Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 09 Mei 2025
Pendahuluan: Menjawab Ancaman Karbon dari Industri Konstruksi
Industri konstruksi dunia tengah menghadapi krisis: di satu sisi menjadi tulang punggung pembangunan infrastruktur, di sisi lain menyumbang sekitar 8–10% emisi karbon global, terutama dari produksi semen. Dalam situasi inilah muncul kebutuhan akan material alternatif yang lebih ramah lingkungan, berkelanjutan, dan ekonomis. Salah satu kandidat inovatif yang dikaji dalam disertasi karya Oh Jia Wei (2017) adalah rumput laut—lebih tepatnya spesies Gracilaria—yang dimanfaatkan sebagai bahan pengganti sebagian semen dalam mortar.
Disertasi ini tidak hanya memaparkan potensi teoritis biokomposit rumput laut, tetapi juga menyajikan uji laboratorium yang ketat: dari kuat tekan, karakterisasi termal, hingga serapan air. Dengan pendekatan eksperimental menyeluruh, penelitian ini menandai langkah nyata menuju material konstruksi hijau yang terjangkau dan adaptif.
Apa Itu Biokomposit Rumput Laut?
Biokomposit adalah material campuran antara polimer (baik alami maupun sintetis) dengan serat penguat alami. Dalam konteks ini, rumput laut (Gracilaria sp.) berfungsi sebagai bahan pengganti sebagian semen dalam campuran mortar. Rumput laut dipilih karena karakteristiknya:
Namun, sebelum rumput laut dapat digunakan sebagai bahan bangunan, ia harus diproses menjadi bentuk granula atau abu melalui pengeringan dan pembakaran.
Metodologi Penelitian: Dari Laut ke Mortar
Proses Pra-Pengolahan
1. Pengumpulan sampel dilakukan di Pulau Sayak, Kedah, Malaysia.
2. Pencucian & penetralan pH: Sampel rumput laut dicuci hingga mencapai pH netral (~6.5–6.9).
3. Pengeringan:
4. Pembakaran: Sebagian sampel dikalsinasi di muffle furnace pada suhu 600°C selama 3 jam untuk menghasilkan abu (seaweed ash).
5. Karakterisasi material dilakukan melalui:
Uji Kuat Tekan dan Serapan Air
Mortar disiapkan dalam tiga variasi:
Hasil Utama: Data, Analisis, dan Temuan Penting
1. Kuat Tekan Meningkat pada 15% Abu Rumput Laut
Sampel 15% seaweed ash menunjukkan kuat tekan tertinggi 30.76 MPa pada hari ke-28, bahkan melampaui kontrol (29.60 MPa).
Granula rumput laut (baik sun dried maupun oven dried) cenderung memiliki performa lebih rendah dari kontrol, namun tetap menunjukkan kekuatan signifikan.
2. Serapan Air Lebih Rendah pada Abu Rumput Laut
Mortar dengan seaweed ash menunjukkan volume void total yang lebih rendah, artinya lebih padat dan tahan terhadap infiltrasi air.
Hal ini mendukung ketahanan jangka panjang terhadap cuaca dan kondisi lembap.
3. Performa Termal yang Baik
Analisis DSC menunjukkan bahwa abu rumput laut memiliki stabilitas termal tinggi, menjadikannya cocok untuk aplikasi di wilayah tropis.
Studi Kasus: Potensi Penerapan di Dunia Nyata
A. Malaysia
Sebagai negara penghasil rumput laut dan semen, Malaysia berpotensi besar mengadopsi material ini dalam proyek perumahan bersubsidi, khususnya di daerah pesisir seperti Sabah dan Sarawak.
B. Indonesia
Kepulauan Indonesia sangat kaya akan spesies rumput laut seperti Eucheuma cottonii. Pemanfaatan lokal bisa menekan biaya produksi sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor semen.
C. Jerman & Inggris
Studi terdahulu di Eropa telah menunjukkan bahwa seaweed bisa digunakan sebagai insulasi termal dan penguat bata tanah liat tanpa pembakaran. Hal ini membuka potensi diversifikasi fungsi material rumput laut.
Nilai Tambah dan Kritik
Kelebihan:
Kekurangan:
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Penelitian oleh Zahra Ghinaya dan Alias Masek (2021) dalam ASEAN Journal of Science and Engineering menemukan bahwa seaweed mortar meningkatkan kuat tekan hingga 12%.
