di Kabupaten Xing, Shanxi, Cina.

 Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa langkah. Pertama, sistem indeks evaluasi disaring menjadi tujuh indikator kunci, yaitu derajat tambang, kualitas massa lereng, curah hujan tahunan, posisi zona ekstraksi relatif lereng, sudut lereng, tinggi lereng, serta ketebalan tambang dan metode penyangga atap. Selanjutnya, penentuan bobot dilakukan melalui pendekatan subjektif menggunakan metode IAHP, di mana para pakar memberikan interval penilaian, serta pendekatan objektif dengan metode CRITIC dan Entropy untuk menghitung kontras dan korelasi. Gabungan dari kedua pendekatan ini menghasilkan bobot yang lebih representatif. Selain itu, model cloud digunakan untuk mengonversi rentang kualitatif menjadi distribusi normal terbatasi, diikuti dengan simulasi 1.000 cloud drops per tingkat stabilitas. Terakhir, tingkat stabilitas dihitung dengan mengakumulasi nilai membership dari setiap indeks untuk menentukan level stabilitas tertinggi.

 Studi Kasus & Hasil
Dalam studi kasus yang dilakukan di Zona 1313 di Kabupaten Xing, kondisi geologi menunjukkan sudut lereng antara 30–80° dengan tanah kuning tebal di atas tanah merah Baode. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa lereng A, C, D, dan E berada dalam kondisi tidak stabil, sedangkan lereng B hanya mengalami retakan ringan. Validasi lapangan mengonfirmasi hasil model, di mana lereng A, C, D, dan E mengalami longsor masif, sementara lereng B hanya menunjukkan retakan minor. Hal ini menunjukkan bahwa model evaluasi yang diterapkan memiliki akurasi yang tinggi dalam memprediksi kondisi stabilitas lereng.

 Pembahasan & Implikasi
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa bobot tertinggi diperoleh dari posisi zona ekstraksi (Y₄) dengan nilai 0,249, yang menunjukkan bahwa ekstraksi di pangkal lereng dapat mempercepat kegagalan. Selain itu, fuzzy entropy yang tinggi pada lereng A, C, D, dan E (0,735–0,843) menunjukkan kompleksitas yang tinggi, sehingga memerlukan pemantauan yang intensif. Metode komprehensif yang menggabungkan pendekatan subjektif, objektif, dan model cloud terbukti jauh lebih akurat dibandingkan dengan penggunaan metode AHP atau CRITIC secara tunggal.

 Kesimpulan
Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tujuh faktor utama yang diidentifikasi berhasil memetakan risiko longsor pasca-tambang dengan validitas yang tinggi. Penggunaan gabungan metode IAHP, CRITIC, dan Min. Discriminative Information menghasilkan bobot yang seimbang dan representatif. Akurasi model juga terbukti dengan konsistensi 100% antara prediksi dan realita lapangan. Rekomendasi yang dihasilkan mencakup prioritas mitigasi di lereng A, C, D, dan E, pengaturan zona tambang yang menjauhi pangkal lereng, serta pemantauan curah hujan dan retakan secara intensif di area dengan fuzzy entropy tinggi.

Sumber : Chen H, Guo Q, Wang L, Meng X. Evaluation of Slope Stability within the Influence of Mining Based on Combined Weighting and Finite Cloud Model. Energy Exploration & Exploitation. 2023;41(2):636–655.

Selengkapnya
Evaluasi Stabilitas Lereng pada Pertambangan Bawah Tanah: Pendekatan Berbasis Indeks dan Model Cloud

Perbaikan Tanah dan Stabilitas Tanah

Mengukur Peluang Longsor Tahunan akibat Hujan di Lereng Tertentu dengan Model CRPC

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 30 April 2025


Pendahuluan: Tantangan Lama dalam Rekayasa Geoteknik

Dalam praktik rekayasa lereng, faktor keamanan (factor of safety/FS) masih digunakan sebagai ukuran utama untuk menentukan kestabilan lereng. Namun, pendekatan ini tidak secara langsung berkaitan dengan peluang kegagalan tahunan akibat hujan, sehingga menyulitkan proses mitigasi risiko secara kuantitatif. Liu dan Wang (2022) mengusulkan metode baru yang lebih akurat dan praktis untuk mengukur probabilitas longsor tahunan akibat hujan, dengan menggabungkan analisis stabilitas lereng, infiltrasi hujan, dan data statistik curah hujan lokal.

Inti Penelitian: Model CRPC sebagai Solusi Inovatif

Penelitian ini mengenalkan konsep Critical Rainfall Pattern Curve (CRPC), yaitu kurva yang menunjukkan kombinasi intensitas dan durasi hujan minimum yang dapat menyebabkan nilai FS = 1 (ambang kegagalan). Dengan menggunakan analisis numerik berulang, tim menyusun berbagai pola hujan dan menghitung FS untuk masing-masing, lalu menentukan area tidak stabil (FS < 1) dan area stabil (FS > 1).