Hasil Jia Wei membuktikan peningkatan lebih tinggi pada kadar dan bentuk tertentu (yakni seaweed ash 15%).
Ini mengindikasikan bahwa pra-perlakuan dan pembakaran adalah kunci utama dalam memaksimalkan performa biokomposit ini.
Implikasi Industri dan Rekomendasi
1. Skalabilitas & Komersialisasi
Pemerintah dapat menggandeng startup material lokal untuk memproduksi mortar campuran rumput laut dalam skala industri.
2. Standardisasi dan Sertifikasi Diperlukan standar khusus untuk komposisi dan metode pra-perlakuan agar material ini bisa digunakan dalam proyek konstruksi publik.
3. Peluang Penelitian Lanjut Perlu eksplorasi lebih lanjut terhadap:
Kesimpulan: Inovasi Hijau yang Siap Menantang Beton Konvensional?
Disertasi Oh Jia Wei menghadirkan satu pesan kuat: rumput laut bukan hanya makanan, tetapi juga masa depan material bangunan hijau. Dengan performa tekan yang mampu menyamai—bahkan melampaui—mortar biasa, serta manfaat lingkungan yang signifikan, inovasi ini memiliki peluang nyata untuk menggeser dominasi semen di masa depan.
Kuncinya adalah skala produksi, standardisasi mutu, dan dukungan industri. Jika ketiga elemen ini dipenuhi, maka seaweed biocomposite bukan lagi sekadar eksperimen akademik, tetapi solusi konkret untuk industri konstruksi berkelanjutan.
Sumber:
Oh Jia Wei. (2017). Seaweed Biocomposite as a Green Construction Material. Universiti Teknologi PETRONAS.
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 09 Mei 2025
Pendahuluan: Menggugat Beton dan Menatap Masa Depan Hijau
Di tengah krisis iklim dan ancaman pemanasan global, sektor konstruksi menjadi salah satu terdakwa utama. Industri ini menyumbang sekitar 40% konsumsi energi dunia dan 21% emisi CO₂ di sektor perumahan di negara maju seperti Prancis. Mengingat mayoritas material konstruksi konvensional—seperti beton dan semen—berbasis sumber daya alam tidak terbarukan, kebutuhan akan solusi alternatif yang lebih ramah lingkungan menjadi sangat mendesak.
Salah satu pendekatan menjanjikan adalah penggunaan material berbasis biomassa—yaitu bahan bangunan yang berasal dari sumber daya terbarukan seperti serat tanaman, limbah pertanian, dan alga laut. Paper ini mengulas secara komprehensif bagaimana biomassa memengaruhi daya tahan, karakteristik mekanik, serta perilaku higrotermal dari material bangunan.
Mengapa Biomassa?
Kelebihan Utama:
Tantangan:
Tinjauan Serat Biomassa Populer: Data, Analisis, dan Potensinya
1. Hemp (Ganja industri)
Kandungan selulosa tinggi (70–74%) membuat hemp cocok untuk insulasi.
Daya serap air tinggi: 247%, namun konduktivitas termal rendah: 0.05–0.06 W/mK.
Kekuatan tekan 0.25–1.15 MPa, cukup untuk aplikasi dinding bukan struktural.
Cocok digunakan dalam bentuk hempcrete (campuran serat hemp, kapur, dan air).
2. Flax (Rami)
Sering digunakan dalam bentuk flax shives sebagai agregat.
Daya serap air 200–300%, konduktivitas termal 0.057–0.064 W/mK.
Flax concrete cocok sebagai insulasi suara & termal untuk atap atau dinding sekat.
3. Seaweed (Alga Laut)
Brown algae seperti Sargassum muticum dapat dicampur dengan tanah liat.
Memiliki sifat isolasi yang kuat, namun kekuatan mekanik rendah.
Penambahan 0.1–0.5% seaweed powder dalam mortar meningkatkan kekuatan tekan.
4. Miscanthus
Tumbuhan energi asal Eropa dengan daya insulasi tinggi.
Tantangan: kandungan gula & selulosa tinggi menyebabkan reaksi dengan semen → bisa melemahkan daya rekat.
Cocok untuk beton ringan (lightweight concrete), tetapi perlu pre-treatment.
5. Date Palm & Loofah
Kurang umum namun menunjukkan potensi. Serat kurma meningkatkan insulasi tetapi menurunkan kekuatan.
Cocok untuk aplikasi non-struktural dengan iklim panas dan kering.
Studi Kasus: Penggunaan Biomassa dalam Konstruksi Nyata
Prancis
Indonesia (Potensi)
Kritik dan Perbandingan
Paper ini menawarkan tinjauan sangat luas dan berbasis data, namun masih terbatas pada review, belum banyak mengkaji aplikasi lapangan secara langsung atau kendala implementasi di negara berkembang.
Dibandingkan dengan penelitian lain, seperti studi oleh Pacheco-Torgal (2020) tentang bio-concrete, paper ini lebih unggul dalam cakupan variasi biomassa, tetapi kurang mendalam dalam studi jangka panjang terkait ketahanan cuaca ekstrem dan siklus beku-cair.
Implikasi Industri & Rekomendasi
Kesimpulan: Biomassa, Masa Depan Konstruksi Hijau?
Dengan meningkatnya tekanan terhadap industri konstruksi untuk menekan jejak karbon, material berbasis biomassa hadir sebagai solusi inovatif yang menjanjikan. Meskipun masih menghadapi tantangan dari sisi kekuatan mekanik dan standar teknis, potensi insulasi termal dan keberlanjutan jangka panjang menjadikannya layak diperhitungkan.
Penggunaan hempcrete, flax panels, atau campuran algae-mortar bisa menjadi game changer dalam pembangunan hijau, terutama jika didukung oleh kebijakan pemerintah dan industri yang adaptif.
Sumber:
Affan, H., El Haddaji, B., Ajouguim, S., & Khadraoui, F. (2024). A Review—Durability, Mechanical and Hygrothermal Behavior of Building Materials Incorporating Biomass. Eng, 5(2), 992–1027. https://doi.org/10.3390/eng5020055
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 08 Mei 2025
Pendahuluan: Mengapa Konstruksi Perlu AI?
Meskipun industri konstruksi Australia menyumbang sekitar AUD 360 miliar per tahun dan hampir 9% dari PDB nasional, tingkat produktivitasnya hanya tumbuh 1% selama dua dekade terakhir. Ketertinggalan ini menjadi alasan utama eksplorasi teknologi baru seperti kecerdasan buatan (AI) dalam meningkatkan efisiensi. Paper berjudul "Artificial Intelligent Technologies for the Construction Industry: How Are They Perceived and Utilized in Australia" oleh Regona et al. (2022) mengkaji bagaimana publik Australia menanggapi dan memanfaatkan AI dalam sektor konstruksi.
Metodologi Unik: Analisis Sentimen dari Twitter
Berbeda dari studi konvensional, penelitian ini menggunakan analisis media sosial untuk memahami persepsi publik terhadap AI di konstruksi. Data sebanyak 7906 tweet dari Australia dikumpulkan selama dua tahun (Juli 2019–2021). Peneliti menerapkan:
Analisis sentimen
Analisis konten menggunakan NVivo
Visualisasi spasial dengan ArcGIS
Pendekatan ini mencerminkan perspektif masyarakat secara luas, termasuk pekerja industri, akademisi, dan pengamat publik.
Temuan Utama: Teknologi AI Paling Populer di Australia
Teknologi AI yang Paling Banyak Disebut:
Robotik (931 tweet)
Internet of Things/IoT (562 tweet)
Machine Learning (522 tweet)
Big Data (457 tweet)
Automation (475 tweet)
Negara bagian dengan cuitan terbanyak adalah:
New South Wales (NSW) – 2997 tweet
Victoria (VIC) – 2214 tweet
Queensland (QLD) – 1540 tweet
Contoh Nyata:
Salah satu tweet menyebutkan penggunaan AI untuk memantau proyek konstruksi secara transparan, sementara lainnya menyoroti kekhawatiran kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi.
Analisis Sentimen: Positif Tapi Waspada
49% tweet bersentimen positif
37% negatif
14% netral
New South Wales dan Queensland mendominasi sentimen positif. Northern Territory mencatatkan sentimen negatif tertinggi (74%). Tweet positif fokus pada efisiensi, keselamatan kerja, dan inovasi. Sementara yang negatif membahas ancaman terhadap lapangan kerja dan risiko proyek.