Parameter Lereng Ilustratif:

  • Berat jenis tanah: 19 kN/m³
  • Kohesi efektif: 2 kPa
  • Sudut geser: 26°
  • Hidrolik konduktivitas jenuh: 1×10⁻⁵ m/s
  • Intensitas hujan: 9 hingga 100 mm/jam
  • Durasi maksimum hujan: 100 jam

Studi Kasus: Lereng di Jalan Bride’s Pool, Hong Kong

Kondisi Awal:

  • Lereng timbunan dengan kohesi rendah dan permeabilitas tinggi
  • Faktor keamanan (FS): 0,838 — artinya tidak stabil
  • Probabilitas longsor tahunan: 5,07%
  • Mekanisme longsor: shallow slip setelah hujan 12 mm/jam selama 38 jam

Setelah Perkuatan (stabilisasi):

  • Tanah timbunan diganti dengan semen-tanah berkoefisien permeabilitas sangat rendah (5×10⁻¹⁰ m/s)
  • FS meningkat menjadi 1,336
  • Probabilitas longsor tahunan: 0,0000413%
  • Mekanisme longsor: deep slip hanya terjadi setelah hujan 15 mm/jam selama 198 jam

Catatan Penting:
Perbaikan lereng menurunkan peluang kegagalan tahunan lebih dari lima tingkat magnitudo, dari 1:20 menjadi 1:2.400.000.

Langkah-Langkah Metode yang Diusulkan

  1. Kumpulkan data lereng: geometrik, sifat tanah, kondisi air tanah.
  2. Bangun model infiltrasi dan stabilitas lereng (menggunakan perangkat seperti SEEP/W dan SLOPE/W).
  3. Lakukan simulasi berbagai pola hujan (intensitas × durasi) → hitung nilai FS → buat CRPC.
  4. Kombinasikan CRPC dengan data hujan aktual dari rain gauge terdekat (analisis distribusi Gumbel).
  5. Hitung Probabilitas Tahunan Longsor (PF) = nilai maksimum dari kemungkinan hujan kritis (PC).
  6. Bandingkan PF dengan standar risiko (seperti kurva F-N Hong Kong) untuk menentukan kebutuhan perkuatan.

Model Statistik Curah Hujan

Distribusi hujan di Hong Kong mengikuti distribusi Gumbel, dengan parameter yang dipasang terhadap durasi (1–168 jam). Nilai μ dan σ meningkat seiring durasi hujan. Kombinasi antara data ini dan CRPC memungkinkan kita menghitung Probabilitas Kelebihan Tahunan (AEP) untuk setiap pola hujan.

Contoh perhitungan:

  • Untuk RC = 210 mm, intensitas 34,24 mm/jam, durasi 6,15 jam
  • AEP (probabilitas kejadiannya dalam setahun) ≈ 5,07%
  • Dalam 20 tahun, peluang kejadian: 64,7%
  • Setelah stabilisasi: peluang dalam 20 tahun turun ke 8,26 × 10⁻⁶

Kelebihan Metode Ini Dibanding FS Konvensional

  • FS hanya mengukur satu skenario hujan
  • CRPC mencakup ribuan kombinasi hujan aktual, menjadikannya lebih representatif
  • PF berbasis statistik → cocok untuk perencanaan risiko jangka panjang
  • Bisa digunakan untuk evaluasi efektivitas stabilisasi sebelum dan sesudah pekerjaan perkuatan

Kritik dan Saran Pengembangan

Kelebihan utama:

  • Praktis dan dapat diterapkan menggunakan software komersial biasa
  • Mudah diintegrasikan ke sistem perencanaan lereng saat ini
  • Mencakup respons tanah tak jenuh, parameter SWCC dan HCF

Namun perlu pengembangan di:

  • Belum mempertimbangkan ketidakpastian parameter tanah (akan dikembangkan dalam studi lanjutan)
  • Perlu diuji pada beragam zona iklim, bukan hanya Hong Kong
  • Implementasi untuk lereng alami yang kompleks perlu verifikasi tambahan

Implikasi Luas: Arah Baru dalam Manajemen Risiko Longsor

Dengan metode ini, perancang lereng bisa:

  • Membuat desain lebih akurat berdasarkan probabilitas, bukan tebakan pengalaman
  • Menyusun sistem peringatan dini berdasarkan ambang hujan lokal
  • Melakukan penilaian risiko kuantitatif sebagai syarat pembangunan (sustainable development)

Kesimpulan

Metode CRPC yang dikembangkan oleh Liu dan Wang menyederhanakan tantangan besar dalam dunia geoteknik: menghitung probabilitas longsor tahunan akibat hujan secara kuantitatif. Pendekatan ini menggabungkan model numerik dengan data cuaca nyata, memungkinkan desainer untuk membuat keputusan berbasis risiko dan melakukan mitigasi tepat sasaran. Efektivitasnya terbukti dari studi kasus nyata, dan sangat menjanjikan untuk diterapkan secara luas di berbagai negara tropis maupun subtropis.

Sumber : Liu, X., & Wang, Y. (2022). Quantifying annual occurrence probability of rainfall-induced landslide at a specific slope. Computers and Geotechnics, 149, Article 104877.

Selengkapnya
Mengukur Peluang Longsor Tahunan akibat Hujan di Lereng Tertentu dengan Model CRPC
page 1 of 7 Next Last »