Prospek Teknologi AI di Konstruksi
Penelitian ini mengidentifikasi 12 prospek utama, antara lain:
Digitalisasi (767 tweet)
Inovasi (691 tweet)
Penghematan waktu (294 tweet)
Produktivitas (232 tweet)
Efisiensi (109 tweet)
Studi Kasus:
Perusahaan BMD di Queensland menggunakan sistem Octant berbasis AI yang menghemat waktu hingga 30% dalam pengembangan proyek urban. Hal ini memperlihatkan dampak nyata AI dalam mempercepat tahapan konstruksi.
Tantangan dan Hambatan Implementasi
Meski menjanjikan, AI menghadapi berbagai hambatan:
Keamanan data (156 tweet)
Kurangnya kemampuan SDM (110 tweet)
Lingkungan kerja yang tidak terstruktur (95 tweet)
Kompleksitas sistem (96 tweet)
Tweet dari Tasmania dan Northern Territory banyak menyoroti kendala biaya awal dan kesiapan infrastruktur.
Perbandingan dengan Studi Lain
Berbeda dengan studi yang berfokus pada teknologi spesifik (misal BIM atau AR), penelitian ini menyajikan peta menyeluruh dari persepsi sosial dan teknologi AI dalam konstruksi. Kombinasi metode kuantitatif dan kualitatif dari media sosial memberikan dimensi baru dalam riset adopsi teknologi.
Dampak Nyata dan Implikasi Kebijakan
Penelitian ini memberi masukan penting bagi:
Pemerintah: merancang strategi AI nasional berbasis persepsi publik
Perusahaan: memilih teknologi sesuai respons pasar
Akademisi: merancang pelatihan dan kurikulum berbasis kebutuhan industri
Rekomendasi kebijakan meliputi:
Subsidi pelatihan teknologi digital
Kolaborasi antar sektor
Penyesuaian regulasi keselamatan kerja dalam konteks otomatisasi
Kesimpulan: AI Bukan Ancaman, Tapi Peluang
AI dalam konstruksi Australia dipandang secara luas sebagai alat transformasi, bukan pengganti manusia. Studi Regona et al. menunjukkan bahwa dengan strategi yang tepat, AI dapat meningkatkan produktivitas tanpa mengorbankan kesejahteraan pekerja. Tantangannya ada, tapi peluangnya jauh lebih besar.
Sumber
Regona, M., Yigitcanlar, T., Xia, B., & Li, R.Y.M. (2022). Artificial Intelligent Technologies for the Construction Industry: How Are They Perceived and Utilized in Australia? Journal of Open Innovation: Technology, Market, and Complexity, 8(1), 16. https://doi.org/10.3390/joitmc8010016
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 08 Mei 2025
Pendahuluan: Ketertinggalan Sektor Konstruksi dalam Era Digital
Industri konstruksi adalah penyumbang besar bagi ekonomi global dengan nilai mencapai lebih dari $10 triliun per tahun. Namun, sektor ini menghadapi masalah produktivitas yang stagnan selama bertahun-tahun. Dibandingkan sektor lain seperti manufaktur, industri konstruksi tertinggal dalam adopsi teknologi digital. Paper berjudul "Implementation of technologies in the construction industry: a systematic review" oleh Chen et al. (2021) mengupas sistematis tentang 26 teknologi yang telah diimplementasikan dalam proyek konstruksi global dan manfaat yang diperoleh darinya.
Metodologi Kajian Sistematis
Penelitian ini menggunakan pendekatan systematic review berbasis protokol PRISMA, meninjau 175 artikel dari 2001 hingga 2020. Penulis mengkategorikan teknologi berdasarkan fungsi menjadi lima kelompok:
Akuisisi data
Analitik data
Visualisasi data
Komunikasi
Otomatisasi desain dan konstruksi
Teknologi seperti BIM (Building Information Modeling), RFID, dan AR/VR menjadi fokus utama karena kontribusi mereka terhadap efisiensi dan kolaborasi proyek.
Pemetaan Teknologi dan Penerapannya
1. BIM: Teknologi Andalan
BIM muncul dalam 30% dari seluruh artikel dan sering dikombinasikan dengan teknologi lain seperti GIS, LiDAR, atau nD modeling. Studi menunjukkan bahwa BIM mampu mengurangi waktu proyek hingga 7%, biaya proyek hingga 40%, dan waktu estimasi biaya sebesar 80%.
2. RFID: Pengawasan Material dan Tenaga Kerja
Dengan kemampuan melacak material dan personel secara real-time, RFID menonjol dalam logistik konstruksi. Contohnya, penggunaan RFID dalam pembuatan pipa beton memungkinkan pemantauan kemajuan kerja dan pengiriman bahan secara tepat waktu.
3. Visualisasi Interaktif: AR/VR/nD
Teknologi ini digunakan untuk perencanaan ruang, pelatihan keselamatan kerja, dan komunikasi antara pemangku kepentingan. Game berbasis VR digunakan sebagai simulasi pelatihan K3 untuk pekerja lapangan.
4. AI dan Big Data: Tren yang Masih Berkembang
Walau belum masif digunakan, AI dan big data menunjukkan potensi besar dalam perencanaan proyek dan estimasi risiko. Studi tentang penerapan neural networks untuk prediksi biaya dan durasi proyek menjadi sorotan.
5. Teknologi Otomatisasi: 3D Printing dan Robotik
Walau masih terbatas, 3D printing beton dan robot perakit struktur baja telah mulai diadopsi pada proyek berskala besar. Teknologi ini berpotensi mempercepat konstruksi dan mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manual.
Manfaat Implementasi Teknologi
Penelitian ini menemukan lima manfaat utama dari teknologi konstruksi:
Efisiensi kerja (83%)
Kesehatan dan keselamatan (52%)
Produktivitas (49%)
Kualitas proyek (33%)
Keberlanjutan (11%)
BIM dan RFID termasuk teknologi yang memberikan manfaat lintas kategori tersebut. Integrasi BIM dan RFID bahkan digunakan untuk pelacakan dalam ruangan secara real-time.
Studi Kasus dan Tren Global
USA dan China menjadi pemimpin dalam publikasi riset teknologi konstruksi.
Negara-negara Asia menyumbang 45% artikel dalam tinjauan.
Visualisasi dan akuisisi data adalah kategori teknologi paling populer sejak 2011.
Studi seperti proyek rumah sakit oleh Khanzode dkk. menggunakan nD-BIM untuk mengkoordinasi sistem MEP secara efisien.
Tantangan dan Hambatan Implementasi
Beberapa tantangan utama:
Biaya awal investasi tinggi
Kurangnya pelatihan tenaga kerja
Masalah interoperabilitas antar platform
Solusi yang disarankan termasuk penguatan regulasi, peningkatan edukasi dan pelatihan, serta insentif dalam pengadaan proyek publik.
Perbandingan dengan Studi Lain
Berbeda dari studi sebelumnya yang hanya menyoroti satu jenis teknologi, paper ini menghadirkan pandangan holistik. Kombinasi teknologi seperti BIM-GIS dan BIM-RFID menunjukkan tren kolaboratif antarteknologi yang meningkat.
Implikasi Praktis dan Strategi ke Depan
Perusahaan konstruksi dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk:
Menyusun roadmap digitalisasi
Menentukan prioritas investasi teknologi
Rekomendasi penulis juga mencakup pentingnya peran pemerintah dan lembaga pendidikan dalam mendukung ekosistem teknologi konstruksi.
Penutup
Transformasi digital di sektor konstruksi bukan sekadar wacana, melainkan kebutuhan mendesak. Dengan memilih dan menerapkan teknologi yang tepat, proyek dapat lebih efisien, aman, dan berkelanjutan. Studi Chen dkk. menjadi acuan penting untuk memahami lanskap teknologi global dalam industri ini.
Sumber
Chen, X., Chang-Richards, A.Y., Pelosi, A. et al. (2021). Implementation of technologies in the construction industry: a systematic review. Engineering, Construction and Architectural Management. https://doi.org/10.1108/ECAM-02-2021-0172
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 08 Mei 2025
Pendahuluan: Revolusi Industri 4.0 dan Tekanan Efisiensi Biaya
Dalam dekade terakhir, industri konstruksi telah mengalami tekanan besar untuk meningkatkan efisiensi dan mengendalikan biaya proyek secara lebih efektif. Di tengah dinamika Revolusi Industri 4.0 (IR 4.0), teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah merambah berbagai sektor, termasuk konstruksi. Namun, adopsi teknologi di sektor ini relatif lambat dibandingkan dengan industri manufaktur atau keuangan.
Artikel karya Igwe et al. (2020) menyampaikan bahwa banyak teknologi seperti BIM (Building Information Modelling), IoT, kecerdasan buatan (AI), dan augmented reality (AR) telah tersedia namun belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk manajemen biaya secara total. Dalam studi ini, penulis meninjau 81 literatur dari 2008 hingga 2019 untuk memetakan bagaimana teknologi-teknologi ini bisa diintegrasikan dalam Total Cost Management (TCM) konstruksi.
Apa Itu Total Cost Management (TCM) dalam Konstruksi?
TCM adalah pendekatan menyeluruh yang meliputi perencanaan, estimasi, penganggaran, pengawasan, dan pengendalian biaya pada setiap tahap proyek konstruksi. Dalam praktiknya, manajemen biaya dilakukan sejak tahap studi kelayakan, desain, tender, konstruksi, hingga operasional dan pemeliharaan bangunan.
Teknik umum dalam TCM:
Earned Value Management (EVM)
Cost-Value Reconciliation (CVR)
Cash Flow Forecasting
Program Evaluation and Review Technique (PERT)
Activity-Based Costing (ABC)
Namun, tantangan utama adalah bagaimana menghubungkan teknik-teknik ini dengan teknologi modern untuk meningkatkan akurasi, kolaborasi, dan transparansi.
Teknologi Terkini yang Mengubah Manajemen Biaya Konstruksi
1. Building Information Modelling (BIM)
Kegunaan utama:
Estimasi biaya berbasis model 3D dan 5D
Deteksi konflik desain untuk menghindari pemborosan
Manajemen fasilitas pasca konstruksi
Contoh nyata: Pemerintah Inggris mewajibkan penggunaan BIM sejak 2016 untuk proyek-proyek publik. Hasilnya, beberapa kontraktor besar mampu menghemat biaya hingga 20% di fase desain dan konstruksi.
2. Augmented & Virtual Reality (AR/VR)
AR membantu tim proyek dalam inspeksi digital dan pelaporan progres pekerjaan
VR memungkinkan pemilik proyek “masuk” ke lingkungan virtual bangunan sebelum dibangun
Kritik tambahan: Meskipun menjanjikan, integrasi AR/VR masih terhambat oleh mahalnya perangkat dan kebutuhan pelatihan SDM.
3. Mobile Technology
Manfaat praktis:
Dokumentasi langsung di lapangan
Pemantauan real-time dan komunikasi antar tim
Kalkulasi cepat untuk estimasi biaya langsung dari lapangan
Data pendukung: Sebuah survei dari Software Connect (2017) menunjukkan bahwa 81% profesional konstruksi menggunakan aplikasi mobile untuk pengelolaan proyek.
4. Internet of Things (IoT)
Aplikasi:
Sensor untuk pemantauan mesin dan tenaga kerja
Pengumpulan data otomatis terkait konsumsi material
Analisis tambahan: IoT sangat potensial dalam mengurangi pemborosan bahan (material wastage), terutama pada proyek-proyek skala besar dengan pengelolaan logistik yang kompleks.
5. Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML)
AI membantu dalam perencanaan jadwal kerja berdasarkan tren histori
ML digunakan untuk memprediksi potensi keterlambatan proyek berdasarkan data aktual
Studi kasus: Dalam proyek gedung pencakar langit di Dubai, AI digunakan untuk memproyeksikan biaya tenaga kerja harian dan mengoptimalkan alokasi sumber daya.
6. Drones dan Robotics
Fungsi utama:
Mengambil gambar udara untuk evaluasi progres pekerjaan
Melakukan inspeksi area berbahaya tanpa melibatkan tenaga kerja
Efek langsung terhadap biaya: Mengurangi kecelakaan kerja berarti mengurangi biaya kompensasi dan keterlambatan proyek.
7. Predictive Analytics
Teknologi ini mengubah cara pengambilan keputusan dengan analisis berbasis data historis dan real-time. Misalnya, estimasi biaya per minggu atau prediksi penurunan produktivitas bisa dibuat dengan presisi tinggi.
Analisis Grafik dan Tren Literatur
Penelitian ini menunjukkan bahwa adopsi teknologi seperti BIM dan Mobile Tech mengalami peningkatan signifikan setelah tahun 2016. Grafik dalam paper menampilkan lonjakan tajam pada kedua teknologi ini, menandakan bahwa pelaku industri mulai menyadari pentingnya transformasi digital demi efisiensi biaya.
Menariknya, teknologi seperti blockchain dan AI masih tergolong “muda” dalam konteks konstruksi, meski telah mapan di sektor lain.
Perbandingan dengan Studi Sebelumnya
Paper ini secara unik mengombinasikan berbagai teknologi dalam konteks TCM, berbeda dengan kebanyakan studi sebelumnya yang hanya fokus pada satu teknologi seperti BIM atau AR. Misalnya, studi Lu et al. (2019) hanya menyoroti BIM dan Big Data, tanpa menjelaskan hubungan antara teknologi lainnya seperti drone dan predictive analytics dalam satu kerangka TCM.
Dampak Praktis di Industri
Keuntungan yang Didapat:
Penghematan waktu hingga 30% dalam fase monitoring proyek
Akurasi estimasi biaya meningkat 20–25%
Penurunan kasus klaim proyek akibat data transparan
Tantangan Implementasi:
Kurangnya pelatihan tenaga kerja
Biaya awal pengadaan teknologi
Kurangnya standar interoperabilitas antar platform
Rekomendasi dan Masa Depan
Agar teknologi ini benar-benar berdampak dalam manajemen biaya konstruksi, penulis menyarankan:
Kolaborasi aktif antara pemerintah, akademisi, dan pelaku industri untuk pelatihan teknologi baru
Integrasi lintas teknologi (misalnya, menggabungkan BIM dengan IoT dan AI)
Regulasi yang mendukung adopsi teknologi, seperti insentif bagi kontraktor yang menggunakan metode digital
Penutup: Menuju Konstruksi yang Lebih Cerdas dan Hemat Biaya
Studi ini memberikan gambaran menyeluruh tentang bagaimana teknologi modern dapat mengubah paradigma manajemen biaya proyek konstruksi. Dengan memanfaatkan BIM, AR/VR, AI, dan lainnya, pelaku industri kini memiliki alat yang lebih canggih untuk mencapai efisiensi, mengurangi pemborosan, dan meningkatkan transparansi. Langkah selanjutnya adalah memastikan teknologi ini dapat diakses dan diterapkan secara luas—bukan hanya di proyek-proyek berskala besar, tetapi juga konstruksi menengah dan kecil.
Sumber Referensi
Paper yang diresensi dapat diakses secara penuh di:
IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, Volume 884, 2020
DOI: https://doi.org/10.1088/1757-899X/884/1/012041
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 08 Mei 2025
Pendahuluan
Mengapa Green Construction Perlu Diterima dengan Baik?
Di tengah meningkatnya isu lingkungan dan urgensi pembangunan berkelanjutan, sektor konstruksi menjadi sorotan karena kontribusinya terhadap konsumsi energi, penggunaan material tidak terbarukan, dan tingginya volume limbah. Oleh sebab itu, pendekatan green construction menjadi kebutuhan mendesak—bukan lagi pilihan.
Namun, pertanyaan mendasarnya adalah: apakah para pelaku industri, terutama kontraktor, benar-benar siap menerima dan mengimplementasikan teknologi ramah lingkungan ini? Tesis karya Fahmi Firdaus Alrizal menjawab pertanyaan ini dengan pendekatan teoritis dan empiris melalui model Technology Acceptance Model (TAM) pada proyek Grand Sungkono Lagoon, Surabaya.
Penerimaan Teknologi dalam Green Construction: Kerangka TAM
Apa itu Technology Acceptance Model (TAM)?
TAM, yang diperkenalkan oleh Davis (1989), merupakan model teoritis yang mengukur sejauh mana individu bersedia menerima teknologi baru. Model ini menekankan dua variabel utama:
Perceived Usefulness (PU) – sejauh mana seseorang percaya bahwa teknologi akan meningkatkan kinerjanya.
Perceived Ease of Use (PEOU) – sejauh mana seseorang merasa bahwa penggunaan teknologi tersebut mudah dan tanpa hambatan.
Dalam tesis ini, TAM dikembangkan dengan menambahkan variabel eksternal seperti:
Subjective Norm (pengaruh sosial),
Job Relevance (keterkaitan pekerjaan),
Output Quality (kualitas hasil),
Result Demonstrability (hasil yang bisa ditunjukkan).
Studi Kasus: Proyek Grand Sungkono Lagoon
Objek dan Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada proyek apartemen Grand Sungkono Lagoon, dengan fokus pada tim manajemen proyek. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang dikembangkan dari indikator TAM dan dianalisis menggunakan metode Partial Least Square (PLS).
Responden:
30 orang dari tim proyek: project manager, QS, K3, QC, dan site engineer.
Variabel yang Diukur:
Persepsi kemudahan, kemanfaatan, sikap terhadap penggunaan, niat berperilaku, penggunaan aktual, hingga faktor eksternal.
Temuan Kunci: Faktor-Faktor Penerimaan Green Construction
1. Niat Perilaku (Behavioral Intention) Sangat Menentukan Penggunaan Aktual
Tesis ini menunjukkan bahwa niat perilaku kontraktor terhadap green construction adalah penentu utama dalam penggunaan aktual. Artinya, bila kontraktor memiliki keinginan kuat, maka adopsi teknologi lebih besar kemungkinannya.
Nilai Tambah:
Hal ini konsisten dengan temuan dari Venkatesh et al. (2003) yang menyatakan bahwa “behavioral intention” adalah prediktor terkuat dalam berbagai konteks adopsi teknologi, termasuk e-government dan e-learning.
2. Demonstrasi Hasil Mempengaruhi Persepsi Kemanfaatan
Ketika kontraktor dapat melihat hasil nyata dari green construction, mereka lebih cenderung menganggapnya bermanfaat. Misalnya, efisiensi energi dan pengurangan limbah yang terbukti secara kuantitatif mempengaruhi persepsi positif.
Studi Pendukung:
Prasaji et al. (2012) mencatat bahwa green construction dalam tahap struktur dapat menghemat hingga 15% dari biaya material konvensional.
3. Kemudahan Penggunaan Meningkatkan Sikap Positif
Jika suatu sistem atau teknologi dianggap mudah digunakan, maka sikap pengguna terhadap teknologi tersebut juga akan positif. Dalam proyek ini, pelatihan internal dan SOP yang disediakan oleh manajemen terbukti membantu membentuk persepsi ini.
Kritik dan Ruang Perbaikan
A. Generalisasi Hasil
Penelitian ini terbatas pada satu proyek di Surabaya. Hasilnya belum tentu merepresentasikan proyek di daerah lain dengan skala atau kultur kerja yang berbeda.
Saran: Studi lanjutan bisa melibatkan proyek di Jakarta, Medan, atau Bali untuk menguji konsistensi model TAM dalam konteks yang lebih luas.
B. Aspek Non-Teknis Belum Tergali
Faktor-faktor seperti insentif dari pemilik proyek, tekanan regulasi, atau kepercayaan terhadap teknologi ramah lingkungan belum sepenuhnya dimasukkan dalam model.
Saran: Kombinasi TAM dengan TOE (Technology, Organization, Environment) Framework dapat memberikan gambaran lebih menyeluruh.
Implikasi Praktis bagi Industri Konstruksi
1. Desain Intervensi Berbasis Perilaku
Karena niat berperilaku menjadi penentu utama, maka pendekatan pelatihan, reward, dan komunikasi visual dapat meningkatkan adopsi green construction.
2. Tingkatkan Visibility Keberhasilan Proyek Hijau
Pihak kontraktor harus menunjukkan keberhasilan proyek ramah lingkungan melalui laporan kinerja, tur lapangan, atau media sosial. Ini meningkatkan result demonstrability.
3. Sediakan Manual & Pelatihan yang Jelas
Kemudahan penggunaan dapat ditingkatkan dengan menyediakan SOP yang praktis, manual digital, atau simulasi sebelum penerapan metode baru.
Kesimpulan
Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya pemahaman perilaku dalam implementasi green construction. Dengan menggunakan kerangka TAM, tesis ini menunjukkan bahwa persepsi kemanfaatan, kemudahan, dan demonstrasi hasil nyata merupakan pendorong utama keberhasilan implementasi teknologi hijau dalam proyek konstruksi.
Penerapan model ini tidak hanya relevan untuk proyek Grand Sungkono Lagoon, tetapi juga untuk semua proyek yang ingin mentransformasi prosesnya menjadi lebih berkelanjutan. Kuncinya adalah menciptakan lingkungan adopsi teknologi yang dipahami, dirasakan manfaatnya, dan didukung secara sosial.
Sumber:
Fahmi Firdaus Alrizal. (2016). Analisis Model Penerimaan Teknologi terhadap Implementasi Green Construction pada Proyek Grand Sungkono Lagoon Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.